Narasumber: Ignatius Haryanto
Pengamat Media, Dosen Jurnalistik, serta Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan
Pembangunan (LSPP)
Lupita Wijaya (L): Dari penelitian ini saya menemukan 43% itu pro, sedangkan yang netral 57%. Jadi dia condong ke netral. Nah, tapi isinya pro itu 60%, 40%nya netral. Menurut bapak apa hal ini memang wajar bagi Kompas?
Ignatius Haryanto (I): Mmm…Kompas memang selalu ingin menjaga keseimbangan, selalu tidak ingin sangat…sangat kelihatan tampil membela salah satu pihak, gitu ya. Jadi, kalau tadi digambarkan bahwa judul memang lebih netral, tetapi isi lebih pro kepada KPK, dalam arti ya memang itulah gayanya Kompas. Dia tidak ingin secara langsung, secara eksplisit, dari judul sampai isi menunjukkan keberpihakkan dia kepada siapa. Seperti itu.. Jadi, gaya Kompas memang seperti itu, dia tidak ingin dituduh lebih pro kepada siapa begitu, sehingga condong untuk selalu menjaga keseimbangan, kira-kira begitu.
L: Jadi hal ini memang wajar buat koran ini? I : Wajar, iya.
L: Lalu Pak, mmm… masih dalam topik yang sama antara judul dan isi yang berbeda, adakah kaitannya dengan ideologi Kompas?
I: Karena ideologi Kompas ya memang hati-hati, tanda kutip dia juga tidak ingin menyakiti hati orang lain. Mmm… itu omongan dari orang-orang di dalam. Mmm… petinggi di Kompas juga ya tidak ingin menyakiti hati orang lain secara terbuka, seperti itu. Kalaupun dia ingin melakukan kritik, kritiknya agak halus lah, begitu ya. Tidak sangat frontal, tidak model Tempo yang diblejeti, ditelanjangi ya dan lain-lain seperti itu. Ya tetap kalau Kompas, unsur-unsur bagaimanapun tetap keberimbangan dari pihak yang lain, dari pihak yang dituduhkan, selalu ada dipastikan selalu ada. Karena dia tidak ingin jatuh dalam tanda kutip penghakiman.
L: Kalau begitu, peran Kompas yang seperti tadi, itu sudah pas belum dalam konteks ini?
I: Mmm… Sebenarnya begini, sah-sah saja kalau sebuah media itu punya keberpihakan kepada salah satu hal atau keberpihakan kepada nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini misalnya kan soal pemberantasan korupsi. Kalau disuruh memilih antara dua lembaga, KPK dan Kepolisian, sejauh ini kok kita lebih banyak mendengar institusi polisi yang punya problem terkait masalah korupsi dan lain-lain dibanding dengan KPK. Nah, dalam arti itu, saya sih merasa bahwa sebenarnya keberpihakan Kompas perlu ditampilkan dengan lebih eksplisit ya. Artinya, mmm… tetap dengan cara yang
elegan, tetap dengan keberimbangan ya, tetapi nggak ada salahnya untuk menampilkan mmm.. keberpihakannya secara lebih terbuka, begitu.
L: Mmm… Bagaimana pola pikir Bapak dalam memandang ideologi humanis transendentalnya Jakob Oetama sebagai pendiri Kompas?
I: Ya, humanisme transendental mmm… ya itu konsep yang sangat luas ya. Intinya kan memang bagaimana hubungan antar manusia ini itu juga sesuatu yang dianggap religius, sesuatu yang dianggap mmm… ada unsur-unsur yang di luar kemampuan manusia lah, kira-kira begitu. Nah, itu yang lalu kemudian kalau dalam terjemahannya seringkali humanisme transendental itu ya diterjemahkan dalam arti itu. Tidak me..menelanjangi orang dengan sangat terbuka, seperti begitu. Tidak ingin mempermalukan seseorang gitu ya. Artinya, tidak ingin menyakiti hati orang lah. Kalau dia ingin mengkritik atau menunjukkan sesuatu yang salah, seperti itu, dengan cara yang lebih santun, lebih hati-hati, menunjukkan fakta-fakta yang ada di lapangan dan dibiarkan lalu kemudian silakan biar pembaca yang membuat kesimpulan terhadap paparan-paparan seperti itu. Tidak dengan sangat jelas, istilahnya, kalau mungkin meniru modelnya Tempo itu sampai menunjuk-nunjuk wajah orangnya, “Ini loh yang salah” gitu ya, “Ini loh yang…yang nggak benar karena begini-begini. Nah, Kompas tidak dengan model yang begitu. Menunjukkan tetapi tetap dengan santun, tidak membuat orang jadi sakit hati, tidak jadi marah, dan merah telinganya, begitu. Memang sangat Jawani lah.
L: Dan menurut bapak, itu masih sah-sah saja ya menganut nilai seperti itu, menurut bapak dalam konteks sekarang ini loh?
I: Saya pribadi suka gregetan kadang-kadang (tertawa). Artinya begini, mmm… persoalan kita yang besar di bangsa ini adalah terkait dengan korupsi, salah satu halnya. Mmm… Kasihan kalau misalnya kita hanya melihat satu atau dua media saja yang sangat getol untuk memerangi korupsi yang ada. Padahal, kita tahu masalahnya sangat besar. Mmm… sedangkan kita juga berharap media dan juga bisa semakin terlibat memberanas korupsi. Nah, peran kompas kalau di sini, saya merasanya, Kompas berbuat terlalu sedikit untuk kapasitas yang dia miliki.
