• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Proses Dan Syarat Untuk Menjadi Calon Legislatif Pada Pemilihan Umum

Legislatif Tahun 2009.

Seseorang yang hendak menjadi calon legislatif anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota pada pemilu legislatif tahun 2009 haruslah diajukan oleh partai politik peserta pemilu. Partai politik dapat dikatakan sebagai perahu yang akan mengantarkan seseorang untuk menjadi calon legislatif.

Adapun syarat untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota disebutkan pada Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan:

(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan:

a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;

e. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menegah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;

f. Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus;

g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; h. sehat jasmani dan rohani;

i. terdaftar sebagai pemilih; j. bersedia bekerja penuh waktu;

k. mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya berseumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;

l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaries, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai peraturan perundang-undangan;

m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, pengurus badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;

n. menjadi anggota partai politik peserta pemilu

o. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan p. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan;

(2) Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:

a. Kartu tanda Penduduk Warga Negara Indonesia;

b. Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;

c. Surat keterangan catatan kepolisian tentang tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat;

d. Surat keterangan berbadan sehat jasmani dan rohani; e. Surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;

f. Surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani diatas kertas bermaterai cukup;

g. Surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan

keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani diatas kertas bermaterai cukup;

h. Surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badang usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggaranya bersumber dari keuangan negara;

i. Kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu;

j. Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani diatas kertas bermaterai cukup;

k. Surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.

Tentang tata cara pengajuan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diatur pada pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008, yang menyatakan:

(1) Partai Politik Peserta Pemilu melakukan melakukan seleksi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

(2) Seleksi bakal calon sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dilakukan secara demokrasi dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik.

Verifikai kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan oleh KPU. Pasal 57 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan:

(1) KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

(2) KPU provinsi melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPRD provinsi dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

(3) KPU kabupaten/kota melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

Setelah dilakukan verifikasi terhadap kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota selanjutnya KPU, KPUD provinsi dan KPUD kabupaten/kota menetapkan dan mengumumkan daftar calon

tetap anggota DPR dan DPRD sesuai dengan tingkatannya. Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 menyakan:

(1) KPU menetapkan daftar calon tetap anggota DPR.

(2) KPU provinsi menetapkan daftar calon tetap anggota DPRD provinsi.

(3) KPU kabupaten/kota menetapkan daftar calon tetap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

(4) Daftar calon tetap sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) disusun berdasarkan nomor urut dan dilengkapi dengan pas foto diri terbaru.

Pada pemilu legislatif tahun 2009 berdasarkan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008, daftar bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diajukan kepada KPU, KPUD provinsi, KPUD kabupaten/kota.

Komsi Pemilihan Umum berdasarkan Peraturan Nomor : 20 tahun 2008 telah membuat program /kegiatan sehubungan dengan tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, adapun program/kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terdiri dari:

a. Rapat kerja KPU dan KPU Provinsi mengenai pelaksanaan daerah pemilihan, penetapan kursi dan pencalonan anggota DPRD Provinsi (termasuk kampanye), dilaksanakan oleh KPU dengan peserta KPU Provinsi ;

b. Rapat kerja KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengenai pencalonan anggota DPRD Kabupaten/Kota dan sosialisasi kepada partai politik peserta

pemilu 2009, dilaksanakan oleh KPU Provinsi dengan peserta KPU Kabupaten/kota;

c. Pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota ;

(1) Pengambilan formulir pencalonan dan sosialisasi kepada partai politik peserta pemilu 2009 (a) Calon Anggota DPR di KPU, (b) Calon Anggota DPRD Provinsi di KPU Provinsi, (c) Calon Anggota DPRD Kabupaten/Kota di KPU Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

(2) Pengajuan bakal calon oleh pengurus partai politik, (a) Calon anggota DPR kepada KPU, (b) Calon anggota DPRD Provinsi kepada KPU Provinsi, (c) Calon anggota DPRD Kabupaten/Kota kepada KPU Kabuapten/Kota, dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

(3) Verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon, (a) Anggota DPR, (b) Anggota DPRD Provinsi, (c) Anggota DPRD Kabupaten/Kota, untuk penelitian calon KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota membentuk kelompok kerja.

