• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

SKEMA 1 : TEKNIK PELUKISAN TOKOH

2.2.3 Psikologi Kepribadian Menurut Atkinson, Atkinson, dan Hilgard

2.2.3.3 Akibat Konflik Psikologis dan Reaksi Tokoh

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering mengalami terjadinya konflik, jika mengalami konflik perasaaan yang muncul adalah rasa keragu-raguan juga terkadang konflik menimbulkan reaksi-reaksi tertentu terhadap seseorang yang mengalami konflik. Batin atau hati nurani dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai hakim yang adil, apabila didalam kehidupan manusia itu sering mengalami konflik, pertentangan atau keragu-raguan batin akan bertindak sebagai pengontrol yang kritis, sehingga manusia sering diperingatkan untuk selalu bertindak menurut batas-batas tertentu berdasarkan norma yang konvensional dalam masyarakat. Di samping sebagai pengontrol batin juga berfungsi sebagai alat pembimbing untuk membawa pribadi dari keadaan yang biasa ke arah pribadi yang bertanggung jawab, berdisiplin, adil, dan konsekuen.

Terlalu sering melakukan kegiatan yang bertentangan dengan suara batin hanya menyebabkan pecahnya pribadi seseorang, akibat individu selalu merasakan konflik-konflik jiwa yang tidak berkesudahan. Sebagai akibat pribadi yang dihinggapi konflik itu tidak mengenal atau tidak menyadari lagi apakah yang dilakukannya. Berdasarkan konflik psikologi tersebut, menurut Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard (1983:203-225) akibat dan reaksi terhadap akibat yang timbul dapat kita lihat pada halaman berikutnya.

2.2.3.3.1 Frustrasi

Frustrasi terjadi bila gerak ke arah tujuan yang diinginkan terhambat atau tertunda. Berbagai hambatan, baik eksternal maupun internal, dapat mengganggu usaha seseorang untuk mencapai tujuan.

Menurut C. E. Morgan (dalam Dirgagunarsa 1978 : 145) mengatakan ada beberapa macam sumber yang menyebabkan terjadinya frustasi. (1) diri pribadi sendiri. Misalnya seseorang ingin menjadi dokter gigi, tetapi gagal karena ia buta warna. (2) keadaan lingkungan (fisik) misalnya, ingin datang ke kampus pada waktunya, tidak bisa karena tiba-tiba sepeda motor kempes. (3) keadaan objeknya sendiri. Dalam hal ini kaitannya dengan tujuan sudah tercapai, tetapi ternyata tujuan (objek) itu tidak sesuai dengan harapan. Misalnya, kain sudah terbeli ternyata luntur. Ketika seseorang telah mengalami frustrasi timbul reaksi-reaksi, yaitu (a) agresi, (b) apati, dan (c) regresi. Keseluruhan hal tersebut akan dibahas satu per satu pada halaman 26.

a) Agresi

Reaksi yang timbul ketika dalam situasi frustrasi, biasanya seseorang tampak gelisah dan tidak senang: mereka menggerutu, resah, dan mengeluh, dan dalam banyak hal, orang yang mengalami frustrasi tidak dapat mengekspresikan agresi terhadap sumber frustrasi. Kadang-kadang sumber itu tidak jelas. Orang itu tidak tahu apa yang akan diserang tetapi ia merasa marah dan mencari sesuatu yang diserang, kadang-kadang orang yang menyebabkan frustrasi itu terlalu kuat sehingga serangan terhadap orang itu akan menimbulkan bahaya.

b) Apati

Reaksi yang berupa sikap acuh tak acuh dan menarik diri. Seseorang yang menyerang dengan penuh kemarahan ketika mengalami frustrasi dan mengetahui bahwa akhirnya kebutuhan mereka terpenuhi (baik itu melalui usaha mereka sendiri ataupun karena ada seseorang yang cepat-cepat menentramkan mereka ) mungkin kelak menampilkan perilaku yang sama bila motif mereka dihambat. Contoh: Seseorang yang ledakan agresifnya tidak pernah memberikan hasil dan seseorang yang tidak mampu memuaskan kebutuhan mereka melalui tindakan mereka sendiri, mungkin bertindak apatis dan menarik diri bila dihadapkan pada situasi yang menimbulkan frustrasi.

