• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Waris Perempuan Karo Di

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS

C. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Waris Perempuan Karo Di

Perlindungan hukum terhadap hak waris perempuan Karo di Desa Lingga selayaknya sudah menjadi perhatian khusus guna memberikan kepastian hukum

terhadap hak asasi manusia. Hal ini sesuai sebagaimana pendapat Satjipto Raharjo bahwa perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.121 Namun menurut Servis Ginting selaku Kepala Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, bahwa tidak adanya perlindungan hukum secara tegas disebabkan karena ketiadaan aturan hukum waris secara nasional.122

1. Perlindungan Hukum Bagi Seorang Janda

Menurut Simpei Sinulingga terkait perlindungan hukum terhadap hak waris perempuan yakni seorang janda yang cerai mati adalah dengan cara mengelola dan memanfaatkan harta peninggalan suami. Namun pada hal tersebut seorang janda tersebut tidak bisa menjual harta peninggalan si suami tersebut.

Menurut Yahmin Sinulingga seorang janda yang ditinggal mati masih dapat mempunyai hak penuh terhadap harta peninggalan suami apabila ia menikah dengan saudara laki-lakinya atau sembuyakdari suaminya atau disebut dengan perkawinan lakoman.123 Janda tidak mendapat harta warisan merupakan bentuk asal dari hukum waris batak Karo.124

Cara lain menurut Simpei Sinuingga jika suami yang telah mati tidak memiliki saudara kandung laki-laki yang dapat dinikahkan dengan janda tersebut, maka janda itu dapat dinikahkan dengan sepupu almarhum suaminya yang

121Satjipjo Raharjo, Op. Cit., Hal. 48.

122Hasil Wawancara dengan Bapak Servis Ginting Selaku Kepala Desa Lingga Kec.

Simpang Empat, Pada tanggal 21 Agustus 2019.

123Hasil Wawancara dengan Bapak Yahmin Sinulingga Selaku Pengetua Adat Desa Lingga. Pada tanggal 23 Agustus 2019.

124Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia : Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat, ( Jakarta : Rajagrafindo, 1996). Hal. 116.

memiliki marga yang sama dengan suaminya. Jika tidak ada sepupu atau kerabat terdekat dari almarhum suami yang dapat dinikahkan dengan janda tersebut, maka janda itu dapat menikah dengan laki-laki lain diluar dari keluarga suaminya dengan catatan suami berikutnya memiliki marga yang sama dengan almarhum suaminya.125 Ketika janda tersebut menikah lagi dengan orang lain yang memiliki marga yang sama dengan suaminya terdahulu maka janda tersebut tetap dianggap menjadi bagian dari keluarga suaminya, sehingga harta dapat dikelola oleh janda meskipun ia telah melangsungkan perkawinan berikutnya.

Selama janda melaksanakan kewajibannya sebagai janda dalam artian tetap mendidik anak dan memelihara diri sebagai janda dengan tidak melangsungkan perkawinan dengan orang lain, maka ia tetap dapat memperoleh hak dalam mengelola dan memanfaatkan harta peninggal dari suaminya sepanjang menyangkut kebutuhan hidupnya sehari-hari. Menurut pendapat Ter Haar alasan mengapa janda tidak memperoleh harta waris dari suaminya karena janda dianggap sebagai orang asing yang tidak berhak atas warisan. Janda dalam kedudukannya sebagai istri tetap ikut memiliki harta yang diperoleh selama perkawinan dengan batasan yang telah ditetapkan.126

Masyarakat Batak Karo memandang perceraian karena kematian bukanlah dimaknai sebagai suatu perceraian, sehingga hanya cerai hidup saja yang dimaknai sebagai suatu perceraian yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan perceraian yang terjadi karena kematian tidak memutuskan hubungan keluarga

125Hasil Wawancara dengan Bapak Simpei Sinulingga Selaku Pengetua Adat Desa Lingga. Pada tanggal 24 Agustus 2019.

126 Ter Haar, Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, ( Jakarta : Pradnya Paramita, 1991).

hal. 217.

antara janda dengan keluarga suaminya, sehingga janda tersebut tetap dianggap sebagai bagian dari keluarga suaminya sepanjang ia belum melakukan perkawinan yang baru. Ketika janda tersebut melakukan perkawinan setelahnya maka ia dianggap telah keluar dari anggota keluarga almarhum suaminya.