(4) Penyampaian hasil verifikasi kepada partai politik peserta pemilu dan pihak terkait lainnya, termasuk bagi bakal calon yang bermasalah, dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

(5) Pemberian kesempatan untuk melengkapi/memperbaiki syarat calon dan mengganti bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

(6) Verifikasi hasil perbaikan kelengkapan syarat calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh KPU.

(7) Penyusunan dan penetapan daftar calon sementara (DCS) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh KPU. (8) Pengumuman dan penyampaian tanggapan masyarakat atas daftar calon

sementara (DCS) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

(9) KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota meminta klarifikasi kepada partai politik atas masukan dan tanggapan masyarakat terhadap DCS anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, klarifikasi dilaksanakan oleh partai politik sesuai dengan tingkatan.

(10) Pengajuan pengganti DCS anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota kepada KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh partai politik sesuai dengan tingkatan.

(11) Verifikasi pengganti DCS anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota kepada KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota, dilaksanakan oleh partai politik sesuai dengan tingkatan.

(12) Penyusunan dan penetapan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota.

(13) Pengumuman daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, diumumkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.

Setelah KPU mengumumkan daftar calon tetap anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota maka selanjutnya para calon legislatif yang dinyatakan memenuhi

persaratan dan telah ditetapkan sebagai calon legislatif akan mengikuti tahapan penyelenggaran pemilu berikutnya, diantaranya adalah tahapan kampanye pemilu. B. Akibat Hukum Terhadap Calon Legislatif Yang Menjadi Tersangka Dalam

Mengikuti Tahapan Pemilihan Umum.

Akibat hukum dimaksudkan disini yaitu terhadap calon legislatif yang disangka melakukan tindak pidana pemilu jika kebijakan penanggulangannya dilakukan melalui kebijakan penal policy yaitu kebijakan penanggulangan dengan sarana hukum pidana apakah dalam proses hukum tersebut masing-masing sub-sistem peradilan pidana khususya kepolisan, kejaksaan, lembaga peradilan dapat melakukan penahanan terhadap tersangka.

Penahanan merupakan sebagai bentuk upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik, penuntut umum ataupun hakim terhadap tersangka/terdakwa, namun walaupun penahanan sebagai upaya paksa, tidak menghilangkan harkat dan martabat

tahanan. Tidak dapat melenyapkan hak asasi yang melekat pada dirinya secara keseluruhan.147

Pasal 1 angka (21) K.U.H.A.P. menyatakan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Meskipun menurut undang-undang penyidik, penuntut umum, ataupun hakim berwenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka/terdakwa namun semestinya sebelum menetapkan penahanan haruslah dikaji dan dipertimbangkan terlebih dahulu apa yang menjadi landasan dalam menetapkan status tahanan tersebut. Landasan penahanan meliputi dasar hukum, keadaan, serta syarat-syarat yang memberi kemungkinan melakukan tindakan penahanan. Antara yang satu dengan yang lain dari dasar tersebut, saling menopang kepada unsur yang lain. Sehingga kalau salah satu unsur tidak ada, tindakan penahanan kurang memenuhi asas legalitas.148

Menurut ketentuan Pasal 21 ayat (1) K.U.H.A.P. perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Kemudian ditegaskan bahwa penahanan

147

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua, Op. Cit. hlm. 196.

148

yang dikenakan terhadap tersangka haruslah dilengkapi dengan administrasi berupa surat perintah penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) K.U.H.A.P.

Jika dilihat dari landasan penahanan yang berdasarkan pada unsur keadaan kekhawatiran, unsur ini menitik beratkan kepada keadaan atau keperluan penahanan ditinjau dari segi subjektif sitersangka atau siterdakwa, tetapi sekaligus berjumpa dua segi subjektif yakni segi subjektif tersangka atau terdakwa, yang dinilai secara subjektif oleh penegak hukum yang bersangkutan. Adapun unsur keadaan atau keperluan penahanan dimaksud, ditentukan dalam Pasal 21 ayat (1), yaitu berupa adanya “keadaan yang menimbulkan kekhawatiran” :

- Tersangka atau terdakwa akan melarikan diri; - Merusak atau menghilangkan barang bukti;

- Atau dikhawatirkan akan mengulangi tindak pidana.

