• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Implementasi kebijakan pada program magang dan studi independen bersertifikat di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Implementasi kebijakan pada program magang dan studi independen bersertifikat di Indonesia"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIOHUMANIORA, 9(2), Agustus 2023, pp. 266-291 2579-4728 (E-ISSN) | 2443-180X (P-ISSN)

Implementasi kebijakan pada program magang dan studi independen bersertifikat di Indonesia

Abdul Rahman1*, Daya Cipta Sukmajati2, Mawar3, Evi Satispi4, Djoni Gunanto5

1,3,4,5 Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeu, Kec. Ciputat Tim., Kota

Tangerang Selatan, Banten, Indonesia.

2 Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Jl. Jeruk Purut No.11, RT.6/RW.3, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jakarta, Indonesia

*Correspondance: [email protected]

Received: 19 May 2023; Reviewed: 2 July 2023; Accepted: 6 July 2023

Abstract: This research aims to analyze the policy implementation of independent campus on the certified internship and independent study (MSIB) program in Indonesia, as well as examine the supporting and inhibiting factors. The method uses two mixed approaches, qualitative and quantitative.

Meanwhile, the theory used is Van Meter & Van Horn model. The results of this study found that policy implementation of MSIB program in Indonesia relatively good in aspects of program objectives, economic, social, and political conditions, also the characteristics of implementing agencies. Meanwhile, other aspects such as standards, resources, communication enforcement activities inter-organizational, and the disposition of the implementers still need to be improved. The supporting factors in the policy implementation of an independent campus on the MSIB program in Indonesia among others: 1) Relevance of learning in the MSIB program in the industrial world; 2) Clarity of cost components; 3) Adequate support from the C level and the President of Indonesia. Meanwhile, the inhibiting factors among others: 1) There is no standardization of credit conversion; 2) Lack responsiveness of mentors; 3) Delay in disbursement of stipend; 4) Weak helpdesk accessibility; 5) Disparity of funding components;

and 6) Support from Campus entities for programs that not yet optimal.

Keywords: Certified Internship and Independent Study Program, Independent Campus, Policy Implementation.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan kampus merdeka pada program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di Indonesia, serta mengkaji faktor pendukung dan penghambatnya. Metode ini menggunakan dua pendekatan campuran, kualitatif dan kuantitatif. Sedangkan teori yang digunakan adalah model Van Meter & Van Horn. Hasil penelitian ini menemukan bahwa implementasi kebijakan program MSIB di Indonesia relatif baik dalam aspek tujuan program, kondisi ekonomi, sosial, dan politik, serta karakteristik lembaga pelaksana. Sedangkan aspek lain seperti standar, sumber daya, penegakan komunikasi kegiatan antar organisasi, dan disposisi pelaksana masih perlu ditingkatkan. Faktor pendukung implementasi kebijakan kampus merdeka pada program MSIB di Indonesia antara lain: 1) Relevansi pembelajaran program MSIB dengan dunia industri; 2) Kejelasan komponen biaya; 3) Dukungan yang memadai dari C level dan Presiden Indonesia. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain: 1) Belum adanya standarisasi konversi kredit SKS; 2) Kurang tanggapnya mentor MSIB; 3) Keterlambatan pencairan dana; 4) Aksesibilitas helpdesk yang lemah; 5) Disparitas komponen pendanaan; dan 6) Dukungan dari pihak kampus terhadap program-program yang belum optimal.

Kata Kunci: Magang dan Studi Independen Bersertifikat, Kampus Merdeka, Implementasi Kebijakan

© 2023 The Author(s)

https://doi.org/10.30738/sosio.v9i2.14832 This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan pusat pengembangan kesejahteraan manusia dan pembangunan global (Pavlova, 2019), sehingga semua kebijakan yang terkait dengan pendidikan perlu menjadi prioritas kebijakan pemerintah di suatu negara (Ainscow, 2020; Papa &

Armfield, 2018; Shaturaev, 2021; Simamora, 2020; Young & Diem, 2018). Pemerintah di berbagai negara sangat menaruh perhatian pada pembuatan kebijakan pendidikan yang berkualitas, dan mendorong pendidikan yang lebih transformatif. Pendidikan transformatif diperlukan untuk memenuhi semua tujuan pembangunan berkelanjutan, mempersiapkan peserta didik untuk mengambil tindakan yang lebih baik untuk mengatasi ketidaklanggalan sistem sosial-ekonomi (Odell et al., 2020). Oleh karena itu, pemerintah di seluruh dunia berusaha untuk berubah dan berinovasi untuk menghasilkan kebijakan pendidikan yang lebih progresif, terutama di entitas pendidikan tinggi.

Di Kanada, transformasi pendidikan dimanifestasikan melalui penyediaan berbagai tingkat pendidikan untuk para tahanan (McAleese & Kilty, 2020). Di Cina, transformasi pendidikan tinggi (yang diteliti di 75 universitas terkemuka di China) direalisasikan melalui lebih banyak dinamika dan pembelajaran terpilah (Xiao, 2019).

Sementara itu, di Afrika Selatan, transformasi pendidikan tinggi telah dijuluki “African Epistemic”. Fokus utama transformasi adalah dekolonisasi kurikulum pendidikan tinggi, sehingga terlibat dalam universalisasi pengalaman Barat dan Eropa (Higgs, 2016). Di sisi lain, di Jerman, transformasi pendidikan tinggi dilakukan dengan orientasi menuju kompetensi interdisipliner. Ini difokuskan pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran berbasis proyek (Heuchemer et al., 2020). Mulai tahun 2019, di Indonesia, transformasi entitas pendidikan tinggi dimanifestasikan dalam kebijakan yang disebut

“Kampus Merdeka”. Kebijakan Kampus Merdeka dirancang dengan kerangka kerja untuk mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi lulusan yang kuat dan relevan dengan tuntutan industri saat ini, serta siap untuk memimpin dengan rasa nilai nasional yang kuat. Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan lembaga pendidikan tinggi dalam kapasitas dan kualitas pendidikan Indonesia (Yusuf, 2021).

Sebagaimana dinyatakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Indonesia, Nadiem Makarim bahwa tujuan jangka panjang kebijakan kampus merdeka bertujuan untuk memberikan kebebasan dan otonomi kepada entitas pendidikan tinggi dari birokrasi, terutama mahasiswa untuk memilih bidang pilihan mereka. Mahasiswa berhak atas hak untuk menghabiskan maksimum tiga semester di luar program studi mereka. Tiga semester terdiri dari satu semester mengambil perkuliahan di luar program studi di kampus internal dan dua semester di luar kampus (Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia’s Regulation No. 3 of 2020, 2020). Meskipun tujuan kebijakan tersebut sangat ideal pada tingkat konseptual

(3)

karena secara eksplisit memiliki tujuan strategis termasuk memastikan pencapaian tujuan pendidikan tinggi dalam kehidupan intelektual bangsa, memastikan bahwa pembelajaran pendidikan tinggi mencapai kualitas yang lebih baik, dan mendorong kampus di semua yurisdiksi Indonesia untuk mencapai kualitas pembelajaran, penelitian, dan layanan masyarakat yang melebihi tolok ukur yang ditentukan. Namun demikian pada tingkat praktis, implementasi kebijakan kampus independen masih menghadapi beberapa tantangan (Israhadi, 2020; Ningsih et al., 2021; Tuzcuoğlu et al., 2022).

Pertama, gagasan program belum diterjemahkan dengan baik ke dalam prosedur implementasi yang lebih praktis, apakah itu dalam ruang lingkup kolaborasi kampus internal atau kolaborasi dengan pihak -pihak di luar kampus (Qorib & Harfiani, 2021).

Kedua, desain pembelajaran yang dimediasi teknologi belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan siswa (Kamalia & Andriansyah, 2021; Mulyanto et al., 2020) dan tidak semua kampus memiliki sumber daya yang memadai untuk menjalankan program (Kalimullina et al., 2021; Karmini, 2020). Ketiga, kurangnya publisitas program dan helpdesk informasi sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan mahasiswa yang mengikuti program (Budiharso & Tarman, 2020). Keempat, tidak semua kampus memiliki konektivitas jaringan atau akses internet yang memadai untuk menjalankan program tersebut (Kalimullina et al., 2021; Karmini, 2020). Isu-isu tersebut muncul dalam berbagai program kebijakan Kampus Merdeka. Program-program kebijakan Kampus Merdeka dijabarkan secara tegas dalam dokumen operasional yang dihasilkan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Dokumen tersebut adalah buku Panduan Belajar Kampus Merdeka yang dirilis Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Kebijakan tersebut mencakup program yang berkaitan dengan pertukaran pelajar, kampus mengajar, kewirausahaan, Magang dan Studi Independen Bersertifikat (Directorate General of Higher Education, 2020). Program yang akan diteliti dalam artikel ini dibatasi pada Program MSIB.

