• Tidak ada hasil yang ditemukan

[ kata pengantar ] [ kata pengantar ]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "[ kata pengantar ] [ kata pengantar ]"

Copied!
312
0
0

Teks penuh

(1)

a

ta

p

e

n

g

a

n

ta

r

]

[ kata pengantar ]

Buku ini adalah terjemahan Album Signaalwezen yang ditambah dengan dengan beberapa hal berasal dari buku-buku lain dan

pengalaman penyusun. Adapun terjemahan yang ditulis di sini hanya memuat hal-hal yang dianggap perlu saja. Disusun khusus untuk para pegawai teknis dalam bidang sinyal dan telekomunikasi yang

membutuhkan pedoman sinyal mekanik sebagai ilmu pengetahuan dasar atau penolong, misalnya untuk kepala distrik atau kepala seksi sinyal dan lain-lain.

Buku ini juga dapat dipakai sebagai bahan untuk membuat rencana pengamanan yang menggunakan sinyal mekanik dan sebagai bahan persiapan untuk menempuh ujian dinas.

Dalam buku teknik sinyal mekanik ini diutamakan penjelasan yang terang dan singkat mengenai cara kerja berbagai peralatan sinyal mekanik serta pemeliharaannya. Di samping sedikit teori juga diberikan contoh-contoh penggunaannya.

Buku ini adalah bagian yang memuat naskah dan yang memuat gambar-gambar merupakan pelengkap. Gambar-gambar diberi penomoran secara khusus. Misalnya gambar V.C.2 adalah gambar dalam bab V, pasal C dan mempunyai nomor urut 2.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sejawat yang telah ikut pula memberikan saran-saran dan bantuan sehingga terwujudnya buku ini. Akhirnya tiap saran dan kritik yang diberikan kepada kami yang bermaksud untuk memperbaiki atau

menyempurnakan buku ini, kami terima dengan senang hati.

Bandung, tanggal 30-10-1977 Penyusun,

SOEPARNO NIP. 120001316

(2)

a

ft

a

r

is

i

]

[ daftar isi ]

[ kata pengantar ] ... i [ daftar isi ]... ii BAB I ... 1

1.A SINYAL LENGAN DENGAN BALANS JAMIN ... 1

1.A.1 Cara Kerja Balans Jamin ... 1

1.A.2 Cara Kerja Pengatur Cahaya ... 3

1.A.3 Persyaratan Sinyal Lengan dengan Balans ... 4

1.B SINYAL LENGAN DENGAN RODA GUNTING ... 5

1.B.1 Cara Kerja Roda Gunting ... 5

1.B.2 Konstruksi Tempat Lentera ... 8

1.B.3 Cara Kerja Pengatur Cahaya ... 9

1.B.4 Contoh Susunan Saluran Kawat Tarik Sinyal ... 9

1.B.5 Persyaratan Sinyal Lengan dengan Roda Gunting ... 10

1.C SINYAL BERLENGAN DUA DENGAN RODA GUNTING YANG BERGABUNG ... 12

1.C.1 Cara Kerja Dua Roda Gunting yang Digabung ... 12

1.C.2 Persyaratan Dua Roda Gunting yang Digabung dan Sinyal dengan Dua Roda Engkol 13 1.D SINYAL LANGSIR ... 15

1.D.1 Cara Kerja Penggerak Lengan ... 16

1.D.2 Konstruksi Tempat Lentera ... 16

1.D.3 Cara Kerja Pengatur Cahaya ... 17

1.D.4 Persyaratan Sinyal Langsir ... 17

1.E MENDIRIKAN TIANG SINYAL ... 19

1.E.1 Persyaratan Mendirikan Tiang Sinyal Lengan ... 19

1.F PENGECATAN LENGAN SINYAL DAN TIANG ... 20

1.F.1 Persyaratan Pengecatan Tiang Sinyal Lengan ... 20

1.G PESAWAT TARIK KEMBAR ... 22

1.G.1 Cara Kerja Pesawat Tarik Kembar ... 22

1.G.2 Beberapa Contoh Penggunaan Pesawat Tarik Kembar ... 23

1.G.3 Persyaratan Pesawat Tarik Kembar ... 26

1.H RENCANA SEMBOYAN BARU ... 26

1.H.1 Dinas Siang ... 27

1.H.2 Dinas Malam ... 29

1.H.3 Pengaturan Warna Cahaya pada Semboyan Baru ... 29

1.H.4 Cara Kerja Pengatur Warna Cahaya... 29

BAB II ... 31

2.A WESEL DENGAN KAIT ... 31

2.A.1 Cara Kerja Kait ... 31

2.A.2 Roda Wesel Tipe I.S.S. ... 32

(3)

a

ft

a

r

is

i

]

2.A.5 Persyaratan Wesel Inggris dengan Kait ... 37

2.B WESEL TANPA KAIT ... 38

2.B.1 Cara Kerja Roda Wesel Tipe NS ... 38

2.B.2 Pelanggaran Wesel ... 39

2.B.3 Persyaratan Roda Wesel Tipe NS ... 39

2.C TANDA WESEL ... 41

2.C.1 Cara Kerja Tanda Wesel Biasa ... 41

2.C.2 Cara Kerja Tanda Wesel Inggris ... 41

2.C.3 Persyaratan Tanda Wesel ... 42

2.D KEDUDUKAN WESEL YANG HARUS DITENTUKAN ... 43

2.E SEKAT DAN KANCING ... 44

2.E.1 Pembuatan Cowakan pada Jidar Kancing Wesel Atau Sekat pada Wesel dengan Kait 45 2.E.2 Persyaratan Sekat dan Kancing ... 48

2.F KUNCI JAMIN DAN KUNCI CLAUSS ... 49

2.F.1 Cara Kerja Kunci Jamin ... 52

2.F.2 Persyaratan Kunci Jamin dan Kunci Clauss ... 54

2.G KANCING WAKTU ... 54

2.G.1 Cara Kerja Kancing Waktu ... 55

2.G.2 Persyaratan Kancing Waktu ... 56

BAB III ... 57

3.A PERKAKAS HENDEL TIPE ALKMAAR ... 57

3.A.1 Cara Kerja Perkakas Hendel Tipe Alkmaar ... 57

3.A.2 Bentuk Penguncian ... 59

3.A.3 Susunan Pal ... 59

3.A.4 Persyaratan Perkakas Hendel Tipe Alkmaar ... 63

3.B KUNCI GANDENG ... 64

3.B.1 Cara Kerja Kunci Gandeng ... 65

3.B.2 Persyaratan Kunci Gandeng ... 65

3.C KUNCI SEPUR OTOMATIS ... 66

3.C.1 Cara Kerja Kunci Sepur Otomatis ... 66

3.C.2 Persyaratan Kunci Sepur Otomatis ... 67

3.D SEKAT HENDEL ... 68

3.D.1 Cara Kerja Sekat Hendel (gambar III.D.1) ... 68

3.D.2 Persyaratan Sekat Hendel ... 69

3.E PETAK JALAN MALAM ... 69

3.E.1 Perubahan Setasiun Menjadi “Setasiun Antara” ... 70

3.E.2 Pengaturan Perjalanan Kereta Api ... 70

3.E.3 Pengontrolan Apakah Setasiun Antara Telah Menjadi “Jalan Bebas” ... 70

3.E.4 Penggunaan Pesawat Telepon Ladang ... 71

3.E.5 Persyaratan Pengamanan di Setasiun Antara ... 71

3.F KUNCI MALAM TIPE ALKMAAR ... 72

3.F.1 Cara Kerja Kunci Malam ... 72

3.G CONTOH BAGAN PENGAMANAN EMPLASEMEN ... 74

3.H PESAWAT PENUNJUK KEDUDUKAN WESEL ... 74

3.H.1 Susunan Pesawat Penunjuk Kedudukan Wesel ... 74

(4)

a

ft

a

r

is

i

]

3.H.4 Persyaratan Pesawat Penunjuk Kedudukan Wesel ... 76

BAB IV ... 77

4.A SALURAN KAWAT TARIK ATAS ... 78

4.A.1 Bahan Yang Diperlukan ... 78

4.A.2 Pemasangan Saluran Kawat Tarik Atas ... 81

4.B SALURAN KAWAT TARIK BAWAH TANAH ... 90

4.B.1 Bahan Yang Diperlukan ... 90

4.B.2 Persyaratan Jalan Kawat Tarik di Bawah Tanah ... 93

4.C SISTEM SALURAN KAWAT TARIK ... 94

4.D BAGAN SALURAN KAWAT TARIK ... 95

BAB V ... 97

5.A SUSUNAN ... 97

5.A.1 Penempatan Perkakas Hendel ... 97

5.A.2 Jarak Antara Baut Perkakas Hendel ... 98

5.A.3 Cara Kerja Perkakas Hendel Type S & H ... 99

5.A.4 Jenis Uluran Sekrup untuk Penambat Sentil pada Poros ... 99

5.A.5 Ruang Bangun Muka ... 100

5.A.6 Penempatan Sisir ... 100

5.A.7 Lemari Mistar Kembar ... 101

5.A.8 Penyambungan Perkakas Hendel ... 101

5.A.9 Penutupan Lemari Mistar ... 101

5.A.10 Pelat Petunjuk Warna, Huruf dan Angka ... 101

5.A.11 Persyaratan Alat-Alat Dalam Lemari Mistar ... 102

5.B HENDEL WESEL ... 103

5.B.1 Cara Kerja Hendel Wesel ... 103

5.B.2 Persyaratan Hendel Wesel ... 106

5.C HENDEL SINYAL... 108

5.C.1 Pemasangan Hendel Sinyal ... 108

5.C.2 Kontak Hendel ... 109

5.C.3 Persyaratan Hendel Sinyal ... 109

5.D HENDEL KANCING ... 110

5.D.1 Susunan Hendel Kancing ... 110

5.D.2 Penguncian Hendel Kancing ... 111

5.D.3 Persyaratan Hendel Kancing ... 111

5.E HENDEL KANCING TIGA KEDUDUKAN ... 112

5.E.1 Susunan Hendel Kancing Tiga Kedudukan ... 113

5.E.2 Cara Kerja Hendel Kancing Tiga Kedudukan ... 113

5.E.3 Persyaratan Hendel Kancing Tiga Kedudukan ... 115

5.F SEMAT KUNCI HENDEL ... 116

5.F.1 Jenis Semat Kunci ... 116

5.F.2 Sentil Untuk Penggantung Semat ... 116

5.F.3 Suku Pembelok Semat Kunci ... 117

5.F.4 Persyaratan Semat Kunci dan Suku Penghubungnya ... 119

5.G BAGAN SUSUNAN SENTIL ... 120

5.G.1 Fungsi Sentil ... 122

(5)

a

ft

a

r

is

i

]

