Tujuan penelitian secara umum adalah diperolehnya suatu pengetahuan tentang fisiologi dan histologi mata ikan pada jenis ikan yang banyak ditangkap oleh jaring pasif seperti gill net, trammel net dan trap net di perairan laut. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai adalah diketahuinya fisiologi dan histologi mata kerapu sunu (Plectropomus maculatus), dan kakap merah (Lutjanus sebae) yang meliputi: jumlah dan susunan sel reseptor kon (cone) dan rod (rod), ketajaman penglihatan, jarak pandang maksimum, dan kemampuan penglihatan dalam membedakan warna berkaitan dengan pola tingkah laku ikan saat melihat suatu lembar jaring (webbing) dengan warna berbeda.
RELM mempunyai 60% kemiripan asam amino dengan resistin. Kelompok protein tersebut tampaknya memegang peran dalam jaringan komunikasi antar organ yang kompleks, yaitu memodulasi keseimbangan energi dan metabolisme intermediet. 7,8
Dalam kenyataannya pada penelitian pada tikus awal diduga adanya hubungan antara kadar glukosa dengan konsentrasi resistin ini. Molekul ini diduga berhubungan dengan patofisiologi dari resistensi insulin dan diabetes tipe 2 yang menyebabkan obesitas. Resistin menyebabkan jaringan, terutama hati, menjadi kurang sensitive terhadap insulin. Pemberian antibodi terhadap resistin yang menetralkan efek hormon resistin menyebabkan meningkatan sensitifitas insulin pada tikus yang mengalami obesitas dan tikus dengan resistensi insulin. Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya hubungan antara obesitas dan diabetes tipe 2. Walaupun demikian kadar resistin yang beredar dalam sirkulasi ternyata tidak ada hubungannya dengan obesitas dan resistensi insulin serta tidak diatur oleh keadaan puasa atau pemberian leptin.
1.5 Kerangka Pikir
Penderita hepatitis C pada rentang usia dewasa madya berada pada tahap perkembangan dewasa madya (Santrock,2002). Pada rentang usia ini keadaan individu berkaitan dengan suatu masa menurunnya keterampilan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab, suatu periode dimana individu semakin sadar akan polaritas muda dan semakin berkurangnya jumlah waktu yang tersisa dalam kehidupan, suatu titik ketika individu berusaha meneruskan suatu yang berarti pada generasi berikutnya, dan suatu masa ketika individu mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karirnya, tetapi semua karakteristik ini tidak menggambarkan semua individu dalam rentang usia dewasa madya.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan pemberian asam lemak trans 5% dan 10% selama 8 minggu tidak dapat menurunkan jumlahsel darah merah Sprague Dawley. Namun demikian, pada penelitian ini dapat diketahui bahwa pemberian asam lemak trans 5% dan 10% dapat menurunkan selisih jumlahsel darah merah hewan coba antar masing-masing kelompok yang tidak bermakna secara statistik. Selisih jumlahsel darah merah pada kelompok tikus yang diberi asupan asam lemak trans yaitu kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2, semakin menurun nilainya jika dibandingkan dengan kelompok kontrol meskipun ketiganya sama-sama mengalami peningkatan jumlahsel darah merah. Dengan demikian, hasil penelitian ini belum sejalan dengan hipotesis yang diajukan bahwa pemberian tinggi asam lemak trans dapat menurunkan jumlahsel darah merah tikus Sprague Dawley. Hal ini dikarenakan stres oksidatif pada tubuh yang terjadi akibat respon inflamasi sistemik oleh asupan tinggi asam lemak trans merupakan proses yang kronik sehingga membutuhkan periode waktu yang lama.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh GE Egbung, et al. 10 dimana terjadi penurunan jumlahsel darah putih yang bermakna secara statistik pada kelompok yang diberi asam lemak trans. Terdapat beberapa faktor yang mungkin dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, dosis pemberian asam lemak trans pada penelitian ini adalah sebesar 5% dan 10% dari total kalori. Kadar ini lebih kecil dari dosis penelitian sebelumnya yaitu sebesar 15% dan 25%. dari total kalori. Kedua, penelitian ini menggunakan tikus Sprague Dawley dengan berat berkisar antara 190-260 gram. Tikus ini merupakan varian tikus yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tikus yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu tikus wistar albino yang memiliki berat berkisar antara 70-140 gram. Ketiga, metoda yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan membandingkan jumlahsel darah putih sesudah perlakuan dengan sebelum perlakuan pada tiap kelompok serta membandingkan selisih jumlahsel darah putih antara sesudah dengan sebelum perlakuan antar kelompok sedangkan pada penelitian sebelumnya metoda yang digunakan adalah Post test only design yang hanya dengan membandingkan jumlahsel darah putih sesudah perlakuan antara tiap-tiap kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.
