• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.A.4 Persyaratan Wesel Biasa dengan Kait

Dalam dokumen [ kata pengantar ] [ kata pengantar ] (Halaman 42-45)

1. Pada suku-suku bagian untuk menggerakkan lidah wesel tidak boleh ada kelonggaran terlalu besar. Baut-baut yang sangat longgar harus diganti. Lubang yang tidak bundar lagi karena aus harus dibundarkan dengan alat pelebar lubang (raimer).

Semua baut wesel harus dilengkapi dengan semat belah.

Tap baut di bawah trekoor sebagai penambat pada kaki lidah harus terputar keras dan terjamin tidak akan terputar lepas.

Untuk ini kepala kedua tap baut harus dilubangi dan dimasuki kawat yang masing-masing ujungnya dibengkokkan.

2. Kedudukan kusen terhadap kait harus tepat, ialah buat kusen a harus segaris dengan baut trekoor b (gambar II.A.4). Adakalanya baut trekoor mempunyai dua baut. Dalam hal ini poros baut a harus menuju ke tengah-tengah antara kedua baut ini. Dengan selisih 1 – 2 mm praktis tidak berpengaruh terhadap kerjanya kait. Tetapi akibat lidah atau rel lantak berjalan terutama di lintas sepur kembar, kedudukan kusen terhadap kait dapat tergeser sehingga perlu dibetulkan kembali (pembetulan kedudukan ini oleh DD).

Pencegahan geseran ini dapat dilakukan dengan menambat pangkal rel lantak dan pangkal lidah dekat kaki rel pada pelat besinya. Penambatan dengan baut ½ “.

3. Kelonggaran antara kait dan kusen tidak boleh terlalu besar sehingga tidak memenuhi syarat percobaan 5 mm.

Mengecilkan kelonggaran ini dapat dikerjakan tanpa mengganjal kusen dengan cara sebagai berikut :

Lidah dirapatkan pada rel lantaknya dengan menggunakan klem ketel yang dipasang di atas rel menurut gambar II.A.5 (tidak menggunakan apitan lidah wesel karena dengan alat ini seakan-akan dipaksa sehingga jarak antara kusen dan trekoor menjadi lebih kecil daripada seharusnya). Kait dilepas dan badannya dipanaskan lalu dalam keadaan panas kait dipasang kembali. Kemudian kait diketok sehingga badan kait menjadi lebih pendek.

Pada wesel baru, biasanya gesekan antara kusen dan kait sangat besar yang berarti bahwa badan kaitnya terlalu pendek.

B

I

I

Pekerjaan dilakukan sebagai berikut :

Batang penghubung (koppelstang) dilepas dan kait dibebaskan dari pengkaitan kusennya. Lidah dirapatkan pada rel lentaknya dengan menggunakan klem ketel.

Kait diputar dengan tangan hingga mentok pada kusennya dan pada tempat pentokan ini diberi tanda garisan sehingga dapat diketahui berapa mm badan kait harus diperpanjang. Kemudian dalam keadaan panas, badan kait diperpanjang yang tepat. Bagian ujung kait yang bulat dapat ditajamkan dalam keadaan panas dengan martil. (Gambar II.A.6).

4. Jarak antara kait dan kusen pada lidah yang terbuka.

Besarnya jarak ini tidak boleh lebih dari 5 mm dan tidak boleh kurang dari 3 mm karena dapat membahayakan sewaktu pelanggaran wesel.

Apabila jarak ini melebihi, maka dikerjakan sebagai berikut : Misalnya jarak ini 30 mm, maka harus mengurangi 25 mm (gambar II.A.7).

Jarak antara titik putar d sampai titik a misalnya 50 mm dan antara titik putar d sampai lengkung k adalah 250 mm.

Maka bagian a harus ditambuk sebesar (50/250) x 25 mm = 5 mm. Selanjutnya buatlah garis P – Z (dengan daun gergaji) dengan jarak antara a dan garis tersebut sebesar 5 mm dan menggoresnya dengan kraspen.

Dalam keadaan panas, di tempat titik g dipukul sampai garis e – a mencapai e – p.

Apabila pukulan ini pada titik h akan mendapat perubahan bentuk yang salah dan akan lekas mengaus sehingga kembali ke keadaan semula. 5. Pengerjaan batang tarik dan koppelstang.

Di sini dianggap bahwa kedudukan kusen terhadap kait, kelonggaran antara kait dan kusen, jarak antara kait dan kusen pada lidah terbuka semuanya sudah memenuhi syarat dan wesel menggunakan roda wesel I.S.S. Untuk menentukan panjang batang tarik dan koppelstang yang tepat sebaiknya diadakan serepan batang tarik dan koppelstang yang dapat diatur dengan mur pipa. Adapun cara pengerjaannya sebagai berikut :

a. Apabila roda wesel sudah tergandeng dengan hendel.

Dalam hal ini harus diketahui lebih dahulu berapa besar renggang lidah yang disyaratkan, tergantung pada nomor propil rel dan sudut wesel (terbaca dalam bentuk D.112). Dengan ini dapat diketahui berapa besarnya langkah yang

B

I

I

yang manakah akan digunakan. Bilamana hendel berkedudukan di tengah, (ukur tepat setengah langkah hendel) garis penghubung poros induk roda wesel dan lubang tuas yang akan digunakan harus sejajar dengan poros sepur. (Gambar II.A.8).

Jika titik I dan titik II adalah kedua kedudukan akhir lubang tuas roda wesel, maka garis penghubung titik I dan titik II merupakan perpanjangan koppelstang.

Mula-mula dimulai dengan lidah yang dekat dengan roda wesel. Kait dilewatkan kusennya sampai 3 a 5 mm dengan anggapan apabila nanti ada kerugian gerak kawat, agar panjang pengaitan pada kusen masih memenuhi syarat. Sekarang hendel dibalik agar kedudukan tuas roda wesel sesuai dengan kedudukan lidah ini.

Jarak antara lubang baut kait dan lubang baut tuas adalah panjang batang tarik yang tepat.

Selanjutnya batang tarik yang telah selesai dibuat dengan ukuran yang tepat ini dipasang.

Lidah yang terjauh dirapatkan dan kait dilewatkan kusen sampai 3 a 5 mm. Kini hendel dibalik sehingga sesuai dengan kedudukan kedua lidah wesel. Jarak antara lubang kedua kait ini adalah panjang koppelstang yang tepat. Setelah koppelstang diselesaikan dengan ukuran yang tepat ini, maka pengerjaan untuk gerakan lidah wesel ini sudah selesai.

b. Apabila roda wesel belum dihubungkan dengan hendel. Dalam hal ini agak sedikit sulit karena masih harus menafsirkan berapa besarnya kerugian langkah kawat tarik. Pengerjaan adalah sebagai berikut :

Masih harus diperhatikan bahwa kait melewati kusen 3 a 5 mm.

Kebutuhan langkah atau slag wesel harus dipungut ialah 160 atau 180 mm. Selanjutnya panjang koppelstang yang tepat dapat ditentukan.

Wesel ditempatkan tepat pada kedudukan tengah-tengah ialah separuh langkah wesel dan roda weselpun harus berkedudukan tepat di tengah-tengah sehingga tuasnya sejajar dengan poros sepur. Jarak antara lubang baut koppelstang dan lubang baut tuas adalah panjang batang tarik yang tepat.

B

I

I

Dalam dokumen [ kata pengantar ] [ kata pengantar ] (Halaman 42-45)