5.G.4 Sistematika Pembuatan Susunan Sentil ... 124

5.H PEMBATAS LANGKAH GERAK KRUK ... 126

5.I MISTAR PENGGUNAAN BERSAMA ... 127

5.I.1 Penggunaan Sentil ... 127

5.J HUBUNGAN ANTARA SEBUAH SINYAL DENGAN BEBERAPA SINYAL ... 129

5.J.1 Dengan Menggunakan Sentil 63 dan Sentil 19R ... 130

5.J.2 Dengan Menggunakan Sentil 49, 50 dan 51. ... 131

5.J.3 Dengan Menggunakan Sentil 23 dan Kait ... 133

5.K PENGUNCIAN SEMENTARA... 134

5.K.1 Dengan Menggunakan Sentil 49 C ... 135

5.K.2 Dengan Menggunakan Sentil 23 dan Kait ... 136

5.L HUBUNGAN ANTARA HENDEL WESEL DAN HENDEL KANCING... 137

5.L.1 Cara Kerja Alat Penghubung ... 137

5.M KUNCI POROS ... 140

5.M.1 Cara Kerja Kunci Poros ... 140

5.M.2 Contoh Penggunaan Kunci Poros ... 141

5.M.3 Persyaratan Kunci Poros ... 142

5.N PENGUNCIAN FAKULTATIF ... 142

5.N.1 Cara Kerja Penguncian Fakultatif ... 143

5.O KRUK TIGA KEDUDUKAN ... 144

5.O.1 Cara Kerja Tiga Kedudukan ... 144

5.P DINAS MALAM SISTEM A ... 146

5.P.1 Maksud Dinas Malam Sistem A ... 146

5.P.2 Cara Kerja Dinas Malam ... 146

5.Q PELAT PETUNJUK ... 153

5.Q.1 Perkakas Hendel Type S & H... 153

5.Q.2 Susunan Tulisan pada Pelat Petunjuk ... 153

5.Q.3 Warna Tulisan pada Pelat Petunjuk ... 154

BAB VI ... 156

6.A PENGGAMBARAN ALAT PENGAMAN... 156

6.B UKURAN GAMBAR DAN TANDA ALAT PENGAMAN ... 159

6.C BAGAN WESEL INGGRIS DAN NOMOR LIDAH-LIDAHNYA ... 160

BAB VII ... 161

7.A KUNCI LISTRIK ARUS BOLAK-BALIK ... 161

7.A.1 Cara Kerja Kunci Listrik... 162

7.A.2 Besarnya Tahanan Kunci Listrik dan Arus yang Dibutuhkan ... 164

7.A.3 Suku-Suku Bagian Khusus ... 164

7.A.4 Persyaratan Kunci Listrik Arus Bolak-Balik ... 168

7.B TINGKAPAN ATAS ... 171

7.B.1 Cara Kerja Tingkapaan Atas ... 172

7.B.2 Hal Khusus ... 173

7.B.3 Persyaratan Sekat Kenop Tekan Arus Bolak-Balik ... 174

7.C INDUKTOR BLOK ... 174

7.C.1 Cara Kerja Induktor Blok ... 175

7.C.2 Pal Cegah Putar Balik ... 175

7.C.3 Kedudukan Poros Separuh ... 176

(6)

a

ft

a

r

is

i

]

7.D LONCENG PANGGIL DAN KENOP PANGGIL ... 179

7.D.1 Hal Khusus ... 180

7.D.2 Kenop Panggil ... 181

7.D.3 Hal Khusus ... 182

7.D.4 Persyaratan Lonceng Panggil dan Kenop Panggil ... 182

BAB VIII ... 184

8.A SEKAT KENOP TEKAN LISRIK ... 184

8.A.1 Cara Kerja Sekat Kenop Tekan Listrik... 184

8.A.2 Hal Khusus ... 185

8.A.3 Persyaratan Sekat Kenop Tekan Listrik ... 186

8.B KUNCI LISTRIK ARUS SEARAH... 187

8.B.1 Cara Kerja Kunci Listrik Arus Searah ... 187

8.B.2 Hal Khusus ... 189

8.B.3 Persyaratan Kunci Listrik Arus Searah ... 191

8.C RELAY REL ISOL ... 193

8.C.1 Relay Type H.S... 194

8.C.2 Persyaratan Relay Type H.S. ... 195

8.C.2 Relay Type V.E.S. ... 196

8.C.4 Persyaratan Relay Type V.E.S. ... 196

8.D SAMBUNGAN REL ISOL ... 198

8.D.1 Cara Kerja Rel Isol ... 198

8.D.2 Hal Khusus ... 198

8.D.3 Persyaratan Sambungan Rel Isol ... 201

8.E KONTAK REL... 202

8.E.1 Cara Kerja Kontak Rel ... 202

8.E.2 Hal Khusus ... 204

8.E.3 Persyaratan Kontak Rel ... 205

8.F BAGAN JALAN ARUS KUNCI WESEL BERANGKAT DENGAN REL ISOL DAN KONTAK REL ... 206

8.F.1 Cara Kerja Tingkapan Kunci Wesel Berangkat ... 206

8.F.1 Hal Khusus ... 207

8.F.3 Sumber Arus dan Tahanan Muka... 208

BAB IX ... 210

9.A HUBUNGAN ANTARA TINGKAPAN DAN LEMARI MISTAR DENGAN PERANTARAAN “MARTIL” ... 210

9.B HUBUNGAN ANTARA TINGKAPAN DAN LEMARI MISTAR DENGAN PERANTARAAN “PELAT” ... 212

9.B.1 Jenis Pelat ... 212

9.B.2 Hal Khusus ... 213

9.B.3 Persyaratan Sentil Martil dan Plat ... 214

BAB X ... 215

10.A BAGAN PENGAWATAN ... 215

10.B BAGAN JALAN ARUS ... 218

10.C CONTOH BAGAN JALAN ARUS ... 221

10.D HAL KHUSUS ... 222

BAB XI ... 224

(7)

a

ft

a

r

is

i

]

11.A.2 Hal Khusus ... 227

11.B SUSUNAN PESAWAT UNTUK PEMBERANGKATAN KE SETASIUN R ... 229

11.B.1 Cara Kerja ... 229

11.B.2 Hal Khusus ... 230

BAB XII ... 231

12.A UNDANG-UNDANG MENGENAI PERJALANAN KERETA API (SPOORWEG VERORDENING) ... 231

12.B PERSYARATAN PESAWAT BLOK DI JALAN BEBAS ... 231

12.C SISTEM HUBUNGAN BLOK ... 232

BAB XIII ... 234

13.A SEKAT KENOP TEKAN MEKANIK YANG DIHUBUNGKAN DENGAN SEMAT TEKAN 234 13.A.1 Cara Kerja ... 234

13.A.2 Hal Khusus ... 236

13.B SEKAT KENOP TEKAN MEKANIK DAN SEKAT HENDEL MEKANIK YANG DIHUBUNGKAN DENGAN SEMAT KUNCI BAWAH ... 236

13.B.1 Cara Kerja ... 236

13.B.2 Hal Khusus ... 238

13.C PENGGANDENG SEKAT KENOP TEKAN DAN/ATAU SEKAT HENDEL MEKANIK ... 239

13.D PENUTUPAN SEKAT KENOP TEKAN/ HENDEL MEKANIK ... 239

13.E SEMAT KENOP TEKAN MEKANIK YANG BEKERJA DENGAN POROS KRUK 239 13.E.1 Cara Kerja Sentil 21 D ... 240

13.E.2 Persyaratan ... 240

BAB XIV ... 243

14.A DI SETASIUN KECIL ... 243

14.A.1 Cara Kerja ... 243

14.A.2 Persyaratan ... 244

14.B DI POS-BLOK ... 245

14.B.1 Cara Kerja ... 245

14.B.2 Persyaratan ... 247

14.C DI SETASIUN DENGAN PESAWAT BLOK DALAM RUMAH SINYAL ... 248

14.C.1 Cara Kerja Tingkapan “Sinyal Terjerat” ... 249

14.D DI SETASIUN BESAR DENGAN PESAWAT BLOK DALAM POS P ... 250

14.D.1 Cara Kerja Tingkapan “KA Masuk” ... 251

14.D.2 Cara Kerja Tingkapan “KA Berangkat” ... 253

14.D.3 Cara Kerja Tingkapan “Jalan Langsung” ... 254

BAB XV ... 258

15.A DI SETASIUN KECIL ... 258

15.A.1 Cara Kerja ... 258

15.A.2 Hal Khusus ... 260

15.B DI SETASIUN BESAR DENGAN PESAWAT BLOK YANG DITEMPATKAN DI RUMAH SINYAL ... 261

15.B.1 Cara Kerja Tingkapan “Sinyal Terjerat” ... 261

15.B.2 Hal Khusus ... 262

(8)

a

ft

a

r

is

i

]

