Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam dan dari luar. Faktor yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah faktor dari luar, antara lain komunikasiorangtua. Orangtua termasuk dalam lingkungan pendidikan atau dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan, mempunyai tanggung-jawab akan keberhasilan pendidikan anaknya. Dalam kegiatan belajar anak, komunikasiorangtua sangat penting. Oleh karena itu, keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak dapat diwujudkan dengan memperhatikan kemajuan pendidikan anak terlibat dalam kegiatan belajar, menciptkan kondisi belajar yang baik, memberi bimbingan belajar, memberi motivasi belajar, menyediakan fasilitas belajar yang lengkap agar tercapai prestasi belajar yang optimal.
Komunikasi antara orangtua dengan anak harus dibangun secara harmonis untuk menanamkan pendidikan yang baik pada anak. Buruknya kualitas komunikasi orangtua dengan anak berdampak buruk bagi keutuhan dan keharmonisan keluarga. Seperti contoh, kurangnya pola komunikasiorangtua terhadap anak tentang berinternet sehat di Surabaya sehingga mengakibatkan menjadi penyalahgunaan internet oleh anak yang merupakan akibat dari buruknya komunikasi interpersonal yang terjalin dalam keluarga. Perkembangan emosi anak dipengaruhi oleh perubahan pola interaksi dan pola komunikasi dalam keluarga.
Peneliti melihat adanya komunikasi antara orangtua siswa dengan pihak sekolah Bait Qur'any yang menggunakan model komunikasi Sailer, proses komunikasinya dilakukan secara primer dan sekunder serta bentuk komunikasinya adalah menggunakan komunikasi antar pribadi dan kelompok. Kemandirian siswa dan siswi TK B Bait Qur'any At-Tafkir BSH mencapai 74,7%, BSB mencapai 13% MM mencapai 8, 4% dan BM mencapai 0,3%, tingkat kemandirian tersebut pengruh dari komunikasiorangtua dengan guru yang dibangun di TK Bait Qur'any untuk menyamakan visi,misi dan tujuan pendidikan siswa/siswinya, dari program-program komunikasinya seperti CAS, buku penghubung, komunitas sekolah ibu, komunitas bait qur'any, pembagian rencana pembelajaran setiap bulan, dan konsultasi, TK Bait Qur'any berusaha untuk menjalin hubungan dengan para orangtua, dan sling bekerjasama dalam merealisasikan visi, misi dan tujuan pendidikan sehingga selalu berada dalam rel yang sama dalam mendidik anak.
Tahapan-tahapan proses dalam mencapai komunikasiorangtua secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri, orang lain dan segala sesuatu diluar dirinya, sehingga tidak pernah merasa tersisih dan kesepian. Siswa yang mampu berinteraksi terhadap sosialnya dan mendapatkan kepercayaan diri yang baik mempunyai ciri bertindak mandiri dengan membuat pilihan dan mengambil keputusan sendiri, seperti menjalin relasi dengan orang lain, memiliki tanggung jawab serta mampu bertindak dengan segera. memiliki keyakinan yang kuat, memiliki persepsi diri yang positif serta suka mencari tantangan baru dan mau melibatkan diri dengan lingkungan yang lebih luas, mengungkapkan perasaannya dengan spontan, dan mampu mempengaruhi orang lain.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayahNya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PENGARUH KOMUNIKASIORANGTUA TERHADAP ANAK”. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Kedua orangtua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuskesan berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagian dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahannya yaitu apakah ada hubungan antara kualitas komunikasiorangtua-anak dengan kepercayaan diri pada siswa sekolah modelling?. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan antara Kualitas KomunikasiOrangTua-Anak dengan Kepercayaan Diri pada Siswa Sekolah Modelling”.
