• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.2 Tipologi Industri Kecil

Penggolongan industri dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan BPS (2008c), industri dapat digolongkan ke dalam empat kategori menurut banyaknya pekerja yaitu mencakup: (a) industri besar, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 100 orang atau lebih, (b) industri sedang/menengah, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 20-99 orang, (c) industri kecil, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 5-19 orang, dan (d) industri kerajinan rumahtangga/mikro, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 1-4 orang. Penggolongan industri menurut BPS tergolong mudah dalam keperluan statistik, akan tetapi memiliki kelemahan karena tidak dapat menjelaskan produktivitas, mekanisasi, jumlah modal, keuntungan dan hubungan kerja (Saptari dan Holzner, 1997).

Tambunan (1997) dalam Saputrayadi (2004) menjelaskan perbedaan antara industri rumahtangga dengan industri kecil. Industri rumahtangga dikelompokkan sebagai industri yang memakai tempat kerja khusus yang biasanya digabungkan dengan rumah dan menggunakan teknologi sederhana sedangkan industri kecil merupakan industri dengan sifat-sifat tempat produksi terpisah dari

rumah, tetapi masih dalam halaman rumah, menggunakan tenaga kerja yang digaji dan teknologi serta metode yang digunakan lebih maju dibandingkan dengan industri rumahtangga.

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dalam Yaniprasetyanti (2002), usaha kecil/industri kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha. Selain itu, Departemen Perindustrian (1999)

dalam Siahaan (2008) turut menyempurnakan industri kecil melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999, yang menyatakan bahwa industri kecil merupakan suatu industri dengan nilai kekayaan perusahaan seluruhnya tidak lebih dari satu milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usahanya.

Ditinjau dari segi pengelolaan dan teknologi yang digunakan, Sinaga (2002) dalam Widiyanti (2007) mengemukakan bahwa industri kecil digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. kelompok industri kecil tradisional, memiliki ciri penggunaan teknologi yang sederhana berlandaskan dukungan unit pelayan teknis dan mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. Pengelolaannya bersifat sektoral dan dalam batas pembinaan administratif pemerintah.

2. kelompok industri kerajinan menggunakan teknologi tepat guna tingkat madya dan sederhana, merupakan perpaduan industri kecil yang menerapkan proses modern dengan keterampilan nasional. Ciri yang sangat spesifik adalah

mengembangkan misi pelestarian budaya bangsa yang erat kaitannya dengan seni budaya bangsa.

3. kelompok industri kecil modern menggunakan teknologi madya dengan skala produksi terbatas, didasarkan atas dukungan penelitian dan pengembangan di bidang teknik. Penanganannya lebih bersifat lintas sektoral dan menggunakan peralatan/mesin produksi khusus.

Rahardjo (1984) menegaskan bahwa pada masa Repelita III, program industri kecil dan pedesaan digolongkan berdasarkan sifat dan orientasinya menjadi tiga kategori, yaitu:

1. industri yang memanfaatkan potensi dan sumber alam, umumnya berorientasi pada pemrosesan bahan mentah menjadi bahan baku, baik dari hasil pertanian, bahan galian, hasil laut, dan sebagainya.

2. industri yang memanfaatkan keterampilan dan bakat tradisional yang banyak ditemukan di sentra-sentra produksi.

3. industri yang terletak di daerah pedesaan, yaitu yang berkaitan dan merupakan bagian dari kehidupan dan ekonomi daerah pedesaan.

Berdasarkan ciri-ciri industri, industri kecil dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu industri lokal dan industri sentral/sentra. Industri lokal merupakan jenis industri kecil yang bercirikan: kelangsungan hidupnya tergantung pada pasar lokal yang terbatas, lokasinya relatif tersebar dan berskala sangat kecil; sedangkan industri sentral/sentra diartikan sebagai jenis industri kecil yang bercirikan: unit usahanya berskala kecil, berkelompok, menghasilkan barang

sejenis dan selain untuk memenuhi kebutuhan lokal juga untuk keluar (Saleh, 1986 dalam Yaniprasetyanti, 2002).

Menurut Hubeis (1997), tipologi industri kecil dapat pula dinyatakan secara umum menurut aspek usaha (kelembagaan) dan aspek pengusaha (pelaku). Aspek usaha ditinjau dari indikator seperti aspek hukum, lokasi usaha, jam kerja, jumlah dan sumber modal, omzet penjualan, jumlah dan sumber serta kebutuhan tenaga kerja, dan masalah yang dihadapi (manajemen, pemasaran, produksi dan pengembangan produk, permodalan dan sumberdaya manusia) sedangkan aspek pengusaha dilihat dari lama usaha, kebutuhan pengembangan keahlian dan rencana pengembangan usaha. Cara lain untuk menjabarkan tipologi industri kecil adalah melihat dari jenis informasi yang dimiliki, digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) informasi umum (kepemilikan, tenaga kerja, jam kerja/shift,

luas perusahaan/bangunan, investasi, biaya produksi dan lama usaha) yang digunakan untuk mengetahui keragaan suatu unit usaha; (2) informasi teknis

(bahan baku, kapasitas alat produksi, jenis produk, volume produksi dan harga jual) yang mendukung pengambilan keputusan dalam proses produksi; dan (3) informasi bisnis beserta pendukungnya (pemasaran, pangsa pasar, promosi, merek, mutu produk, persaingan, sasaran usaha dan perluasan usaha, perizinan dan fasilitas litbang). Ketiga kategori tersebut dapat dijadikan sebagai profil usaha

dengan indikator dari komponen yang terdapat pada masing-masing informasi yang bersangkutan.

Hubeis (1997) mengemukakan pula tipologi industri kecil berdasarkan komponen penilaian bisnis yang digolongkan menjadi enam kategori, yaitu: (1) keuangan (permodalan: sendiri dan luar; asset, omzet/bulan atau per tahun, persediaan barang: barang jadi, barang setengah jadi dan bahan baku; laba rata-rata per bulan atau per tahun, (2) administrasi/manajemen (organisasi, jumlah

karyawan, peralatan kantor, kendaraan, bangunan dan peralatan lainnya), (3) pemasaran (penjualan dan distribusi secara lokal, regional, nasional dan internasional), (4) teknis (tata letak pabrik/usaha, sumber bahan baku,

produksi dan penyimpanan), (5) yuridis (akta notaris, badan hukum, SIUP, TDP, dll) serta 6) jaminan (nilai dan status).

Menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil (1999) dalam Siahaan (2008), terdapat lima ciri industri kecil, yaitu: (1) jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, (2) mencakup bagian terbesar dari kelompok masyarakat

golongan ekonomi lemah, (3) mampu mendorong proses pemerataan dan penanggulangan kemiskinan karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong miskin, (4) mampu menggali dan memanfaatkan

keunggulan komparatif serta ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya alam, dan (5) dapat hidup walaupun dengan modal yang sangat terbatas.