15.C DI SETASIUN BESAR DENGAN PESAWAT BLOK YANG DITEMPATKAN DI

POS PPKA ... 265

15.C.1 Cara Kerja Tingkapan “Kereta Api Masuk” ... 265

15.C.2 Cara Kerja Tingkapan “Kereta Api Berangkat” ... 267

15.C.3 Cara Kerja Tingkapan “Jalan Langsung” ... 269

BAB XVI ... 271

16.A DI SETASIUN KECIL ... 271

16.A.1 Cara Kerja ... 271

16.A.2 Hal Khusus ... 273

16.A.3 Persyaratan ... 274

16.B DI SETASIUN BESAR DENGAN PESAWAT BLOK YANG DITEMPATKAN DI RUMAH SINYAL ... 275

16.B.1 Cara Kerja Tingkapan “Sinyal Terjerat” ... 275

16.B.2 Hal Khusus ... 276

16.B.3 Cara Kerja Tingkapan “Izin Buka Blok” ... 276

16.B.4 Persyaratan ... 277

16.C DI SETASIUN BESAR DENGAN PESAWAT BLOK YANG DITEMPATKAN DI POS PPKA ... 278

16.C.1 Cara Kerja Tingkapan “Kereta Api Masuk” ... 278

16.C.2 Cara Kerja Tingkapan “Kereta Api Berangkat” ... 279

16.C.3 Persyaratan ... 280

16.C.4 Cara Kerja Tingkapan “Jalan Langsung” ... 280

BAB XVII ... 282

17.A CARA KERJA ... 283

17.B PERSYARATAN ... 287

17.C JALAN ARUS SEKAT KNOP TEKAN LISTRIK DAN TINGKAPAN KUNCI WESEL 288 BAB XVIII ... 289

18.A CARA KERJA ... 290

BAB XIX ... 293

19.A CARA MEMPLOMBIR ... 293

19B. PEMUTUSAN PLOMBIR ... 294

19.C PERSYARATAN ... 295

BAB XX ... 296

20.A JARAK ANTARA SINYAL MASUK DAN TITIK BAHAYA ... 303

(9)

BAB I

SINYAL LENGAN

Maksud penggunaan sinyal lengan ialah untuk menunjukkan semboyan kepada masinis bahwa kereta apinya boleh memasuki setasiun atau petak jalan kereta api berikutnya dengan aman atau aman dengan kecepatan terbatas, atau dilarang masuk.

Oleh lengan sinyal, semboyan-semboyan tersebut di atas ditunjukkan dengan kedudukan lengannya yang ada di sebelah kanan tiangnya terlihat dari kereta api yang mendekatinya dan pada malam hari dengan cahaya berwarna berwarna pada tiangnya. Semboyan “tak aman” diberikan dengan lengan yang berkedudukan mendatar dan pada malam hari dengan cahaya berwarna merah; semboyan “aman” diberikan dengan lengan yang berkedudukan menyerong 45° ke atas dan pada malam hari dengan cahaya berwarna putih; semboyan “aman dengan kecepatan terbatas” bagi sinyal muka diberikan dengan lengan berkedudukan menyerong 45° ke bawah dan pada malam hari dengan cahaya berwarna hijau sedangkan bagi sinyal berlengan dua diberikan dengan lengan bawah berkedudukan menyerong 45° ke atas dan lengan atas mendatar.

Pada umumnya, konstruksi penggerak lengan sinyal dibuat sedemikian, apabila kawat tariknya putus, lengannya akan jatuh sendiri kembali ke kedudukan biasa ialah “tak aman” sedangkan pada sinyal muka, lengannya akan jatuh sendiri kembali ke kedudukan “aman dengan kecepatan terbatas”.

Untuk mencapai maksud ini, ada beberapa konstruksi mengenai alat penggerak lengan ialah balans-jamin, roda-gunting dan roda-engkol. Besarnya langkah kawat tarik untuk menggerakkan alat-alat ini ialah 50 cm.

1.A SINYAL LENGAN DENGAN BALANS JAMIN

1.A.1 Cara Kerja Balans Jamin

Sinyal lengan dengan balans jamin sebagai penggerak lengan, tergolong tipe lama. Pada umumnya berlengan satu yang digunakan

(10)

B

I

Gambar I.A.1 menunjukkan balans jamin berkedudukan biasa.

Dalam kedudukan ini, balans 1 yang mempunyai semat 2 dapat berputar pada poros induk 3 pada tiang sinyal.

Balans ini menyandar pada pembatas langkah 4 . pada semat 2 dipasang balans 5 yang menyandar pada poros induk 3. Ujung kanan balans ini dihubungkan dengan kawat ulur, sedangkan ujung kiri yang mempunyai dua cowakan dihubungkan dengan kawat tarik. Ujung bawah batang tarik lengan sinyal T dihubungkan dengan balans 1 di sebelah belakang dengan perantaraan semat 6. Dengan demikian, susunan kedua balans ini merupakan satu balans yang dalam keadaan seimbang untuk menggerakkan lengan sinyal.

a. Apabila hendel sinyal yang bersangkutan dibalik “aman”, ujung kiri balans 5 bergerak ke bawah sebesar 48 cm sedangkan ujung kanan bergerak ke artas dengan langkah yang sama. Pada gerakan ini, kedudukan balans 1 terhadap 5 tidak berpengaruh sehingga batang tarik ikut bergerak ke bawah dan sinyal menunjukkan semboyan “aman”. Balans ini akan kembali ke kedudukan semula dan mentok pada pembatas langkah 4, apabila hendel dikembalikan ke kedudukan biasa.

b. 1. Apabila balans jamin berkedudukan biasa dan sekonyong-konyong kawat ulurnya putus, maka balans 5 memutar ke arah bertentangan dengan jarum jam pada semat 2 sehingga kawat penarik keluar dari cowakan pada ujung kiri balans tersebut dan lengan sinyal tidak berubah kedudukannya. Agar pemutaran balans 5 tidak terlanjur, balans ini dihubungkan dengan semat pada tiang sinyal dengan perantaraan rantai.

2. Jika kawat tariknya putus, balans 5 tetap tertahan oleh pembatas langkah 4 karena pada kawat ulur ada tegangan tarik sehingga balans jamin tidak berubah kedudukannya dan lengan sinyal tetap berkedudukan biasa.

c. 1. Apabila balans jamin berkedudukan tak biasa dengan lengan sinyal menunjukkan semboyan “aman”, sekonyong-konyong kawat ulur putus, maka balans 5 meneruskan pemutarannya ke arah bertentangan dengan jarum jam pada semat 2 yang mengakibatkan kawat penarik keluar dari cowakan pada ujung kiri balans ini. Karena momen bagian lengan sinyal sebelah kanan 1 kgm lebih besar daripada yang sebelah kiri, maka lengan sinyal akan jatuh kembali ke kedudukan biasa. 2. Jika kawat tariknya putus, maka akibat ada tegangan pada

kawat pengulur, balans 5 akan memutar kembali ke arah jarum jam sampai balans 1 mentok pada pembatas langkah 4

(11)

B

I

dan menekan ke atas batang tarik lengan sinyal. Dengan demikian lengan sinyal jatuh kembali ke kedudukan biasa. Cowakan kedua pada ujung kiri dan lubang pada ujung kanan balans 5 digunakan apabila dalam kawat tarik terdapat kekurangan langkah akibat besarnya jarak dari tempat pelayanan atau banyak gesek tikungan.

1.A.2 Cara Kerja Pengatur Cahaya

Sebagai yang telah diuraikan di atas bahwa warna cahaya yang ditunjukkan sinyal lengan, harus sesuai dengan arti semboyan yang diberikan oleh lengan sinyal.

Gambar I.A.2 menunjukkan sinyal muka berkedudukan biasa yang pada malam hari memberi semboyan cahaya hijau. Cahaya ini disinarkan oleh lentera sinyal berwarna putih yang ditempatkan pada tempat lentera sinyal 7. Tepat di muka lubang cahaya putih ini, ada tebeng berkaca hijau 8. Sedangkan tebeng yang kedua tanpa kaca. Kedua tebeng ini dihubungkan dengan tuas 9 yang dapat berputar pada poros 10 pada tempat lentera.

a. Apabila batang tarik 11 ditarik ke bawah oleh balans jamin, maka lengan sinyal akan memutar pada porosnya 12 ke arah bertentangan jarum jam. Pada gerakan ini, semat 13 pada lengan sinyal membawa tuas 9 ke kanan sehingga tebeng berkaca hijau menggeser ke atas dan tebeng tanpa kaca ikut menggeser tepat di muka lubang cahaya lentera. Kini sinyal menunjukkan semboyan cahaya putih “aman”. Karena gerakan lengan batang pembatas kedudukan lengan 14 bergerak ke atas melalui lubang pada poros 15 yang dapat berputar. Ujung atas batang ini dilengkapi mur untuk mengatur kedudukan lengan yang tepat sedangkan pegas spiralnya untuk meredam sewaktu lengan jatuh ke kedudukan biasa. Batang ini juga diberi suku pembatas langkah 16 yang membetasi langkah sinyal pada waktu menunjukkan semboyan “aman”.

b. Apabila hendel sinyal dikembalikan ke kedudukan biasa, kedudukan alat pengatur cahaya dan lengan sinyal akan kembali seperti semula. Kini cahaya yang diperlihatkan berwarna hijau. Pada tempat lentera di sebelah atas ada sebuah alat berbentuk bola dari timah yang menggantung. Alat ini bermaksud agar lentera sinyal yang telah dipasang pada tempatnya, tidak dapat terlepas apabila ada sentuhan dari bawah walaupun lentera tersebut sudah terpegang oleh semat dan menggantungnya. Untuk menaikkan atau menurunkan tempat lentera sinyal,

(12)

B

I

sinyal. Pada kedudukan lentera di atas, kabel lentera dapat dikaitkan dengan perantaraan pengait 19 pada tiangnya (gambar I.A.3). Naik atau turunnya tempat lentera, dihantar oleh dua batang besi penghantar 17 yang dipasang pada sisi tiang sinyal dan kedua ujung batang ini ditambatkan pada pemegangnya yang dilengkapi pegas spiral 18 untuk meredam tempat lentera sewaktu turun mengejut.

