Fenomena-fenomena di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara standar dan kriteria sebagai kondisi ideal dengan fakta dilapangan dalam hal pelaksanaan program bimbingan dan konseling oleh konselor. Perlu upaya dari konselor pihak-pihak terkait dalam mengatasi kesenjangan antara standar dan kriteria sebagai kondisi ideal dengan fakta dilapangan dalam hal pelaksanaan program bimbingan dan konseling. Salah satu upaya yang bisa dilaksanakan adalah evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konselingkomprehensif. Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konselingkomprehensif ini sebagai upaya pemenuhan kebutuhan terhadap perbaikan kualitas dari kompetensi profesional konselor. Sehingga berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pelaksanaan program bimbingan dan konselingkomprehensif di sekolah dapat diberikan rekomendasi sebagai upaya perbaikan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah kepada konselor.
Bimbingan dan konselingkomprehensif diprogramkan untuk semua peserta didik, artinya bahwa semua peserta didik hukumannya wajib menerima layanan bimbingan dan konseling, sehingga persepsi bahwa fokus bimbingan dan konseling hanyalah pada siswa yang bermasalah saja akan hilang. Oleh karena itu, bimbingan dan konselingkomprehensif perlu memperhatikan ruang lingkup yang menyeluruh, dirancang untuk lebih berorientasi pada pencegahan dan tujuannya pengembangan potensi peserta didik. Melalui bimbingan dan konselingkomprehensif peserta didik diharapkan memahami dan dapat mengetahui kehidupan yang mencakup kehidupan akademik, karir, dan pribadi sosial. Fokus utama dalam bimbingan dan konselingkomprehensif adalah teraktualisasinya potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal. Lima premis dasar dalam bimbingan dan konselingkomprehensif menurut Gysbers dan Henderson (2006:28) adalah sebagai beikut :
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 40 siswa SMA Negeri di Yogyakarta dapat disimpulkan, bahwa siswa menganggap guru bimbingan dan konseling sebagai polisi sekolah yang bertugas menangani ”anak - anak bermasalah” dan bertugas memberikan skoring pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh peserta didik. Pola sikap negatif dan kenakalan peserta didik pada umumnya seringkali dianggap sebagai dampak dari kurang berfungsinya layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Selain itu, pola sikap negatif dan kenakalan peserta didik juga disebabkan oleh tidak disusunnya program layanan bimbingan dan konseling secara terencana dan sitematis di sekolah. Di sisi lain, ada sebagian siswa yang menganggap guru bimbingan dan konseling sebagai figur yang membantu siswa agar dapat mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahkan masalah-masalah yang dihadapi peserta didik. Hal tersebut terlihat, ada beberapa siswa yang datang sendiri ke ruang bimbingan dan konseling tanpa dipanggil terlebih dahulu.
Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral proses pendidikan memiliki kontribusi dalam penyiapan SDM bermutu. Dalam perspektif bimbingan dan konseling, peserta didik merupakan individu sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan, individu memerlukan bimbingan, karena masih kurang memahami kemampuan dirinya, lingkungannya dan pengalaman untuk mencapai kehidupan yang bermutu. Oleh karena itu, diperlukan layanan bimbingan dan konseling yang tidak hanya memandang masalah dari sudut pandang peserta didik tetapi juga memperhatikan faktor-faktor dari lingkungan sekitar peserta didik (Caraka & Nindiya, 2015: 55).
2. Upaya yang telah dilakukan oleh Dosen Pembimbing Akademik (DPA) untuk mengembangkan dan mendorong akhlak mulia mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung dalam bidang akademik, pribadi dan karir, sudah sejalan dengan konsep layanan bimbingan dan konselingkomprehensif, namun membutuhkan kerjasama oleh semua pihak.
Pola yang digunakan oleh pembimbing atau guru bimbingan dan konseling pada awalnya tidak jelas. Ketidakjelasan tersebut mengakibatkan bimbingan dan konseling dianggap negatif, kemudian banyak upaya yang dilakukan agar bimbingan dan konseling memiliki payung atau berlabuh pada pola yang lebih menjelaskan fungsi adanya bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan adanya tekat dari para guru pembimbing atau guru bimbingan dan konseling (saat ini disebut konselor sekolah) lahirlah pola 17 dalam program bimbingan dan konseling. Dengan adanya pola 17 ini bimbingan dan konseling di institusi pendidikan mulai menemukan jalan terang untuk membantu para peserta didik memenuhi tugas perkembangannya. Dalam prosesnya keterlaksanaan program bimbingan dan konseling dengan pola 17 ini mengalami penyempurnaan melalui tahapan evaluasi. Bimbingan dan konseling masih belum begitu dikenal oleh masyarakat awam. Kemudian lahirlah program bimbingan dan konselingkomprehensif (Santoadi, 2010).
