• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled - Universitas Muhammadiyah Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Untitled - Universitas Muhammadiyah Makassar"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah konflik pada masyarakat nelayan di Desa Mosso Kecamatan Sendana Kabupaten Majene. Oleh karena itu mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Konflik Sosial Pada Masyarakat Nelayan di Desa Mosso Kecamatan Sendana Kabupaten Majene”.

RumusanMasalah

TujuanPenelitian

ManfaatPenelitian

Diharapkan dapat menjadi bahan referensi sekaligus memberikan stimulus bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik terkait agar kajian sosiologi selalu dapat beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat nelayan guna mencapai solidaritas dan kerjasama kelompok sosial.

KAJIAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka

  • Pengertian konflik
  • Teori-teori konflik
  • Faktor-faktor penyebab konflik
  • Bentuk-bentuk konflik
  • Dampak adanya konflik

Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi akibat distribusi sumber daya yang tidak adil pada seluruh organisasi, sehingga dapat menimbulkan pertentangan atau konflik yang ekstrim. Konflik ideologi adalah konflik yang muncul akibat perbedaan keyakinan seseorang atau sekelompok orang tertentu. Konflik sosial merupakan konflik yang sering muncul karena adanya perbedaan kepentingan sosial dari pihak-pihak yang berkonflik.

Konflik kelas, yaitu konflik yang terjadi antar kelas sosial nelayan dalam perebutan wilayah penangkapan ikan. Konflik orientasional, yaitu konflik yang terjadi antar nelayan yang mempunyai orientasi berbeda dalam pemanfaatan sumber daya. Konflik asal, yaitu konflik yang terjadi akibat perbedaan identitas, suku, asal usul daerah atau yang lainnya.Konflik ini sering juga disebut sebagai akibat dari pelaksanaan otonomi daerah.

Kerangka Pikir

Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan statistik deskriptif atau inferensial, sehingga dapat disimpulkan terbukti atau tidaknya hipotesis yang dirumuskan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alam (natural setting), disebut juga metode etnografi karena metode ini pertama kali digunakan. Analisis data yang dilakukan bersifat induktif, berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori.

Makna adalah data aktual, data terdefinisi yang merupakan nilai dibalik data yang terlihat.

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

Lokasi Penelitian

Data danpenelitian

Bagi hasil merupakan suatu ikhtiar yang mulia jika dalam pelaksanaannya selalu mengedepankan prinsip keadilan, kejujuran dan tidak merugikan satu sama lain. oleh nelayan. Di desa Mosso sendiri berbeda dari masing-masing. Contoh bagi hasil dari kelompok pambodi-bodi yang mempunyai staf Bpk. Sawwal (62 tahun) dengan jumlah sawi 7 (tujuh) orang, misalnya setelah menangkap ikan penghasilan dari penangkapan ikan tersebut sebesar Rp. Dehendorf menanamkan kondisi ini sebagai “perkumpulan koordinatif imperatif” (perkumpulan yang dikoordinasikan dengan kekuatan). Atas dasar kewenangan inilah pula yang menimbulkan konflik pembagian keuntungan antara sawi dan pemegangnya, seperti yang terjadi pada nelayan di Kecamatan Mosso.

Komunitas nelayan atau masyarakat Desa Mosso Kecamatan Sendana Kabupaten Majene merupakan komunitas nelayan yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Rappong. Sistem bagi hasil yang diterapkan punggawa pada sawi-sawinya dinilai terlalu kabur dan dapat menimbulkan konflik dan perbedaan pendapat. Kepada pihak pengelola agar memperjelas sistem bagi hasil yang digunakan sebelum dilakukan penangkapan ikan dan agar bonus tidak hanya diberikan pada sawi tertentu agar tidak menimbulkan rasa iri diantara sawi lainnya.

Instrument Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti menggunakan teknik wawancara, dokumentasi dan observasi yang diperoleh dari data lapangan langsung melalui wawancara dan sumber yang diperoleh untuk melengkapi dokumen baik dari lapangan maupun luar. Selanjutnya teknik pengumpulan data yang diperoleh adalah tentang bagaimana cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan metode tertentu. Pengumpulan data berlangsung pada setting alam, sumber, data primer dan teknik pengumpulan data meliputi data observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data ketika peneliti ingin melakukan penyelidikan pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang perlu diselidiki, tetapi juga ketika peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang responden. laporan atau setidaknya tentang pengetahuan dan keyakinan pribadi.