1.A.3 Persyaratan Sinyal Lengan dengan Balans

1. Pada suku-suku bagian untuk menggerakkan balans jamin, tebeng pengatur cahaya, lengan sinyal dan tempat lentera tidak boleh ada kelonggaran terlalu besar. Baut-baut dan semat yang ada kelonggaran terlalu besar harus diganti dan splitpen-splitpen harus lengkap dan terbuka. Pelumasan harus cukup.

2. Suku-suku ujung kawat tarik pada ujung balans jamin harus sempurna, kukuh dan dicat.

3. Penegang kawat harus baik dan bersih serta lengkap dengan splitpen terbuka.

4. Apabila poros bawah pada batang tarik lengan dan poros balans merupakan garis datar, lengan sinyal harus berkedudukan datar pula. Jika tidak demikian, panjang batang tarik harus dibetulkan. Bidang muka ujung poros kedua tuas harus dicat putih.

5. Jika terdapat kekurangan langkah dalam kawat tarik, ujung-ujung kawat tarik dapat dipindahkan ke cowakan dan lubang pada balans yang lebih dekat dengan poros induknya.

6. Mur pengatur batas kedudukan lengan untuk kedudukan biasa pada ujung tiang harus diatur agar ada jarak ± 20 mm antara balans jamin dan pembatasnya.

7. Kedudukan tebeng berkaca harus selalu tepat di muka lubang cahaya lentera baik dalam kedudukan biasa maupun tak biasa. Jika tidak demikian, keausan pada tuas penggerak tebeng dan pada semat pendorongnya harus dihilangkan.

8. Kaca tebeng harus utuh dan kedudukan kaca pengatur warna cahaya harus kukuh didempul dan ditahan oleh splitpen yang terbuka.

9. Untuk mendapatkan semboyan yang positif, roda kawat harus lengkap.

10. Batang-batang besi sebagai penghantar tempat lentera harus benar-benar lulus dan mur-mur serta kontramurnya pada ujung-ujungnya harus terputar keras.

(13)

B

I

11. Tempat lentera harus dapat digerakkan ke atas atau ke bawah dengan ringan dan penggantung lentera berikut semat pemegang lentera harus berkedudukan kukuh, bola timah harus utuh serta menggantung bebas. Jika lentera dipasang, jarak antara bola timah dan bagian atas lentera harus sedekat mungkin.

12. Kabel lentera tidak boleh terlalu panjang sehingga dapat tersangkut oleh suku-suku penggerak lengan sinyal dan bola timah sebagai pemegang untuk menarik ke atas harus lengkap pada kabel lentera tidak boleh terdapat kawat-kawat baja yang terlepas.

Kait pemegang kabel pada tiang harus berkedudukan kuat dan dapat memegang kabelnya dengan sempurna.

13. Lentera sinyal harus diberi tanda dengan pelat kuningan yang disolder dan huruf/angka sesuai dengan nama lengan yang bersangkutan. Pada atap lampu tidak boleh terdapat cekungan yang mengakibatkan terlalu banyak kelonggaran antara lentera dan bola timah pada tempat lentera. Kait-kait penggantung dan lubang-lubang semat harus cocok dengan yang ada pada tempat lentera. Pintu lentera harus dapat menutup rapat dan dikunci dengan sempurna. Reflektor harus berkedudukan kukuh dan mengkilat, jika sudah menguning atau berkarat harus diganti baru. Tempat minyak tidak boleh bocor dan alat pengatur sumbu harus dapat bekerja dengan baik serta nyala lampu harus merata. Kaca lentera dan semprong harus selalu utuh.

1.B SINYAL LENGAN DENGAN RODA GUNTING

Untuk menggerakkan lengan sinyal digunakan alat penggerak lengan yang disebut roda gunting. Roda ini digerakkan oleh gerakan kawat tarik sebesar 50 cm. Karena beberapa hal antara lain regang, lentur atau tidak teraturnya kawat tarik, timbul kemungkinan bahwa roda gunting tidak digerakkan dengan langkah penuh oleh kawat tariknya. Dalam hal ini tidak dibenarkan bahwa lengan sinyal tidak dapat kembali penuh ke kedudukan “tak aman” atau bagi sinyal muka “aman dengan kecepatan terbatas”.

1.B.1 Cara Kerja Roda Gunting

Roda gunting (lihat gambar I.B.1) terdiri dari roda rantai 1 dan gunting 2. Pada roda rantai ada sektor a dan sebuah rol 3 yang dapat

(14)

B

I

ditempatkan pada pelat 4. Dengan perantaraan pemegang 5, semuanya ini ditambatkan pada tiang sinyal.

Cowakan pada gunting, sebagian berbentuk lurus dan bagian lainnya lengkung. Pada ledudukan biasa lengkung ini konsentris terhadap poros roda rantai.

Gunting 2 mempunyai dua lubang untuk dihubungkan dengan lengan sinyal. Lubang b untuk lengan sinyal utama yang berkedudukan biasa datar sedangkan lubang c untuk lengan sinyal muka. Pada roda rantai ada sebuah baut d untuk menambat rantainya yang dihubungkan dengan kawat tarik. Pada pelat 4 ada sebuah semat e yang dikeling untuk sandaran roda rantai pada kedudukan biasa.

a. Gambar I.B.2 menunjukkan roda gunting berkedudukan biasa. Apabila hendel dibalik “aman”, roda rantai memutar menurut anak panah. Selama rol (karena ada kelonggaran gerakan kawat) berubah kedudukannya di sekitar cowakan yang berbentuk lengkung, perubahan ini tidak berpengaruh terhadap kedudukan gunting.

Kelonggaran gerakan kawat tarik akibat ketidakseimbangan pada kawat tarik, ditampung oleh roda gunting sehingga tidak berpengaruh pada lengan sinyal. Bilamana rol bergerak di dalam bagian cowakan yang lurus seperti gambar I.B.3, gunting mulai bergerak ke bawah sehingga lengan sinyal mulai menunjukkan semboyan “aman”. Gerakan roda rantai 180° seperti gambar I.B.4. Kedudukan tak biasa, setelah hendel dibalik, ditunjukkan pada gambar I.B.4. Pada lengan sinyal disyaratkan bahwa apabila terjadi gangguan yang disebabkan kawat tarik putus atau tidak teratur tegangannya atau terlalu kendor sehingga rol roda rantai keluar dari guntingannya, maka lengan sinyal harus dapat jatuh kembali ke kedudukan “tak aman” atau bagi sinyal muka ke kedudukan “aman dengan kecepatan terbatas”. Untuk dapat mencapai maksud ini, bagian lengan yang panjang terhadap porosnya harus mempunyai kelebihan momen sebesar 1 kgm terhadap bagian yang pendek.

b. Apabila kawat tarik kurang baik pengaturnya, antara lain : 1. Kawat tarik terlalu pendek dan kawat ulur terlalu panjang.

Dalam hal ini apabila hendel dibalik aman, ada kemungkinan rol keluar dari gunting. Bilamana hal ini terjadi, maka lengan sinyal jatuh ke kedudukan “tak aman” sampai tertahan oleh semat penahannya yang diatur sedemikian sehingga gunting kini berkedudukan sedikit lebih tinggi jika dibandingkan sewaktu belum ditarik aman. Dengan demikian hendel sinyal

(15)

B

I

dapat bergerak di bawah guntingnya seperti di gambar I.B.5. Hal ini dapat juga terjadi, lebih-lebih pada sinyal muka, karena kawat tariknya sangat panjang. Jika lengan sinyal jatuh, belum tentu dapat mencapai semat penahannya sehingga hendelnya tidak dapat dikembalikan ke kedudukan biasa karena rol tersangkut pada guntingnya.

Apabila kawat tarik sinyal muka ini digandeng secara berderet dengan sinyal masuk, maka sinyal masuk inipun ikut tidak kembali “tak aman” yang hal ini sangat tidak dapat dibenarkan. Maka untuk memungkinkan agar hendel sinyal muka dapat dikembalikan ke kedudukan biasa setelah rol keluar dari gunting, lubang batang tarik lengan sinyal yang di ujung atas dibuat berbentuk panjang sehingga sewaktu hendel dikembalikan ke kedudukan biasa, rol dapat mengangkat gunting ke atas seperti di gambar I.B.5 dan I.B.6. Untuk memastikan bahwa lengan sinyal muka akan benar kembali ke kedudukan biasa, maka pada lengannya dipasang sepotong besi siku seperti di gambar I.B.7.

2. Sinyal dalam kedudukan aman, kawat pengulur putus.

Pada kejadian ini, roda rantai berputar ke arah berlawanan dengan arah jarum jam sehingga rol keluar dari guntingnya dan lengan sinyal jatuh ke kedudukan “tak aman” atau bagi sinyal muka “aman dengan kecepatan terbatas”. Sudah tentu bahwa di sini roda rantai tidak dapat digerakkan oleh pengembalian hendel sinyal.

3. Kedua kawat terlalu panjang karena kenaikan suku, rol juga dapat keluar dari guntingnya sewaktu hendel sinyal dibalik aman.

Sewaktu hendel dikembalikan ke kedudukan tak aman, sektor keseimbangan akan kembali ke kedudukan biasa dan menyandar pada semat penahannya.

c. Kerugian konstruksi roda gunting ini pada sinyal muka adalah “keduduka aman yang tepat” tidak dapat dipastikan karena kawat tariknya sangat panjang. Oleh sebab inilah, ada kemungkinan gerakan roda gunting lebih panjang atau lebih pendek daripada gerakan kawat pada hendelnya. Perbedaan ini tergantung pada cara melayaninya. Pada alat penggerak lengan sinyal sistem ini memang diperlukan pembalikan hendel sinyal yang dilakukan dengan kecepatan tertentu. Apabila pembalikan hendel terlalu pelan maka kedudukan lengan sinyal selalu tidak akan penuh baik “aman” maupun “aman dengan kecepatan terbatas”.