Meneliti program MSIB sangat penting karena tiga alasan. Pertama, MSIB merupakan salah satu kebijakan prioritas tertinggi di lingkungan pendidikan tinggi Kemendikbudristek, karena adanya perubahan lapangan kerja atau lulusan pendidikan tinggi melalui link and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lulusan pendidikan tinggi di Indonesia merupakan penyumbang Angka Pengangguran Terbuka terbesar kedua di antara semua jenjang pendidikan dengan persentase sebesar 29,83%. Di atasnya adalah jenjang SMA (47,58%), di bawahnya adalah jenjang SMP (11,47%) dan SD (11,12%) (Badan Pusat Statistik, 2022). Kedua, pelaksanaan program MSIB secara langsung melibatkan keterlibatan yang sangat erat dengan lembaga dunia usaha/dunia industri. Ketiga, seperti terlihat pada tabel di bawah ini, program MSIB merupakan program paling

(4)

popular dan paling diminati karena memiliki pendaftar mahasiswa terbanyak diantara program lainnya (Ministry of Education, Culture, Research, 2022b):

Tabel 1. Perbandingan Jumlah Pendaftar Program MSIB dengan Program Kampus Merdeka Lainnya

No. Program-program Kampus Merdeka Total Pendaftar

1. Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) 174.191

2. Kampus Mengajar (KM) 88.463

3. Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 27.526

4. Wirausaha Merdeka (WMK) 11.535

5. Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 3.089 Sumber: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai MSIB telah dilakukan, misalnya yang mengkaji peningkatan keterampilan dan keahlian mahasiswa dari program MSIB (Sari et al., 2021). Selain itu, terdapat juga penelitian yang mengkaji pengaruh program MSIB terhadap kinerja perguruan tinggi (Susanti et al., 2022). Kajian MSIB juga pernah dilakukan dalam konteks evalutif (Wicaksana & Raharjo, 2023). Serta kajian yang menganalisis motivasi mahasiswa mengikuti MSIB (Mareta et al., 2023). Penelitian ini mengandung novelty sebagai berikut: 1) Lessons learned efektivitas kampus merdeka pada program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di Indonesia; 2) Belum pernah ada penelitian sebelumnya yang mengkaji kebijakan Kampus Merdeka yang secara khusus membahas program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di Indonesia dalam kerangka implementasi kebijakan publik.

Kebaruan-kebaruan tersebut akan sangat membantu pembuat kebijakan perguruan tinggi (khususnya yang memiliki kewenangan dalam program-program Kampus Merdeka), dalam: 1) Merefleksikan dan mengevaluasi secara holistik program MSIB; 2) Memberikan masukan dan wawasan yang obyektif dan konstruktif untuk perbaikan program MSIB kedepan. Oleh karena itu, ada dua pertanyaan penelitian utama yang akan dijawab sebagai berikut: 1) Bagaimana implementasi kebijakan kampus merdeka pada program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di Indonesia? dan 2) Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam implementasi kebijakan kampus merdeka pada program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di Indonesia?

METODE

Metode dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan campuran, dan metode campuran yang digunakan ialah the explanatory sequential design, dimana terdapat 2 fase berurutan/ sekuensial yang interaktif. Tahap pertama, dilakukan pengambilan dan analisis data kuantitatif yang mana memiliki prioritas untuk menjawab

(5)

pertanyaan penelitian. Tahap berikutnya, fase pengambilan data kualitatif dilakukan mengikuti fase sebelumnya. Peneliti umumnya menginterpretasikan data kualitatif untuk membantu menjelaskan (explain) hasil yang diperoleh pada fase kuantitatif.

Pertimbangan menggunakan dua pendekatan penelitian sekaligus adalah untuk memperoleh gambaran berskala nasional, namun tetap dengan hasil dan analisis penelitian yang mendalam. Pendekatan campuran digunakan dalam penelitian ketika komponen studi tertentu memerlukan elaborasi yang mendalam dan menyeluruh.

Manfaat dari pendekatan campuran adalah dapat mengatasi kelemahan metodologi kuantitatif dan kualitatif (Almeida, 2018; Hall, 2020; Ivankova & Wingo, 2018; Mikalef et al., 2019). Sementara itu, teori Creswell merumuskan bahwa penelitian pendekatan campuran menawarkan pemahaman yang lebih besar tentang masalah atau pertanyaan daripada keduanya (Creswell & Creswell, 2018).

Informan penelitian ini meliputi dosen dan mahasiswa yang mewakili Perguruan Tinggi Akademik dan Perguruan Tinggi Vokasi. Hal ini sangat krusial, mengingat keduanya merupakan entitas utama dari sasaran kebijakan. Selain itu, pemilihan informan juga mempertimbangkan variasi geografis Kampus yang berasal dari pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan sebagai berikut:

Tabel 2. Daftar Rincian Informan No. Kategori

Informan

Institusi Wilayah/Jenis

Pendidikan

Kode Informan

1 Dosen Universitas Gadjah Mada Jawa L1

2 Dosen Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung

Sumatera L2

3 Dosen Politeknik Negeri Pontianak Kalimantan L3 4 Mahasiswa Universitas Medan Area Akademik S1 5 Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Vokasi S2 Sumber: Hasil Olahan Peneliti

Sedangkan sampel kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini ialah sampel jenuh, dimana yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang terdiri dari:

8.402 mahasiswa peserta program MSIB, serta 521 dosen dan pimpinan perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Pengumpulan data dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh dari 1) Kuesioner yang dibagikan kepada 8.402 mahasiswa peserta program MSIB, serta 521 dosen dan pimpinan perguruan tinggi di seluruh

(6)

Indonesia. Pengumpulan data kuesioner dilakukan berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai bagian dari evaluasi program Kampus Merdeka. Data kuantitatif dikumpulkan melalui kuesioner persepsi dengan skala Likert 1-4 (1 untuk sangat tidak puas; 4 untuk sangat puas); 2) Observasi (baik lapangan maupun digital); dan 3) Wawancara mendalam dengan 3 dosen dari tiga kampus yang terbagi (diwakili) dari tiga wilayah Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan), dan dua mahasiswa seperti tabel 2 di atas. Meskipun wawancara dilakukan hanya pada 5 informan tersebut, namun riset ini sudah dapat merepresentasikan kondisi secara nasional karena sampel pada data kuantitatif ialah sampel jenuh. Selain itu, data sekunder diperoleh dari 1) Pernyataan pembuat kebijakan dan pelaksana di ruang komunikasi publik (seperti YouTube), di berbagai momen seperti Sosialisasi Program, Festival Kampus Merdeka, Workshop Program MSIB, dan Bincang MSIB. Pembuat kebijakan termasuk Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek).

Sedangkan pelaksana kebijakan/program adalah perwakilan dari sektor Dunia Usaha dan Dunia Industri (pada level C: CEO, COO, dst); 2) Kajian literatur terhadap berbagai dokumen kebijakan yang relevan dengan program MSIB, seperti Pedoman Pelaksanaan program MSIB, Standar Biaya Sarjana dan Beasiswa Non Gelar dalam Program Kerjasama dengan Kemendikbudristek, dan Perjanjian Kerjasama antara Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan dan Kemendikbudristek; dan 3) Website Kampus Merdeka. Data primer dan sekunder yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik “perbandingan berdampingan”. Creswell menjelaskan tekniknya melaporkan hasil statistik kuantitatif, dan kemudian membahas temuan kualitatif yang mengkonfirmasi atau tidak mengkonfirmasi hasil statistik. Selanjutnya data kualitatif dan data kuantitatif digabungkan dalam tabel atau grafik (dikenal dengan tampilan data bersama/joint display of data) (Creswell & Creswell, 2018).

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dirumuskan oleh Robert E.

Stake (Stake, 1995): yang terdiri dari: kategorisasi data, interpretasi langsung, pembentukan pola dan menemukan kesepadanan antara dua kategori atau lebih, dan mengembangkan generalisasi naturalistik. Sementara itu, penelitian ini menggunakan teori Van Meter & Van Horn, yakni model kinerja dalam implementasi kebijakan publik.