L: Harusnya lebih eksplisit lagi ya menyampaikannya?
I: Bisa lebih eksplisit, bisa lebih berani, bisa lebih dalam untuk menggambarkan semua, dan harusnya bisa juga lebih subjektif.
L: Berarti secara keseluruhan nih, maupun sistemnya, gayanya, terus ideologinya. Ada nggak kritik lain yang mungkin secara keseluruhan ini terhadap gayanya Kompas? I: Ya itu sih, budayanya itu.
L: Terlalu berhati-hati?
I: Iya, terlalu berhati-hati (mengangguk)
L: Berarti tepat dong kata Rosihan Anwar soal jurnalisme kepiting?
I: Betul. Dan itu masih dia lakukan. Kalau saya secara internal sudah terang-terangan saya bilang, “Anda ini masih hidup di zaman masa lalu apa ya? Masih takut-takut dengan hal-hal yang seperti itu, gitu.” Mmm… karena ya Kompas mungkin punya semacam trauma-trauma juga ya, terlalu keras dengan satu pihak atau mengalami kekerasan dari pihak yang lain. Itu yang lalu membuat Kompas juga cukup berhati-hati, seperti itu ya. Kompas bukan model Tempo yang berani berhadapan dengan
pihak manapun di pengadilan, berani untuk dipanggil oleh Dewan Pers, dan mmm… bersengketa di sana dan lain-lain seperti itu. Kompas memilih jalan-jalan yang “kalau bisa jangan sampai ke sanalah”.
L: Kalau dari dulu nih, dari pertama Kompas dibangun sampai sekarang itu, ada nggak sih perubahan prinsip atau pergeseran nilai. Maksudnya sekarang dia lebih beranilah dibanding dulu?
I: Secara umum sebenarnya beberapa yang ya.. Kompas punya banyak kontribusi juga. Beberapa hal mmm… inovasi-invoasi dilakukan begitu, tetapi kalau khusus terkait dengan masalah korupsi dan lain seperti itu, mmm… persoalannya adalah Kompas tidak, tidak seberani Tempolah. Mohon maaf kalau banyak melakukan perbandingan ke Tempo karena mmm… ya dua media inilah yang jadi acuan jurnalistik terbaik sekarang ya, kalau boleh dibilang. Jadi, sayang kalau tadi saya katakan, misalnya resource yang dimiliki oleh Kompas luar biasa. Dia punya data yang sangat melimpah di litbang ya dan lain-lain seperti itu. Tapi sebenarnya itu semua bisa dimanfaatkan dengan lebih luas untuk bisa membuat liputan-liputan yang lebih kuat, lebih juga, apa ya, secara jurnalistik itu juga bisa sangat dipertanggung jawabkan. Tapi sayangnya itu tidak dipilih sebagai jalan.
L: Kalau dalam koteks simulator SIM tadi antar Polri dan KPK, kita kembali lagi. Dari 35 berita ini kan saya sudah simpulkan tadi mmm… berapa persen suara pro dan netral, itu menurut bapak apa sih agenda Kompas. Apa yang ingin disampaikan Kompas lewat berita itu?
I: Kompas pada dasarnya tetap ingin supaya korupsi di sini bisa diselesaikan. Polisi juga harus mau terbuka untuk mengakui kesalahannya, gitu ya. Cuma mmm… dalam arti ini, kemajuan yang ditunjukkan oleh Kompas tidak terlalu banyak. Kalaupun saya memperhatikan berita-berita Kompas secara umum ya. Seringkali Kompas jatuh hanya pada satu statement saja dari pihak A, pihak B, pihak C, dan lain-lain. Tetapi akar permasalahannya sendiri bagaimana ini terjadi, dll seperti itu, itu yang tidak cukup banyak ditampilkan oleh Kompas. Mmm… mereka memang sangat berlindung kepada sumber-sumber yang resmi. Kompas memang sangat jarang atau mungkin hampir tidak pernah menggunakan narasumber-narasumber yang disembunyikan sehingga lalu kemudian mereka menunggu statement-statement resmi. Sehingga kalau kadang-kadang kita memperhatikan, kadang-kadang boring juga sih. Hanya ditunggu dari humas Kapolri bilang apa begitu, lalu kemudian humas Polda bilang apa, humasnya dari Kepolisian Kapolda Bengkulunya gimana, dan lain seperti itu, sehingga mmm… padahal ada hal yang bisa digali lebih jauh dengan melihat yang sesungguhnya terjadi itu seperti apa. Nah, membongkar kejadian-kejadian seperti itu yang agak jarang dilakukan oleh Kompas.
L: Apakah dalam hal konteks Kompas dengan simulator SIM ini, mmm… Kompas juga berpikiran bahwa sebaiknya simulator SIM itu diserahkan ke KPK? Iya nggak, ada kecenderungan seperti itu?
I: Iya, itu betul dan memang arahnya ke sana gitu ya. Cuma caranya untuk menyampaikan ke sana itu dengan cara yang halus, menggunakan mulut orang lain,
gitu ya, dan mmm… tidak mau terlalu sangat terang-terangan untuk sampai pada kesimpulan semacam itu. Itulah Kompas.