(16)

B

I

Dengan membalik hendel ke kedudukan “aman” sangat kuat maka gerakan roda rantai akan lebih besar daripada gerakan hendelnya sehingga rol melewati titik terendah.

Karena di tempat ini cowakan gunting tidak konsentris terhadap roda rantai, maka lengan sinyal akan bergerak kembali sedikit ke bawah menjadi ragu-ragu dan cahaya lampu akan tertutup sebagian. Pada gerakan kawat tarik sebesar ± 65 cm, rol tentu akan keluar dari guntingnya seperti halnya pada kawat pengulur putus waktu sinyal dalam kedudukan aman. Dengan membalik hendel ke kedudukan “tak aman” sangat kuat, rol tidak akan keluar dari guntingnya karena roda rantai akan tertahan oleh semat penahan.

1.B.2 Konstruksi Tempat Lentera

Pada malam hari sinyal lengan menunjukkan semboyan berupa cahaya berwarna sesuai dengan yang terlukis pada reglemen 3 “Hal Semboyan”.

Untuk ini digunakan lampu minyak yang dipasang di tempat lentera (ada kalanya menggunakan lampu listrik). Tempat lentera seperti gambar I.B.8 dapat ditarik ke atas atau diturunkan ke bawah dengan menggunakan kabel baja melalui roda yang ada di bagian atas tiang sinyal.

Kedua-dua ujung kabel lentera ini masing-masing dihubungkan dengan tempat lentera, ujung yang satu di atasnya dan ujung yang lainnya di bawah. Ragangan ini dilengkapi dengan tebeng penutup cahaya. Penutup ini akan selalu menutup cahaya lentera sinyal selama lentera sedang dalam perjalanan naik atau turun. Jika telah berkedudukan akhir di atas, barulah cahaya lentera akan terbuka karena tertekannya batang tuas 2.

Konstruksi ini dibuat demikian karena cahaya putih pada tiang dapat dianggap semboyan “aman” oleh kereta api meskipun sinyal masih menunjukkan semboyan “tak aman”.

Naik atau turunnya tempat lentera sinyal, dihantar oleh dua batang besi penghantar 3 yang dipasang di sisi tiang sinyal dan kedua ujung batang besi penghantar ini ditambatkan pada pemegangnya yang dilengkapi pegas spiral 4 untuk meredam bilamana tempat lentera turun mengejut. Apabila tempat lentera sudah ada di atas dalam kedudukan akhir, kabel lentera dapat ditambatkan pada tiang sinyal dengan perantaraan tuas kait 5. Di bagian atas pada tempat lentera sinyal terdapat sebuah alat bentuk bola timah menggantung.

Alat ini digunakan agar lentera sinyal yang telah dipasang pada tempatnya tidak dapat terlepas apabila ada sentuhan dari bawah

(17)

B

I

sewaktu turun walaupun lentera tersebut sudah terpegang oleh semat 6 dan menggantung pada penggantung 7.

1.B.3 Cara Kerja Pengatur Cahaya

Semboyan yang ditunjukkan oleh lengan sinyal pada siang hari harus sesuai dengan semboyan pada malam hari dengan warna cahaya lampu sebagai yang tercantum dalam buku Reglemen R.3 mengenai “Hal Semboyan”. Untuk mengatur warna cahaya lampu sinyal digunakan kaca berukuran 188 x 188 mm yang ditempatkan pada lengannya. Gambar I.B.9 menunjukkan kedudukan biasa sinyal berlengan dua. Di sini cahaya putih lentera sinyal ada di belakang kaca merah pada lengan sehingga dalam kedudukan “tak aman” sinyal menunjukkan cahaya merah di atas, dan di bawah juga cahaya merah.

Pada poros lengan atas ada penutup cahaya berupa tuas yang dapat berputar pada poros tersebut yang dihubungkan dengan lengan bawah.

Apabila lengan bawah berubah kedudukannya menunjukkan semboyan 6b “aman dengan kecepatan terbatas” (hijau kepada masinis; dan kepada yang melayani di atas putih dan di bawah hijau), maka penutup cahaya ini menutupi cahaya merah pada lengan atas. Begitu pula pada poros lengan bwah ada penutup cahaya berupa tuas yang dapat berputar pada porosnya yang dihubungkan dengan lengan atas. Apabila lengan atas berubah kedudukannya menunjukkan semboyan 5d “aman” (putih kepada masinis; dan kepada yang melayani di atas hijau dan di bawah putih), maka penutup cahaya ini menutupi cahaya merah pada lengan bawah.

1.B.4 Contoh Susunan Saluran Kawat Tarik Sinyal

Gambar I.B.10 sampai dengan I.B.14 menunjukkan beberapa contoh susunan saluran kawat tarik pada sinyal lengan.

Contoh 1 (gambar I.B.10) : Hubungan antara satu hendel dengan satu lengan sinyal yang terdapat a.l. pada sinyal keluar.

Contoh 2 (gambar I.B.11) : Hubungan antara satu hendel dengan satu lengan sinyal yang terdapat di emplasemen dua sepur kereta api dengan wesel terlayan setempat. Di sini wesel harus disekat untuk menentukan kedudukannya yang disyaratkan.

(18)

B

I

Contoh 3 (gambar I.B.12) : Hubungan antara dua hendel dengan satu lengan sinyal untuk sepur I dan II dengan menggunakan balans yang terdapat di emplasemen tiga sepur KA dengan wesel terlayan setempat.

Di sini wesel harus disekat untuk menentukan kedudukannya yang disyaratkan.

Contoh 4 (gambar I.B.13) : Hubungan antara dua hendel dengan dua lengan sinyal masuk masing-masing untuk sepur I dan II bersamaan dengan lengan sinyal muka yang terdapat di emplasemen dua sepur KA dengan wesel terlayan setempat atau terpusat. Di sini apabila kawat sinyal putus, seluruh hubungan kawat tarik tidak dapat dipergunakan.

Wesel harus disekat karena selain untuk mengatur gerakan kawat juga karena ada di ujung emplasemen.

Contoh 5 (gambar I.B.14) : Hubungan antara satu hendel dengan satu lengan sinyal yang terdapat di emplasemen tiga sepur KA dengan wesel terlayan pusat.

Di sini hendel AII harus menyekat kedua wesel karena untuk jurusan sepur lurus, sedangkan hendel AI/II harus menyekat wesel yang terujung baik dalam kedudukan biasa maupun tak biasa. Kedudukan ini dapat ditentukan lebih dahulu oleh kruk yang bersangkutan.

1.B.5 Persyaratan Sinyal Lengan dengan Roda Gunting

1. Pada suku bagian untuk menggerakkan roda gunting, batang tarik lengan, tidak boleh ada kelonggaran terlalu besar. Baut-baut dan semat yang sudah aus harus diganti dan splitpen harus lengkap dan terbuka. Pelumasan pada poros-poros dan bidang-bidang yang bergesekan harus cukup.

2. Kedudukan baut pemegang rantai pada roda gunting harus terjamin kukuh. Baik sambungan rantai yang harus diikat kawat lilit maupun sosok kawat harus dalam keadaan sempurna dan

(19)

B

I

Jarak ujung-ujung rantai dari titik singgung roda gunting tidak boleh kurang dari 30 cm untuk rantai yang siap ditarik dan 80 cm untuk rantai yang siap mengulur. Pemegang kawat harus baik dan bersih serta lengkap dengan splitpen yang terbuka.

3. Dalam kedudukan biasa, rol pada roda gunting tidak boleh berada di cowakan yang lurus pada guntingnya. Jika tidak demikian dapat mengakibatkan bahaya. Bidang muka ujung poros rol dan poros roda gunting harus dicat putih.

4. Dalam kedudukan tak biasa, harus diusahakan agar poros rol pada roda gunting dan poros roda gunting merupakan garis tegak lurus supaya dapat memberikan semboyan yang positif, ialah 45°. Untuk dapat memenuhi persyaratan 3 dan 4 ini, jumlah roda kawat harus lengkap dengan pelumasan pada roda-roda kawat serta penyangga-penyangga roda harus cukup.

5. a. Pada kedudukan biasa, lengan sinyal harus datar dan tegak lurus terhadap poros tiangnya. Tiangnyapun harus tertanam tegak lurus. Baut pembatas kedudukan lengan harus diatur ± 20 mm di bawah lengan.

b. Bagi sinyal muka, lengan sinyal harus diusahakan agar berkedudukan 45° miring ke bawah.

6. Semua kaca pada lengan sinyal harus berkedudukan kukuh, didempul, ditahan dengan splitpen dan utuh. Jika terdapat retak atau pecah, harus segera diganti.

7. Bagian lengan yang panjang terhadap porosnya, harus mempunyai kelebihan momen sebesar ± 1 kgm daripada bagian yang pendek agar dapat jatuh ke kedudukan biasa atau ‘tak aman’ apabila rol roda gunting keluar dari guntingnya.

8. Tebeng pengatur warna cahaya pada tiang sinyal harus benar-benar dapat menutupi atau membuka cahaya yang disinarkan oleh lentera sinyal.

9. Batang besi sebagai penghantar tempat lentera harsu benar-benar dapat menutupi atau membuka cahaya yang disinarkan oleh lentera sinyal.

10. Tempat lentera harus dapat bergerak ke atas atau ke bawah dengan ringan serta penggantung lentera berikut semat pemegang lentera harus berkedudukan kukuh, bola timah harus utuh serta menggantung bebas dan jika lentera dipasang, jarak antara bola ini dan bagian atas lentera harus sedekat mungkin. Selama lentera belum berkedudukan akhir di atas, tebeng pada tempat lentera harus dapat menutupi sinar lentera dengan sempurna. Setelah berkedudukan akhir di atas, tebeng tersebut

(20)

B

I

11. Kabel lentera tidak boleh terlalu panjang sehingga dapat tersangkut oleh suku-suku alat penggerak lengan sinyal dan bola-bola timah sebagai pemegang untuk menarik ke atas harus lengkap serta pada kabel lentera boleh terdapat kawat baja yang terlepas.