Adapun pendekatan kualitatif digunakan untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi populasi guru bimbingan dan konseling SMA Negeri di Kabupaten bandung Barat baik secara umum mengenai pengembangan profesi guru bimbingan dan konseling maupun secara khusus tentang kompetensi pengetahuan guru bimbingan dan konseling dalam merancang program bimbingan dan konselingkomprehensif. Sebagaimana pendapat Sugiyono (2009: 15) yang menyatakan pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam tetang sebuah fenomena sosial dengan meneliti pandangan responden dan melakukan studi pada situasi yang alami, dengan teknik pengumpulan informasi menggunakan wawancara tidak terstruktur.
Maka dalam pengembangan kompetensi karir, perlu memiliki indikator-indikator kompetensi karir yang perlu dikembangkan. Bedasarkan proseding yang ditulis oleh Caraka, dkk, dalam Konvensi Nasional B K XVIII, Bali (2013), dijelaskan bahwa “Standar kompetensi siswa di Indonesia tersebut dapat dibagi ke dalam 5 bidang pengembangan, yaitu pengembangan bidang spiritual, pengembangan bidang akademik, pengembangan bidang pribadi/ sosial, pengembangan bidang karir, pengembangan bidang sikap warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, dalam mengembangkan kompetensi siswa, perlulah peran konselor dan seluruh pihak sekolah maupun masyarakat. Konselor perlu menyusun program bimbingan dan konselingkomprehensif sesuai dengan kultur/ budaya dan kebutuhan sekolah masing-masing.” Salah satu bidang pengembangan kompetensi siswa adalah kompetensi karir. Kemudian “indikator pengembangan karir terbagi dalam 3 indikator yaitu:
Hasil assesmen hendaknya diikuti dengan tindak lanjut. Data hasil assemen sangat bermanfaat bagi konselor, tetapi juga sangat bermanfaat bagi peserta didik, dan sekolah. Oleh karenanya perlu dikelola dengan sistem administrasi yang teratur. Hasil assesmen harus dapat ditafsirkan sehingga konselor dapat memahami kemampuan dan permasalahan setiap peserta didik sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan program pelayanan bimbingan dan konseling sehingga sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan masalah peserta didik.
Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang telah ditetapkan, memaknai profesional sebagai sebuah pekerjaan atau kegiatan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Bagaimana dengan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah saat ini? Apakah sudah memenuhi tuntutan sebuah pekerjaan yang profesional? Jawabannya tentu sangat relatif. Oleh karena itu, paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling saat ini adalah professional dan bermutu. Artinya sikap dan unjuk kerja seorang guru bimbingan dan konseling atau konselor senantiasa diwarnai oleh sikap dan tindakan seorang professional. Salah salah satu langkah penting menuju profesionalitas seorang guru bimbingan dan konseling adalah pemahaman mendalam terhadap tugas pokok dan fungsinya, serta berbagai permasalahan yang terjadi.
Peneliti mengadakan survey pendahuluan yang dilakukan selama bulan November, Desember 2009 dan Januari 2010. Selama proses survey ini peneliti melakukan penjajagan lapangan (field study) terhadap latar penelitian, mencari data dan informasi tentang manajemen Bimbingan dan KonselingKomprehensif di kota Bekasi. Peneliti juga menempuh upaya konfirmasi ilmiah melalui penelusuran literatur buku dan referensi pendukung penelitian.
bantuan atau tuntunan, namun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan. Bantuan dalam bentuk bimbingan menurut terminologi Bimbingan dan Konseling haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai mana dikemukakan berikut ini ini. Definisi bimbingan pertama dikemukan dalam Year’s Book of Education 1955, yang menyatakan : Guidance is a process of helping inividual through their own offort to discover and develop their potentialities both for personal happiness and social usefulness (Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usaha sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperolah kebahagiaan pribadi dan kemafaatan sosial) (petterson, 1983).