2. Perlindungan Hukum Bagi Anak Perempuan

Perlindungan hukum terhadap anak perempuan dalam pembagian harta waris suku Batak Karo di Desa Lingga Kec. Simpang Empat Kab. Karo menurut hasil penelitian dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Pemere keleng ate

Tidak adanya ketentuan yang memberikan peluang pembagian harta waris kepada anak perempuan mengundang perhatian khusus bagi orangtua terhadap keberlangsungan hidup anak perempuannya dikemudian hari. Karena hal ini, orangtua mulai menyadari bahwa anak perempuan juga harus dilindungi hak-haknya dan diberikan bagiannya. Untuk mengatasi hal tersebut, orangtua biasanya menggunakan berbagai strategi dalam melindungi hak perempuan. Menurut Servis Ginting bahwa di Desa Lingga ada beberapa orang tua langsung memberikan harta semasa hidupnya dengan cara pemere keleng ate terhadap anak perempuannya, harta tersebut sebagai modal yang diberikan kepada anak perempuan tidak diangap sebagai ahli waris.127

Berdasarkan pendapat dari Yahmin Sinulingga di Desa Lingga dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak perempuan, ada sebagian anak laki-laki dalam pembagian hartanya memberikan harta peninggalan orang tua nya

127Hasil Wawancara dengan Bapak Servis Ginting Selaku Kepala Desa Lingga Kec.

Simpang Empat, Pada tanggal 21 Agustus 2019.

kepada saudara perempuannya yaitu disebut kekelengen sebagai bentuk penghormatan kepada anak perempuan.128

b. Tading-tadingen

Menurut Simpei Sinulingga di Desa Lingga, ada beberapa orang tua juga melakukan pembagian hartanya dengan tading-tadingen.129 Pengaturan hukum waris yang ada kerap kali tidak sesuai dengan keinginan pewaris, hal inilah yang menyebabkan masyarakat Karo kerap memberikan tading-tadingen tertentu untuk melindungi hak anak perempuannya. Selain itu, pemberian tading-tadingen juga dijadikan sebagai alat untuk memperkecil peluang terjadinya konflik dikemudian hari terhadap harta yang ditinggalkan pewaris. Hal ini di karenakan dengan adanya pesan terakhir dari pewaris tersebut serta adanya kesadaran para ahli waris untuk menghormati keinginan terakhir pewaris maka tanpa memakan waktu lama, harta dapat langsung dibagikan, terlebih lagi apabila pembagian yang diwasiatkan oleh pewaris sesuai dengan keadilan.

Hukum waris Karo yang tidak mengenal perempuan sebagai ahli waris menjadikan hal ini sebagai startegi lain untuk melindungi hak-hak setiap anaknya, khusunya anak perempuan. Anak perempuan di Desa Lingga Kab. Simpang Empat kerap mendapat bagian harta dari wasiat orangtuanya sebelum meninggal.

Pada umumnya orangtua akan mewasiatkan sebagian hartanya agar dibagi kepada anak perempuannya meskipun jumlah yang diwasiatkan tidak melebihi jumlah

128Hasil Wawancara dengan Bapak Yahmin Sinulingga Selaku Pengetua adat Desa Lingga Kec. Simpang Empat, Pada tanggal 23 Agustus 2019.

129Hasil Wawancara dengan Bapak Simpei Sinulingga Selaku Pengetua adat Desa Lingga.

Pada tanggal 24 Agustus 2019.

yang diberikan kepada anak laki-laki. Bentuk tading-tadingen yang diberikan biasanya berbentuk tanah, baik untuk dimiliki ataupun untuk dikelola.130

c. Fasilitas Pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua pihak, seiring perkembangan zaman kebutuhan menempuh pendidikan semakin disadari oleh setiap kalangan. Masyarakat Batak Karo di Desa Lingga dalam hal ini telah memahami bahwa pendidikan menjadi aset utama bagi setiap anak khusunya bagi anak perempuan.

Masyarakat Batak Karo di Desa Lingga memberikan akses pendidikan bagi anak perempuan setinggi-tingginya guna kebutuhannya dimasa depan.

Masyarakat batak Karo beranggapan bahwa dengan memberikan pendidikan yang cukup bagi anak perempuan maka akan mempermudah untuk mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak dimasa yang akan datang, sehingga ketika anak perempuan telah menemui jodohnya, orangtua tidak akan khawatir melepas anaknya masuk dalam keluarga oranglain.131 Memberikan hak untuk menempuh pendidikan yang tinggi adalah cara untuk melindungi perempuan dalam pembagian harta waris, artinya adalah meskipun perempuan tidak mendapat harta dalam bentuk materi tetapi ia telah dibekali dengan pengetahuan dan keamampuan untuk mendapat pekerjaan yang layak, dengan mendapat pekerjaan yang layak maka akan memperkecil konflik ketika ia tidak mendapat harta waris.