Alloxan menghasilkan efek diabetogeniknya dengan produksi hidrogen peroksida (Drews et al. 2000). Dengan adanya Fe 2+ dan hidrogen peroksida terbentuklah radikal hidroksil bereaktivitas tinggi oleh reaksi Fenton. Hal ini menimbulkan gangguan dalam sistem homeostasis kalsium intraseluler, yaitu terjadi peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler yang menyebabkan kerusakan pada sel β pulau Langerhans (Szkudelski 2001). Dunn et al. (1943) dalam Szkudelski (2001) melaporkan mekanisme alloxan secara singkat dalam merusak sel β pankreas, antara lain dengan oksidasi komponen sel bergugus SH-, menghambat aktivitas glukokinase, pembentukkan radikal bebas, dan merusak sistem homeostasis intraseluler kalsium.
E-mail: rizky.rosnaputra@Gmail.com
Abstrak
Iridologi sebagai ilmu pengetahuan didasarkan pada analisis susunan iris mata. Secara khusus iris memiliki kelebihan spesifik, yaitu dapat merekam semua kondisi organ, konstruksi tubuh, serta kondisi psikologis. Jejak rekaman yang berkaitan dengan tingkat-tingkat intensitas atau penyimpangan organ-organ tubuh yang disebabkan oleh penyakit terdata secara sistematis serta terpola pada iris mata dan sekitarnya. Hal ini dapat dijadikan pedoman praktis untuk melakukan diagnosis terhadap aneka penyakit. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai diagnosis kondisi organ dengan melihat citra iris mata. Dalam Tugas Akhir ini, perangkat lunak mampu melakukan ekstraksi ciri menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dan mengklasifikasikan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. Citra mata yang akan diolah terlebih dahulu dipisahkan dari citra mata untuk selanjutnya dilakukan perubahan ke citra aras keabuan dan peningkatan kualitas citra menggunakan adaptif histogram. Proses selanjutnya adalah mengubah citra iris kedalam bentuk rectangular dan pengambilan Region Of Interest pada citra mata yang berhubungan dengan organhati, langkah terakhir adalah dengan mengekstraksi ciri dari ROI citra iris mata menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dan menklasifikasikan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan . Dari hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa sistem pengenalan iris mata ini menunjukkan hasil pengenalan yang baik. Dari 15 citra iris mata yang diuji, program ini dapat mefngenali 14 citra, sehingga pengenalannya 96,667%.
Iridologi sebagai ilmu pengetahuan didasarkan pada analisis susunan iris mata. Secara khusus iris memiliki kelebihan spesifik, yaitu dapat merekam semua kondisi organ, konstruksi tubuh, serta kondisi psikologis. Jejak rekaman yang berkaitan dengan tingkat-tingkat intensitas atau penyimpangan organ-organ tubuh yang disebabkan oleh penyakit terdata secara sistematis serta terpola pada iris mata dan sekitarnya. Hal ini dapat dijadikan pedoman praktis untuk melakukan diagnosis terhadap aneka penyakit. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai diagnosis kondisi organ dengan melihat citra iris mata. Dalam Tugas Akhir ini, perangkat lunak mampu melakukan ekstraksi ciri menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dan mengklasifikasikan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. Citra mata yang akan diolah terlebih dahulu dipisahkan dari citra mata untuk selanjutnya dilakukan perubahan ke citra aras keabuan dan peningkatan kualitas citra menggunakan adaptif histogram. Proses selanjutnya adalah mengubah citra iris kedalam bentuk rectangular dan pengambilan Region Of Interest pada citra mata yang berhubungan dengan organhati, langkah terakhir adalah dengan mengekstraksi ciri dari ROI citra iris mata menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dan menklasifikasikan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan . Dari hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa sistem pengenalan iris mata ini menunjukkan hasil pengenalan yang baik. Dari 15 citra iris mata yang diuji, program ini dapat mefngenali 14 citra, sehingga pengenalannya 96,667%.