Semua keadaan yang :menghawatirkan” di sini adalah keadaan yang meliputi subjektivitas tersangka atau terdakwa. Dan pejabat yang menilai keadaan kekhawatiran itu pun bertitik tolak dari penilaian subjektif. Bukankah sangat sulit menilai secara objektif adanya niat tersangka untuk melarikan diri sehingga benar-benar menkhawatirkan pejabat penegak hukum.149

Meskipun penyidik, penuntut umum, ataupun hakim mempunyai wewenang untuk melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap tersangka atau terdakwa akan tetapi tidak semua tindak pidana dapat dilakukan penahanan terhadap pelakunya. Penahanan hanya dapat dikenakan kepada tersangka atau terdakwa sebagai mana dimaksu pada Pasal 21 ayat (4) K.U.H.A.P. yang menyatakan:

Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun memberikan bantuan dalam tindak pidana tersebuit dalam hal:

a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

149

b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3), pasal 296, pasal 335 ayat (1), pasal 351 ayat (1), pasal 353 ayat (1), pasal 372, pasal 378, pasal 379 a, pasal 453, pasal 454, pasal 455, pasal 459, pasal 480 dan pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pasal 25 dan pasal 26

Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-Undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), pasal 36 ayat (7), pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara nomor 3086).

Dari ketentuan Pasal 21 ayat (4) K.U.H.A.P. sebagaimana disebutkan diatas, ketentuan pada huruf (a) secara tegas menyebutkan bahwa penahan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka dalam tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih. Sedangkan ketentuan pada huruf (b) menyebutkan bahwa penahan dapat dikenakan terhadap tersangka dalam tindak pidana yang melanggar pasal-pasal tertentu didalam K.U.H.P. meskipun ancamannya pidananya kurang dari lima tahun. Selain itu penahan juga dapat dikenakan terhadap tersangka dalam tindak pidana yang diatur dalam undang-undang khusus.

Penelitian ini membahas tentang analisis penegakan hukum tindak pidana pemilihan umum pada pemilihan umum legislatif tahun 2009 tentang pelanggaran larangan kampanye yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dan

kemudian dalam tahap banding telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Medan, maka dalam hal ini yang menjadi pembahasan adalah bagaimana akibat hukum terhadap tersangka/terdakwa H.Iskan Qolba Lubis,MA apakah dalam proses penegakan hukum tersebut dikenakan penahanan atau tidak.

H. Iskan Qolba Lubis, MA adalah Calon Legislatif pada pemilu legislatif tahun 2009 untuk DPR RI Daerah Pemilihan Sumatera Utara II, Nomor Urut 1 dari Partai Keadilan Sejahtera, dirinya dijadikan sebagai tersangka dan terdakwa berdasarkan laporan dari Panwaslu Kabupaten Padang Lawas kepada Kepolisian Resor Tapanuli Selatan sehubungan telah ditemukannya contoh tata cara mencontreng surat suara pemilu legislatif tahun 2009, didalam contoh surat suara tersebut tercantum nama H.Iskan Qolba Lubis,MA Calon Legislatif untuk DPR RI Daerah Pemilihan Sumatera Utara II, Nomor Urut 1 dari Partai Keadilan Sejahtera, dan juga tercantum nama dan logo partai peserta pemilu lain.

Penyidik pada Kepolisian Resor Tapanuli Selatan dan Jaksa Penuntut Umum Pada Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan kemudian menetapkan H. Iskan Qolba Lubis, MA sebagai tersangka/terdakwa melanggar Pasal 84 ayat (1) huruf i Jo. Pasal 270 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008.

Pasal 84 Ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan: Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang, membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan.

Selanjutnya pasal 270 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menyatakan Setiap orang dengan sengaja melanggar larangan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana penjara paling singkat 6 (enam ) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp. 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah). Jika dilihat dari ancaman pidana penjara yang ditentukan pada pasal 270 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, terhadap calon legislatif yang melanggar larangan kampanye sebagaimana dimaksud Pasal 84 Ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 dapat dikenakan pidana penjara paling lama 24 (dua puluh empat) bulan (2 Tahun).

Terhadap calon legislatif yang disangka atau didakwa melanggar larangan kampanye sebagaimana dimaksud Pasal 84 Ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, selama dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan tidak ada akibat hukum dalam bentuk penahanan, sebagaimana juga telah diatur didalam Pasal 21 ayat (4) K.U.H.A.P. tentang bentuk-bentuk tindak pidana yang bisa dekenakan penahanan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN