Hakekat ushul fiqh adalah metode istinbath (mengambil kesimpulan, deduksi) hukum dari dalil-dalilnya, sedangkan fiqh merupakan produk akhir dari penerapan metode tersebut (ushul fiqh). Dengan demikian, dalam mazhab Fuqaha dirumuskan kaidah-kaidah ushul fiqh untuk memperkuat fiqh mazhab yang sudah ada.
IDENTITAS USHUL FIQH
- Pengertian Ushul Fiqh
- Objek Kajian Ushrul Fiqh
- Manfaat Ushul Fiqh
- Aliran-Aliran Ushul Fiqh
Sesuatu yang dianggap maslahah tidak bercanggah dengan ketetapan al-Quran, sunnah dan ijma'. Perkataan al-'urf oleh ulama Ushul Fiqh difahami sebagai sesuatu yang baik yang telah menjadi.
AL-QUR’AN, SUNNAH, IJMA’, & QIYAS
Al - Qur’an
Nash al-Qur'an yang menggunakan kata musytarak, umum, muthlaq, dan seumpamanya adalah zhanniy al-dilalah. 24. Yang dimaksudkan dengan penjelasan kulli ialah al-Quran menjelaskan secara global sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanaannya.
Sunnah Sebagai Sumber Hukum
Al-Qur'an menyuruh umat Islam untuk mentaati Rasulullah saw, sebagaimana yang tertera dalam Surat al-Nisa' (4): 59. Secara umum, sunnah berfungsi untuk menjelaskan al-Qur'an (bayan), seperti yang ditunjukkan. dalam surat al-Nahl (16): 44.
Ijma` Sebagai Sumber Hukum Islam
Tidak ada ijma' pada masa Nabi karena segala permasalahan yang timbul langsung diserahkan kepada Nabi. Ijma’ syarih merupakan persetujuan tegas para mujtahid terhadap hukum suatu peristiwa, yaitu setiap mujtahid menyatakan penerimaannya secara tegas terhadap ketentuan hukum tersebut.
Qiyas Sebagai Sumber Hukum Islam
Namun pada ayat di atas terdapat petunjuk bahwa segala sesuatu yang secara umum mendatangkan mahadal adalah haram. Sesuatu yang sudah berjalan positif dan pasti tidak bisa diubah kecuali dengan kepastian yang sama. Maqashid atau Maslahat Dharuriyyat merupakan sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan kemaslahatan agama dan dunia.
Sedangkan menurut istilahnya, syariat memberikan pilihan apakah amukallaf akan melakukannya atau tidak, dan tidak ada kaitannya dengan dosa atau pahala. Sedangkan menurut istilahnya adalah sesuatu yang digunakan oleh syariat sebagai tanda adanya suatu hukum, dan tidak adanya sebab adalah tanda tidak adanya suatu hukum. Secara istilah, keadaan adalah sesuatu yang bergantung pada keberadaan sesuatu yang lain dan berada di luar sifat sesuatu itu.
Sedangkan dari segi istilah adalah sesuatu yang ditentukan oleh syariat sebagai penghambat keberadaan hukum atau.
ISTIHSAN, AL-MASALAHAH,
Istihsan
Pengertian di atas mempunyai arti bahwa seorang mujtahid harus menentukan hukum dengan mengacu pada dalil-dalil yang ada dan bersifat umum. Namun karena dalam keadaan tertentu mujtahid memandangnya mempunyai kemaslahatan khusus, maka dalam mengeluarkan undang-undang ia tidak berpedoman pada dalil-dalil umum yang ada, melainkan menggunakan kemaslahatan atau kepentingan khusus itu. Namun apabila pencurian itu dilakukan pada musim kemiskinan atau musim paceklik, maka hukum umum potong tangan tidak dapat diterapkan kepada pencuri, karena dalam hal ini dikenakan hukuman khusus.
Berdasarkan ketentuan sifat kulli, dia tidak boleh berwakaf kerana dia tidak berhak beramal dengan hartanya. Berdasarkan pendekatan istihsan menggunakan qiyas khafi sebagai sandaran, air yang dijilat burung liar sebelum ini adalah bersih. 49. Dalam hal ini mujtahid tidak menggunakan qiyas atau cara biasa kerana ada nash yang mengharuskannya (istihsan nash).
Dalam hal ini, mujtahid tidak menggunakan kaedah biasa yang bersifat umum, tetapi menggunakan kaedah lain berdasarkan pertimbangan atau sandaran kebiasaan yang berlaku secara umum dalam sesuatu situasi.
Al-Maslahah Sebagai Sumber Hukum
Jika persoalan tersebut memang memerlukan penggunaan istihsan, maka hendaknya dijadikan sumber hukum dalam situasi tersebut. Al-Maslahah al-Mulgah, yaitu sesuatu yang dianggap maslahah oleh akal, namun dianggap palsu karena pada kenyataannya bertentangan dengan ketentuan syariat. Maslahah hajiyat yaitu permasalahan bahwa tingkat kebutuhan manusia baginya tidak berada pada tingkat dharuri.