Kerangka kerja Van Meter & Van Horn dikenal juga sebagai model proses, dimana kinerja suatu kebijakan publik dapat diukur berdasarkan berbagai variabel/elemen berbasis proses seperti: 1) Standar dan Tujuan; 2) Sumber Daya; 3) Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik; 4) Karakteristik Badan Pelaksana; 5) Aktivitas Penegakan Komunikasi Antar Organisasi, dan 6) Disposisi Pelaksana (Van Meter & Van Horn, 1975). Penjelasan lebih lanjut mengenai unsur-unsur tersebut akan diuraikan secara elaboratif pada bagian temuan penelitian.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN Standar dan Tujuan

Tujuan dari program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) adalah untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengasah dan memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap di dunia industri dengan bekerja dan belajar langsung pada proyek atau memecahkan masalah nyata. Selain itu, bagian lain dari program MSIB adalah mahasiswa akan memperoleh pengalaman belajar yang berharga di luar kuliah selama 16 minggu hingga 24 minggu, dengan kurikulum dan kegiatan pembelajaran yang terstruktur. Lama program setara dengan 20 SKS (satu semester) sampai dengan 40 SKS (dua semester) pembelajaran (Ministry of Education, Culture, Research, 2022a). Mendikbudristek juga mengindikasikan bahwa Program MSIB dirancang tidak hanya untuk menawarkan manfaat bagi mahasiswa serta institusi pendidikan tinggi, tetapi juga bagi perusahaan yang berpartisipasi dalam program tersebut. Sehingga menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak, bagi mahasiswa untuk lebih mempersiapkan diri memasuki dunia kerja setelah lulus, dan bagi perusahaan untuk menemukan talenta terbaik dengan kemampuan dasar professional (Ministry of Education and Culture, 2021b). Selanjutnya sesuai dengan SK yang dikeluarkan Kemendikbud tentang Pedoman Pelaksanaan Program MSIB (Decree of the Director General of Higher Education, Ministry of Education and Culture, 2021), MSIB diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai mana di sajikan pada table 3.

Hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan L1, L2, dan L3 (dosen) menunjukkan berbagai informasi terkait standar dan tujuan tersebut. Informan L2 menyatakan bahwa standar dan tujuan yang ditetapkan sudah baik. Hal ini dikarenakan mahasiswa peserta MSIB mendapatkan pembelajaran yang relevan di dunia industri dengan teori/konsep yang dipelajari di Prodinya, sehingga layak mendapat rekognisi 20 hingga 40 sks. Sebaliknya informan L1 & L3 memberikan pernyataan sebaliknya. L1 menyatakan tujuan program MSIB sangat ideal karena sangat baik untuk melatih softskill dan hardskill mahasiswa. Namun, dari sudut pandang standar, itu masih belum ideal. Sebabnya belum ada standar yang ditetapkan untuk proses konversi kredit maupun penilaian, termasuk pemetaan capaian pembelajaran. Pada saat yang sama, L2 juga menyatakan bahwa meskipun tujuan kebijakan MSIB sudah beritikad baik, namun panjang 20 SKS masih belum ideal untuk saat ini. Pasalnya, kebijakan tersebut akan membuat dosen di masing-masing program studi tidak dapat memenuhi beban kerjanya, dan kampus masih dalam proses penyesuaian untuk mengubah kurikulum untuk mengakomodir program Kampus Merdeka. Sedangkan dari segi mahasiswa baik informan S1 maupun S2 menyatakan bahwa dari pengalaman mengikuti program MSIB diperoleh manfaat yang sangat berharga seperti: 1) Memperluas dan meningkatkan

(8)

kualitas jaringan, karena bisa langsung mengenal dan berinteraksi dengan CEO dan (setidaknya) pimpinan di tingkat manajer; 2) Membandingkan pengetahuan yang diperoleh di kelas, dengan pengalaman empiris konkrit di dunia kerja; dan 3) Mendapatkan dukungan pendanaan yang memadai dalam program

Tabel 3. Manfaat Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) No. Manfaat Bagi Mahasiswa Manfaat Bagi Mitra Dunia Usaha dan

Dunia Industri 1 Dapat memilih perusahaan dan

bidang pekerjaan untuk

melaksanakan Program MSIB sesuai dengan minat dan pilihan mahasiswa.

Berpartisipasi aktif dalam upaya mencerdaskan generasi muda bangsa.

2 Memberikan pengalaman kerja bagi mahasiswa di Organisasi Mitra selama 1-2 semester full time dengan program yang sesuai dengan minat dan pilihan mahasiswa.

Membentuk talenta yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan Organisasi Mitra.

3 Dibimbing oleh dosen dan pembimbing/pengawas/tutor profesional dan berpengalaman.

Program MSIB diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai kampus dan program studi, sehingga Organisasi Mitra dapat memilih talent sesuai dengan program yang dirancang.

4 Diakui setara dengan 20 (dua puluh) SKS bagi mahasiswa yang mengikuti Program MSIB selama 1 (satu) semester dan 40 (empat puluh) SKS bagi mahasiswa yang mengikuti Program MSIB selama 2 (dua) semester.

Publisitas.

5 Subsidi biaya selama Program MSIB. Mendanai subsidi untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas Program MSIB yang akan dijalankan.

6 Mahasiswa menerima sertifikat dan nilai dari Organisasi Mitra setelah menyelesaikan Program MSIB.

Sumber: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

(9)

Survei yang dilakukan terhadap 8.402 siswa sampel MSIB dari 12.871 mahasiswa MSIB menunjukkan bahwa sebagian besar harapan siswa sebelum mendaftar program MSIB telah terpenuhi. Saat dilakukan survei persepsi diri, sebagian besar siswa menyatakan bahwa mereka “secara keseluruhan puas dengan program ini (80,92%) dan akan merekomendasikan MSIB kepada mahasiswa lain (92,64%). Faktor kepuasan siswa dikelompokkan berdasarkan standar kebijakan dan kerangka tujuan, namun tidak terbatas pada: 1) diversifikasi mitra industri yang dipilih oleh pemerintah, 2) kemampuan mentor untuk membimbing siswa selama program berlangsung; 3) relevansi program magang MSIB dengan rencana karir mahasiswa dan keterampilan yang dibutuhkan; dan 4) pengalaman dan jaringan profesional. Keempat faktor tersebut diukur melalui kuesioner persepsi dengan skala Likert 1-4 (1 untuk sangat tidak puas; 4 untuk sangat puas).

Tabel 4. Faktor Kepuasan Mahasiswa Peserta Program MSIB No. Faktor kepuasan Sangat

Tidak Puas

Agak Tidak Puas

Cukup Puas

Sangat Puas 1. Diversifikasi

mitra industri

0,83% 8,34% 64,48% 26,34%

2. Kemampuan mentor

0,45% 4,88% 46,70% 47,96%

3 Relevansi program MSIB dengan rencana karir ke depan

1,53% 8,20% 56,9% 33,6%

4. Pengalaman dan jaringan

profesional

0,17% 3,96% 61,65% 34,22%

Sumber: Hasil Temuan Penelitian

Para mahasiswa dapat memilih industri potensial tempat mereka ingin magang di platform MSIB. Menurut situs web resmi Kemendikbudristek, lebih dari 250 perusahaan terdaftar sebagai mitra MSIB hingga Juni 2022. Sebagian besar mahasiswa (90,82% di antara 8.402 mahasiswa) merasa puas dengan diversifikasi mitra industri. Namun, jumlah mahasiswa yang tidak puas dengan industri yang diberikan cukup signifikan (9,17%). Mitra perusahaan diwajibkan untuk menyediakan mentor untuk membimbing siswa MSIB selama program berlangsung. Mentor harus memberikan bimbingan intensif tentang bagaimana beradaptasi dengan kehidupan kerja di perusahaan serta mengasah keterampilan profesional calon MSIB. Namun, meskipun banyak siswa yang setuju bahwa mentor “memiliki keterampilan pendampingan dan pembinaan yang memadai”

(10)

(94,66%), sayangnya hanya setengah dari populasi (53,92%) yang menganggap bahwa bimbingan dari mentor “sangat berguna untuk mengasah kemampuan siswa” dan hanya 44,2 % dari populasi mahasiswa yang berpendapat bahwa mentor “dengan cepat menanggapi kebutuhan mahasiswa”.

