• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 LANDASAN TEORI

2.2.3 Unsur-Unsur Intrinsik Syair

2.2.3.4 ةروصنا /al-ṣūratu/ Bentuk

Menurut Muzakki (2011: 86) bentuk adalah sarana yang terdapat dalam karya sastra yang terdiri dari struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri dari bentuk bahasa, sedangkan struktur batin terdiri dari pikiran, makna dan perasaan.

Struktur fisik juga disebut dengan stuktur luar, struktur ini berkaitan dengan pilihan kata (diksi), struktur bunyi, penempatan kata dalam kalimat, penyusunan kalimat, penyusunan bait dan tipografi (irama). Sedangkan struktur batin disebut juga dengan struktur dalam yang berkaitan dengan dengan isi, tema, pesan atau makna yang tersirat dibalik struktur luar (Muzakki, 2011: 51).

Adapun contoh bentuk atau bahasa sastra adalah pada pantun yang terkenal dari masa ke masa berikut ini (Pradopo, 1999: 147) :

Berakit-akit ke hulu Berenang-renang ketepian Bersakit-sakit dahulu Bersenang-senang kemudian

Bentuk bahasa yang terdapat dalam pantun tersebut tampak pada struktur fisiknya yang mengandung irama (tipografi) yaitu berakit-akit ke hulu,

berenang-49

renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, hal itu karena perulangan bunyi berturut-turut pada akhir baris yang memilki sajak ab-ab.

Kemudian pada pemilihan kata (diksi) dengan bahasa sederhana yaitu berakit-akit, berenang-renang, bersakit-sakit dan bersenang-senang sehingga mudah dipahami oleh pembaca dan pendengar dan jauh dari bahasa ilmiah yang sukar dipahami.

Bentuk bahasa juga dapat dilihat dari stuktur batinnya yaitu makna yang tersirat pada kalimat „bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian‟ artinya segala hal keinginan, harapan, cita-cita yang ingin dicapai harus didasari dengan kesabaran, kekuatan, usaha, doa dan perjuangan dengan melewati segala rasa sakit, kecewa ataupun lelah hingga pada akhirnya apa-apa yang kita harapkan akan terwujud dengan hasil yang baik di kemudian hari.

Ahmad Al-Syayib (dalam Muzakki, 2011: 86) menjelaskan bahwa bentuk

(حس٘لاصىا)

/al-ṣūratu/ akan dapat mengekspresikan pesan-pesan apabila; (a) bahasa sastra bersifat lugas (b) bahasa sastra berbeda karena perbedaan perasaan (c) bentuk sastra terkait dengan makna (d) bentuk sastra berbeda karena perbedaan penulis.

2.2.3.4.1 Bahasa Sastra Bersifat Lugas

Bahasa sastra bersifat lugas apabila bentuk bahasanya dapat mengekspresikan pesan-pesan dengan bahasa vang baik, mudah dipahami dan indah. Karena itu, bahasa sastra dituntut agar bersifat bebas, tegas, jauh dari istilah-istilah ilmiah dan kata-kata asing.

Berikut ini contoh bahasa sastra bersifat lugas pada lirik lagu Tamally Ma‟ak oleh Umar Diab:

ْٜػ ذٞؼث ٚزح ٘ىٗ , كبؼٍ ٜيَر كبؼٍ ٚيَر ,كإ٘ ٜجيق ٜف

/tamally ma‟āk, walaw hatta ba‟īd „anniy / /fiy qalbiy hawāka, tamally ma‟āk /

Aku selalu denganmu, dan walau kau jauh dariku Cintamu ada dihatiku, aku selalu denganmu

50

Bahasa yang lugas dan jauh dari bahasa ilmiah dan asing terdapat dalam lirik lagu diatas adalah

كبؼٍ ٜيَر

/tamally ma‟āk/ „Aku selalu denganmu‟, kata

ذٞؼث

/ba‟īd/ „jauh‟, kata

ٜجيق

/qalbiy/ „hatiku‟ dan kata

كإ٘

/hawāka/ „cintamu‟. Jadi kata yang dipilih dalam lirik lagu tidak memerlukan penafsiran dari kamus dalam memahami makna dan maksudnya tetapi dapat dimaknai secara langsung oleh pembaca dan pendengar karena bahasanya yang tidak sulit. Lirik lagu tersebut mengungkapkan sebuah perasaan cinta kepada seorang kekasih dengan padanan kata yang dapat dipahami secara langsung sehingga pesan dan maksud lagu dapat sampai ke hati pembaca.

2.2.3.4.2 Bahasa Sastra Berbeda Karena Perbedaan Perasaan

Ungkapan sebuah sastra berbeda karena perbedaan rasa apabila seandainya rasa itu sederhana atau pendek jangkauannya, maka rasa itu hanya memerlukan bentuk bahasa yang sederhana pula. Bahasa yang sederhana artinya apa adanya dan tidak berlebihan dalam suatu pengungkapan. Apabila seorang sastrawan yang ingin mengekspresikan keindahan yang sederhana, maka ia cukup menggunakan kata- kata yang sederhana. Seperti indahnya bunga mawar, indahnya taman, dan sebagainya (Muzakki, 2011: 87).