Sedangkan dalam bidang muamalah, para ulama berbeda pendapat dalam menjadikan maslahah sebagai sumber hukum Islam. Namun pada tingkat akhir, mayoritas ulama mengakui bahwa maslahah dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam dalam mu'amalah. Oleh karena itu, dalam pembahasan kali ini kami akan membahas sekilas perbedaan pandangan para ulama dan alasan mereka menjadikan maslahah sebagai sumber hukum Islam.
Jika kita menjadikan maslahah sebagai sumber hukum dasar yang independen, niscaya akan menimbulkan perbedaan hukum akibat perbedaan negara.60.
Istishab Sebagai Sumber Hukum Islam
Memang benar Imam Syathibi merupakan bapak Maqashid al-Syari'ah pertama sekaligus pendiri Maqashid Ilmu, namun bukan berarti sebelumnya tidak ada Maqashid Ilmu. Imam Syathibi lebih tepat disebut sebagai orang pertama yang menyusun Maqashid al-Syari'ah secara sistematis. Imam Syathibi membahas Maqashid al-Shari'ah dalam kitabnya al-Muwafaqat juz II setebal 313 halaman (menurut kitab cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah).
Dalam pembahasannya Imam Syathibi membagi al-Maqashid menjadi dua bagian penting, yaitu tujuan syariat (kashdu al-syari') dan tujuan mukallaf (kashdu al-mukallaf). Kashdu al-Syari' fi Wadh'I al-Syari'ah lil Ifham (tujuan syariat menegakkan syariat ini adalah agar dapat dipahami). Bagian ini mempunyai arti bahwa tujuan syariat dalam menentukan syariat adalah menerapkannya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.
105Muhammad Thahir bin Asyur, مقشد السياري’ أه الإسلامية, ماليزيجا: دار الفجر, ١٩٩٩, ج.
URF, DALIL HUKUM SYARA`
Al-Azariah Sebagai Sumber Hukum
Al-dzari'ah secara harafiah berarti jalan atau sesuatu yang menjadi jalan bagi sesuatu untuk sampai kepada orang lain. 91 Sedangkan menurut istilah yang dikemukakan oleh Ibnu Qayim seperti yang dikutip oleh Wahbah al-Zuhaili: “segala sesuatu yang mengarah pada. Berdasarkan pengertian di atas, al-dzari’ah mempunyai dua sisi, yaitu Sad al-dzari’ah, yaitu , bila jalan itu menuju pada sesuatu yang membahayakan (mudharat), dan Fath al-dzari'ah yaitu bila mengarah pada kemaslahatan. Padahal menurut al-Qarafi al-Dzari'ah bisa haram, wajib, khitanan-, menghasilkan hukum-hukum yang makruh, tergantung arah jalannya, jika sesuatu itu jalan yang haram, maka hukumnya haram, jalan itu wajib, hukumnya wajib, sesuatu menjadi jalan menuju yang makruh, maka hukum juga makruh, dll.93.
Al-Dzari'ah boleh diklasifikasikan kepada beberapa bahagian berdasarkan beberapa aspek: pertama berdasarkan hasil yang terhasil secara umum, dan kedua berdasarkan aspek tahap kemudaratan yang ditimbulkan. Sesuatu yang pada asasnya mungkin, tetapi kemungkinan besar akan membawa kepada sesuatu yang menyalahi undang-undang, seperti menjual wain ke kilang penyulingan. Menurut Imam Malik dan Ahmad ibn Hanbal yang dinukilkan oleh al-Zuhaili daripada al-Muwafaqat dan al-Madkhal ila Mazhab Ahmad, menyatakan kedua-duanya bersepakat bahawa al-Dzari’ah menjadi asas hukum dalam Ushul Fiqh, manakala Imam Syafi’i dan Hanafi menggunakan al-dzari'ah hanya dalam beberapa masalah dan melarang penggunaannya dalam masalah lain.
Dalil-dalil yang mendasari penggunaan al-dzari'ah dari kelompok pertama berupa Al-Qur'an, al-Hadits, serta pandangan para sahabat.
Maqashid Syariah Sebagai Sumber
Dialah yang menurut Raisun pertama kali mengungkapkan Mekashid al-Syari'ah melalui kitab-kitabnya, al-Shalah wa Makashiduhu, al-Haj wa Asraruh, al-'Illah, 'Ilal al-Syari'ah,. Urutan di atas merupakan versi Ahmad Raisun, sedangkan menurut Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawy, kisah Mekashid al-Syari'ah terbagi menjadi dua fase, yaitu fase sebelum Ibnu Taimiyah dan fase setelah Ibnu Taymiyah. Walaupun terdapat perbedaan versi, namun dapat disimpulkan bahwa sebelum Imam Syathibi, Meqashid al-Syari'ah sudah ada dan sudah dikenal, namun strukturnya belum sistematis hingga kedatangan Imam Syathibi.95.