Namun demikian, sebagian besar mahasiswa (90,37%) berpendapat bahwa keterampilan yang mereka peroleh dari program MSIB “cocok bahkan melebihi harapan mahasiswa”. Mayoritas mahasiswa (89,86%) merasa bahwa program MSIB memberi mereka “pengetahuan dan keterampilan yang memadai” yang relevan untuk rencana setelah kuliah mereka. 40% mahasiswa mendapatkan apa yang oleh perancang program disebut sebagai tiket emas, yang berarti mahasiswa mendapatkan tawaran dari perusahaan rekanan (memperpanjang kontrak magang atau posisi penuh waktu) atau posisi di perusahaan lain. Faktor kepuasan terakhir adalah pengalaman dan jaringan profesional. Sebagian besar siswa (95,87%) menyatakan bahwa setelah mengikuti program MSIB, mereka sekarang memiliki dugaan tentang jaringan profesional yang harus mereka pertahankan untuk maju dalam rencana karir mereka. Sebagian besar mahasiswa (94,87%) juga setuju bahwa program MSIB telah membantu mereka memperluas jaringan profesional mereka. Namun, program tersebut juga memiliki peringatan dalam konteks memberikan kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk berprestasi dalam jaringan profesional mereka. Sejumlah besar mahasiswa (79,18%) mencatat bahwa reputasi Kampus merupakan elemen penting dalam jaringan profesional selama program.

Berdasarkan hasil data di atas, penelitian ini menilai bahwa tujuan program MSIB secara konseptual baik. Standar yang ditetapkan juga ideal, dimana pembelajaran langsung di industri/pekerjaan selama 1 sampai 2 semester memberikan pengalaman yang lebih berharga bagi mahasiswa dalam mengasah soft skill dan hard skill mereka.

Berbagai hasil penelitian empiris sebelumnya juga memperkuat pentingnya magang bagi mahasiswa yang dilakukan minimal 1 semester (Dewi & Kartowagiran, 2018; Miller et al., 2021; Ripamonti et al., 2018). Selain itu, manfaatnya bagi industri/dunia kerja (mitra program MSIB) juga bermanfaat. Namun, dengan menilai aspek kebijakan implementasi, penelitian ini menemukan bahwa standar dan tujuan tersebut masih menghadapi tantangan, terutama dari perspektif mahasiswa (sebagai peserta program). Meskipun mereka setuju bahwa program MSIB memiliki maksud kebijakan yang baik dan penting, masih ada 9,17% mahasiswa yang tidak puas dengan industri yang diberikan.

Sumber Daya

Dalam konteks program MSIB, sumber daya (dana) diatur dalam Peraturan Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Nomor Per- 34/LPDP/2021 Tentang Standar Biaya Beasiswa Gelar dan Non Gelar pada Program Kerjasama dengan Kemendikbudristek (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, 2021).

Sumber daya (dana) diklasifikasikan menurut kegiatan Program MSIB. Selain itu, jumlah sumber daya (dana) juga dibedakan berdasarkan jenis pendidikan tinggi yang berasal

(11)

dari mahasiswa (Pendidikan Tinggi Akademik atau Pendidikan Tinggi Vokasi) sebagai berikut:

Tabel 5. Sumber Daya (Dana) Program Magang Bersertifikat

No Perguruan Tinggi Akademik Perguruan Tinggi Vokasi

Komponen Unit Biaya Komponen Unit Biaya

1 Biaya Hidup Bulanan Magang Bersertifika t

Oran g/Bul an (OB)

Rp.4.000.000 Biaya Hidup Bulanan Magang Bersertifika t

Oran g/Bul an (OB)

Rp.1.200.000

2 Honorariu m Mentor Magang Bersertifika t

Oran g/Jam (OJ)

Rp.300.000 (maksimal 50 jam/bulan)

Honorariu m Mentor Perusahaan

Oran g/Ha ri (OH)

Rp.100.000

3 - - - Prototipe/B

antuan Ilmiah (Domestik)

Oran g/Ke giata n (OK)

Rp.4.500.000

4 - - - Pendampin

gan Sertifikasi (Sesuai Materi Magang)

Oran g/Ke giata n (OK)

At Cost

5 - - - Honorariu

m Dosen Pembantu Lapangan

Oran g/Bul an (OB)

Rp.500.000

6 Biaya Koordinato r Perguruan Tinggi

Oran g/Bul an (OB)

Rp.700.000 - - -

7 Biaya Pengemban gan

Program

Oran g/Pak et (OP)

At Cost (maksimal Rp.250.000.0 00)

Biaya Pengemban gan

Program

Oran g/Pa ket (OP)

At Cost (maksimal Rp.250.000.000 )

Sumber: LPDP

(12)

Tabel 6. Sumber Daya (Dana) Program Studi Independen Bersertifikat

No Perguruan Tinggi Akademik Perguruan Tinggi Vokasi

Komponen Unit Biaya Komponen Unit Biaya

1 Biaya

Hidup Bulanan Studi Independen Bersertifika t

Orang /Bula n (OB)

Rp.1.200.0 00

Biaya Hidup Bulanan Studi Independen Bersertifikat

Orang/Bul an (OB)

Rp.1.200.0 00

2 Biaya

Kursus Studi Independen Bersertifika t

Orang /Pake t (OP)

At Cost Biaya Pelatihan (sesuai bidang di proposal studi)

Orang/Ke giatan (OK)

At Cost

3 - - - Honorarium

Asisten Lapangan

Orang/Ke giatan (OK)

Rp.750.00 0

4 - - - Biaya

Sertifikasi (sesuai bidang di proposal studi)

Orang/Ke giatan (OK)

At Cost

5 Biaya

Koordinato r Perguruan Tinggi

Orang /Bula n (OB)

Rp.700.00 0

- - -

Sumber: LPDP

Meskipun tunjangan yang diterima mahasiswa tampak menjanjikan, hasil survei menunjukkan bahwa sejumlah besar mahasiswa (37,83%) merasa tunjangan tidak cukup untuk mendukung mereka selama program berlangsung. Selain itu, hampir semua responden (92,05%) tidak menerima tunjangan tepat waktu. 74% mahasiswa menjawab bahwa pencairan beasiswa merupakan situasi yang paling menantang selama program magang mereka, antara lain tantangan seperti proses seleksi, upacara onboarding, serta kegiatan magang itu sendiri. Sumber daya (dana) dalam implementasi kebijakan kampus merdeka pada program MSIB di Indonesia yang tercantum dalam data di atas sudah

(13)

dapat dipertanggungjawabkan karena telah dinyatakan secara konkrit dalam produk kebijakan. Sehingga secara praktis pemerintah berkewajiban menyalurkan dana yang telah ditentukan kepada para penerimanya. Sedangkan jika dilihat dari komponen biaya yang disediakan, program studi independen tersertifikasi cukup baik. Namun, dalam program magang bersertifikat, terdapat disparitas yang cukup besar antara sumber daya (dana) yang diberikan kepada entitas pendidikan tinggi dan entitas pendidikan tinggi vokasi. Misalnya biaya hidup bulanan mahasiswa magang bersertifikat, dimana mahasiswa dari perguruan tinggi akademik menerima Rp 4.000.000, sedangkan mahasiswa dari perguruan tinggi vokasi hanya menerima Rp1.200.000 (ada selisih Rp 2.800.000).

Selain itu, komponen honorarium pembimbing magang bersertifikat bagi pembimbing mahasiswa perguruan tinggi akademik bisa mencapai Rp. 15.000.000 per bulan, padahal honor mentor perusahaan untuk mentor mahasiswa vokasi hanya mencapai Rp. 2.200.000 per bulan (ada selisih Rp 12.800.000). Keadaan ini sangat disayangkan, mengingat pendidikan tinggi vokasi juga berperan penting dalam pembangunan, dan posisi lulusan vokasi di Indonesia juga penting dalam dunia kerja (Rahman et al., 2021). Dalam hal kecukupan dana, data kuantitatif menunjukkan bahwa hanya 62,17% mahasiswa yang merasa bahwa uang saku cukup untuk menghidupi mereka selama program berlangsung yang mencerminkan bahwa jumlah sumber daya (dana) yang dialokasikan masih belum optimal. Unsur sumber daya (dana) menjadi kurang optimal karena 74% mahasiswa secara eksplisit menyatakan bahwa pencairan beasiswa adalah situasi yang paling menantang karena keterlambatan pencairan dana, padahal pendanaan yang memadai merupakan aspek fundamental keberhasilan magang (Abdullah et al., 2019; Bandhon, 2019; Cullinane & Montacute, 2018).

Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik

Dalam tesis Van Meter & Van Horn, elemen ini tercermin (terutama) dalam 4 pertanyaan berikut: 1) Bagaimana kecukupan ekonomi yang tersedia di yurisdiksi (atau organisasi) pelaksana dalam mendukung keberhasilan implementasi?; 2) Seberapa pentingkah kebijakan/program tersebut menurut opini publik?; 3) Apakah elit mendukung atau menentang implementasi kebijakan?; 4) Seberapa besar dukungan atau penentangan kebijakan tersebut dari kelompok kepentingan swasta?. Terkait kecukupan ekonomi, meskipun implementasi kebijakan Kampus Merdeka dilakukan oleh Kemendikbudristek, namun pembiayaan program MSIB berasal dari LPDP. Hal ini tertuang dalam Perjanjian Kerjasama antara Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi No. PRJ-104/LPDP/2021 & No. 29/VII/PKS/2021 tentang Pendanaan Beasiswa Program-program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dalam perjanjian kerjasama, pasal 1 ayat (1) disebutkan beasiswa dibiayai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (Cooperation Agreement between the

(14)

Education Fund Management Institution Ministry of Finance and the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology No. PRJ-104/LPDP/2021 & No.

29/VII/PKS/2021 Regarding the Ministry of Education, Culture, Research and Technology Scholarship Funding Program, 2021).

Lebih lanjut, dalam lampiran perjanjian kerjasama tersebut, jumlah dana yang dialokasikan untuk mahasiswa akademik (S1) pada program MSIB adalah sebesar Rp.

539.100.000.000. Jumlah ini ditujukan untuk 20.000 mahasiswa. Sementara itu, jumlah dana yang dialokasikan untuk mahasiswa vokasi (D2, D3, dan D4) pada program MSIB adalah Rp. 82.887.000.000. Jumlah tersebut diperuntukkan bagi 1.633 siswa (Cooperation Agreement between the Education Fund Management Institution Ministry of Finance and the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology No. PRJ-104/LPDP/2021 & No. 29/VII/PKS/2021 Regarding the Ministry of Education, Culture, Research and Technology Scholarship Funding Program, 2021). Terkait opini publik terhadap MSIB, dari perspektif dunia industri, William Tanuwijaya (Chief Executive Officer Tokopedia) menyebutkan bahwa perusahaannya tertarik untuk mengikuti program MSIB karena program tersebut dapat menjadi wadah untuk menangkap dan mengasah “hidden pearls” (mahasiswa berkualitas) sejak awal, tanpa harus menunggu talenta terbaik Indonesia lulus dari kampus (Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia, 2021). Selain itu, Ririek Adriansyah (Direktur Utama PT. Telkom) sangat antusias dengan program MSIB karena perkembangan industri saat ini membutuhkan banyak talenta muda khususnya di bidang teknologi digital (Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia, 2021). Dari sisi mahasiswa, informan S1 mengatakan bahwa program MSIB memfasilitasi mahasiswa untuk bereksplorasi dan mengasah kemampuannya. Selain itu, dapat membangun kepercayaan diri, berbicara di depan umum, dan pemecahan masalah. Senada dengan informan S1, informan S2 juga menyatakan bahwa Program MSIB dapat meningkatkan rasa percaya diri, serta memberikan pengalaman mengerjakan proyek yang diberikan oleh mitra dengan penerapan learning outcome, sebagai gambaran kerja nyata di dunia kerja. Di sisi lain, stances position elit terhadap program MSIB sangat mendukung. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam pidato Presiden Joko Widodo dari akun YouTube resmi Sekretariat Presiden bahwa “yang juga penting adalah akses mahasiswa untuk magang, akses mahasiswa untuk belajar sambil bekerja di dunia industri, tetapi tidak hanya 1-2 minggu, minimal satu semester, itulah inti dari kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka” (Presidential Secretariat, 2020).

Lebih lanjut, pada kesempatan lain, Presiden menyampaikan bahwa “kita juga bersyukur memiliki kebijakan Kampus Merdeka untuk menciptakan SDM unggul dengan menyediakan program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di perusahaan-perusahaan terkemuka. Tahun lalu 50 ribu mahasiswa mengikuti MSIB, tahun ini kami menargetkan peserta menjadi 150 ribu mahasiswa MSIB” (Presidential Secretariat, 2022). Di sisi lain, mobilisasi kelompok kepentingan swasta menjadi isu

(15)

dalam program-program unggulan Kampus Merdeka, termasuk program MSIB. Urgensi ini bahkan disampaikan Presiden secara langsung, karena Iptek terkini belum cukup dikuasai kampus saja, sehingga harus dikembangkan di dunia industri juga. Oleh karena itu, keterlibatan industri sangat penting (Ministry of Education and Culture, 2021a).

Pernyataan Presiden diperkuat oleh Mendikbudristek, yang mengatakan bahwa proses link and match antara dunia industri dan kampus harus dilakukan untuk membuat permutasi untuk program studi masa depan, sehingga mahasiswa dapat merasakan

“berenang di lautan luas” (terlibat dalam budaya kerja dengan pengalaman langsung) selama masa studi (Ministry of Education and Culture, 2021a).

Dilihat dari aspek kecukupan ekonomi yang tersedia, anggaran yang dialokasikan untuk program MSIB pada prinsipnya sudah besar, total anggaran yang disediakan sebesar Rp. 621.977.000.000. Permasalahannya adalah terdapat kesenjangan yang sangat besar antara anggaran yang dialokasikan untuk entitas pendidikan tinggi akademik dengan pendidikan tinggi vokasi. Anggaran per orang untuk perguruan tinggi akademik sebesar Rp. 26.955.000, sedangkan anggaran per orang untuk perguruan tinggi vokasi adalah Rp. 50.751.377. Sedangkan pada unsur sumber daya (dana) terdapat temuan bahwa dana bulanan yang diterima mahasiswa vokasi jauh lebih kecil dibandingkan siswa akademik. Selain itu, dana untuk pendampingan mahasiswa akademik jauh lebih besar dibandingkan untuk pendampingan vokasi. Artinya ada indikasi kuat ketidaktepatan anggaran yang diplot di entitas pendidikan vokasi, terutama untuk komponen biaya yang bersifat at cost (yang otomatis bisa menghabiskan dana tak terbatas) seperti bantuan sertifikasi, biaya pelatihan, dan biaya sertifikasi. Selain itu, ketimpangan anggaran juga dapat disebabkan oleh ketimpangan jumlah target antara pendidikan tinggi akademik (20.000 pax) dan pendidikan tinggi vokasi (1.633 pax). Di sisi lain, aspek sosial politik implementasi kebijakan program MSIB sudah sangat baik. Hal ini karena hampir semua pemangku kepentingan utama seperti industri C-level, mahasiswa, dan elit politik (Presiden dan Menteri) sangat mendukung program MSIB.

Semuanya memiliki pemahaman yang relatif sama bahwa program MSIB akan sangat mendorong integrasi pendidikan tinggi dengan dunia kerja/industri.

Karakteristik Badan Pelaksana

Ripley menyatakan bahwa karakteristik, norma, dan pola hubungan yang berulang dalam lembaga eksekutif yang memiliki hubungan potensial atau aktual dengan apa yang mereka lakukan dalam hal kebijakan disebut sebagai karakteristik lembaga pelaksana (Ripley, 1973). Selanjutnya, menurut Van Meter & Van Horn, elemen utamanya adalah ukuran staf lembaga dan hubungan formal dan informal lembaga dengan badan

“pembuat kebijakan” & “penegakan kebijakan” (Van Meter & Van Horn, 1975). Pada awal hingga pertengahan tahun 2021, berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Ditjen Dikti Kemendikbudristek Nomor/30/E1/KPT/2021 (Decree of the Secretary of the Directorate General of Higher Education of the Ministry of Education and Culture

(16)

Number/30/E1/KPT/2021, 2021), tim MSIB bernama Subpokja (Sub Kelompok Kerja), diawasi oleh Kelompok Kerja Kampus Merdeka (dikenal sebagai Pokja). Saat itu, jumlah anggota tim program MSIB hanya terdiri dari delapan orang dengan komposisi satu Koordinator Program dan tujuh anggota tim. Namun dari hasil observasi kami menemukan bahwa sejak akhir tahun 2021 hingga saat ini telah terjadi transformasi pada tim MSIB. Pengelolaan program MSIB kini berada di bawah naungan Project Management Office (PMO) Kampus Merdeka yang berjumlah sekitar 400 orang (Project Management Office Independent Campus, 2021). PMO sendiri merupakan

lembaga ad hoc yang dibentuk oleh Kemendikbudristek dengan struktur sebagai berikut:

Sumber: Hasil Pengumpulan Data Primer

Gambar 1. Struktur Organisasi Project Management Office Kampus Merdeka Sesuai struktur di atas (Project Management Office Independent Campus, 2021), PMO memiliki tugas untuk menyelenggarakan semua program unggulan Kampus Merdeka (termasuk MSIB) seperti Kampus Mengajar (KM), Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM), Program Mobilitas Mahasiswa ke Luar Negeri (IISMA), IISMA untuk Vokasi (IIVOSMA), Wirausaha Merdeka, dan Praktisi Mengajar. Dari segi ukuran, organisasi PMO ini cukup besar, karena selain memiliki tim program unggulan masing- masing, juga terdapat departemen lain seperti keuangan, hukum, operasional, kerjasama kampus & industri, R&D, dll. Pengamatan langsung dari Januari hingga pertengahan 2022, setiap tim program dan tim lapangan di PMO bisa memuat belasan orang.