OrganHati dan Proses Biotransformasi Aflatoksin
Organhati merupakan satu-satunya organ yang melakukan fungsi detoksikasi. Organ ini menerima berbagai jenis senyawa dari darah yang masuk ke dalam tubuh melalui jalur saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan penyuntikan. Bahan toksikan yang masuk ke tubuh akan mengalami proses biotransformasi dalam upaya mendetoksikasi bahan tersebut. Proses ini akan mengubah sifat toksikan yang semula larut lemak menjadi bahan yang mudah larut dalam air sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh (ekskresi). Proses biotransformasi terjadi di retikulum endoplasmik yang melibatkan sistem enzim sitokrom P-450 dan sitosol. Selama proses biotransformasi, toksikan akan mengalami dua fase proses detoksikasi. Fase I terjadi di retikulum endoplasmik dan toksikan akan mengalami pemaparan atau penambahan kelompok-kelompok fungsional oleh 2 sistem enzim. Sistem enzim yang terlibat adalah sistem enzim pada sitokrom P-450 (mixed function oxygenase, MFO) dan mixed function amine oxidase (flavin monooxygenase). Toksikan akan mengalami proses oksidasi, reduksi dan hidrolisis di fase I. Metabolit yang dihasilkan dapat langsung diekskresikan atau masuk ke sistem yang berlaku di Fase II. Fase ini terjadi di sitosol dan enzim-enzim yang terlibat pada fase ini akan mengkonjugasi toksikan.
OrganHati dan Proses Biotransformasi Aflatoksin
Organhati merupakan satu-satunya organ yang melakukan fungsi detoksikasi. Organ ini menerima berbagai jenis senyawa dari darah yang masuk ke dalam tubuh melalui jalur saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan penyuntikan. Bahan toksikan yang masuk ke tubuh akan mengalami proses biotransformasi dalam upaya mendetoksikasi bahan tersebut. Proses ini akan mengubah sifat toksikan yang semula larut lemak menjadi bahan yang mudah larut dalam air sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh (ekskresi). Proses biotransformasi terjadi di retikulum endoplasmik yang melibatkan sistem enzim sitokrom P-450 dan sitosol. Selama proses biotransformasi, toksikan akan mengalami dua fase proses detoksikasi. Fase I terjadi di retikulum endoplasmik dan toksikan akan mengalami pemaparan atau penambahan kelompok-kelompok fungsional oleh 2 sistem enzim. Sistem enzim yang terlibat adalah sistem enzim pada sitokrom P-450 (mixed function oxygenase, MFO) dan mixed function amine oxidase (flavin monooxygenase). Toksikan akan mengalami proses oksidasi, reduksi dan hidrolisis di fase I. Metabolit yang dihasilkan dapat langsung diekskresikan atau masuk ke sistem yang berlaku di Fase II. Fase ini terjadi di sitosol dan enzim-enzim yang terlibat pada fase ini akan mengkonjugasi toksikan.
Ketika latihan dilakukan dengan intensitas mulai dari yang ringan sampai sedang, dimana permintaan energi tidak dapat dipenuhi dengan segera, tetapi butuh waktu yang cukup untuk memobilisasi asam lemak yang digunakan un- tuk memenuhi energi yang digunakan, sehingga akan ada aktivasi lebih besar dari enzim lipase lipoprotein. Pada gilirannya, akan terjadi pe- ningkatan laju lipolisis, asam lemak dari jaringan adiposa akan dioksidasi yang disebabkan oleh latihan yang berlangsung lama, menyebabkan penurunan massa lemak dan akumulasi lemak di hati (Achten & Jeukendrup 2003; Bahr & Sejer- sted 1991). Rector et al. (2008) juga menyimpul- kan bahwa aktivitas fisik setiap hari di atas roda berjalan pada tikus obes mengurangi akumulasi lemak di hati. Hasil penelitian ini juga menun- jukkan bahwa kandungan senyawa bioaktif te- pung buah naga merah terutama flavonoid efektif dalam mencegah akumulasi lemak sentral.
Sampel yang diambil adalah susu kandang (bulk milk), yaitu susu yang berasal dari beberapa sapi, kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam milk can. Kemungkinan meningkatnya jumlahsel somatis di dalam susu di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: individu sapi berada dalam kondisi akhir kebuntingan atau setelah melahirkan (3 bulan post partus) (Robinson 1997). Hal ini merupakan proses alami dalam mempersiapkan kelahiran sapi dan untuk meningkatkan mekanisme proses pertahanan kelenjar susu pada masa kelahiran (Rice 1993). Hal ini didukung oleh pernyataan Kurniawati et al. (2002); Sharif dan Muhammad (2008) bahwa peningkatan jumlahsel somatis terjadi pada masa akhir kebuntingan dan beberapa minggu setelah melahirkan meski tidak terjadi status infeksi. Jumlahsel somatis akan menurun dengan cepat beberapa minggu setelah melahirkan pada sapi yang tidak mengalami infeksi sehingga peningkatan jumlahsel somatis hanya bersifat sementara.