Kait pemegang kabel pada tiang harus berkedudukan kuat dan dapat memegang kabelnya dengan sempurna.

12. Lentera sinyal harus diberi tanda dengan pelat kuningan yang disolder dan huruf/angka sesuai dengan nama lengan yang bersangkutan. Pada bidang teratas tidak boleh terdapat cekungan yang mengakibatkan terlalu banyak kelonggaran antara lentera dan bola timah pada tempat lentera. Kait penggantung dan lubang semat harus cocok dengan yang ada pada tempat lentera. Pintu pada lentera harus dapat menutup rapat dan dikunci dengan sempurna. Reflektor harus berkedudukan kukuh dan mengkilat, jika sudah menguning atau berkarat harus diganti baru. Tempat minyak tidak boleh bocor dan alat pengatur sumbu harus dapat bekerja dengan baik serta nyala lampu harus merata. Kaca lentera dan semprong harus selalu utuh.

1.C SINYAL BERLENGAN DUA DENGAN RODA GUNTING

YANG BERGABUNG

Pada umumnya, tiap roda gunting diperlukan dua kawat tarik sehingga bagi sinyal berlengan dua dibutuhkan empat kawat tarik. Untuk penghematan kawat agar hanya dengan dua kawat dapat melayani dua buah lengan, maka diadakan konstruksi dua roda gunting berporos satu.

1.C.1 Cara Kerja Dua Roda Gunting yang Digabung

Kedua roda gunting pada konstruksi tipe ini dihubungkan tetap dengan poros yang ditambah dengan pinggiran 1 yang konsentris dengan rodanya seperti yang diperlihatkan pada gambar I.C.1 s.d. I.C.3.

Roda ini dapat diubah ke kedudukan tak biasa denganmemutarnya baik ke kiri maupun ke kanan.

Kedua roda gunting yang digabung dengan satu poros, konstruksinya sama dengan yang tertulis dalam hal B. Roda gunting tipe ini

(21)

B

I

digunakan untuk menggerakkan dua buah lengan sinyal. Di sini kedua roda gunting memutar bersamaan.

Apabila roda gunting terputar ke kiri menurut arah anak panah, lengan sinyal AI akan menunjukkan “aman” dan jika roda gunting berputar ke kanan berlawanan dengan arah anak panah, maka lengan sinyal AII akan menunjukkan “aman” sedangkan lengan sinyal AI

akan terkancing dalam kedudukan biasa oleh pinggiran 1 dan semat 2. Pengancingan ini diperlukan agar lengan sinyal tidak dapat digerakkan dengan tangan selama roda gunting diputar ke kanan dan rol 3 ada di luar guntingnya. Roda gunting pada sinyal tipe ini yang tidak mempunyai dua alur rantai harus menggunakan kabel baja sebagai ganti rantai agar kabel baja yang harus lebih panjang itu dapat tertampung dalam satu roda.

Perhatian

Pada roda gunting berkonstruksi biasa yang telah diuraikan dalam bagian di muka, disyaratkan bahwa apabila rol pada roda keluar dari guntingnya maka guntingnya harus berkedudukan sedikit ke atas dan baut pembatas kedudukan biasa lengan sinyal harus diatur ± 20 mm di bawah lengan. Tetapi pada tiang sinyal dengan dua roda gunting yang digabung dalam hal ini, baut pembatas kedudukan lengan yang dimaksud bahkan harus diatur sedemikian sehingga apabila rol keluar dari guntingnya, kedudukan gunting ini tidak boleh berubah karena nantinya rol yang keluar ini harus dapat masuk lagi ke guntingnya sewaktu roda diputar dengan arah sebaliknya. Dalam penghematan kawat, untuk melayani sinyal mukapun tidak menggunakan hendel tersendiri, melainkan dihubungkan dengan sinyal masuknya. Oleh karena itu roda gunting pada sinyal masuk kadang-kadang terputar ke kiri atau ke kanan, untuk menggerakkan lengan sinyal muka tidak dapat menggunakan roda gunting. Untuk ini digunakan roda dengan engkol yang juga membutuhkan gerakan kawat sebesar 50 cm. Bagi lengan sinyal muka tipe inipun, momen bagian lengan yang panjang harus pula mempunyai kelebihan 1 kgm terhadap bagian lengan yang pendek.

1.C.2 Persyaratan Dua Roda Gunting yang Digabung dan Sinyal dengan

Dua Roda Engkol

1. Pada suku-suku bagian untuk menggerakkan roda gunting, batang tarik lengan, tidak boleh ada kelonggaran terlalu besar. Baut dan semat yang sudah aus harus diganti dan splitpen harus lengkap dan terbuka. Pelumasan pada poros dan bidang yang bergesekan harus cukup.

(22)

B

I

lilit maupun sosok kawat harus dalam keadaan sempurna dan dicat hitam. Jarak ujung-ujung rantai dari titik singgung roda gunting tidak boleh kurang dari 30 cm untuk rantai yang siap ditarik dan 80 cm untuk rantai yang siap mengulur. Pemegang kawat harus baik dan bersih serta lengkap dengan splitpen yang terbuka.

3. Dalam kedudukan biasa, rol pada roda gunting harus berkedudukan tepat di atas poros rodanya. Bidang muka ujung poros rol dan poros roda gunting harus dicat putih.

4. Baut pembatas lengan pada kedudukan biasa harus diatur sedemikian apabila lengan berkedudukan “tak aman” harus segera menyangga lengannya dan semat kancing pada guntingnya sedekat mungkin pada pinggiran roda sehingga rol dapat keluar dan masuk dengan mudah.

5. Dalam kedudukan biasa, lengan sinyal harus datar tegak lurus terhadap poros tiangnya. Tiangnya harus tertanam tegak lurus. 6. Pasak-pasak penambat pada poros agar kedua roda gunting dapat

berputar bersamaan harus berkedudukan kukuh dan poros harus dapat memutar dengan ringan.

7. Pada kedudukan tak biasa harus diusahakan agar rol pada roda gunting dan poros roda gunting merupakan garis tegak lurus untuk mencapai semboyan yang positif ialah 45°. Untuk dapat mencapai persyaratan no. 3 dan 7, jumlah roda kawat harus lengkap dan pelumasan pada roda kawat serta penyangga roda harus cukup.

8. Semua kaca pada lengan sinyal harus berkedudukan kukuh, didempul, ditahan oleh splitpen dan utuh. Jika terdapat retak atau pecah harus segera diganti.

9. Bagian lengan yang panjang terhadap porosnya harus mempunyai kelebihan momen sebesar ± 1 kgm daripada bagian yang pendek agar dapat jatuh ke kedudukan biasa atau “tak aman” apabila rol roda gunting keluar dari guntingnya.

10. Tebeng pengatur warna cahaya pada tiang sinyal harus benar-benar dapat menutupi atau membuka cahaya yang disinarkan oleh lentera sinyal.

11. Batang besi sebagai penghantar tempat lentera harus benar-benar lurus dan mur serta mur kontranya pada ujung-ujung harus terputar keras.

12. Tempat lentera harus dapat bergerak ke atas atau ke bawah dengan ringan serta tempat lentera berikut semat pemegang lentera harus berkedudukan kukuh, bola timah harus utuh serta

(23)

B

I

ini dan bagian atas lentera harus sedekat mungkin. Selama lentera belum berkedudukan akhir di atas, semua tebeng pada tempat lentera harus dapat menutupi sinar lentera dengan sempurna. Setelah berkedudukan akhir di atas, tebeng tersebut harus dapat membuka sinar lentera dengan sempurna.

13. Kabel lentera tidak boleh terlalu panjang sehingga dapat tersangkut oleh suku-suku alat penggerak lengan sinyal dan bola timah sebagai pemegang untuk menarik ke atas harus lengkap serta pada kabel lentera tidak boleh terdapat kawat baja yang terlepas.

Kait pemegang kabel pada tiang harus berkedudukan kuat dan dapat memegang kabelnya dengan sempurna.

14. Lentera sinyal harus diberi tanda dengan pelat kuningan yang disolder dan huruf/angka sesuai dengan nama lengan yang bersangkutan. Pada bidang teratas tidak boleh terdapat cekungan yang mengakibatkan terlalu banyak kelonggaran antara lentera dan bola timah pada tempat lentera. Kait penggantung dan lubang semat harus cocok dengan yang ada pada tempat lentera. Pintu pada lentera harus dapat menutup rapat dan dikunci dengan sempurna. Reflektor harus berkedudukan kukuh dan mengkilat, jika sudah menguning atau berkarat harus diganti baru. Tempat minyak tidak boleh bocor dan alat pengatur sumbu harus dapat bekerja dengan baik serta nyala lampu harus merata. Kaca lentera dan semprong harus selalu utuh.

15. Tiap kabel baja untuk satu kawat tarik yang melingkari roda gunting paling sedikit sepanjang lingkaran roda ditambah dengan yang di luar roda.

1.D SINYAL LANGSIR

Sinyal langsir tergolong pada sinyal lengan. Sinyal ini mempunyai dua buah lengan yang keduanya berputar pada satu poros datar. Kedua lengan yang mengapit tiangnya dapat membentuk silang dengan sudut 45° terhadap tiang atau dapat berimpit tegak lurus. Semboyan yang disebut pertama berarti bahwa “boleh melalukan langsiran” (pada malam hari dengan cahaya berwarna ungu atau biru mengarah ke kedua sisi), sedangkan yang tersebut kedua berarti bahwa “dilarang melakukan langsiran” (pada malam hari tidak terlihat cahaya). Dalam kedudukan biasa, sinyal ini menunjukkan salah satu semboyan, tergantung pada kepadatan langsiran setempat.

