• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 LANDASAN TEORI

2.2.1 Lirik Lagu )يئاىغنا زعشنا( /asy-syi'ru al-ghina'i/

2.2.2.2 Kritik Sastra Objektif

Kritik sastra objektif adalah pendekatan dalam kritik sastra yang dicetuskan ilmuwan sastra, M.H. Abrams. Pada sekitar tahun 1920, muncul kaum Kritikus Baru yang memberikan reaksi kepada kaum ekspresif (Abrams dalam Pradopo, 2017: 35).

Kaum ekspresif adalah kaum yang menganggap karya sastra itu merupakan ekspresi jiwa sastrawan, luapan emosi dan pikirannya (Abrams dalam Pradopo, 2017: 35).

Dengan demikian, segala tafsiran dikembalikan kepada pengarang sendiri yang merupakan sumber ekspresi tersebut. Di samping itu, tafsiran ekspresif membawa akibat bahwa karya sastra itu hanya merupakan riwayat hidup pengarang dan penelitian sering berpusat kepada pengarangnya sendiri, bukan pada karya sastranya (Abrams dalam Pradopo, 2017: 35). Kaum kritikus baru berpendapat bahwa yang terpenting dalam jalinan alam, pengarang, pembaca dan karya sastra adalah karya sastranya sendiri. Alam, pengarang dan pembaca itu berada diluar karya sastra. maka dalam mengkritik karya sastra harus dianalisis secara intrinsik (Pradopo, 2017: 35).

Jadi dalam analisis kritik objektif harus dianalisis dari segi unsur intrinsiknya.

Ciri khas kritik sastra objektif adalah penilaian yaitu dapat berbentuk sebagai evaluasi, pembanding, penafsiran, penghargaan dan pengukur didalam sebuah karya sastra. Kritik objektif pada orientasinya yaitu bahwa sebuah karya sastra itu, merupakan kebulatan yang utuh, khas dan berdiri sendiri (Hardjana dalam Pradopo, 2017: 241). Maka pada kritik objektif ini yang dipakai sebagai kriteria penilaian adalah bahwa karya sastra merupakan karya yang otonom lepas dari pengarang dan lingkungan yang mempengaruhinya. Karya sastra merupakan karya yang tersusun berdasarkan susunan yang membentuknya (Asriningsari dan Umaya, 2016: 56). Jadi, unsur-unsur yang membentuk karya sastra itulah yang menjadi kriteria dalam

27

penilaian sebuah karya sastra itu sendiri tanpa adanya pengaruh dari pengarang ataupun lingkungan sekitarnya.

Atar semi dalam muzakki (2011: 68) juga mengungkapkan bahwa Kritik objektif adalah kritik sastra yang menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Ia tidak perlu dilihat dari segi pengarang, pembaca atau dunia sekitarnya. Ia harus dilihat sebagai objek yang berdiri sendiri, memiliki dunia sendiri, atau kritik yang dilakukan pada aspek intrinsiknya saja. Kemudian, Lexumburg (1989: 71) mengemukakan bahwa kritik ini termasuk kriteria yang diarahkan kepada karya itu sendiri. Kriteria struktur itu memperhatikan susunan keberkaitan dan kesatuan (atau justru terpecah-pecahnya) karya sastra. Kecenderungan untuk mengutamakan kriteria ini didukung oleh pendekatan terhadap sastra yang menitikberatkan pada karya sendiri. Dari kedua para ahli diatas dapat dipahami bahwa kritik objektif adalah kritik yang didasarkan pada aspek unsur intrinsiknya saja yang saling berkaitan dan menjadi kesatuan dalam karya sastra yang akan dikritik.

Pradopo (2017: 39) mengatakan bahwa bagi kritik objektif yang penting bukan masalah kesahihannya melainkan yang menjadi soal adalah bagaimana kritikus memberi makna karya sastra seutuhnya . Dalam memberi makna kepada teks sastra, pertama kali karya sastra harus dianalisis, sebab unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra (Teeuw dalam Pradopo, 2017: 39).