c) Regresi

Regresi didefinisikan sebagai tindakan kembali ke bentuk prilaku yang tidak matang atau bentuk perilaku yang khas pada usia yang lebih muda. Contoh: Kadang-kadang orang dewasa menampilkan bentuk perilaku yang tidak matang ketika

menghadapi situasi yang menimbulkan frustrasi. Mereka memaki, berteriak, mulai berkelahi, atau menghentikan usaha mengatasi masalah dan mencari seseorang untuk membantu memecahkan masalah tersebut.

2.2.3.3.2Kecemasan

Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istulah-istilah seperti “kekhawatiran,” “keprihatinan,” dan “rasa takut,” yang kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda karena kurangnya kesepakatan tentang definisi kecemasan yang lebih tepat, kami tidak akan memberi definisi. Contoh: Seorang gadis kecil yang dihukum orang tuanya karena menentang kehendak mereka dan berusaha memaksa kehendaknya sendiri pada akhirnya belajar mengasosiasikan rasa sakit hukuman dengan perilaku memaksa. Bila dia memikirkan usaha memaksa kehendaknya dan menentang orang tuanya, dia akan mengalami kecemasan.

Ketika seseorang telah mengalami kecemasan timbul reaksi-reaksi sebagai berikut, yaitu (a) mekanisme pertahanan, (b) penolakan, (c) penekanan, (d) rasionalisasi, (e) pembentukan reaksi, (f) proyeksi, (g) intelektualitas, (h) pengalihan. Keseluruhan hal tersebut akan dibahas satu per satu berikut ini.

a. Mekanisme Pertahanan

Sebagian dari cara seseorang mereduksi perasaan cemas tanpa memfokuskan masalahnya diberi nama mekanisme pertahanan, karena sering dilakukan. Freud (dalam Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard 1983:215) menggunakan istilah mekanisme pertahanan (defense mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi seseorang dari kecemasan melalui

pemutarbalikkan kenyataan. Strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara orang mempersepsi atau memikirkan masalah itu.

b. Penolakan

Bila kenyataan eksternal terlalu menyakitkan untuk dihadapi, seseorang mungkin mengingkari adanya kenyataan itu. Contoh: Orang tua seorang anak yang sedang sakit gawat mungkin menolak mengakui bahwa anaknya sakit keras walaupun mereka sudah diberi tahu dengan jelas diagnosisnya dan akibat yang terjadi. Karena mereka tidak tahan sakitnya mengakui kenyataan yang mungkin muncul, mereka terpaksa menggunakan mekanisme bela diri dalam bentuk penolakan (danial), setidak-tidaknya untuk sementara.

c. Penekanan

Pengingkaran atas kenyataan adalah pembelaan diri terhadap ancaman

eksternal; penekanan (represi) adalah pembelaan diri terhadap ancaman internal.

Dalam penekanan, implus-implus dan ingatan-ingatan yang terlalu menakutkan dibuang jauh dari tindakan-tindakan atau kesadaran-kesadaran. Freud (dalam Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard 1983:217) mengatakan bahwa penekanan implus-implus tertentu pada masa kanak-kanak merupakan hal yang universal. Misalnya, dia berpendapat bahwa semua anak-anak laki merasakan gairah terhadap ibunya dan perasaan persaingan dan permusuhan terhadap bapak mereka (odipus kompleks); perasaan ini ditekan untuk menghindarkan akibat-akibat yang menyedihkan yang timbul pada diri mereka. Pada kehidupan mendatang, seseorang mungkin menekan perasaan dan ingatan yang menyebabkan perasaan cemas sebab

mereka tidak mantap dengan gagasan pribadinya. Perasaan permusuhan terhadap orang yang dicintai dan pengalaman kegagalan mungkin dibuang dari ingatan.