Sedangkan program MSIB sendiri memiliki beberapa departemen yang mendukung kinerja program seperti bagian keuangan, hukum, kehumasan, bagian IT, dan lain-lain. Di sisi lain, terkait hubungan formal dan informal lembaga dengan badan “pembuat kebijakan” dan “penegakan kebijakan”, secara formal tim Program MSIB (bersama

(17)

dengan semua tim dan bidang Program lainnya di bawah naungan PMO) bertanggung jawab langsung kepada Kemendikbudristek (sebagai pembuat kebijakan) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi.

Sementara itu, secara informal tim Program MSIB juga perlu berkoordinasi secara intensif dengan Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan timnya, khususnya Staf Khusus Menteri Bidang Manajemen dan Staf Khusus Menteri Bidang Pemerintahan. Staf Khusus Menteri dan tim merupakan “kepanjangan”

Mendikbudristek dalam mengawal seluruh prioritas kebijakan dan program Kementerian. Dari aspek jumlah staf lembaga, saat ini ukuran tim MSIB dalam entitas besar, Project Management Office (PMO) Kampus Merdeka sudah cukup, karena beberapa bagian strategis telah dimasukkan di dalamnya. Namun pada tahun 2021 jumlah tim program MSIB bermasalah karena hanya berjumlah 8 orang, dan 8 orang tersebut diproyeksikan menangani 21.633 mahasiswa. Jika dibandingkan secara rasio, berarti setiap orang menangani 2.704 siswa. Oleh karena itu, berbagai permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program MSIB tahun 2021 (khususnya keterlambatan pencairan dana kepada mahasiswa dan kurangnya daya tanggap dalam melayani keluhan atau pertanyaan yang masuk dari mahasiswa) diduga kuat disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan.

Di sisi lain, dari perspektif hubungan formal dengan badan “pembuat kebijakan”, posisi tanggung jawab tim PMO (tim Program MSIB) ke Kemendikbudristek (sebagai pembuat kebijakan) melalui Dirjen Pendidikan Vokasi dan Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi sudah tepat. Sebab, dua Ditjen itu mewakili Kementerian. Artinya, setiap keputusan atau koordinasi yang terkait dengan proses pengambilan kebijakan harus dilakukan dengan persetujuan kedua Direktur Jenderal tersebut. Sementara itu, aspek informal linkage dengan badan “penegakan kebijakan” melalui Staf Khusus Mendikbudristek dan tim juga sudah sesuai. Sebab, pada hakekatnya keberadaan Staf Khusus Mendikbudristek dan timnya memang dimaksudkan untuk mengawal setiap kebijakan atau program prioritas Kementerian dan memastikan pelaksanaan kebijakan sesuai dengan arahan Menteri.

Aktivitas Penegakan Komunikasi Antar Organisasi

Dalam konteks MSIB, target audiens program ini adalah entitas kampus di seluruh Indonesia. Dari segi informasi program, berdasarkan observasi digital, tim program MSIB cukup aktif melakukan sosialisasi (komunikasi) program MSIB ke kampus-kampus melalui kegiatan sosialisasi (Directorate General of Vocational Education, 2021), Festival Kampus Merdeka (Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia, 2021), Workshop (Directorate General of High Education, 2021), MSIB talkshow (Ministry of Education and Culture, 2021b), media sosial Instagram

https://www.instagram.com/magangmerdeka/ dan website

(18)

https://kampusmerdeka.kemdikbud.go.id/. Namun, data survei menunjukkan bahwa ada beberapa alert dalam praktik komunikasi kebijakan. Di antara mahasiswa mengalami “kesulitan mengakses helpdesk resmi MSIB” ketika mereka membutuhkan bantuan selama program berlangsung. Sebaliknya, sebagian besar siswa memutuskan untuk menghubungi teman sebayanya (66%) dan mentor (61%) ketika mereka menghadapi beberapa masalah, terutama berkaitan dengan pencairan uang saku.

Perspektif mahasiswa tentang praktik komunikasi kebijakan beresonansi dengan para dosen. Lebih dari separuh responden dosen (65,06%) mengaku memperoleh pengetahuan tentang program MSIB dari fakultas atau kampusnya. Namun, lebih banyak dosen yang setuju bahwa acara resmi dari Kemendikbudristek (78,85%) adalah platform yang paling efektif untuk sosialisasi kebijakan. Seperti mahasiswa, hanya 24,3%

responden dosen yang menghubungi petugas helpdesk Kampus Merdeka. Sebagian besar dosen menyatakan bahwa mereka biasanya menghubungi jurusan atau fakultas ketika menghadapi beberapa masalah implementasi (51,20%). Dari sisi dosen, kebijakan konversi kredit merupakan salah satu informasi yang kurang jelas disampaikan oleh pengelola program MSIB. Sejumlah besar dosen (29,2%) menyatakan bahwa informasi tentang kebijakan konversi kredit masih kabur. Berdasarkan temuan di atas, dapat dibenarkan bahwa unsur penegakan komunikasi dalam gaung informasi program MSIB ditempuh dengan berbagai cara (berbagai media/saluran komunikasi).

Namun pada saat kebijakan program MSIB diimplementasikan, masih terdapat kendala terutama helpdesk MISB yang menjadi penghambat kelancaran komunikasi/informasi program. Helpdesk resmi MSIB, yang seharusnya menjadi saluran komunikasi interaktif, sulit diakses. Hal ini mengakibatkan sebagian besar mahasiswa mencari tahu tentang satu sama lain, dan berbagi informasi dengan rekan lain, atau melalui mentor program bukan saluran resmi. Permasalahan aksesibilitas helpdesk MSIB juga diperkuat dengan fakta bahwa mayoritas dosen lebih memilih untuk menghubungi jurusan/prodinya daripada helpdesk MSIB ketika membutuhkan validasi informasi. Realitas ini tentu sangat disayangkan mengingat program MSIB berskala nasional yang membutuhkan kelancaran komunikasi/informasi. Sementara itu, penegakan komunikasi merupakan salah satu penentu kelancaran kebijakan/program (Howarth & Morse-Jones, 2019; Hudson et al., 2019; Sharag-Eldin et al., 2019).

Disposisi Pelaksana

Hasil wawancara mendalam dengan informan (L1, L2, dan L3) mendapatkan informasi yang berbeda. Informan L1 menyatakan penerimaan institusi terhadap program MSIB belum baik. Hal ini ditunjukkan dengan penerapan manajemen yang memadai terhadap kebijakan Kampus Merdeka yang baru dilakukan semester ini. Selain itu, menurut informan L1 & L3, penerimaan kampus masih rendah karena struktur kurikulum kampus belum siap mengkonversi kegiatan mahasiswa di Program MSIB hingga 20 sks. Di sisi lain, informan L2 mengatakan penerimaan kampus terhadap

(19)

program MSIB sangat antusias. Hal ini ditunjukkan dengan adanya buku pedomann pelaksanaan khusus terkait program Kampus Merdeka, termasuk MSIB. Dari hasil survei, sebagian besar responden dosen (98,4%) mengaku “memberikan dukungan dan bantuan” kepada mahasiswa dalam proses konversi kredit. Sisanya 11,27% responden menjawab alasan mereka tidak mendukung mahasiswa untuk program MSIB karena program mereka belum mengadopsi kurikulum Kampus Merdeka yang baru. Hasil survei juga menunjukkan bahwa beberapa dosen (8,7% dari 521 responden) berpendapat bahwa program MSIB tidak memberikan manfaat signifikan bagi hasil belajar mahasiswa.