Menurut Fardiaz(1992), bakteri tumbuh dengan cara pembelahan biner, yang berarti satu sel membelah menjadi dua sel. Waktu generasi yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk membelah, bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhan. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahanpngan tersebut. Perubahan yang dapat terlihat dari luar yaitu perubahan warna, pembentukan lapisan pada permukaan makanan cair atau padat, pembentukan lendir, pembentukan endapan atau kekeruhan pada miniman, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya.
Sampel yang diambil adalah susu kandang (bulk milk), yaitu susu yang berasal dari beberapa sapi, kemudian dikumpulkan menjadi satu dalam milk can. Kemungkinan meningkatnya jumlahsel somatis di dalam susu di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: individu sapi berada dalam kondisi akhir kebuntingan atau setelah melahirkan (3 bulan post partus) (Robinson 1997). Hal ini merupakan proses alami dalam mempersiapkan kelahiran sapi dan untuk meningkatkan mekanisme proses pertahanan kelenjar susu pada masa kelahiran (Rice 1993). Hal ini didukung oleh pernyataan Kurniawati et al. (2002); Sharif dan Muhammad (2008) bahwa peningkatan jumlahsel somatis terjadi pada masa akhir kebuntingan dan beberapa minggu setelah melahirkan meski tidak terjadi status infeksi. Jumlahsel somatis akan menurun dengan cepat beberapa minggu setelah melahirkan pada sapi yang tidak mengalami infeksi sehingga peningkatan jumlahsel somatis hanya bersifat sementara.
8
hilang dalam urin. Pada umumnya jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan berat penyakitnya dan asupan karbohidratnya. Kadar glukosa darah puasa sewaktu pagi hari normalnya adalah 80 sampai 90 mg/dl, dan 110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas atas kadar normal. Pada penderita diabetes, konsentrasi glukosa darah puasa hampir selalu diatas 110 mg/dl dan sering diatas 140 mg/dl, dan uji toleransi glukosa hampir selalu abnormal. Diagnosa juga dapat dilakukan dengan mencium bau pernafasan penderita diabetes melitus yang cenderung bau aseton akibat jumlah asam asetat yang meningkat pada penderita diabetes berat yang diubah menjadi aseton, aseton ini mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi sehingga bau aseton dapat tercium pada nafas penderita diabetes. Asam keto juga dapat ditemukan dalam urin melalui cara kimia dan jumlah asam keto ini dipakai untuk menentukan tingkat penyakit diabetes.
Oleh sebab itu, melihat bahwa Indonesia merupakan negara yang berisiko tinggi terhadap kejadian perlemakan hati atau fatty liver, serta terkenal sebagai produsen buah pinang terbesar, peneliti melakukan penelitian tentang efek ekstrak biji pinang (Areca catechu) terhadap gambaran sellemak hepar tikus putih (Rattus novergicus strainwistar) dengan perlemakan hati non alkoholik. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh zat antioksidan (Proantocianidin) yang terkandung dalam biji pinang dalam perbaikan gambaran sellemak pada tikus yang diinduksi dengan diet tinggi kolesterol, aloksan, dan PTU sehingga tidak berkembang menjadi spektrum penyakit hati selanjutnya.
Solid, produk samping dari pengolahan minyak kelapa sawit sangat melimpah di Kalimantan Tengah. Diperkirakan + 400 ton solid per hari dihasilkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit mentah (CPO). Bahan ini mengandung protein kasar (PK) 12,63-17,41%; serat kasar (SK) 9,98-25,79%; lemak kasar (LK) 7,12-15,15%; energi bruto 3.217-3.454 kkal/kg dan CPO 1,5%. Komposisi yang demikian dapat menjadikan bahan ini menjadi komponen yang baik untuk ransum ayam broiler. Suatu percobaan telah dilakukan pada ayam broiler strain Hubbard di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kandungan kolesterol, asam-asam lemak dan vitamin A dalam daging dan hati ayam broiler yang diberi solid dalam ransumnya. Penelitian dirancang menurut rancangan acak lengkap. Perlakuan pakan yang mengandung solid dalam ransum yaitu 0%; 12,5%; 25%; dan 37,5%. Penelitian ini menggunakan 400 ekor ayam yang dibagi dalam 4 perlakuan 5 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 20 ekor. Data yang diperoleh diolah secara statistik dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum yang mengandung solid 25% menurunkan kandungan lemak total dan kolesterol daging dan hati tetapi meningkatkan kandungan asam-asam lemak tidak jenuh pada daging. Kandungan vitamin A pada daging dan hati tertinggi pada pemberian solid 12,5%.