d. Rasionalisasi

Rasionalisasi bukan berarti “bertindak menurut akal”; hal ini merupakan penentu motif yang masuk akal atau layak secara sosial pada sesuatu yang kita lakukan sehingga kita tampak bertindak sesuai dengan akal pikiran dan sepatutnya. Dalam usaha mencari alasan yang “baik” ketimbang yang “benar” orang-orang membuat sejumlah dalih. Dalih-dalih itu biasanya masuk akal; hanya saja mereka itu tidak mengatakan seluruh cerita. Misal: suka atau tidak suka sebagai suatu dalih: “ Saya tidak akan pergi ke pesta itu walaupun seandainya saya diundang. Saya tidak suka berkumpul-kumpul dengan orang banyak itu.

e. Pembentukan Reaksi

Kadangkala orang-orang dapat menyembunyikan motif dari diri mereka sendiri dengan memberikan pernyataan yang kuat terhadap yang bertentangan. Kecendrungan demikian disebut pembentukan reaksi (reaction formation). Contoh: Seorang ibu yang merasa bersalah atas ketidakinginannya (mempunyai) anaknya mungkin berubah menjadi terlalu ramah dan terlalu melindungi untuk meyakinkan anaknya tentang cinta kasihnya dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia adalah seorang ibu yang baik.

f. Proyeksi

Proyeksi adalah bentuk dari rasionalisasi, tetapi hal itu meresap ke dalam kebudayaan kita sehingga hal itu layak di perbincangkan karena sifatnya sendiri. Anggota-anggota setiap perkumpulan di universitas memberikan gambaran tentang proyeksi. Anggota-anggota setiap perkumpulan diminta untuk menilai anggota perkumpulan lainnya sifat-sifat yang tidak terpuji seperti kikir, keras kepala, dan keberandalan. Setiap mahasiswa diminta juga menilai dirinya sendiri. Yang menarik disini adalah mahasiswa yang memiliki sifat-sifat yang sangat tidak terpuji (yang dinyatakan menurut cara anggota lain menilai mereka) tapi mereka tidak menyadari memiliki sifat itu (yang dinyatakan oleh penilaian mereka atas diri mereka sendiri). Orang-orang semacam ini cendrung memberikan sifat yang tak terpuji terhadap mahasiswa lainnya. Datanya bersesuaian dengan pengertian mekanisme proyeksi Sears dalam Atkinson, Rita L, Richard C, dan Hilgard, Ernest R ( 1983:220 ).

g. Intelektualitas

Intelektualitas adalah usaha untuk memperoleh pembebasan dari situasi yang mengancam dan menghadapinya dengan istilah-istilah abstrak dan ilmiah. Doktor yang terus-terusan dihadapkan dengan penderitaan manusia tidak dapat berusaha untuk terlibat secara emosional dengan setiap pasien; kenyataannya, sejumlah pembebasan tertentu mungkin sangat perlu agar dokter itu dapat bekerja dengan baik.

h. Pengalihan

Mekanisme bela diri yang terakhir yang kita anggap memenuhi fungsinya (mengurang rasa cemas) sambil sedikit memberi kepuasan kepada motif-motif yang

tak layak. Melalui mekanisme pengalihan (displacement), suatu motif yang tidak dapat dipuaskan dalam satu bentuk diarahkan kedalam saluran baru. Contoh: kegiatan ibu-ibu, mengasuh atau mencari sahabat mungkin membantu mengurangi ketegangan yang berhubungan dengan kebutuhan seks yang tak terpenuhi.

2.2.3.3.3 Stres dan Fisiologi

Stres yang gawat (berlangsung melalui sistem urat saraf pusat untuk mengubah keseimbangan hormon) dapat juga merusak respons daya tahan seseorang, mengurangi kemampuan melawan bakteri dan virus-virus yang menyerang. Tepat benar bila diperkirakan bahwa stres emosional memegang peranan yang penting dalam lebih dari 50 persen segala masalah kesehatan.

BAB 3

Dokumen terkait