• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 JENIS DAN AKIBAT KONFLIK PSIKOLOGI DISERTAI REAKS

4.1.1 Teknik Eksposito ris

4.1.2.4 Teknik Reaksi Tokoh

Melalui teknik reaksi tokoh, penulis menemukan beberapa data yang menunjukkan sifat dan karakter tokoh “Je”. Data berikut ini misalnya, menunjukkan karakter tokoh “Je” yang mudah berubah. Sesaat sebelum persidangan dimulai, tokoh „‟Je‟‟ yang tadinya merasa ngeri menghadiri persidangan dan merasa khawatir akan kemungkinan keputusan hakim adalah hukuman mati, tiba-tiba tidak merasa takut meski dirinya telah menyadari kenyataan bahwa persidangan pada hari ke tiga adalah persidangan terakhir dan kenyatan bahwa hari itu hakim akan mengumumkan keputusan hukumannya. Perubahan sikap tokoh „‟Je‟‟ tersebut timbul karena tokoh‟‟Je‟‟ memiliki harapan bahwa keputusan hukumannya adalah kebebasan. Hal tersebut dapat dilihat dalam data ke-29.

(29)

LDJDC/II/5

Je compris tout à coup clairement ce que je n‟avais fait qu‟entrevoir confusément jusqu‟alors que le moment décisif était venu, et que j‟étais

là pour entendre ma sentence.

L‟explique qui pourra. De la manière dont cette idée me vint. Elle ne me causa pas de terreur.

Tiba-tiba aku mengerti dengan jelas apa yang hingga kini dapat kurasakan secara samar-samar saja, yaitu aku disini untuk mendengarkan keputusan hukumanku.

Apa pun alasannya, hingga pikiran ini datang, yang jelas aku tidak merasa takut.

Hari ke tiga setelah persidangan dimulai, tokoh „‟Je‟‟ sejenak terlupa dengan keyataan yang sedang dialaminya. Tokoh „‟Je‟‟ yang selalu dihantui oleh rasa khawatir dan ngeri, akhirnya dapat tertidur dengan lelap. Ia sejenak terlupa bahwa dirinya harus menghadiri persidangan. Setelah menyadari hal tersebut, tokoh „‟Je‟‟ yang tadinya merasa senang kembali dihantui oleh rasa takut. Selain itu, tokoh „‟Je‟‟ juga terlupa bahwa hari ke tiga persidangan adalah hari dimana hakim akan membacakan keputusan hukumannya. Tokoh „‟Je‟‟ menyadari hal itu setelah tiba di ruang persidangan. Tokoh „‟Je‟‟ yang selalu dihantui oleh rasa khawatir dan ngeri, tidak merasa takut menghadapi kenyataan itu. Penulis menunjukkan reaksi tokoh „‟Je‟‟ terhadap kenyataan bahwa hakim akan membacakan keputusan hukuman terdapat dalam kutipan yaitu „‟L‟explique qui pourra. De la manière dont cette idée me vint. Elle ne me causa pas de terreur „‟ (Apa pun alasannya, hingga pikiran ini datang, yang jelas aku tidak merasa takut).

Data berikut menggambarkan tokoh „‟Je‟‟ yang menjadi ketakutan setelah Panitera pengadilan membacakan keputusan sementara hukumannya. Rasa takut yang dialami tokoh „‟Je‟‟ dapat dilihat dalam kutipan yang bercetak tebal pada data ke-30.

(30)

LDJDC/II/7

Tout à coup le président, qui n’attendait que l’avocat, m’invita à me

lever. La troupe porta les armes ; comme par un mouvement électrique,

toute l’assemblée fut debout au même instant. Une figure insignifiante et nulle, placée à placée à une table au-dessous du tribunal, c‟était, je

pense, le greffier, prit la parole, et lut le verdict que le jurés avaient prononcé en mon absence. Une sueur froide sortit de tous mes membres ; je m‟appuyai au mur pour ne pas tomber.

Mendadak ketua hakim, yang tadi hanya menunggu datangnya pembelaku, memintaku berdiri. Pasukan melakukan sikap senjata dengan

gerakan terputus-putus, seluruh hadirin berdiri pada saat yang sama. Sesosok pria yang tidak menarik perhatian sama sekali dan tampak tidak berharga, yang mejanya berada dibawah meja pengadilan, angkat bicara dan membacakan keputusan yang telah ditetapkan oleh para juri selama aku tidak berada di sana. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Aku bersandar di dinding agar tidak jatuh.