Teknikanalisis data

Di Kecamatan Mosso sendiri sistem bagi hasil yang diterapkan kepada para nelayan yaitu jika nelayan tersebut adalah nelayan sandeq maka sistem bagi hasil kadang dilakukan dengan membagi hasil tangkapan berupa ikan, ada juga yang membagikan setelah hasil tangkapan. selesainya pemasaran hasil tangkapan, di kecamatan Mosso sendiri nelayan yang terlibat adalah pambodi-bodi yang membagi hasil bukan dengan cara pembagian ikan secara langsung melainkan dengan membagi hasilnya setelah pemasaran hasil tangkapan selesai. Sistem bagi hasil bagi nelayan badan pambodi di kecamatan Mosso sendiri yaitu pembagian hasil dilakukan setelah selesainya setiap kegiatan, yang sebagian besar ketentuannya adalah setiap orang mendapat satu bagian, dari alat produksi, satu bagian untuk hasil. kapal, satu bagian untuk mesin, dan satu bagian untuk punggawa dan setiap sawi mendapat satu bagian, sehingga keadilan demi kebaikan bersama jelas tercermin di dalamnya. Dijelaskan, dalam hal bagi hasil, sistem bagi hasil yang diterapkan pada masyarakat nelayan adalah membagi setiap hasil yang diperoleh setiap kali melaut, dimana sistem bagi hasil yang digunakan dimulai dari alat seperti mesin, kapal/perahu, anak-anak. awak kapal dan bosnya atau sering disebut punggawa lopi (bos kapal), masing-masing mendapat satu bagian dari setiap bagi hasil, hal ini dimaksudkan untuk menerapkan prinsip sistem bagi hasil yang adil dan saling menguntungkan, namun tidak selalu baik atau sesuai. dengan peraturan ini sehingga menimbulkan konflik dalam sistem bagi hasil.

Penyebab terjadinya konflik yang timbul dalam sistem bagi hasil adalah konflik antara punggawa dan sawi timbul karena perbedaan pendapat akibat perbedaan pendapat mengenai pembagian keuntungan, dimana ketentuannya telah ditentukan antara puggawa dan sawi. sebelum berangkat menangkap ikan yaitu masing-masing bagian yang mengurus penangkapan ikan dan ketika pembagian hasil perjanjian diubah karena alasan tertentu oleh tahanan, sawi merasa tidak dihargai karena tahanan telah mengingkari perjanjian. Selain penyebab konflik sistem bagi hasil seperti diatas, ada juga yang termasuk konflik sistem bagi hasil, seperti tidak seimbangnya bonus yang diberikan kepada setiap sawi dari punggawa, dalam sistem bagi hasil terkadang memberikan bonus kepada pihak tertentu. sawi yang menurut seorang punggawa dianggap lebih rajin, dan tekun menjalankan tugasnya sebagai sawi dari sebelumnya atau bersiap berangkat untuk melakukan penangkapan sampai selesai dan kembali ke tanah. Dari berbagai narasi yang disampaikan beberapa responden di atas, terungkap bahwa memang terdapat perselisihan atau konflik (konflik) dalam sistem bagi hasil akibat perbedaan pendapat antara nelayan sawi dan punggawa, serta perlakuan terhadap punggawa. , yang seolah menggambarkan betapa ia selalu ingin menduduki peran sewenang-wenang akibat tidak jelasnya pernyataan-pernyataan mengenai asumsi-asumsi saat membagi hasil seperti pada penafsiran kalimat “masing-masing mendapat bagian”.