Pertama, Syariat ini diturunkan dalam bahasa Arab sebagaimana firman-Nya dalam surat Yusuf ayat 2; As-Syu'ara: 195. Ada kecenderungan yang berlebihan di kalangan sebagian ulama, tidak sesuai dengan hakikat syariat Ummiyyah, lanjut Syathibi, yaitu bahwa Al-Qur'an mencakup seluruh bidang keilmuan, baik ilmu pengetahuan kuno bahkan ilmu pengetahuan. yang modern. Uraian di atas tentu tidak memberikan pemahaman menyeluruh mengenai Mekashid Syari'ah itu sendiri, namun setidaknya menunjukkan bahwa rumusan Imam Syathibi lebih sistematis dan lengkap dibandingkan dengan rumusan para ulama Ushul terdahulu.
Ulama asal Tunis ini pernah menulis buku berjudul Maqashid al-Syari'ah al-Islamiyyah yang menghebohkan para ulama Ushul Timur Tengah karena idenya yang mencoba mengesampingkan Ushul Fiqh dan menggantinya dengan Maqashid al-Syari'ah.
HUKUM SYARA’ , MAHKUM FIH DAN
Hukum Syara`
Secara umum ulama ushul fiqh membagi hukum menjadi dua jenis, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh`i. Adapun yang haram adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan orang yang melanggarnya dianggap durhaka dan berdosa, dan orang yang meninggalkannya akan mendapat pahala. Menurut istilahnya, itu adalah sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk ditinggalkan, dimana jika dibiarkan maka akan mendapat pujian dan jika melanggar tidak akan dicela.
Pertama, makruh tahrim ialah sesuatu yang diharamkan oleh syar'a', tetapi dalil yang mengharamkannya ialah zanni al-wurud (kebenaran Nabi datang hanya kepada sangkaan yang kuat), tidak pasti. Seperti yang disebutkan di atas, hukum wadh`i adalah ketentuan syariah dari segi menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat atau sebagai benih. Contohnya, rusyd negeri (kemampuan menguruskan perbelanjaan supaya tidak menjadi mubazir) bagi anak yatim disediakan oleh syarak sebagai syarat kewajipan menyerahkan hartanya kepadanya.
Sedangkan mani` as-Sabab, yaitu sesuatu yang ditetapkan oleh syariat sebagai penghalang berfungsinya akal, sehingga dengan turunnya akal tidak ada lagi akibat hukum.
Mahkum Fih
Perbuatan itu diketahui dengan sempurna oleh mukallaf, sehingga dia dapat melakukannya menurut tuntutan. Oleh itu, naskhah al-Quran yang masih dalam jumlah besar tidak dikenakan kepada mukallaf melainkan setelah mendapat penjelasan daripada Rasulullah. Sebagai contoh, perintah mengerjakan solat dalam al-Quran tidak dijelaskan dalam syarat, rukun dan cara mengerjakannya, tetapi setelah penjelasan Rasulullah saw.
Syarat ini mengandungi dua ketetapan iaitu pertama tidak boleh membebankan beban yang tidak dapat dilaksanakan sama ada secara logik mahupun adat. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat, sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak mampu kami pikul. berikan ma>aflah.. kepada kami; maafkan kami; dan kasihanilah kami.
Mahkum Alaih
Keadaan manusia, apabila dikaitkan dengan keupayaan untuk menerima hak dan kewajipan, adalah dua jenis; a) Ahliyatul wajub tidak sempurna. Dalam keadaan ini, keadaan manusia boleh dibahagikan kepada dua jenis iaitu; a) kadangkala seseorang itu tidak mempunyai sedikit pun ahliyatul. Musthafa Zaid, Al-Mashlahah Fi al-Tasyri' al-Islami wa Najm al-Din al-Thufi, Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1964.
Pesantren ini memungkinkan Zaen (sapaan akrabnya) menimba ilmu nahwu dan ilmu agama lainnya sehingga bisa menjadi sarana baginya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu ke Madrasah Aliyah Negeri 1 Mataram pada tahun 1994 dan selesai pada tahun 1997. Sementara itu, beliau mengikuti studi Strata (S3) pada tahun 2011 dan mampu menyelesaikannya pada tahun 2014 di Program Studi Konsentrasi Dirosah Islamiyah Hukum Ekonomi Syariah. Beliau merupakan putra asli Kamasan Mataram Sasak dan kesehariannya adalah sebagai dosen tetap pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Mataram, menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah UIN Mataram pada tahun 2007 hingga tahun 2015.
Asyiq Amrullah adalah dosen Fakultas Syariah UIN Mataram, lahir di daerah terkenal di Jawa Tengah yaitu kota Tegal.