bimbingankonseling abk bimbingankonseling abkin makalah bimbingankonseling abk asosiasi bimbingankonseling indonesia abkin kebutuhan bimbingankonseling bagi abk bimbingan dan konseling untuk abk prinsip bimbingankonseling menurut abkin bimbingankonseling anak berkebutuhan khusus bimbingankonseling bagi abk bimbingankonseling untuk abk bimbingan dan konseling abk pengertian bimbingankonseling abk bimbingankonseling bagi anak berkebutuhan khusus bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus kebutuhan bimbingankonseling bagi anak berkebutuhan khusus bimbingankonseling bagi anak berkebutuhan khusus dan berbakat
Perkembangan sejarah ketiga dari perkembangan konseling psikologi tidak dapat dilepaskan dari Gerakan Kesehatan Mental (Mental Hygiene Movement ) pada awal abad ke-20. Gerakan ini amat penting bagi konseling psikologi dan vocational guidance karena beberapa hal yaitu sebagai berikut: Pertama, untuk memperbaiki mental generasi muda danpara siswa sekolah yang mengalami berbagai trauma perang dan gangguan mental lainnya, sehingga sulit jika hanya dengan pendekatan bimbingan dan konseling. Kedua, untuk mempelajari berbagai faktor penyebab baik internal maupun eksternal. Misalnya seberapa jauh trauma perang masih berkesan pada klien, atau apakah karena faktor bawaan sehingga seseorang mengalami gangguan jiwa. Selain itu apakah kesulitan belajar siswa disebabkan kondisi keluarga yang tidak kondusif bagi perkembangan kepribadian anak, serta perlunya meneliti faktor kemampuan dan minat sekolah.
Bukanlah hal baru bahwa bimbingan dan konseling dinyatakan sebagi bagian terpadu dari pendidikan. Secara formal dalam berbagai dokumen yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan hal itu telah digariskan, namun dalam praktek seringkali bimbingan dan konseling ditempatkan hanya sebagai pelengkap. Padahal sejak kurikulum 1975 bimbingan dan konseling diposisikan sebagai bagian integral dari pendidikan. Kini sudah saatnya dilakukan penegasan ulang bahwa bimbingan dan konseling adalah bagian tepadu dari pendidikan; dan kini saatnya pula untuk meletakkan prinsip kebijaksanaan itu di dalam praktek. Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan bagian terpadu dari sistem pendidikan yang dilandasi oleh : (1) landasan konseptual penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah bimbingan dan konseling perkembangan, (2) dasar legal penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling adalah eksistensi bimbingan dan konseling dalan sistem pendidikan nasional, (3) konselor profesional adalah orang yang bertanggung jawab dan berkompeten menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling, dan (4) sistem manajemen sekolah yang mendukung program bimbingan dan Konseling.
Dan kami juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang membimbing mata kuliah Bimbingan dan Konseling atas bimbingannya pada semester ini meskipun baru memasuki awal perkuliahan. Kami juga mengharapkan agar makalah ini dapat dijadikan pedoman apabila, pembaca melakukan hal yang berkaitan dengan makalah ini, karena apalah gunanya kami membuat makalah ini apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.
Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by one person to another in making choice and adjustments and in solving problems. Dalam pengertian tersebut terkandung maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri, sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing (klien). Ini senada dengan pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh Rochman Natawidjaja (1978), yaitu : Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Selanjutnya Bimo Walgito (1982: 11) menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan para ahli, sehingga mendapatkan rumusan sebagai berikut: Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Selama ini guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah sudah bekerja untuk membantu siswa (konseli) agar lebih mandiri sehingga dapat berkembang lebih optimal dan berprestasi, hanya saja dalam pelaksanaanya masih banyak berorientasi pada ketercapaian program yang di buat pada awal kegiatan, baik awal tahun pelajaran, semester maupun kegiatan. Keadaan ini menunjukkan hasil yang dicapai dalam memberikan bantuan layanan kepada siswa belum optimal. Pelayanan Bimbingan dan Konseling bukan berdasarkan permasalahan dan kebutuhan siswa atau konseli, akan tetapi masih banyak diberikan karena tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh seorang konselor (guru Bimbingan dan Konseling). Hal ini tentu menjadikan pula program layanan layanan yang berdasarkan kebutruhan siswa sebagai konseli. Gambaran ini terlihat pada peserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) rayon 7 Lampung tahun 2008; diperoleh gambaran guru bimbingan dan konseling yang merencanakan dan melaksanakan program kegiatan Bimbingan dan Konseling berdasarkan kebutuhan siswa hanya 20 %, selebihnya 80% berdasarkan penyusunan program yang tidak didahului dengan needs asessment.
BAB II KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KON- SELING ATAU KONSELOR SEKOLAH DILIHAT DARI KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA 2.1. Kinerja Profesional Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor ............................................................................. 14