130Hasil Wawancara dengan Bapak Simpei Sinulingga Selaku Pengetua adat Desa Lingga.

Pada tanggal 24 Agustus 2019.

131Hasil Wawancara dengan Bapak Yahmin Sinulingga Selaku Pengetua Adat Desa Lingga, Pada tanggal 23 Agustus 2019.

A. Kesimpulan

1. Kedudukan perempuan sebagai anak sebelum menikah akan tetap masuk ke dalam kelompok ayahnya, tetapi kedudukan itu akan berubah setelah ia menikah, karena perempuan akan mengikuti klan suaminya. Setelah menjadi istri maka kedudukannya mengikuti klan/marga suaminya, istri yang ditinggal wafat suaminya berbeda dengan cerai hidup tetapi tetaplah dianggap menjadi bagian dari keluarga suaminya. Sebaliknya, jika terjadi cerai hidup, maka janda tersebut kembali kepada keluarganya semula. Hubungannya dengan suaminya secara adat pun terputus.

2. Pada dasarnya, anak perempuan dalam masyarakat Karo bukanlah berkedudukan sebagai ahli waris sesuai dengan sistem patrilineal, namun di desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo walaupun perempuan tidak dianggap sebagai ahli waris tapi mendapatkan bagian dari pemberian (pemere) sebagai bentuk penghormatan kepada anak perempuan.

Bentuk harta yang didapatkan oleh perempuan dapat berupa tanah/sawah dan perhiasan.

3. Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara memberikan perlindungan tersendiri bagi anak perempuan dalam hal pembagian waris. Perlindungan hukum terhadap anak perempuan dalam

pembagian harta waris dalam suku Karo adalah dengan cara memberikan pemere keleng ate, tading-tadingen dan memberikan fasilitas pendidikan

B. Saran

1. Kedudukan perempuan harus semakin jelas di dalam hukum adat sehingga keseimbangan kedudukan dapat terbentuk.

2. Pembagian harta warisan di dalam masyarakat adat Karo sebaiknya tetap mengacu pada hukum adat yang berlaku karena masyarakat adat Karo masih kental dengan peraturan adat yang telah diberlakukan selama ini. Meskipun telah terjadi pergeseran nilai atau terjadi perkembangan dalam hal pembagian warisan tersebut hendaknya upaya perubahan tersebut tanpa meninggalkan nilai-nilai adat yang berlaku selama ini agar tidak terjadi pertikaian antara para ahli waris.

3. Perlindungan hukum terhadap hak waris perempuan selayaknya sudah menjadi perhatian khusus. Tidak adanya perlindungan hukum secara tegas disebabkan karena ketiadaan aturan hukum waris secara nasional. Menurut penulis sudah menjadi kepentingan yang mendesak untuk membentuk suatu aturan mengenai hukum waris yang berlaku secara nasional namun tidak meninggalkan hukum secara utuh.

2011.

Apeldoorn, L..J Van., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.

Arifin, Muhammad, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada Cetakan II, 1994.

Azizy, A. Qodry, Eklektisisme Hukum Nasional Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media, 2002.

Bangun, Teridah, Manusia Batak Karo, Jakarta : Inti Idayu Press, 1986.

Adat Istiadat Karo, Jakarta: Yayasan Merga Silima, 2000.

Djojodigoeno, M.M., Asas-Asas Hukum Adat, Jogyakarta : Yayasan badan Penerbit GAMA, 1981.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

GBKP, Moderamen, Hasil Seminar Adat Karo, Kabanjahe: GBKP, 1983.

H.R. Otje Salman S dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung : PT. Refika Aditama, 2004

Hadikusuma, Hilman, Hukum Waris Adat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003 , Hukum Waris Adat, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 1999 Kaban, Maria, Kesetaraan Perempuan dan Pengambilan Keputusan, Medan:

Pustaka Bunga Press, 2011.

Kansil, CST, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Kongers Kebudayaan Karo. Sibayak International Hotel Berastagi, 1995 Limbeng, Yulianus, Orat Tutur Karo, Medan : Ulih Saber, 2006 Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

M. Hadjon, Philipus, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia , Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1987.

Mahkamah Agung, Penelitian Hukum Adat Tentang Warisan Di Pengadilan Tinggi Medan,Mahkamah Agung Proyek Penelitian Hukum Adat, Jakarta, 1979.