Beberapa saat setelah persidangan dimulai, ketua hakim akhirnya meminta tokoh „‟Je‟‟ untuk berdiri. Panitera pengadilan akhirnya membacakan keputusan sementara yang telah ditetapkan oleh para ahli hukum tersebut ketika tokoh „‟Je‟‟ sedang beristirahat. Setelah mendengarkan keputusan hukumannya, tokoh „‟Je‟‟ yang sebelumnya memiliki semangat dan keyakinan yang kuat berubah menjadi ketakutan. Hal tersebut tergambar dari reaksi tokoh „‟Je‟‟ terhadap keputusan yang telah dibacakan panitera pengadilan yang terdapat dalam kutipan yaitu „‟ Une figure insignifiante et nulle, placée à placée à une table au-dessous du tribunal, c‟était, je

pense, le greffier, prit la parole, et lut le verdict que le jurés avaient prononcé en mon absence. Une sueur froide sortit de tous mes membres ; je m‟appuyai au mur

pour ne pas tomber „‟ (Sesosok pria yang tidak menarik perhatian sama sekali dan tampak tidak berharga, yang mejanya berada dibawah meja pengadilan, angkat bicara dan membacakan keputusan yang telah ditetapkan oleh para juri selama aku tidak berada di sana. Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Aku bersandar di dinding agar tidak jatuh). Kutipan di atas menggambarkan ketika panitera pengadilan membacakan keputusan sementara hukuman tokoh „‟Je‟‟. Setelah mendengarkan keputusan tersebut, tokoh „‟Je‟‟ tiba-tiba dilanda rasa takut.

Penulis menggunakan kata-kata „‟ Une figure insignifiante et nulle, placée à placée à une table au-dessous du tribunal, c‟était, je pense, le greffier, prit la

parole, et lut le verdict que le jurés avaient prononcé en mon absence „‟ (Sesosok pria yang tidak menarik perhatian sama sekali dan tampak tidak berharga, yang mejanya berada dibawah meja pengadilan, angkat bicara dan membacakan keputusan yang telah ditetapkan oleh para juri selama aku tidak berada di sana) untuk menggambarkan ketika panitera pengadilan membacakan keputusan sementara hukuman tokoh „‟Je‟‟.

Penulis menggunakan kata-kata „‟ Une sueur froide sortit de tous mes membres „‟ (Keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku) untuk menggambarkan reaksi tokoh „‟Je‟‟ yang merasa takut setelah mendengar keputusan sementara yang telah dibacakan oleh Panitera pengadilan. Kata-kata „‟ je m‟appuyai

au mur pour ne pas tomber„‟ (Aku bersandar di dinding agar tidak jatuh) untuk menggambarkan dampak dari ketakutan yang dialami oleh tokoh „‟Je‟‟.

Data ke-31 pada halam 138 menggambarkan tokoh „‟Je‟‟ yang merasa ketakutan yang luar biasa setelah hakim membacakan keputusan akhir hukumannya. Selain itu, tokoh „‟Je‟‟ merasa rendah diri.

(31)

LDJDC/II/8

Le procureur général combattit l’avocat, et je l’écoutai avec une satisfaction stupide. Puis les juges sortirent, puis ils rentrèrent, et le président me lut mon arrêt.

-Condamné à mort ! Dit la foule ; et, tandis qu‟on m‟emmenait, tout ce

peuple se rua sur mes pas avec le fracas d‟un édifice qui se démolit. Moi, je marchais, ivre, et stupéfait. Une révolution venait de se faire en

moi. Jusqu‟à l‟arrêt de mort, je m‟étais senti respirer, palpiter, vivre

dans le même milieu que les autres hommes ; maintenant je distinguais

clairement comme une clôture entre le monde et moi. Rien ne

m‟apparaissait plus sous le même aspect qu‟auparavant. Ces larges

fenêtres lumineuses, ce beau soleil, ce ciel pur, cette jolie fleur, tout

cela était blanc et pâle, de la couleur d‟un linceul. Ces hommes, ces

femmes, ces enfants qui se pressaient sur mon passage, je leur trouvais des airs de fanntômes.

Jaksa tinggi menyerang balik pembela, dan aku mendengarkannya dengan rasa puas yang tolol. Kemudian para hakim keluar, masuk kembali, dan Ketua hakim membacakan keputusan hukumanku.

-Dihukum mati! Terdengar orang-orang berkata. Dan saat orang membawaku pergi, semua orang menyerbu mengikutiku dengar hingar-bingar seperti gedung runtuh. Aku berjalan, limbung, dan bingung. Sebuah perubahan yang sangat hebat telah terjadi di dalam diriku. Sebelum hukuman mati dijatuhkan, aku masih bias bernafas, berdebar-debar, hidup di lingkungan yang sama dengan orang-orang lainnya. Kini aku melihat dengan jelas pembatas antara dunia dan aku. Semua tidak lagi memiliki aspek yang sama dengan sebelumnya. Jendela-jendela lebar terang, matahari indah, langit cerah, bunga cantik, semuanya itu menjadi putih dan pucat, seperti warna kafan. Laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berjejalan di jalan yang kulalui, bagiku tampak seperti hantu.

Setelah Panitera pengadilan membacakan keputusan sementara hukuman tokoh „‟Je‟‟, ketua hakim memberikan kesempatan kepada tokoh „‟Je‟‟ dan pengacaranya untuk melakukan pembelaan agar supaya keputusan hukumannya dapat diperingan menjadi hukuman kerja paksa seumur hidup. Setelah beberapa lama pengacara mencoba melakukan pembelaan dengan tujuan agar hukuman tokoh „‟Je‟‟ dapat diperingan, akhirnya keputusan akhir pun dibacakan oleh Hakim Ketua. Keputusan tersebut adalah hukuman mati. Setelah mendengar keputusan tersebut, tokoh „‟Je‟‟ merasakan adanya perubahan yang sangat besar pada dirinya. Ia menjadi bingung dan takut. Selain itu, tokoh „‟Je‟‟ menjadi rendah diri.

Ketakutan, kebingungan, dan perasaan rendah diri tokoh „‟Je‟‟ dapat kita lihat dari reaksi yang ditunjukkan tokoh „‟Je‟‟ terhadap keputusan akhir hukumannya yang tersirat dalam kutipan „‟ Condamné à mort! Dit la foule ; et, tandis qu‟on m‟emmenait, tout ce peuple se rua sur mes pas avec le fracas d‟un édifice qui se

démolit. Moi, je marchais, ivre, et stupéfait. Une révolution venait de se faire en

milieu que les autres hommes ; maintenant je distinguais clairement comme une clôture entre le monde et moi. Rien ne m‟apparaissait plus sous le même aspect

qu‟auparavant. Ces larges fenêtres lumineuses, ce beau soleil, ce ciel pur, cette

jolie fleur, tout cela était blanc et pâle, de la couleur d‟un linceul. Ces hommes, ces

femmes, ces enfants qui se pressaient sur mon passage, je leur trouvais des airs de fanntômes.„‟ yang dapat diartikan (Dihukum mati! Terdengar orang-orang berkata. Dan saat orang membawaku pergi, semua orang menyerbu mengikutiku dengar hingar-bingar seperti gedung runtuh. Aku berjalan, limbung, dan bingung. Sebuah perubahan yang sangat hebat telah terjadi di dalam diriku. Sebelum hukuman mati dijatuhkan, aku masih bisa bernafas, berdebar-debar, hidup di lingkungan yang sama dengan orang-orang lainnya. Kini aku melihat dengan jelas pembatas antara dunia dan aku. Semua tidak lagi memiliki aspek yang sama dengan sebelumnya. Jendela-jendela lebar terang, matahari indah, langit cerah, bunga cantik, semuanya itu menjadi putih dan pucat, seperti warna kafan. Laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berjejalan di jalan yang kulalui, bagiku tampak seperti hantu).

Kutipan di atas menggambarkan perubahan sikap yang dialami oleh tokoh „‟Je‟‟ setelah ketua hakim membacakan keputusan akhir hukumannya. Setelah keputusan akhir hukuman dibacakan oleh ketua hakim, semua orang yang berada di dalam ruangan sidang terkejut mendengar keputusan hukuman tokoh „‟Je‟‟ adalah hukuman mati. Mereka berbondong-bondong mengikuti tokoh „‟Je‟‟ ketika keluar dari ruang sidang. Ketika keluar dari ruang sidang, tokoh „‟Je‟‟ berjalan dengan limbung. Selain itu, ia merasa binggung setelah mendengar keputusan hukumannya.

Tokoh „‟Je‟‟ merasa ada sesuatu yang berubah pada dirinya. Ia merasa sebelum keputusan akhir hukumannya dibacakan dirinya masih dapat bernafas, masih merasa berdebar-debar, dan masih merasa hidup di lingkungan yang sama dengan orang- orang lainnya. Namun setelah keputusan hukumannya dibacakan, dirinya merasa seperti terdapat pembatas antara dirinya dan lingkungan di sekitarnya. Ia merasa dirinya tidak lagi sama dengan orang-orang di sekitarnya. Ia merasa semua yang dilihatnya menjadi sangat menakutkan setelah hukuman nati dijatuhkan kepadanya.

Penulis menggunakan kata-kata „‟ Condamné à mort ! Dit la foule. „‟ (Dihukum mati! Terdengar orang-orang berkata.) untuk menunjukkan bahwa keputusan hakim adalah hukuman mati, kata-kata „‟ Moi, je marchais, ivre, et stupéfait „‟ (Aku berjalan, limbung, dan bingung) untuk menggambarkan tokoh „‟Je‟‟ yang merasa takut. Rasa takut yang dialami tokoh „‟Je‟‟ membuat badannya menjadi lemas, pada saat berjalan menjadi limbung. Selain itu, kata „‟bingung‟‟ untuk menggambarkan tokoh „‟Je‟‟ yang merasa bingung dengan dirinya sendiri. Setelah mendengar keputusan akhir hakim, tokoh „‟Je‟‟ yang ketika awal persidangan mengatakan lebih memilih hukuman mati ternyata tidak merasa puas, sebaliknya ia ternyata merasakan rasa takut yang lebih besar.

Penulis juga menggunakan kata-kata „‟ Une révolution venait de se faire en

moi. Jusqu‟à l‟arrêt de mort, je m‟étais senti respirer, palpiter, vivre dans le même

milieu que les autres hommes ; maintenant je distinguais clairement comme une clôture entre le monde et moi „‟ (Sebelum hukuman mati dijatuhkan, aku masih bisa bernafas, berdebar-debar, hidup di lingkungan yang sama dengan orang- orang lainnya. Kini aku melihat dengan jelas pembatas antara dunia dan aku.)

untuk menggambarkan perasaan rendah diri tokoh „‟Je‟‟ yang timbul setelah keputusan akhir hakim dibacakan. Sebelum keputusan akhir dibacakan, tokoh „‟Je‟‟ masih merasa dirinya sama seperti orang-orang lainnya, ia masih memiliki harapan untuk hidup. Tetapi setelah keputusan hakim dibacakan, tokoh „‟Je‟‟ tidak lagi memiliki pengharapan, dirinya merasakan ketakutan yang sangat besar. Penulis menggambarkan katakutan yang dialami tokoh „‟Je‟‟ dalam kutipan „‟ Ces larges fenêtres lumineuses, ce beau soleil, ce ciel pur, cette jolie fleur, tout cela était

blanc et pâle, de la couleur d‟un linceul. Ces hommes, ces femmes, ces enfants qui

se pressaient sur mon passage, je leur trouvais des airs de fanntômes „‟ (Jendela- jendela lebar terang, matahari indah, langit cerah, bunga cantik, semuanya itu menjadi putih dan pucat, seperti warna kafan. Laki-laki, perempuan, dan anak- anak yang berjejalan di jalan yang kulalui, bagiku tampak seperti hantu). Penulis mencoba menggambarkan ketakutan tokoh „‟Je‟‟ yang begitu besar dengan cara menggandaikan sesuatu yang terlihat indah dan menyenangkan menjadi seolah- olah sangat menakutkan dan menyeramkan.

Setelah keputusan akhir hukuman tokoh „‟Je‟‟ dibacakan oleh ketua hakim, tokoh „‟Je‟‟ yang tadinya keras kepala mengatakan dirinya lebih memilih keputusan hukuman mati akhirnya dirundung rasa takut yang begitu besar. Setelah persidangan berakhir, tokoh „‟Je‟‟ kemudian dibawa ke penjara Bicêtre. Setelah sampai di sana,

tokoh „‟Je‟‟ merasa terancam dan kemudian dirinya memutuskan untuk mengajukan permohonan naik banding (pengarang menggambarkan karakter penakut tokoh „‟Je‟‟ melalui dampak yang ditimbulkannya yaitu memutuskan untuk mengajukan

permohonan naik banding ). Keputusan tokoh „‟Je‟‟ untuk mengajukan permohonan naik banding tersebut dapat dilihat dalam data ke-32 di bawah ini.

(32)

LDJDC/V/10

A peine arrivé, des mains de fer s‟emparèrent de moi. On multiplia les

précautions de moi. On multiplia les précautions ; point de couteau, point de fourchette pour mes repas ; la camisole de force, une espèce de sac de toile à voilure, emprisonna mes bras ; on répondait de ma vie. Je

m‟étais pourvu en cassation. On pouvait avoir six ou sept semaines

cette affaire onéreuse, et il importait de me conserver sain et sauf à la place de Grève.

Begitu sampai, tangan-tangan kuat menerkamku. Tindakan pencegahan dilipatgandakan. Tidak boleh ada pisau atau garpu saat makan. Straight jacket, semacam kantung dari bahan kain layar, membuat tanganku tidak bisa bergerak. Kelangsungan hidupku harus diperhatikan. Aku naik banding. Urusan yang mahal ini biasanya memakan waktu enam atau tujuh minggu, dan yang penting untuk menjagaku tetap sehat dan selamat di bundaran

Grève nanti.

Setelah sampai di Bicêtre, tokoh „‟Je‟‟ merasa tidak nyaman dan merasa

terancam dengan perlakuan orang-orang di tempat itu. penulis menggambarkan rasa tidak nyaman tokoh „‟Je‟‟ dalam kutipan „‟A peine arrivé, des mains de fer

s‟emparèrent de moi. On multiplia les précautions de moi. On multiplia les précautions ; point de couteau, point de fourchette pour mes repas ; la camisole de force, une espèce de sac de toile à voilure, emprisonna mes bras ; on répondait de

ma vie. Je m‟étais pourvu en cassation. On pouvait avoir six ou sept semaines cette affaire onéreuse, et il importait de me conserver sain et sauf à la place de Grève. „‟ yang dapat diartikan (Begitu sampai, tangan-tangan kuat menerkamku. Tindakan pencegahan dilipatgandakan. Tidak boleh ada pisau atau garpu saat makan. Straight jacket, semacam kantung dari bahan kain layar, membuat tanganku tidak bisa bergerak. Kelangsungan hidupku harus diperhatikan. Aku

naik banding. Urusan yang mahal ini biasanya memakan waktu enam atau tujuh minggu, dan yang penting untuk menjagaku tetap sehat dan selamat di bundaran Grève nanti).

Kutipan yang bercetak tebal pada halaman 142 menggambarkan keadaan yang dialami tokoh „‟Je‟‟ saat pertama kali menginjakkan kakinya di Bicêtre setelah

keputusan akhir hukumannya diumumkan. Begitu tokoh „‟Je‟‟ sampai di Bicêtre,

tangan-tangan kuat langsung menerkamnya. Melihat keadaan tersebut, tindakan pencegahan akhirnya dilipatgandakan. Untuk menjaga keselamatannya, tokoh „‟Je‟‟ tidak diperbolehkan menggunakan garpu atau pisau ketika makan. Ia diharuskan memakai Straight jacket yang terbuat dari kain layar dan berbentuk seperti kantung

sehingga membuat tangannya tidak dapat bergerak. Tokoh „‟Je‟‟ merasa keadaannya terancam, karena hal tersebut dirinya akhirnya memutuskan untuk mengajukan permohonan naik banding. Ia berharap dengan naik banding waktu pelaksanaan eksekusi akan semakin lama. Selain itu, ia berharap dirinya mendapat perlakuan yang lebih baik sehingga ketika sampai waktu pelaksanaan eksekusi dirinya masih dalam keadaan sehat.