Selain mengetahui rahasia-rahasia dan trik-trik mengemis, mereka juga memiliki kepiawaian serta pengalaman yang dapat menyesatkan (mengaburkan) anggapan masyarakat, dan memilih celah-celah yang strategis. Selain itu mereka juga memiliki berbagai pola mengemis yang dinamis, seperti bagaimana cara-cara menarik simpati dan belas kasihan orang lain yang menjadi sasaran. Misalnya di antara mereka ada yang mengamen, bawa anak kecil, pura-pura luka, bawa map sumbangan yang tidak jelas, mengeluh keluarganya sakit padahal tidak, ada yang mengemis dengan mengamen atau bermain musik yang jelas hukumnya haram, ada juga yang mengemis dengan memakai pakaian rapi, pakai jas dan lainnya, dan puluhan cara lainnya untuk menipu dan membohongi manusia.
Broken home adalah suatu keadaan keluarga yang masih utuh akan tetapi karena masing- masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai kesibukan masing-masing sehingga mereka tidak sempat memberi perhatian mereka terhadap anaknya. Tuntutan ekonomi juga membuat orangtua sibuk bekerja untuk mencari uang daripada meluangkan waktu untuk berkomunikasi dendan anaknya. Hal ini terlihat pada keluarga yang secara ekonomis kurang mampu, sehingga orangtua harus mencari nafkah dan tidak ada waktu untuk mengasuh anaknya. Keadaan ini jelas tidak menguntungkan perkembangan anak sehingga anak yang demikian mudah mengalami frustasi.
Menurut Gertrude Jaeger (1977), peran agen sosialisasi pada tahap awal ini, terutama orangtua, sangat penting. Sang anak (khususnya pada masyarakat modern Barat) sangat tergantung pada orangtua dan apa yang terjadi antara orangtua dan anak pada tahap ini jarang diketahui orang luar. Pada tahap ini, bayi belajar bekomunikasi secara verbal dan nonverbal; ia mulai berkomunikasi bukan saja melalui pendengaran dan penglihatan, tetapi juga melalui pancaindera lain, terutama sentuhan fisik. Kemampuan berbahasa ditanamkan pada tahap ini. Sang anak mulai memasuki play stage dalam proses pengambilan peran orang lain.
Sejak bayi manusia menjadi Homo Sociologius (makhluk hidup), atau barang kali lebih sering didengar sebagai makhluk sosial, yaitu manusia yang hidup bersama dengan orang lain di dalam masyarakat, dia telah melakukan komunikasi dengan sesamanya untuk memenuhi kepntingan- kepentingan dirinya maupun bagi kepentingan orang lain. Makhluk muda itu mulai mengerti siapa dirinya, siapa orang yang dihadapinya, apa saja peran mereka, dan apa pula peran dirinya dalam berintaraksi dengan pihak lain tersebut, setelah itu manusia muda akan semakin berkembang itu justru tidak akan pernah dapat menghindari diri dari yang namanya komunikasi. (Sutaryo, 2005 : 1).
Dari pengertian di atas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas, dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi. Terdapat tiga pola komunikasi hubungan orangtua dan anak, yaitu : Authoritarian (cenderung brsikap bermusuhan), Permissive (cenderung berperilaku bebas), Authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan) (Yusuf,2001:51).
Sejak bayi manusia menjadi Homo sociologius (makhluk hidup), atau barang kali sering didengar sebagai makhluk sosial, yaitu manusia yang hidup bersama dengan orang lain di dalam masyarakat, dia telah melakukan komunikasi dengan sesamanya untuk memenuhi kepentingan-kepentingan dirinya maupun bagi kepentingan orang lain. Makhluk muda itu mulai mengerti siapa dirinya, siapa orang yang dihadapinya, apa saja peran mereka, dan apa pula peran dirinya dalam berinteraksi dengan pihak lain tersebut, setelah itu manusia muda yang akan semakin berkembang justru tidak akan pernah dapat menghindari diri dari yang namanya komunikasi (Sutaryo, 2005 : 1).