(24)

B

I

Konstruksi penggerak lengan tidak disyaratkan seperti halnya pada sinyal lengan (apabila kawat tariknya putus, lengan akan jatuh sendiri ke kedudukan biasa). Sebagai penggerak lengan digunakan sebuah t uas yang mengapit tiangnya. Besarnya langkah kawat tarik untuk menggerakkan lengan ialah 50 cm.

1.D.1 Cara Kerja Penggerak Lengan

Gambar I.D.1 menunjukkan kedua lengan dan tuas penggerak lengan berkedudukan biasa. (Di sini dianggap bahwa kedudukan biasa ialah kedudukan boleh melakukan langsiran).

Dalam kedudukan biasa, ujung kanan tuas 1 yang dapat berputar pada poros 2 menyandar pada pembatas langkah 3. Ujung ini dihubungkan dengan kawat ulur sedangkan ujung yang kiri dengan kawat penarik.

Kedua batang tarik lengan 4 dan 5 berkedudukan sedemikian sehingga kedua lengan yang dapat berputar pada poros induk 6, saling menyilang 45° terhadap tiangnya.

Apabila hendel sinyal yang bersangkutan dibalik, ujung kiri balans 1 bergerak ke bawah sebesar 49 cm sedangkan ujung kanan ikut bergerak ke atas dengan langkah yang sama.

Pada gerakan ini, batang tarik 4 ikut juga bergerak ke bawah sehingga lengan 7 memutar bertentangan dengan arah jarum jam sebesar 45° dan batang tarik 5 bergerak ke atas sehingga lengan 8 memutar searah dengan jarum jam juga sebesar 45°. Dengan demikian, kedua lengan ini bersilang tegak lurus.

Balans 1 kini berkedudukan tak biasa dan ujung kirinya mentok pada pembatas langkah 9.

1.D.2 Konstruksi Tempat Lentera

Pada malam hari sinyal ini dapat menunjukkan semboyan berupa cahaya berwarna ungu atau bitu atau tidak menunjukkan cahaya. Untuk ini digunakan lampu minyak yang dipasang di ragangan penggantung lentera (ada kalanya menggunakan lampu listrik). Ragangan penggantung lentera, seperti gambar I.D.2 dapat ditarik ke atas atau diturunkan ke bawah dengan menggunakan kabel baja melalui roda yang ada di bagian atas tiang sinyal. Kedua ujung kabel lentera ini masing-masing dihubungkan dengan ragangan penggantung lentera, yang satu di atasnya dan yang lainnya di bawah.

(25)

B

I

Ragangan ini dilengkapi dengan tebeng pengatur cahaya 10. Pada sinyal ini tidak disyaratkan bahwa selama lentera sedang dalam perjalanan naik atau turun, cahayanya harus tertutup.

Naik atau turunnya ragangan penggantung lentera sinyal, dihantar oleh dua batang besi pengantar 11 yang dipasang di sisi tiang sinyal dan kedua ujung batang besi penghantar ini ditambatkan pada pemegangnya yang dilengkapi pegas spiral 12 untuk meredam bilamana turun mengejut.

Apabila ragangan sudah ada di atas dalam kedudukan akhir, kabel lentera dapat ditambatkan pada tiang sinyal dengan perantaraan tuas kait 13.

Di bagian atas pada ragangan penggantung lentera sinyal terdapat sebuah alat berbentuk bola timah menggantung. Alat ini digunakan agar lentera sinyal yang dipasang pada ragangan tidak dapat dilepas apabila ada sentuhan dari bawah sewaktu turun walaupun lentera tersebut sudah terpegang oleh semat 14 dan menggantung pada penggantung 15.

1.D.3 Cara Kerja Pengatur Cahaya

Untuk mengatur warna cahaya lampu sinyal digunakan kaca berwarna ungu atau biru berdiameter 180 mm yang ditempatkan pada ragangan penggantung lentera. Gambar I.D.1 dan I.D.2 menunjukkan sinyal langsir berkedudukan biasa (boleh melakukan langsiran). Dalam kedudukan ini, cahaya putih lentera sinyal ada di belakang kaca ungu atau biru, sehingga pada malam hari sinyal ini menunjukkan cahaya ungu atau biru.

Tuas t yang digandengkan dengan tebeng pengatur cahaya dan berputar pada poros p, menyandar pada rol r yang ditempatkan pada lengan 7.

Apabila kedua lengan berubah kedudukannya dan menunjukkan semboyan “dilarang melakukan langsiran”, maka tuas t terdorong oleh rol r ke kanan yang mengakibatkan kedua tebeng pengatur cahaya berputar pada poros p ke arah lawan jarum jam. Dengan demikian cahaya lentera tertutup oleh tebeng bawah.

1.D.4 Persyaratan Sinyal Langsir

1. Pada suku bagian untuk menggerakkan balans batang tarik lengan, tidak boleh ada kelonggaran terlalu besar. Baut dan semat yang sudah aus harus diganti dan splitpen harus lengkap dan

(26)

B

I

Pelumasan pada poros-poros dan bidang-bidang yang bergesekan harus cukup.

2. Kedudukan kedua begel pada ujung balans harus terjamin kukuh, baik sambungan rantai yang harus diikat kawat lilit maupun sosok kawat harus dalam keadaan sempurna dan dicat hitam. Pemegang kawat harus baik dan bersih serta lengkap dengan splitpen yang terbuka.

3. Dalam kedudukan biasa ataupun tak biasa, antara pembatas langkah dan lengan balans harus ada renggang sebesar lebih kurang 10 mm.

4. Kedudukan lengan sinyal harsu dapat berimpit tegak lurus dan dapat saling menyilang tegak lurus dengan sempurna. Jika tidak demikian, panjang batang tarik harus dibetulkan. Bidang muka poros balans dan pada kedua semat ujung bawah batang penarik lengan, harus dicat putih.

5. Kedudukan tebeng yang berkaca maupun yang tertutup harus tepat di muka lubang cahaya lentera baik dalam kedudukan biasa maupun tak biasa. Jika tidak demikian, keausan pada tuas penggerak tebeng dan pada rol pendorongnya harus dihilangkan. 6. Kaca tebeng harus utuh dan kedudukannya harus kukuh

didempul dan ditekan oleh splitpen yang terbuka.

7. Untuk mendapatkan semboyan yang positif, roda kawat harus lengkap.

8. Batang besi sebagai penghantar tempat lentera harus benar-benar lurus dan mur serta mur kontra pada ujung-ujungnya harus terputar keras.

9. Tempat lentera harus dapat digerakkan ke atas atau ke bawah dengan dan penggantung lentera berikut semat pemegang lentera harus berkedudukan kukuh, bola timah harus utuh serta menggantung bebas. Jika lentera dipasang, jarak antara bola timah dan bagian atas lentera harus sedekat mungkin.

10. Kabel lentera tidak boleh terlalu panjang sehingga dapat tersangkut oleh suku-suku penggerak lengan sinyal dan bola timah sebagai pemegang untuk menarik ke atas, harus lengkap serta pada kabel lentera tidak boleh terdapat kawat baja yang terlepas. Kait pemegang kabel pada tiang harus berkedudukan kuat dan dapat memegang kabelnya dengan sempurna.

11. Lentera sinyal harus diberi tanda dengan pelat kuningan yang disolder dan huruf/angka yang sesuai dengan nama lengan yang bersangkutan. Pada atap lentera tidak boleh terdapat cekungan yang mengakibatkan banyak kelonggaran antara lentera dan bola

(27)

B

I

harus cocok dengan yang ada pada tempat lentera. Pintu lentera harus dapat menutup rapat dan dikunci dengan sempurna.

Reflektor harus berkedudukan kukuh dan mengkilat, jika sudah menguning atau berkarat harus diganti baru. Tempat minyak tidak boleh bocor dan alat pengatur sumbu harus dapat bekerja dengan baik serta nyala lampu harus merata. Kaca lentera dan semprong harus selalu utuh.

1.E MENDIRIKAN TIANG SINYAL

Menurut Peraturan Pemerintah mengenai Perkeretaapian (S.V.) pasal 51 ayat 3a, ditentukan bahwa penempatan sinyal pelindung harus sedemikian hingga pada cuaca biasa, semboyan yang ditunjukkan oleh sinyal dapat dilihat jelas oleh masinis atau motoris yang mendekatinya pada jarak tertentu, agar ia dapat memberhentikan kereta apinya apabila sinyal memberi tanda “K.A. harus berhenti”. Untuk memenuhi persyaratan ini, maka semboyan yang diberikannya harus dapat terlihat jelas dari titik tampak ialah patok T. Dengan demikian, penanaman tiang sinyal harus sedemikian agar poros lengan sinyal menuju ke titik tampak. Apabila sinyal pelindung atau sinyal masuk tak dapat dilihat dari titik tampak sehingga terpaksa harus dilengkapi dengan sinyal muka, maka poros lengan sinyal muka ini harus tertuju ke titik tampak, sedangkan poros lengan sinyal masuk harus tertuju ke sinyal mukanya.

1.E.1 Persyaratan Mendirikan Tiang Sinyal Lengan

1. Dalamnya penanaman bagian tiang sinyal tergantung pada panjang tiang, ialah sbb. :

± 2,00 meter bagi tiang sinyal panjang 14 meter; ± 2,00 meter bagi tiang sinyal panjang 12,50 meter; ± 1,50 meter bagi tiang sinyal panjang 11,50 meter; ± 1,50 meter bagi tiang sinyal panjang 9,50 meter;

2. Untuk menanam tiang sinyal bundar harus dibuatkan palang penyangga dari besi kanal NP.12 panjang ± 1,25 meter dan di bagian bawah harus diberi landasan beton berukuran 80 x 80 x 10 cm (gambar I.E.1).

(28)

B

I

3. Untuk menanam tiang sinyal persegi tidak diperlukan palang penyangga tetapi harus juga diberi landasan beton seperti tersebut dalan nomor 2.