Jadi, kritik objektif dalam hubungannya dengan pemberian makna karya sastra itu memandang memberi makna kepada karya sastra berdasarkan sistem tanda yang ada dalam karya sastra itu sendiri.

28

Kritik objektif menggambarkan sastra sebagai objek mandiri dan otonom, sebagai dunia dalam dirinya sendiri, yang harus direnungkan sebagai tujuannya sendiri, dan untuk dianalisis dan dinilai semata-mata oleh “intrinsik” (Efendi, 2020:

24). Endaswara (2013: 9) juga mengatakan bahwa pendekatan intrinsik sejajar dengan pendekatan obyektif. Dari uraian para ahli diatas diketahui bahwa kritik objektif memandang dirinya sebagai sesuatu yang mandiri, dimana ia dapat dianalisis berdasarkan unsur intrinsiknya.

Unsur-unsur intrinsik yang akan peneliti gunakan adalah konsep yang dibuat oleh Muzakki. Hal ini karena Muzakki memfokuskan contoh-contoh dan kutipan dari literatur Arab yang berkesesuaian dengan objek penelitian yaitu lirik lagu

“ َِلاِْٝد

ًََلاِّسىا”

/dīna assālam/ yang merupakan lagu berbahasa Arab dan berasal dari Negara Arab, sedangkan Abrams lebih condong kepada literatur Barat. Namun Kriteria intrinsik menurut Muzakki dan Abrams adalah hal yang saling berhubungan antar satu dengan yang lain sehingga dapat menghasilkan kajian yang lengkap bagi kritik sastra objektif.

Berikut ini contoh kritik sastra objektif dalam syair

بلاثس بلاث ذٞلا ِضس

/Raḍītu

Billahi Rabba/ oleh Maher Zain (Assa‟adah: 2018), yaitu:

كاذٕ ٚيػ بٞحٝ ِٞقٝ ٜف تيقىاٗ

/waqalbu fi yaqīn yahyā‟alā hudāka/

„dan hati yang didalam kenyakinan hidup atas petunjuk-Mu‟

Syair diatas mengandung kebenaran rasa yang terdapat pada kata

ِٞلاقٝ

/yaqīn/

„kenyakinan‟ yang merupakan rasa yang tercipta secara nyata dan dirasakan tanpa dibuat-buat, yang murni berasal dari hati. Syair tersebut mengungkapkan tentang kenyakinan seorang hamba kepada Tuhannya atas petunjuk yang menjadi pedoman

29

dalam melanjutkan sebuah kehidupan. Kenyakinan yang dimaksud dapat berarti agama, keimanan, ketetapan dan kepercayaan. kenyakinan tersebut berasal hati manusia yang menjadi dasar sebuah kepercayaan. sedangkan petunjuk adalah suatu pedoman, aturan atau tata cara yang berurutan dalam melaksanakan sesuatu.

Petunjuk yang dimaksud disini adalah Al-Qur‟an yang menjadi landasan hidup bagi umat islam, dimana kenyakinan atas itu berada didalam hati seorang hamba yang menyakini Tuhannya. Syair diatas termasuk kedalam unsur

خلافطبؼىا ذلاص

/shidq

al-„athifah/ kebenaran rasa.

Dengan demikian lirik lagu diatas dapat dianalisis berdasarkan pendekatan kritik sastra objektif karena didalamnya terdapat unsur-unsur intrinsik yang menjadi pokok bagi kritik sastra untuk mencapai hasil kritik sastra yang seobjektif mungkin berdasarkan analisis struktur intrinsik karya sastra, lebih-lebih bila kritik sastra dan penelitian sastra mau betul- betul bersifat ilmiah, yaitu dalam penelitian sastra diperlukan bukti-bukti yang nyata berdasarkan fenomena yang ada dalam karya sastra. Hal ini dapat dicapai dengan menganalisis srtukturnya secara intrinsik (Pradopo, 2017: 39). Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa dalam interpretasi kritikus dapat memberikan makna sepenuh dan sebulatnya kepada teks sastra yang diteliti untuk dapat menemukan maksud dan pesan yang terkandung dalam karya sastra.