Namun, lebih dari separuh responden (53,7%) setuju bahwa program MSIB bernilai 18 – 20 sks atau setara dengan durasi studi satu semester. Temuan ini bertentangan dengan jawaban survei lain yang menunjukkan 26,10% responden berpendapat bahwa program tersebut akan memperpanjang masa studi mahasiswa.

Tantangan institusi pendidikan tinggi untuk menyesuaikan kredit MSIB dengan kurikulum yang ada muncul saat program ini diluncurkan, dan hanya 45,1% responden yang menyatakan bahwa fakultas atau kampus mereka telah menyesuaikan kurikulum untuk mengakomodasi program MSB. Hasil survei tersebut sejalan dengan hasil wawancara mendalam dengan informan (S1 dan S2) yang menyatakan bahwa terdapat permasalahan dalam konversi 20 SKS menjadi kegiatan MSIB yang telah mereka lakukan. Informan S1 hanya mendapat konversi 12 sks dari kampus, karena beberapa mata kuliah wajib dan praktikum tidak bisa disamakan dengan program MSIB oleh kampus. Sedangkan informan S2 bahkan tidak bisa mendapatkan konversi kredit dari kampus, dan hanya mendapatkan Surat Keterangan Ijazah Pendamping (SKPI), karena

“kurikulum paket” yang diterapkan di kampus.

Penerimaan program MSIB di entitas kampus juga menghadapi tantangan ketika ada isu keterlambatan pencairan tunjangan bagi mahasiswa. Informan S1 menyatakan bahwa selama 5 bulan mengikuti program MSIB selalu ada keterlambatan. Apalagi, dana tunjangan untuk bulan pertama dan bulan kedua baru diterima di bulan ketiga.

Sementara itu informan S2 juga menyatakan adanya keterlambatan pencairan tunjangan. Bulan pertama terlambat satu bulan, sedangkan bulan kedua hingga kelima terlambat hingga 2 minggu. Berdasarkan data survey siswa, pencairan uang saku merupakan hal yang paling krusial selama mengikuti program MSIB. Sekitar 74%

mahasiswa menilai pencairan uang saku sebagai masalah yang paling sering terjadi dalam program MSIB, dibandingkan dengan masalah lain seperti proses seleksi, onboarding, dan program magang itu sendiri. Persepsi ini muncul dari dua isu utama:

waktu pencairan dan besaran tunjangan. Sebagian besar siswa (92,05%) mengalami tidak mendapatkan uang saku tepat waktu. Sementara itu, cukup banyak siswa yang berpendapat bahwa uang saku tidak cukup untuk mendukung mereka selama mengikuti program MSIB (37,83%).

(20)

Berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif dalam temuan di atas, dapat dijustifikasi bahwa (secara umum) penerimaan program MSIB di entitas perguruan tinggi (diwakili oleh dosen) relatif baik. Namun secara khusus, penerimaan perguruan tinggi terkendala mekanisme konversi kredit, dimana terdapat 11,27% responden dosen yang masih enggan mendukung konversi kredit karena masalah ketidaksesuaian kurikulum; 2 informan kualitatif juga mengangkat isu yang sama. Sayangnya, dari 98,4% dosen yang mendukung agar kegiatan program MSIB dapat dikonversi menjadi kredit, hanya 53,7%

dosen yang benar-benar setuju jumlah sks dikonversi menjadi 18-20 sks, yang lainnya tidak setuju.

Setelah dibandingkan dari sisi informan siswa, hasilnya juga valid. 2 mahasiswa yang diwawancarai mengalami kendala serius dalam proses konversi kredit (1 mahasiswa hanya diterima 12 sks, 1 mahasiswa lainnya bahkan tidak diakui sama sekali).

Fakta empiris ini menunjukkan bahwa kurikulum kampus belum sepenuhnya sesuai (atau disesuaikan) dengan kurikulum pembelajaran di program MSIB. Penerimaan perguruan tinggi (dari sisi mahasiswa sebagai peserta utama program MSIB) terhadap program MSIB juga menjadi kurang baik karena masalah pencairan dana. Meskipun hampir semua responden mahasiswa setuju bahwa program MSIB penting dan baik untuk karir masa depan mereka, mereka banyak berjuang dalam menjalankan program karena sebagian besar mahasiswa menempatkan masalah pencairan dana sebagai masalah prioritas utama, dan lebih dari 90% mengakui bahwa mereka selalu terlambat menerima tunjangan. Oleh karena itu, peningkatan kesiapan tim Program MSIB dalam hal pencairan dana harus menjadi prioritas perbaikan kedepan.

KESIMPULAN

Berdasarkan 6 elemen yang diukur, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan kampus merdeka pada program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) di Indonesia relatif baik dari aspek tujuan program, kondisi ekonomi, sosial, dan politik, juga karakteristik lembaga pelaksana. Sedangkan aspek lain seperti standar, sumber daya, penegakan komunikasi kegiatan antar organisasi, dan disposisi pelaksana masih perlu ditingkatkan. Sedangkan faktor pendukung dalam implementasi kebijakan kampus merdeka pada program MSIB di Indonesia antara lain:

1) Relevansi pembelajaran program MSIB di dunia industri dengan teori/konsep belajar di Kampus; 2) Kejelasan komponen biaya program MSIB; 3) Dukungan yang memadai dari dunia industri level C, Menteri, dan Presiden RI. Sedangkan faktor penghambat dalam implementasi kebijakan kampus merdeka pada program MSIB di Indonesia antara lain: 1) Belum adanya standarisasi konversi kredit 20 sks dalam satu semester untuk implementasi program MSIB; 2) Kurang tanggapnya pembimbing/mentor dalam menanggapi kebutuhan mahasiswa; 3) keterlambatan pencairan tunjangan; 4) Aksesibilitas helpdesk yang lemah; 5) Disparitas komponen pembiayaan antara mahasiswa pendidikan tinggi akademik dan mahasiswa pendidikan tinggi vokasi; 6)

(21)

Dukungan dari pihak kampus terhadap program-program yang belum optimal. Oleh karena itu, kajian ini merekomendasikan hal-hal strategis untuk perbaikan antara lain:

Kemendikbudristek menstandarkan mekanisme konversi kredit menjadi 20 kredit, meningkatkan daya tanggap pendamping program, meningkatkan kesiapan pencairan tunjangan, meningkatkan helpdesk yang lebih mudah diakses dan bertanggung jawab, pemerataan komponen pendanaan antara mahasiswa pendidikan tinggi akademik dan mahasiswa pendidikan tinggi vokasi, dan keterlibatan entitas Kampus secara imersif dalam merumuskan kebijakan/program. Kedepan, dibutuhkan penelitian lebih lanjut dari penelitian ini yang mengevaluasi secara holistik penyelenggaraan kebijakan pada program MSIB. Hal tersebut diperlukan guna melengkapi hasil analisis yang tertuang di dalam penelitian ini, dalam konteks implementasi kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., Peng, F. A., Shuhaily, M. M., Arifin, E., & Singh, C. K. S. (2019).

Connectivity between work ethics and life skills during internship in bridging the satisfaction gap among diploma students. Journal of Engineering Science and Technology, 67–73.

Ainscow, M. (2020). Promoting inclusion and equity in education: Lessons from international experiences. Nordic Journal of Studies in Educational Policy, 6(1), 7–16. https://doi.org/10.1080/20020317.2020.1729587

Almeida, F. (2018). Strategies to perform a mixed methods study. European Journal of Education Studies.

Badan Pusat Statistik. (2022). Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan

Tingkat Pendidikan 2019-2021.

https://www.bps.go.id/indicator/6/1179/1/tingkat-pengangguran-terbuka- berdasarkan-tingkat-pendidikan.html

Bandhon, M. H. (2019). An Internship Report on Customer Experience Department, IDLC Finance Limited.

Budiharso, T., & Tarman, B. (2020). Improving quality education through better working conditions of academic institutes. Journal of Ethnic and Cultural Studies, 7(1), 99–115. https://doi.org/10.29333/ejecs/306

Creswell, W. J., & Creswell, J. D. (2018). Research Design: Qualitative, Quantitative adn Mixed Methods Approaches (5th ed.). SAGE Publications, Inc.

Cullinane, C., & Montacute, R. (2018). Pay as you go?: internship pay, quality and access in the graduate jobs market.

(22)

Dewi, L. R., & Kartowagiran, B. (2018). An evaluation of internship program by using Kirkpatrick evaluation model. REID (Research and Evaluation in Education), 4(2), 155–163. https://doi.org/10.21831/reid.v4i2.22495 Decree of the Director General of Higher Education, Ministry of Education and

Culture, 1 (2021).