Penulis menggunakan kalimat „‟ On répondait de ma vie. Je m‟étais pourvu en cassation.„‟ (Kelangsungan hidupku harus diperhatikan. Aku naik banding.) untuk menunjukkan wahwa tokoh „‟Je‟‟ mengajukan permohonan naik banding. Penulis menggunakan kalimat berikut „‟ On pouvait avoir six ou sept semaines cette affaire onéreuse, et il importait de me conserver sain et sauf à la place de Grève „‟ (Urusan yang mahal ini biasanya memakan waktu enam atau tujuh minggu, dan yang penting untuk menjagaku tetap sehat dan selamat di bundaran Grève

nanti) untuk menggambarkan harapan tokoh „‟Je‟‟ agar setelah mengajukan permohonan naik banding, dirinya dapat memperlama waktu pelaksanaan eksekusi dan dirinya selalu sehat hingga waktu pelaksanaan eksekusi.

Data ke-33 di bawah ini menunjukkan reaksi tokoh „‟Je‟‟ setelah melihat penderitaan yang dialami oleh para terpidana hukuman kerja paksa saat melakukan perantaian dan kemudian diberangkatkan ke Toulon. Tokoh „‟Je‟‟ mengatakan pada dirinya sendiri bahwa daripada harus di hukum kerja paksa seperti harapan pengacaranya, dirinya lebih memilih seribu kali lebih baik mati (menggambarkan karakter tokoh „‟Je‟‟ yang egois).

(33)

LDJDC/XIV/35

Que me disait-il donc, l‟avocat? Les galères! Ah! Oui, plutôt mille fois la mort ! Plutôt l‟échafaud que le bagne, plutôt le néant que l‟efer; plutôt livrer mon cou au couteau de Guillotin qu‟au carcan de la

chiourme ! Les galères, juste ciel !

Apa yang dikatakan pembelaku ? Hukuman kerja paksa ! Ah ! Ya, seribu kali lebih baik mati ! Lebih baik panggung pemancungan daripada hukuman kerja paksa, lebih baik musnah sama sekali daripada neraka, lebih baik memberikan leherku pada pisau Tuan Guillotin daripada dibelenggu rantai pekerja paksa ! Hukuman kerja paksa, astaga !

Setelah siuman dari pingsannya, hari sudah malam. Tokoh „‟Je‟‟ akhirnya beristirahat di balai pengobatan. Di pagi harinya, tokoh „‟Je‟‟ terbangun oleh suara berisik yang ditimbulkan oleh suara rantai para pekerja paksa yang akan dikirim ke Toulon pagi itu. Setelah melihat penderitaan para terpidana hukuman kerja paksa secara langsung, tokoh „‟Je‟‟ yang awalnya merasa ketakutan setelah mengetahui keputusan hukuman yang dijatuhkan kepadanya adalah hukuman mati mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dirinya lebih memilih seribu kali lebih baik mati daripada

harus mengalami penderitaan yang sama seperti yang dialami oleh para terpidana hukuman kerja paksa tersebut. Pernyataan tokoh „‟Je‟‟ tersebut dapat kita lihat dalam kutipan „‟ Que me disait-il donc, l‟avocat? Les galères! Ah! Oui, plutôt mille fois la mort ! Plutôt l‟échafaud que le bagne, plutôt le néant que l‟efer; plutôt livrer mon

cou au couteau de Guillotin qu‟au carcan de la chiourme ! Les galères, juste ciel !

„‟ yang dapat diartikan (Apa yang dikatakan pengacaraku ? Hukuman kerja paksa ! Ah ! Ya, seribu kali lebih baik mati ! Lebih baik panggung pemancungan daripada hukuman kerja paksa, lebih baik musnah sama sekali daripada neraka, lebih baik memberikan leherku pada pisau Tuan Guillotin daripada dibelenggu rantai pekerja paksa ! Hukuman kerja paksa, astaga !).

Kutipan di atas menggambarkan reaksi tokoh „‟Je‟‟ setelah melihat penderitaan yang dialami oleh para terpidana kerja paksa. Tokoh „‟Je‟‟ mengumpat pengacaranya yang telah berani mengharapkan keputusan hukumannya adalah hukuman kerja paksa seumur hudup. Ia meyakinkan kembali dirinya bahwa daripada harus mengalami penderitaan yang sama seperti yang dialami oleh para terpidana hukuman kerja paksa seperti yang telah disaksikannya, tokoh „‟Je‟‟ lebih memilih

Dokumen terkait