Teknik pengesahan data

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kondisi geografis

Letak administratif

Kondisi demografis

Bentuk-bentuk konflik

  • Konflik diwilayah rappong
  • Sistem bagi hasil

Pemasangan rappong dilakukan oleh masyarakat nelayan di Desa Mosso dengan cara melemparkannya ke tengah laut. Bahannya terbuat dari bambu, dengan alas batu sebagai pemberat kemudian tali sebagai pengikat, bulo-bulo atau pelampung, dan papparipi (pengikat ikan), biasanya pembuatan rappong dilakukan di kawasan pantai. desa setempat. Langkah pertama membuat rappong (perangkap ikan) adalah semua bahan bambu dilubangi bagian ujungnya, kemudian bambu tersebut dirangkai dengan rotan yang dimasukkan ke dalam lubang bambu tersebut, kemudian diperkuat dengan klem kayu, ada dua buah klem di bagian ujungnya. bagian atas dan bawah yang saling menempel, pada kedua ujung bagian tengah, jumlah klem yang digunakan adalah delapan batang, empat di bagian atas, empat di bagian bawah, klem yang pertama dibuat adalah lapisan yang berada di bagian paling bawah. bagian bawah dengan diameter yang besar, kemudian lapisan kedua dibuat juga dengan cara yang sama, namun dengan diameter yang cukup kecil dibandingkan dengan lapisan pertama, untuk memperkuat ikatan yang dijepit digunakan sepotong kayu yang panjangnya sekitar 20-30 cm sebagai bantuan untuk menarik tali. Setelah bambu terpasang, makarappong (perangkap ikan) siap dipasang. Bentuk konflik sosial yang terjadi pada masyarakat nelayan di Desa Mosso Kecamatan Sendana Kabupaten Majene adalah konflik yang terjadi antar nelayan yaitu awak kapal atau sering disebut sawi ketika sedang mencari ikan khususnya di wilayah Porappongan (daerah penangkapan ikan). ), serta konflik di kawasan Porappongan (tempat pemancingan di wilayah tersebut) yang menimbulkan konflik, seperti perebutan hasil tangkapan di wilayah yang berpotensi menangkap ikan banyak padahal berbeda pemelihara (bos) dan nelayan yang berbeda. menangkap ikan yang ingin ditangkap. daerah rappong (perangkap ikan) dan kemudian nelayan tidak melaporkan hasil tangkapannya kepada pemilik rappong (perangkap ikan) lalu membagi hasil tangkapannya. Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa salah satu bentuk konflik yang terjadi pada masyarakat nelayan di Desa Mosso Kecamatan Sendana Kabupaten Majene adalah bentuk konflik di wilayah Rappong, dimana konflik yang terjadi di wilayah Rappong terjadi. sering. antar nelayan Sawi yang tidak lain hanyalah perebutan sumber daya yaitu tempat dimana banyak ikan dapat ditangkap.

Jadi berdasarkan hasil wawancara dari beberapa sumber informan atau responden dapat dikatakan bahwa konflik yang terjadi pada masyarakat nelayan di desa Mosso kecamatan Sendana Kabupaten Majene khususnya konflik antara nelayan ikan sawi dengan nelayan sawi lainnya. ikan seperti. serta konflik sistem bagi hasil bagi pemegang (atasan) dan sawi (bawahan).

Penyebab terjadinya konflik

Kalau melaut tidak akan selamanya disana (dirappong), akan bertemu dengan nelayan-nelayan terkenal, ada pula yang tidak diketahui yaitu nelayan dari jauh yang memancing di rappong yang sama dengan saya, padahal saya yakin orang tersebut mengenal pemiliknya. rap pong tidak, jadi dia otomatis pulang setelah memancing. Hasilnya tidak dilaporkan. Sedangkan menurut Pak Sawwal (62 tahun), lebih lanjut seorang bawahan menjelaskan bahwa terjadi perubahan arah pembagian keuntungan setelah selesainya penangkapan ikan karena adanya perubahan jumlah, seperti menurunkan mesin, tidak hanya dengan satu satuan. namun dengan dua sampai tiga unit, jadi pembagiannya juga ditambah tergantung jumlah mesin yang dikurangi. Pemberian bonus tersebut dianggap sebagai penghargaan atau reward untuk memotivasi sawi-sawi (anak buah kapal).

Selain pernyataan beberapa responden di atas, hal serupa juga diungkapkan oleh seorang nelayan senior, Bapak Sirajuddin (66 tahun).

Pembahasan

Konflik yang muncul di kawasan Rappong disebabkan oleh adanya sebagian nelayan yang melakukan penangkapan ikan tanpa mengindahkan aturan Porappongan. Kesalahpahaman yang muncul antara pemegang dan sawi juga dipicu oleh tidak seimbangnya bonus yang diberikan kepada parasawi - sawi. Bagi seluruh masyarakat nelayan, apabila timbul perselisihan atau perbedaan pendapat, hendaknya diselesaikan melalui musyawarah.

Peran punggawa dan sawi. http://www.google.com/search?ie=UTF- 8&oe=UTF-8&sourceid=navclient&gfns=1&q=dr-andi-adri-arief- institusi-komunitas-pesisir. Diakses 1 Juli 2014.

PENUTUP

Saran

Nelayan khususnya Sawi yang menangkap ikan di kawasan Rappong tidak boleh melebihi batas aturan, meskipun aturan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk tertulis. Dan diharapkan jika terjadi kesalahpahaman dan kecelakaan dalam penangkapan ikan, seperti berebut tempat yang banyak ikannya ditangkap, dapat diselesaikan dengan tenang. Dalam menegur temannya, sebaiknya nelayan yang sedang melaut ditegur dengan cara yang lebih sopan agar tercipta keharmonisan.

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Hal-hal tersebut telah menciptakan konflik perebutan sumber daya perikanan karena nelayan kecil menganggap bahwa penggunaan kapal gandeng pada pukat trawl merusak keberadaan potensi