Malik, Rusdi, Penemu Agama Dalam Hukum di Indonesia, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2000.

Mansoer CS, M. D. , Hukum Perdata Adat Karo Dalam Rangka Pembentukan Hukum Nasional, Bandung : Tarsito, 1979.

Maria, dkk, Penelitian. Implementasi Keputusan MK No. 35/PUU-X/2012 Tanggal 16 Mei 2013 Terhadap Hak Ulayat Studi di Desa Juhar Tarigan, Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, 2014.

MD, Moh. Mahmud, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta : Gama Media, 1999.

Mertokusumo, Sudikno, dan Mr. A. Pitlo , Bab-Bab Tertuan Penemuan Hukum, Yogyakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 1993.

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia,Jogyakarta : Liberty, 1993.

Nainggolan, Togar, Batak di Jakarta, Jakarta: BM, 1990.

Neumen, J.H., Sedjarah Batak Karo : Sebuah Sumbangan, Djakarta : Bhatara, 1972.

Panggabean, H.P, Buku Ajar Klinis Hukum Dalam Sistem Hukum dan Peradilan,Bandung : PT. Alumni, 2011.

Prinst, Darwan, Adat Karo, Medan: Penerbit Bina Media Perintis, 2012.

, Adat Karo Medan : Bina Media Perintis, 2008.

, Adat Karo, Medan : Bina Media Bisnis, 2004.

Prints, Darwan, dan Darwin Prints, Sejarah dan Kebudayaan Karo, Jakarta : CV.

Irma, 1985.

Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya, 2000.

Rasjidi, Lili, Pengantar Filsafat Hukum : Apakah Hukum itu?, Bandung : Remadja Karya, 1988.

Runtung, Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif : Studi Mengenai Masyarakat Perkotaan Batak Karo di Kabanjahe dan Brastagi,Disertasi Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2002.

S. Brahmana, Pertampilan, Daliken Si Telu dan Solusi Masalah Sosial Pada Masyarakat Karo: Kajian Sistem Pengendalian Sosial, Medan : Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara, 1995.

Salman, R. Otje dan Anton F. Sutanto, Teori Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2005.

, Ikhtisar Filsafat Hukum, Bandung: Armico Cetakan Ke 3, 1999.

Simarmata, Edward, Kedudukan dan Relevensi Yurisprudensi Untuk Mengurangi Disparitas Putusan Pengadilan, Laporan Penelitian Jakarta : Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2010.

Sitepu, Runtung, Hukum Waris Adat, Bahan Kuliah : Hilangnya Hak Mewarisi, Medan : Universitas Sumatera Utara, 2014.

Sitepu, Sempa, Sejarah Pijer Podi Adat Nggeluh Suku Karo Indonesia, Medan:

Forum Komunikasi Masyarakat Karo, 1993.

Slaats, Herman, and Karen Portier, Traditional Decisioin-Making and Law,Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1992.

Soekanto, Soejono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum,Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2006.

Soekanto, Soerjono dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 1995.

, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 1993.

, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1984.

, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Haji Masagung, 1987.

Soemitro, Ronny Hamitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1990.

Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: Penerbitan Universitas, 1967.

Sokanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta :Raja grafindo persada, 2008.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung : Alumni, 1977.

Sudiarti Luhulima, Achie, Bahan Ajar tentang Hak & Perempuan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Sudiat, Iman, Hukum Adat Sketsa Asas, Yogyakarta: Liberty, 1981.

Sugiono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfa Beta, 1983.

Sutantio, Retnowulan, dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek,(Bandung : Mandar Maju, 2002.

Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto, Archie Sudiarti Luhulima, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Bandung : Alumni, 2006.

Tarigan, Sarjani, Dinamika Orang Karo : Budaya dan Modernisme, Medan : Tp, 2009.

Trusto, Subekti, Hukum Waris Adat., Jakarta, 2013.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Wigjodipoero, Soerojo, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: Gunung Agung, 1995.

Internet:

Http: //Www.pta-palangkaraya.net/data/mengajarkan-keteraturan.pdf.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1679/perbedaan-sifatmengikat antara-preseden-dengan-yurisprudensi, Perbedaan Sifat Mengikat Antara Preseden dengan Yurisprudensi, diakses tanggal 30 Agustus 2019 pukul 15.43 WIB.

Jurnal:

Aprilia Sembiring, Venika, Perkembangan Pewarisan Masyarakat Adat Batak Karo di Kabupaten Karo Sumatera Utara, Jurnal Hukum. Diponegoro Law Journal. Volume 5 Nomor 3, Tahun 2016.