Berikut ini contoh bahasa sastra berbeda karena perbedaan rasa pada lagu

„bawa aku aku ke penghulu‟ oleh Lesti:

Pucuk dicinta ulam pun tiba kata pepatah Kubutuh cinta kamu pun datang bawa bahagia Pernah merasa sakitnya cinta hati kecewa Lalu kau hadir aku terlena tiada berdaya

Bahasa yang sederhana yang terdapat pada lagu diatas yaitu kubutuh cinta kamu pun datang bawa bahagia, pernah merasa sakitnya cinta hati kecewa dan lalu kau hadir aku terlena tiada berdaya. Pilihan kata yang digunakan dalam lagu

51

tersebut ditampilkan dengan bahasa yang sederhana, apa adanya sehingga dapat mengekpresikan perasaan dan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Lirik lagu tersebut menggambarkan tentang perasaan seorang yang sedang jatuh cinta kepada kekasih yang hadir di waktu yang tepat, dimana sebelumnya ia pernah merasakan kekecewaan dan sakit hati karena cinta, namun kehadiran kekasih barunya mampu membuatnya terlena tidak berdaya. Terlena berarti keadaan tidak sadar, nyenyak, maka begitu bahagianya dengan hati yang penuh perasaan cinta ia seakan tidak sadarkan diri.

2.2.3.4.3 Bentuk Sastra Terkait dengan Makna

Bentuk sastra sangat erat kaitannya dengan makna, irama, dan kata. Makna-makna majaz, irama (musikalitas), dan susunan kata yang indah sangat menentukan dalam bentuk bahasa sastra. Dengan demikian akan timbul dua macam kesan sastra, yaitu makna yang mengandung rasa (emosi), dan irama yang membantu timbulnya susunan yang serasi dan gaya yang indah.

Berikut ini contoh bentuk sastra terkait dengan makna (Pradopo, 199: 42):

Apakah dosa salahku ini?

Maka mendapat siksa begini Badan yang hidup berasa fani Seorang pun tiada mengasihani

Pada syair diatas menggunakan pemilihan kata yang indah dan mengandung irama. Irama tersebut terdapat pada setiap akhir kata dalam baris yaitu kata ini, begini, fani, dan mengasihi yang bersajak a-a-a-a sehingga ketika syair dilantunkan kesesuaian antara makna, irama dan kata yang dipadukan menjadi satu menciptakan kesan sastra yang melibatkan emosi pembaca. Makna yang terdapat pada syair diatas adalah seorang hamba yang mempertanyakan kesalahan apa yang telah ia lakukan sehingga harus mengalami penderitaan dan kepedihan yang sangat menyiksa diri hingga tubuh yang masih bernyawa sudah terasa mati namun tidak

52

ada satu orangpun yang memberikan rasa kasihan seperti bantuan, pertolongan bahkan rasa simpati. Maka keterikatan dari kata, irama dan makna inilah yang menjadi gaya bahasa yang indah didalam syair.

2.2.3.4.4 Bentuk Sastra Berbeda Karena Perbedaan Penulis

Rasa sastra berbeda satu sama lain, karena perbedaan si penulis sastra itu sendiri ketika mengekspresikan perasaannya. Para penyair saat mengekspresikan sesuatu yang dikagumi, tentu kekaguman mereka terhadap sesuatu itu akan bervariasi, dan mengungkapkannya dengan bahasa yang berbeda. Maka Perbedaan bentuk sastra dapat dilihat dari perspektif makna kata yang digunakan seorang penyair dalam memahami sebuah karya sastra.

Adapun contoh bentuk

(حس٘صىا)

dalam syair Al-Farazdaq ketika mengungkapkan uban yang putih mengekspresikannya dengan bintang-bintang yang gemerlapan di malam hari. Berikut syairnya (Muzakki, 2011: 90):

غٍا٘ى ةبجشىا ٚف تٞش قٝسبفر

* ً٘جّ ٔٞف سٞى وٞى ِسح بٍٗ

/tafariq saubu fiy sababi law mi`an * wama husnu layla laysa fiyha nujumu/ „uban-uban putih Nampak bagaikan bintang-bintang cemerlang bertabur hambur menjadikan si muda gagah bertambah keindahan malam kian hilang lengang tanpa bintang menantang dengan gemerlap mantap‟.

Sementara itu syair Al-Buhturi berikut ini:

ىا سبٕصأ تٞشىاٗ

ٔى بَف ةبجش

* ٔى بٖٞف ضٗشىا ِسحٗ ٚفخٝ

/wassaubu a`zzaharussababi famalahu * yakhfa wa husnu rauḍi fihalahu/

„Uban-uban putih bagaikan bunga-bunga bersih menjadikan tampan. Simuda gagah bertambah mengapa uban-uban kan selalu bersembunyi? Bukankah keindahan taman terletak pada bunga-bunga didalamnya‟.

53

Dari kedua syair tersebut pemakaian bahasa dalam karya sastra memang mempunyai spesifikasi tersendiri. Seperti syair al-Farazdaq ketika mengungkapkan uban yang putih mengekspresikannya dengan bintang-bintang yang gemerlapan di malam hari. Sedangkan syair Al-Buhturi menggambarkan uban yang putih dengan bunga-bunga hias yang tumbuh ditaman.

54 BAB III