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melihat bagaimana pola komunikasi yang dilakukan oleh orangtua sebagai Polisi dengan anak kandung yang menginjak remaja agar tidak terkena pengaruh negatif dari faktor lingkungan yang berubah dan pengaruh teknologi. Mengingat orangtua adalah sebagai panutan maka tingkah laku anak harus sesuai dengan kepribadian orangtua, tujuannya dari penelitian ini agar dapat menjadi pembelajaran bagi orangtua. Terdapat tiga pola komunikasi dalam lingkungan keluarga antara orangtua dengan anak (Yusuf, 2001 : 51) yaitu : Authotarian (cenderung bersikap bermusuhan), Permissif (cenderung berperilaku bebas) dan Authorative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini :
Menurut Sarwono (1997), karena sifat kemudaannya remaja kurang dapat mengendalikan diri. Terutama kalau yang harus dikendalikan itu adalah perasaannya, termasuk perasaan tentang seks. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan seksual bagi sebagian orang akan menyebabkan penyimpangan seksualitas. Bila dorongan itu berhasil untuk pertama kalinya, maka seterusnya akan lebih mudah dilakukan. Bagi remaja, penyesuaian seksual bukanlah sesuatu yang mudah dan ringan, karena tanpa terelakkan akan memunculkan kecemasan, kekhawatiran serta stres bahkan dapat pula menjadi satu problema khusus, apalagi bila remaja hidup dalam masyarakat yang menempatkan seks dengan persepsi negatif.
Penelitian ini menemukan 3 aspek yang berhubungan dengan kreativitas, yaitu karakteristik anak kreatif, konsep dalam mendidik anak kreatif, pendorong kreativitas anak dan penghambat anak kreatif. Karakteristik anak kreatif meliputi anak kreatif memiliki rasa ingin tahu tinggi yang terlihat pada kebiasaan mereka yang sering sekali bertanya, anak kreatif juga memiliki ketekunan dalam mengerjakan tugasnya, mereka juga senang sekali protes apabila menemukan sesuatu yang meragukan. Sedangkan konsep dalam mendidik anak kreatif adalah memberikan permainan yang bisa merangsang kreativitas, membacakan dongeng kepada mereka agar hubungan antara orangtua dan anak berjalan harmonis, mengajarkan nilai-nilai kebaikan agar anak berakhlak mulia, mengajarkan membaca dan menulis agar banyak mendapat tambahan ilmu, memperdengarkan musik-musik instrumental. Sedangkan, hal-hal yang bisa mendorong kreativitas anak meliputi komunikasiorangtua dan anak berjalan baik karena sesungguhnya orang yang paling dekat dengan anak adalah orangtua, kabulkanlah semua keinginan mereka yang baik-baik agar imajinasi mereka tersalurkan, buatlah lingkungan anak senyaman mungkin agar anak merasa tenang dalam berkreasi, tidak memaksakan kehendak kepada anak agar tidak merasa terkekang. Sedangkan faktor penghambat anak kreatif diantaranya sikap orangtua yang terlalu disiplin kepada anak sehingga anak tidak bisa berekspresi, penyakit cacar karena bisa mengurangi rasa percaya diri karena bekas penyakit cacar, merokok karena dapat mengurangi intelegensi anak, tidak mendapat air susu ibu sehingga cara bergaulnya kurang luwes, dan pelukan dari orangtua kepada anak sehingga membuat anak merasa terlindungi.
Bagi anak yang memiliki keterbelakangan mental sangat susah untuk berkomunikasi kepada orang-orang disekitar sehingga menghambat perkembangan anak secara psikis maupun biologis. Ditambah lagi dengan ketidak pahaman orangtua dalam melakukan komunikasi dengan anak yang mengalami keterbelakangan mental misalnya anak yang mengalami keterbelakangan mental banyak orangtua menggunakan komunikasi seperti pada umumnya, padahal anak-anak ini membutuhkan perhatian khusus dan komunikasi dengan cara yang berbeda dari anak-anak normal lainnya, ketidak pahaman orangtua serta kesibukan orangtua membuat anak yang mengalami keterbelakangan mental menjadi semakin mengalami penurunan dalam proses komunikasi dan perkembangannya. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti bentuk komunikasiorangtua yang memiliki anak keterbelakangan mental. Dalam komunikasi keseharian atau sehari-hari orangtua biasanya berkomunikasi seperti berkomunikasi dengan anak-anak normal pada umumnya, padahal anak keterbelakangan mental merupakan anak yang dikategorikan anak berkebutuhan khusus misalnya dalam hal komunikasi harusnya menggunakan komunikasi yang dapat ia pahami sesuai dengan kondisi. Dalam berkomunikas orangtua belum memahami kondisi sehingga ketika berkomunikasi sering terjadi kesalahan. Melihat fenomena ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap orangtua tentang komunikasiorangtua dengan anak yang mengalami keterbelakangan mental. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Komunikasi Antar Pribadi OrangTua dengan Anak yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan Bagaimana komunikasi antar pribadi orangtua dengan anak yang mengalami keterbelakangan mental. Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsika komunikasi antar pribadi yang digunakan orangtua dengan anak yang mengalami keterbelakangan mental.