Niasin atau yang lebih umum dikenal sebagai vitamin B3 merupakan bagian dari vitamin B kompleks yang diperlukan oleh tubuh dan merupakan vitamin larut dalam air yang banyak ditemukan di berbagai campuran herbal serta dalam minuman berenergi. Niasin dapat meningkatkan metabolisme lemak dan membantu tubuh mengubah karbohidrat menjadi glukosa sehingga lebih mudah menjadi energi. Oleh karena itu, niasin dijadikan salah satu komponen minuman berenergi dengan harapan peningkatan metabolisme lemak akan meningkatkan jumlah kalori yang tersedia. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan dari vitamin ini adalah 14 sampai 16 mg/ hari pada orang dewasa, 18 mg/ hari untuk ibu hamil, dan 2 sampai 12 mg/ hari untuk anak-anak (Mackay et al., 2012). Normalnya niasin sebanyak 16 mg/ hari sudah mencukupi kebutuhan seorang laki-laki dewasa tetapi pada minuman berenergi diberi dosis lebih dari 20-30 mg atau 0, 45 mg/kgBB untuk meningkatkan metabolisme lemak. Dosis yang berlebihan ini akan menimbulkan masalah bila dikonsumsi terus- menerus. Niasin dengan dosis lebih dari 500 mg mengakibatkan peningkatan asimtomatik kadar enzim aminotransferase serum pada 20% orang dan menunjukkan efek lebih serius pada konsumsi lebih dari 1,5-3 gram/hari (Korth and Backes, 2012; Mackay et al., 2012). Namun laporan kasus dari Vivekanandarajah et al. (2011) menyebutkan bahwa konsumsi niasin 300 mg/hari (sepuluh botol/hari dengan kandungan niasin 30mg/botol minuman berenergi) sudah menyebabkan gejala toksik pada hati. Manifestasi hepatotoksik niasin meliputi kenaikan enzim fungsional hati, nekrosis sel-selhati, steatosis bahkan gagal hati.
Peningkatan deposit feritin ditemukan pada organ penderita HIV/AIDS. Penelitian pada sumsum tulang penderita HIV dewasa menun- jukkan peningkatan kadar besi makrofag pen- derita yang terinfeksi Candida, Pneumocystis dan Mycobacterium dan tingginya kadar besi makrofag dihubungkan dengan penurunan daya tahan hidup penderita. Kadar feritin se- rum yang tinggi dihubungkan dengan pro- gresivitas cepat infeksi HIV yang menunjukkan kelebihan besi menyebabkan efek buruk. Te- lah dihipotesiskan bahwa kelebihan besi pada jaringan merugikan karena berefek sitotoksik terhadap sel efektor sistem imun. 9-11
Hasil penelitian ini ditekankan pada analisis terhadap organ mata kelompok ikan yang dalam cara menangkapnya banyak menggunakan jaring yang bersifat pasif (gill net, set net, dan trammel net). Ikan tersebut terdiri dari Beronang (Siganus canaliculatus), dan Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang ditangkap diperairan laut Jepara dan sekitarnya. Tujuan penelitian adalah diperolehnya suatu pengetahuan tentang fisiologi dan histologi mata ikan Beronang (Siganus canaliculatus), dan Kakap Merah (Lutjanus sebae) yang meliputi: jumlah dan susunan sel reseptor kon (cone) dan rod (rod), ketajaman penglihatan, jarak pandang maksimum, dan kemampuan penglihatan dalam membedakan warna berkaitan dengan pola tingkah laku ikan saat melihat suatu lembar jaring (webbing) dengan warna berbeda. Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk mengetahui pola tingkah laku ikan berdasarkan fisiologi dan histologi penglihatan dalam kaitan untuk pengembangan alat tangkap agar efektif, efisien, dan ramah lingkungan.