Directorate General of High Education, R. and T. (2021, June 7). Certified Internship and Independent Study Program Workshop.

https://www.youtube.com/watch?v=U7mhKN_faik

Directorate General of Higher Education. (2020). Guidebook of Learning Independent-Independent Campus. In Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.

http://dikti.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2020/04/Buku-Panduan- Merdeka-Belajar-Kampus-Merdeka-2020

Directorate General of Vocational Education. (2021). Socialization of Certified Internship and Independent Study Program (MSIB) for Vocational Partners with the Minister of Education and Technology.

https://www.youtube.com/watch?v=QhF43PXSTpE&t=96s

Hall, R. P. (2020). Mixing methods in social research: qualitative, quantitative and combined methods. Mixing Methods in Social Research, 1–272.

Heuchemer, S., Martins, E., & Szczyrba, B. (2020). Problem-Based Learning at a Learning University: A View from the Field. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 14(2). https://doi.org/10.14434/ijpbl.v14i2.28791 Higgs, P. (2016). The African renaissance and the transformation of the higher education curriculum in South Africa. Africa Education Review, 13(1), 87–

101. https://doi.org/10.1080/18146627.2016.1186370

Howarth, C., & Morse-Jones, S. (2019). The importance of communication, collaboration and co-production. In Resilience to climate change (pp. 65–

86). Springer. https://doi.org/10.1007/978-3-319-94691-7_4

Hudson, B., Hunter, D., & Peckham, S. (2019). Policy failure and the policy- implementation gap: can policy support programs help? Policy Design and Practice, 2(1), 1–14. https://doi.org/10.1080/25741292.2018.1540378 Israhadi, E. (2020). The social impact of force majeure and the consequences of

the determination of the Covid 19 disaster status on learning the manpower law. Journal of Social Studies Education Research, 11(4), 28–51.

Ivankova, N., & Wingo, N. (2018). Applying mixed methods in action research:

Methodological potentials and advantages. American Behavioral Scientist, 62(7), 978–997. https://doi.org/10.1177/0002764218772673

(23)

Kalimullina, O., Tarman, B., & Stepanova, I. (2021). Education in the context of digitalization and culture: Evolution of the teacher’s role, pre-pandemic overview. Journal of Ethnic and Cultural Studies, 8(1), 226–238.

https://doi.org/10.29333/ejecs/629

Kamalia, P. U., & Andriansyah, E. H. (2021). Independent Learning-Independent Campus (MBKM) in Students’ Perception. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran, 7(4), 857–867. https://doi.org/10.33394/jk.v7i4.4031

Karmini, N. W. (2020). Academic System Digitalization of" Campus Independence" In Universitas Hindu Indonesia Denpasar in Creating Entrepreneurs Based on Local Wisdom.

Mareta, L., Azizah, A. N., Rahmawati, I., Rajabani, A. Z., & Wibisono, S. S. (2023).

Analisis Motivasi Mahasiswa Sosiologi FISIP Unsoed untuk Mengikuti Program MSIB. Jurnal Interaksi Sosiologi, 2(2), 52–60.

McAleese, S., & Kilty, J. M. (2020). “Walls are put up when curiosity ends”:

Transformative Education in the Canadian Carceral Context. Journal of Prison Education and Reentry, 6(3), 275–293.

Mikalef, P., Boura, M., Lekakos, G., & Krogstie, J. (2019). Big data analytics and firm performance: Findings from a mixed-method approach. Journal of

Business Research, 98, 261–276.

https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2019.01.044

Miller, H., Miller Jr, B. R., & Spoelstra, J. (2021). A sustainability internship program: strategies for creating student stewards for sustainability.

International Journal of Sustainability in Higher Education.

https://doi.org/10.1108/IJSHE-08-2020-0314

Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia’s Regulation No. 3 of 2020, 1 (2020).

Ministry of Education and Culture. (2021a, June 21). Merdeka Campus Festival:

Talk with the President, Minister of Education and Technology, Chancellors, and Students. https://www.youtube.com/watch?v=odWyrx3orXc

Ministry of Education and Culture. (2021b, November 17). The Independent Campus talks with the Minister of Education and Technology.

https://www.youtube.com/watch?v=t8-nh620oac

Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia. (2021, June 15).

Independent Campus Festival 2021.

https://www.youtube.com/watch?v=vJ2_mg-qbUU

(24)

Ministry of Education, Culture, Research, and T. (2022a). About the Certified Internship and Independent Study Program (MSIB).

Ministry of Education, Culture, Research, and T. (2022b). Independent Campus Programs Registration Dashboard.

Cooperation Agreement between the Education Fund Management Institution Ministry of Finance and the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology No. PRJ-104/LPDP/2021 & No. 29/VII/PKS/2021 regarding the Ministry of Education, Culture, Research and Technology Scholarship Funding Program, Pub. L. No. PRJ-104/LPDP/2021 & No. 29/VII/PKS/2021, 1 (2021).

Mulyanto, A. I., Putra, A. P. G., & Oktaviar, C. (2020). Analysis of online models in the independent campus. Perspektif: Jurnal Ilmu Administrasi, 2(2), 79–83.

https://doi.org/10.33592/perspektif.v2i2.628

Ningsih, T., Yuwono, D., Sholehuddin, M., & Suharto, A. (2021). The Significant of E-assessment for Indonesian Literacy with Character Education in Pandemic Era. Journal of Social Studies Education Research, 12(4), 231–

256.

Odell, V., Molthan-Hill, P., Martin, S., & Sterling, S. (2020). Transformative education to address all sustainable development goals. Quality Education, 905–916. https://doi.org/10.1007/978-3-319-95870-5_106

Papa, R., & Armfield, S. W. J. (2018). The Wiley handbook of educational policy.

John Wiley & Sons. https://doi.org/10.1002/9781119218456

Pavlova, M. (2019). Emerging environmental industries: impact on required skills and TVET systems. International Journal of Training Research, 17(sup1), 144–158. https://doi.org/10.1080/14480220.2019.1639276

Presidential Secretariat. (2020, August 26). President Inaugurates Diponegoro

University Vocational School Building.

https://www.youtube.com/watch?v=F-r1Avu-5O0

Presidential Secretariat. (2022, January 10). Speech of the President of the Republic of Indonesia at the Commemoration of the 49th Anniversary of the PDI-P. https://www.youtube.com/watch?v=6SSvi6rhZlY

Project Management Office Independent Campus. (2021). Organization Structure of Project Management Office Independent Campus.

Qorib, M., & Harfiani, R. (2021). Independent Campus Policy In The New Normal Era. Proceeding International Seminar Of Islamic Studies, 2(1), 13–20.

Rahman, A., Zebua, W. D. A., Satispi, E., & Kusuma, A. A. (2021). Policy Formulation in Integrating Vocational Education Graduates with the Labor

Referensi

Dokumen terkait

independent sample t-test digunakan untuk menguji perbedaan praktik manajemen laba antara Chief Financial Officer (CFO) wanita dan Chief Financial Officer (CFO) pria pada

publik (auditor) yang cenderung memberikan opini going concern, atau. sebaliknya akan menunjuk auditor yang cenderung memberikan opini

Binar Academy adalah lembaga pendidikan non-formal yang bertujuan untuk menghasilkan talenta-talenta digital yang berkompetensi. Lembaga ini didirikan pada tahun 2016 di Jakarta oleh

ANALISIS KEBIJAKAN PADA IMPLEMENTASI PROGRAM ADIWIYATA: PERSPEKTIF PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Program yang dilaksanakan Dinas ada bulan Ramadhan kali ini adalah, membuka semua Balai RW di seluruh kelurahan di daerah Surabaya, dengan tujuan agar warga tidak perlu jauh-jauh

62 62 kelurahan - melakukan hasil dari kegiatan Kalimasada di Web Kalimasada - Melakukan Kegiatan Kalimasada dengan Rt 06 Rw 09 - melakukan dengan metode door to door satu satu kerumah

Bab IV Penutup IV.1 Kesimpulan Berdasarkan Praktik Kerja Magang yang dilaksanakan di PT Sinergi Transformasi Digital sebagai Campus Relation selama 5 bulan yang terhitung dari tanggal

Jadwal kerja bulan Mei JUNI Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu 1 2 3 4 Membahas mengenai pemilihan mentor untuk pembuatan poster SMPN 9 Guntung 5 6