• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA PENGRAJIN GERABAH

7.1 Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya

Akses terhadap sumberdaya merupakan peluang/kesempatan anggota

rumahtangga (baik laki-laki maupun perempuan) terhadap sumberdaya yang menunjang proses produksi gerabah, termasuk sumberdaya alam yang

dimiliki. Pada penelitian ini, sumberdaya yang dimaksud terdiri atas bahan baku (tanah liat), pelatihan, kredit usaha, teknologi (peralatan produksi dan teknologi baru), tenaga kerja serta pemasaran komoditi.

Kontrol terhadap sumberdaya dapat diartikan sebagai pola pengambilan keputusan anggota rumahtangga pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Jenis keluarga umumnya adalah keluarga inti sehingga pada penelitian ini anggota rumahtangga yang terlibat dalam usaha gerabah adalah suami dan istri. Partisipasi anak laki-laki maupun perempuan pada usaha ini sangat rendah karena sebagian besar anak yang berada dalam rumahtangga pengrajin berada pada umur anak-anak dan sekolah.

Tabel 32. Persentase Akses dan kontrol pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah di Desa Anjun, 2009

Berdasarkan Tabel 32, diketahui bahwa terdapat dominasi akses dan kontrol suami (laki-laki) terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya persentase akses suami terhadap bahan baku, pelatihan, kredit usaha, teknologi serta tenaga kerja pada rumahtangga pengrajin. Pada kegiatan pemasaran komoditi gerabah, sebagian besar sumberdaya dapat diakses secara bersama (suami dan istri).

7.1.1 Akses dan Kontrol terhadap Bahan Baku

Pada usaha gerabah di Desa Anjun, akses terhadap bahan baku (tanah liat) didominasi oleh suami, yaitu sebesar 62,5 persen karena tahapan pengolahan bahan baku dan pembelian bahan baku umumnya dilakukan oleh suami meskipun tidak semua tahapan pengolahan bahan baku dilakukan di pabrik pengrajin karena memerlukan waktu yang cukup panjang untuk mengolah bahan baku tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar pengrajin membeli tanah liat dari desa penghasil tanah liat, yaitu Desa Citeko yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Desa Anjun. Persentase akses perempuan (istri) pada rumahtangga pengrajin sebesar 25 persen. Adanya akses istri disebabkan oleh status kepemilikan usaha sendiri dan hanya

Sumberdaya Akses Kontrol

Suami Istri Bersama Suami Istri Bersama

Bahan baku 62,5 25 12,5 75 25 0 Pelatihan 100 0 0 100 0 0 Kredit usaha 88,89 11,11 0 100 0 0 Teknologi 96,3 3,7 0 96,3 3,7 0 Tenaga kerja 65,22 0 34,78 86,96 8,7 4,34 Pemasaran komoditi 43,75 6,25 50 75 18,75 6,25

istri yang memiliki keterampilan membuat produk gerabah. Disamping itu, adanya akses perempuan terhadap bahan baku disebabkan pula oleh status janda sehingga harus bekerja sebagai pengrajin untuk mengontrol pemesanan bahan baku dalam usaha yang dikelolanya. Persentase akses terendah terhadap bahan baku berada

pada rumahtangga yang melibatkan keduanya (suami dan istri), yaitu sebesar 12,50 persen.

Berdasarkan Tabel 32, kontrol terhadap bahan baku dominan dilakukan oleh suami, yaitu sebesar 75 persen. Faktor pendorong tingginya kontrol suami karena status kepemilikan dan akses terhadap bahan baku dominan pada suami. Persentase kontrol perempuan (istri atau janda) tergolong rendah, yaitu sebesar 25 persen karena usaha tersebut dikelola sendiri sehingga pengambilan keputusan dilakukan sendiri oleh anggota rumahtangga tersebut.

7.1.2 Akses dan Kontrol terhadap Pelatihan

Kegiatan pelatihan pada rumahtangga pengrajin dapat diakses oleh laki- laki (suami) sebesar 100 persen. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan usaha gerabah umumnya dimiliki oleh suami sehingga partisipasi dalam pelatihan dapat diakses oleh suami. Kegiatan pelatihan difasilitasi oleh UPT Litbang Keramik dan Klaster Kerajinan Gerabah sedangkan unit pelaksana pelatihan ini adalah institusi pemerintah maupun pendidikan yang terkait, seperti Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Purwakarta, Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Barat serta praktisi pendidikan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Tingginya akses laki-laki (suami) pada kegiatan pelatihan disebabkan undangan pelatihan hanya diperuntukkan KK pada rumahtangga

pengrajin, khususnya suami. Selain itu, terdapat ketidakjelasan mengenai prosedur siapa yang dapat mengakses pelatihan sehingga sebagian besar pengrajin tidak mengetahui persyaratan untuk mengikuti pelatihan tersebut.

Tingginya kontrol suami terhadap pelatihan didukung oleh akses yang dominan terhadap pelatihan sehingga keputusan mengikuti pelatihan berada pada suami. Istri tidak memiliki kontrol terhadap pelatihan karena tidak memiliki akses untuk mengikuti pelatihan. Pihak UPT Litbang Keramik dan Klaster tidak mempertimbangkan keberadaan pengrajin perempuan sehingga terjadi kesenjangan akses pada pengrajin perempuan terhadap sumberdaya ini. Salah satu responden perempuan menyatakan bahwa rendahnya akses perempuan terhadap pelatihan pada usaha gerabah disebabkan oleh umur yang tergolong tua.

“Abdi pan hoyong ngiringan pelatihan, tapi saur pihak Litbang na teu tiasa ngiringan. Saurna mah umur abdi teh tos kolot jeung tos nikah.”(Ibu Ann, 60 tahun)

Jika dilihat berdasarkan penggolongan umur berdasarkan BPS, umur tersebut termasuk pada kategori umur kerja (15-64 tahun).

7.1.3 Akses dan Kontrol terhadap Kredit Usaha

Sebagaimana tertera pada Tabel 32, diketahui bahwa sebaran anggota rumahtangga yang memiliki akses dominan terhadap kredit adalah suami, yaitu sebesar 88,89 persen. Bantuan kredit usaha yang difasilitasi UPT Litbang Keramik maupun Pemerintahan Desa/Kabupaten bersumber dari lembaga keuangan maupun bukan lembaga keuangan, seperti Bank BRI, Bank Danamon, Program PNPM, dan Raksa Desa. Besar pinjaman terhadap lembaga tersebut disesuaikan dengan kapasitas produksi gerabah pengrajin. Rata-rata pinjaman

untuk pengusaha rumahtangga (skala kecil) berjumlah Rp 500.000 - Rp 1.000.000 per tahun. Berbeda dengan kategori pengusaha atau pengusaha pengrajin yang mendapat pinjaman dengan jumlah yang lebih besar. Akses perempuan (istri atau janda) sangat rendah karena jumlah pengrajin perempuan tergolong sedikit dan mendapat bantuan kredit dari Pemerintahan Desa Anjun. Hal ini disebabkan pula oleh sedikitnya jumlah pengrajin perempuan yang berhasil didata oleh pihak UPT Litbang Keramik maupun Pemerintahan Desa Anjun.

Persentase kontrol terhadap kredit usaha berada pada suami, yaitu sebesar 100 persen. Hal ini dipengaruhi oleh stereotipe negatif pada masyarakat pengrajin yang beranggapan bahwa peranan perempuan dalam sektor ekonomi dianggap sebagai pembantu penghasilan rumahtangga sehingga kontrol terhadap sumberdaya ekonomi tergolong rendah. Oleh karena itu, pada rumahtangga pengrajin perempuan, kontrol terhadap kredit usaha berada pada suami.

7.1.4 Akses dan Kontrol terhadap Teknologi

Mengacu pada Tabel 32, diketahui bahwa persentase anggota rumahtangga yang memiliki akses setara dengan kontrol yang dimiliki anggota rumahtangga tersebut terhadap teknologi. Sebaran anggota rumahtangga yang memiliki akses terhadap teknologi dominan berada pada suami, yaitu sebesar 96,3 persen sedangkan sisanya akses terhadap teknologi berada pada istri (3,7 persen). Pengaturan akan peralatan produksi dan teknologi baru dapat diakses oleh suami karena nilai budaya pada masyarakat pengrajin di Desa Anjun menganggap bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi dilakukan oleh laki-laki sehingga akses perempuan terhadap teknologi tergolong rendah.

7.1.5 Akses dan Kontrol terhadap Tenaga Kerja

Akses terhadap tenaga kerja diartikan sebagai kesempatan/peluang pengrajin untuk menggunakan tenaga kerja luar rumahtangga atau buruh. Berdasarkan Tabel 32, akses terhadap tenaga kerja dominan berada pada suami (65,22 persen) karena suami lebih mengetahui kebutuhan akan proses produksi sehingga penentuan jumlah tenaga kerja ditentukan oleh suami. Terdapat 34,78 persen dapat diakses oleh suami dan istri pada rumahtangga pengrajin tersebut. Pada kategori pengrajin rumahtangga tentunya tidak memiliki akses terhadap tenaga kerja luar rumahtangga karena semua tenaga kerja dalam usahanya merupakan tenaga kerja dalam rumahtangga. Kontrol terhadap tenaga kerja dominan dilakukan oleh suami (86,96 persen). Terdapat kontribusi perempuan dalam pengambilan keputusan mengenai penggunaan tenaga kerja dari luar rumahtangga, yaitu sebesar 8,7 persen dan sisanya pengambilan keputusan dilakukan secara bersama (4,34 persen).

7.1.6 Akses dan Kontrol terhadap Pemasaran Komoditi

Akses anggota rumahtangga terhadap pemasaran komoditi dominan dilakukan secara bersama (suami dan istri), yaitu sebesar 50 persen. Umumnya istri terlibat dalam pemasaran produk karena pengrajin tersebut memiliki toko/showroom yang letaknya menyatu dengan rumah sehingga memudahkan istri jika melakukan pekerjaan domestik. Sebaran anggota rumahtangga pengrajin pada pemasaran komoditi dapat diakses suami (laki-laki) sebesar 43,75 persen. Anggapan bahwa pekerjaan perempuan identik dengan pekerjaan domestik

mengakibatkan suami saja yang dapat mengakses sumberdaya tersebut. Sisanya adalah istri yang dapat mengakses pemasaran produk sebesar 6,25 persen.

Kontrol terhadap pemasaran komoditi dominan dilakukan oleh suami, yaitu sebesar 75 persen. Kontrol istri pada rumahtangga pengrajin mencapai 18,75 persen. Hal ini disebabkan oleh adanya stereotipe bahwa perempuan memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki sehingga penentuan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan (gaji karyawan dan penentuan harga jual) dilakukan oleh istri. Sisanya adalah rumahtangga yang pengambilan keputusan terhadap pemasaran komoditi dilakukan secara bersama, yaitu sebesar 6,25 persen.