Jakarta, Kompas -Sejumlah advokat yang tergabung dalam Forum Advokat Pengawal Konstitusi mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator mengemudi Korps Lalu Lintas Polri.
Salah satu advokat anggota forum, Petrus Selestinus, mengatakan, mereka mendukung KPK segera melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh dan utuh. "Jika membiarkan dualisme penanganan kasus korupsi simulator oleh polisi, KPK justru melanggar sendiri ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," kata Petrus saat mendatangi KPK bersama sejumlah advokat, Selasa (28/8). Mereka ditemui penasihat KPK, Said Zainal Abidin, dan Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha.
Menurut Petrus, kengototan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk terus menangani kasus ini, sementara mereka mengetahui penyidikan lebih dulu dilakukan KPK, justru menimbulkan banyak pertanyaan.
Advokat anggota forum, F Hermawi Y Taslim, mengatakan, KPK harus mewaspadai upaya menghambat kerja mereka dengan dalil ada nota kesepahaman. Forum Advokat Pengawal Konstitusi meminta agar KPK segera mengeluarkan keputusan mengambil alih seluruh penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator di Korlantas.
Periksa Djoko lagi
Kemarin, penyidik Bareskrim Polri memeriksa kembali Inspektur Jenderal Djoko Susilo dalam kasus dugaan korupsi Korlantas Polri. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, Djoko diperiksa jam 10.00 untuk tersangka Brigadir Jenderal Didik Purnomo, AKBP TR, dan Komisaris L, serta dua pemenang tender, BS dan SB.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, penahanan para tersangka kasus korupsi di Korlantas Polri tidak sah, karena sesuai UU KPK, Polri tidak berhak menyidik kasus itu.
Kemarin, PN Jakarta Selatan sedianya menggelar sidang perdana permohonan praperadilan keabsahan penahanan tersangka kasus korupsi simulator oleh Polri. Permohonan diajukan MAKI, dengan pihak termohon Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK. Sidang dengan agenda pembacaan permohonan tidak jadi digelar karena pihak Polri dan KPK tidak datang. Hakim memutuskan sidang digelar pada 4 September.
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743
KOMPAS Rabu, 29-08-2012. Halaman: 6 (Opini)
Reformasi Hukum Gagal?
Teten Masduki
Resistensi Polri terhadap investigasi KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator kemudi di Korps Lalu Lintas mencerminkan masalah utama reformasi hukum yang berjalan lamban sejak 14 tahun lalu. Padahal, program reformasi hukum menjadi prioritas, paling banyak menyedot sumber daya, mendapat sorotan dan dukungan dunia internasional.
Terlalu banyak pihak yang diuntungkan oleh keadaan hukum yang bobrok. Bukan saja rezim lama yang masih bercokol di birokrasi, politik, dan bisnis, melainkan juga para politisi produk reformasi yang perilakunya mereplikasi rezim kleptokrasi lama yang dikritiknya dulu. Termasuk mereka yang melakukan pelanggaran HAM berat. Namun, hambatan utama datang dari para mafia hukum itu sendiri.
Kita tahu banyak aparat hukum senior yang telanjur memiliki rekening gendut. Spirit untuk memulihkan citra lembaga mereka yang busuk memang sempat muncul dari segelintir aparat pada awal-awal reformasi, tetapi kemudian tenggelam oleh semangat membela "korps" dari mayoritas aparat hitam.
Masalahnya program reformasi hukum itu lebih fokus membenahi kompetensi kelembagaan seperti sistem manajemen perkara, sistem merit, revisi peraturan perundang-undangan, tetapi tidak satu pun pemerintahan pascareformasi yang berani mencopot aparat hukum yang kotor. Sehingga semua perbaikan kelembagaan itu tidak banyak memberikan dampak positif di tangan aparat yang kotor.
Pada era pemerintahan Soeharto, lembaga yudikatif tunduk pada kekuasaan eksekutif. Maka masalah independensi menjadi target utama reformasi lembaga peradilan. Namun, belakangan asumsi itu tidak terlalu tepat. Terbukti pada era korupsi transaktif saat ini siapa pun bisa melumpuhkan hukum asal punya cukup uang, sama halnya dengan kontrak-kontrak
pemerintah akan jatuh kepada penawar paling besar (the highes bidder). Malah karena telanjur dibikin independen, lembaga pengadilan seperti punya benteng yang tinggi untuk melindungi diri.
Kemajuan bukan berarti tidak ada. Setidaknya KPK hingga saat ini dan pengadilan tindak pidana korupsi sebelum dua tahun terakhir ini cukup membanggakan, meskipun terus dikeroyok oleh aparat hukum konvensional. Hal itu karena keduanya terputus dari mata rantai mafia hukum, yang sudah menggurita dalam kelembagaan konvensional. Maka tidak nalar kalau ada penentangan dari kalangan politisi dan praktisi hukum terhadap strategi pembenahan hukum seperti ini. Secara teori, jangkar gerakan antikorupsi harus dilakukan dari luar ketika keinginan untuk berubah dari internal tidak muncul.
Konservatif
Dunia advokat pada awal tahun 1970-an, yang dicatat Indonesianis masyhur, Profesor Daniel S Lev, memiliki jejak rekam menakjubkan dalam pembaruan hukum yang di antaranya melahirkan gerakan bantuan hukum dengan tokoh Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien, salah seorang motor penggeraknya. Namun, pada era reformasi tidak banyak gerakan pembaruan hukum yang dimotori organisasi advokat yang bisa dicatat. Yang mencolok malah kantor-kantor advokat kebanjiran rezeki kasus-kasus korupsi dan bisnis yang dibongkar oleh gerakan reformasi, yang suka tidak suka menempatkan mereka berada di seberang arus perubahan. Meskipun ini soal pilihan, ada juga sedikit advokat yang konsisten tidak mau menangani kasus korupsi.
Asas profesionalitas dan kesamaan semua orang di depan hukum adalah alasan yang sering dikemukakan para advokat ketika membela kasus-kasus korupsi. Dengan alasan yang sama barangkali para ahli hukum di kampus sulit menolak tawaran sebagai penasihat atau saksi ahli dari firma hukum bonafide ketika menangani kasus-kasus yang melibatkan pejabat tinggi atau konglomerat.
Kontradiksi nilai selalu menjadi perdebatan panjang dalam dunia kepengacaraan menyangkut sumber pembayaran yang mereka terima yang berasal dari kejahatan yang dibelanya.
Profesi advokat memang diperlukan. Peristiwa hukum adalah masalah yang kompleks, ada sebab dan akibat sehingga selalu ada celah-celah atau faktor-faktor yang bisa dijadikan alasan untuk meringankan pelaku kejahatan sebesar apa pun.
Namun, dalam pembelaan terhadap kliennya, yang kadang tidak terbatas di ruang pengadilan, cenderung konservatif terhadap upaya-upaya pembaruan hukum yang diperlukan.
Tidak ada gerakan yang kuat dan masif dari para ahli serta praktisi hukum untuk mengadopsi asas pembuktian terbalik atau asas retroaktif dalam revisi undang-undang tindak pidana korupsi, penerapan prinsip free bargaining atau free agreement dalam pembuatan undang-undang perlindungan saksi, yang semuanya dipercaya secara empiris sangat efektif untuk memerangi kejahatan terorganisasi seperti korupsi.
Resistensi
Belakangan ada resistensi sangat kuat dari para praktisi hukum dan politisi di DPR dalam penerapan undang-undang pencucian uang terhadap kasus-kasus korupsi.
Hingga hari ini tak sedikit yang masih berpandangan bahwa pembentukan KPK di luar sistem serta memasalahkan kewenangan penuntutan KPK. Padahal, kehadiran lembaga-lembaga state
auxiliary body semacam itu di mana saja telah lumrah menyubstitusi kelembagaan konvensional guna mengatasi kejahatan-kejahatan modern yang sudah mengakar dalam institusi konvensional itu sendiri. Termasuk di negara-negara maju yang sistem demokrasinya sudah berjalan dengan baik.
Fakultas hukum harus mengambil tanggung jawab terhadap keadaan hukum yang dalam beberapa tahun belakangan ini menduduki peringkat terburuk di antara negara tetangga.
Barangkali kampus harus melengkapi kemampuan teknis para mahasiswanya dengan nilai-nilai idealisme profesi, keadilan, dan kemanusiaan sehingga mereka tidak memperkuat mafia hukum.
Gagasan-gagasan pembaruan sistem hukum nasional mestinya datang dari fakultas hukum. Bagi masyarakat awam, sistem hukum apa yang mau dianut tidaklah penting, mau kucing belang atau putih asal bisa menangkap tikus.
Seperti kata almarhum Profesor Satjipto Rahardjo, hukum harus mengabdi untuk menghadirkan kesejahteraan manusia, bukan sebaliknya manusia mengabdi pada hukum seperti menyembah berhala.
Teten Masduki
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200 Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 30-08-2012. Halaman: 4
Kasus Simulator