4. Sebelum tiang sinyal didirikan, bagian yang akan ditanam harus dimeni paling sedikit dua lapis.

5. Untuk mencegah akan berkaratnya bagian tiang yang ditanam harus dilapisi dengan adukan yang terdiri dari semen, pasir dan batu pecahan dengan perbandingan 1 : 2 : 3 dan di sekeliling kaki tiang pada permukaan tanah harus dipasang tembok ukuran 80 x 80 cm setinggi 30 cm.

6. Pada waktu penanaman, tiang sinyal harus berkedudukan betul-betul tegak lurus.

7. Tiang sinyal yang harus dipasang di sebelah luar jalan kereta api, pada umumnya sejauh 3,50 meter dari poros jalan kereta api, sedangkan yang di antara sepur-sepur dipasang sejauh 2,75 meter dari poros jalan kereta api.

1.F PENGECATAN LENGAN SINYAL DAN TIANG

Oleh karena disyaratkan bahwa semboyan yang ditunjukkan sinyal harus dapat terlihat jelas dari titik tampak oleh masinis atau motoris, maka dipilihnya warna yang menyolok antara lain warna merah bagi lengannya.

Menurut Reglemen 3 “Hal Semboyan”, sebagai semboyan yang mengandung arti bagi masinis ialah kedudukan lengannya, jadi bukan warnanya. Maka warna merah lengan sinyal dapat diselingi dengan warna lain untuk menambah daya tampaknya. Gambar I.F.1 dan I.F.2 menunjukkan adanya beberapa contoh mengenai pengecatan lengan sinyal. Bagi tiangnyapun disyaratkan agar dapat jelas terlihat oleh masinis supaya ia segera melihat kedudukan lengannya. Maka tiangnya juga harus dicat dengan warna yang menyolok antara lain kuning berselang hitam seperti contoh pada gambar I.F.3.

1.F.1 Persyaratan Pengecatan Tiang Sinyal Lengan

1. Lengan sinyal yang dilapisi dengan email atau scotlight tidak boleh dicat, cukup dicuci dengan sabun hijau, dan bila lapisan email sudah terlepas harus diganti baru.

(29)

B

I

2. Untuk mencegah keluarnya air karat dari baut pemegang pelat lengan dan mengotori lengannya, maka cincin baut pemegang pelat lengan harus dibuat dari timah.

3. Corak pengecatan lengan, bilamana perlu agar disesuaikan dengan keadaan setempat untuk mendapatkan daya tampak yang jelas.

4. Jenis cat untuk lengan sinyal ialah merah sinyal berkualitas PARALIN atau yang sederajat dan mengkilat.

5. Lengan sinyal sebelum dicat harus dibersihkan lebih dahulu kemudian dimeni dua lapis, kemudian barulah dicat dua lapis. 6. Pengecatan tiang sinyal dilakukan berselang-seling hitam dan

kuning yang dimulai dengan warna hitam dari atas. a. Bagi tiang sinyal panjang 9,50 meter :

6 x 1,15 meter sehingga bagian yang paling bawah sepanjang 1,10 meter berwarna hitam.

b. Bagi tiang sinyal panjang 11 meter :

6 x 1,35 meter sehingga bagian yang paling bawah sepanjang 1,40 meter berwarna hitam.

c. Bagi tiang sinyal panjang 12,50 meter :

6 x 1,50 meter sehingga bagian yang paling bawah sepanjang 1,50 meter berwarna hitam.

d. Bagi tiang sinyal panjang 14 meter :

6 x 1,75 meter sehingga bagian yang paling bawah sepanjang 2,00 meter berwarna hitam.

7. Pengecatan tiang sinyal bordes dilakukan berselang-seling hitam dan kuning masing-masing sepanjang 1,15 meter.

a. Bagi tiang induk yang menyangga bordes :

Bagian yang paling bawah harus berwarna hitam. b. Bagi tiangnya yang memegang lengan sinyal :

Bagian yang paling bawah harus berwarna hitam.

8. Tiang sinyal sebelum dicat berwarna hitam dan kuning dua lapis, harus dibersihkan lebih dahulu karat dan kotorannya kemudian dimeni dua lapis.

9. Pada bagian tiang yang terbawah harus ditulis nama dan km sinyal dengan cat berwarna putih.

a. Nama sinyal harus sesuai dengan yang tercantum dalam reglemen pengamanannya.

(30)

B

I

b. Letak kilometer tiang sinyal harus sesuai dengan yang tercantum dalam reglemen pengamanannya.

1.G PESAWAT TARIK KEMBAR

Adakalanya bahwa sebuah lengan sinyal atau sinyal tebeng baru dapat menunjukkan “aman” setelah petugas di suatu rumah sinyal membalik hendelnya kemudian disusuli oleh pembalikan hendel di pos lain, atau sebaliknya. Hal ini terdapat antara lain untuk menarik “aman” sinyal jalan silang yang ada di dekat setasiun oleh petugas di jalan silang, masih tergantung juga pada pembalikan hendel oleh Ppka.

1.G.1 Cara Kerja Pesawat Tarik Kembar

Pesawat ini terdiri dari tiga buah roda masing-masing dengan alur untuk rantai yang dihubungkan dengan kawat tarik.

Ketiga roda ini berputar pada sebuah poros yang kedua ujungnya ditambatkan pada penyangga dari besi tuang. Pada roda kesatu dibuat cowakan yang berbentuk seperti gambar I.G.1. Pada sisi cowakan yangdiametral diberi peninggian. Demikian pula pada roda ketiga. Roda kedua ialah yang tengah, dilengkapi sebuah tuas dengan kedua ujungnya berbentuk kait yang dapat masuk ke cowakan pada roda pertama dan pada roda ketiga. Tuas ini dapat berputar pada sebuah poros yang ditambatkan pada roda kedua.

a. Gambar I.G.2 menunjukkan pesawat tarik kembar berkedudukan biasa.

Roda II dihubungkan dengan kawat tarik sinyal, roda I dihubungkan dengan hendel di setasiun sedangkan roda III dihubungkan dengan hendel di gardu penjaga. Apabila Ks membalik hendelnya, maka ujung tuas a akan terangkat oleh bidang miring pada cowakan roda I dan kini cowakan a tidak berhadapan dengan ujung tuas a dan ujung tuas b masuk ke cowakan roda III. Dalam gerakan ini, sudah tentu bahwa kedudukan roda II tidak terpengaruh dan sinyal masih tetap berkedudukan biasa.

b. Apabila kemudian petugas di gardu membalik hendelnya, bidang miring pada cowakan di roda III akan mendesak ujung tuas b ke atas, akan tetapi tidak mungkin karena di hadapan ujung tuas a tidak terdapat cowakan lagi. Dengan demikian, roda III membawa

(31)

B

I

cowakannya ialah berkedudukan di bawah, sehingga sinyal menunjukkan semboyan “aman”.

Keadaan seperti di atas akan terjadi juga bilamana pembalikan hendel dilakukan dengan urutan sebaliknya, ialah oleh petugas di gardu dahulu kemudian disusul oleh Ks.

c. Apabila sinyal telah menunjukkan “aman” karena roda II telah terputar, sinyal ini akan kembali ke kedudukan “tak aman” bilamana Ks atau petugas di gardu mengembalikan hendelnya ke kedudukan biasa.

Kembalinya roda II ke kedudukan biasa disebabkan karena tuas didorong oleh sentil tinggi pada sisi cowakan roda I dan III sewaktu roda ini dikembalikan ke kedudukan biasa, walaupun ujung tuas menemui cowakan.

d. Pesawat ini dapat juga digunakan untuk melayani sebuah sinyal dengan dua hendel, asal arah pemutaran roda-roda dibalik. Sebagai contoh, yang dipasang antara sinyal masuk dan sinyal muka.

1.G.2 Beberapa Contoh Penggunaan Pesawat Tarik Kembar

Contoh 1 :

Dipasang di emplasemen dengan jalan silang di belakang sinyal masuk.

Gambar I.G.4 menunjukkan kedua pesawat tarik kembar berkedudukan biasa, demikian pula sinyal masuk A.

Sinyal A hanya boleh ditarik “aman” apabila jalan silang dan emplasemen dalam keadaan aman. Ini berarti bahwa untuk memasukkan kereta api, petugas di setasiun dan di ujung jalan silang masing-masing harus membalik hendelnya. Hal ini dapat diikuti pada hubungan jalan kawat tariknya. Sinyal masuk A akan kembali ke kedudukan “tak aman” bilamana petugas di setasiun atau petugas di jalan silang mengembalikan hendelnya ke kedudukan biasa.

Contoh 2 :

Dipasang di emplasemen yang di dalamnya terdapat jalan silang yang tidak menggunakan tenaga tarik mekanis di antaranya sinyal m asuk dan sinyal muka.

Gambar I.G.5 menunjukkan kedudukan biasa dan keempat kawat lengan sinyal AI dan AII telah dijadikan dua kawat dengan

Referensi

Dokumen terkait

- Penyuluhan pencegahan peredaran/ penggunaan minuman keras dan narkoba :.. Waktu Pelaksanaan 02-01-2013 sampai dengan

THE CONSTRAINT OF DEVELOPING LOGICAL/MATHEMATICAL INTELLIGENT ON INTEGRATED LEARNING OF MULTIPLE INTELLIGENT WEBBED MODEL AT TKIT SALMAN AL FARISI (Exploration Study)..

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang?. menjadi dasar untuk mengatur lebih lanjut kegiatan

Dengan kata lain, pemilik sertifikat Berkaitan dengan sertifikat sebagai tanda bukti hak yang bersifat kuat,. sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan

Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di desa penulis (desa Bakalan Kalinyamatan Jepara) dan juga di masyarakat Jawa pada umumnya dalam menghadapi peristiwa kematian, hampir

[r]

Al-Ghazali telah mengubah atau paling tidak telah berusaha merubah istilah-istilah yang sulit menjadi mudah bagi pemahaman orang awam.Melalui pendekatan sufistik, al-

[r]