Munawaroh (2012) menungkapkan komunikasi yang dilakukan remaja dan orangtua biasanya berkaitan dengan masalah yang dihadapi remaja, menjadi tanggung jawab orangtua. Komunikasi adalah adanya dialog dan kerjasama dalam segala hal dan hubungan timbal balik antara anggota keluarga, misal antara orangtua dan anaknya. Komunikasiorangtua merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara orangtua dan anak yang berlangsung secara tatap muka dan dua arah (interpersonal) dan disertai adanya niat atau intense dari kedua belah pihak.
Menurut sebagian orangtua awal masa anak-anak adalah usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Karena pada masa ini anak-anak dalam proses pengembangan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan. Orangtua juga menganggap masa anak-anak itu sebagai usia mainan. Karena anak mudah menghabiskan sebagian besar waktu bermain dengan mainannya.
Maksudnya, sungguh rendah diri adalah bagian dari rahmat yang kokoh bersemayam didalam jiwa. Dan juga bisa untuk menunjukan tujuan akhir. Kemudian Allah SWT memerintahkan para hambanya agar berkasih sayang kepada orangtua mereka dan mendo’akan mereka. Hendaknya engkau menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangimu dan juga lemah lembut kepada keduanya sebagaimana keduanya lemah lembut kepadamu. Karena keduanya telah menolongmu ketika kamu masih kecil, bodoh dan sangat membutuhkan sehingga keduanya mengutamakanmu dari pada diri mereka sendiri. Keduanya begadang dimalam hari, keduanya lapar demi mengenyangkanmu,keduanya berpakaian compang-camping demi memberikan pakaian untukmu, maka kamu tidak akan bisa mebalas kebaikan keduanya kecuali ketika keduanya telah lanjut usia sampai batas usia mereka tidak berdaya seperti kamu masih kecil,lalu kamu mengurusinya dengan baik sebagaimana keduanya telah mengurusmu dengan baik pula. Dengan demikian kedua orangtua memiliki hak untuk diutamakan.
Pernikahan dini (early mariage) merupakan suatu pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki umur yang relatif muda. Umur yang relatif muda yang dimaksud tersebut adalah usia pubertas yaitu usia antara 10-19 tahun. Permasalahan kesehatan reproduksi dimulai dengan adanya pernikahan dini yang hasilnya yaitu pada perempuan usia 10-54 tahun terdapat 2,6 persen menikah pada usia kurang dari 15 tahun kemudian 23,9 persen menikah pada usia 15-19 tahun. Di Sulawesi Utara, usia menikah kurang dari 14 tahun adalah 0,5 persen, sedangkan usia menikah antara 15 tahun sampai 19 tahun adalah 33,5 persen. Banyaknya kejadian pernikahan pada usia muda yaitu usia dibawah 19 tahun yang merupakan salah satu permasalahan yang berkaitan dengan sistem reproduksi pada remaja yang sangat memerlukan perhatian khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian pernikahan dini antara lain adalah faktor peran orangtua dalam komunikasi keluarga, pendidikan orangtua, pendidikan responden dan pekerjaan responden. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini adalah faktor peran orangtua dalam komunikasi keluarga, pendidikan orangtua dan pendidikan responden. Faktor yang paling dominan terhadap pernikahan dini dalam penelitian ini adalah peran orangtua dalam komunikasi keluarga. Oleh karena itu diharapkan masyarakat khususnya orangtua (keluarga) dapat meningkatkan dukungan dan kepedulian terhadap generasi muda agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang.