• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Gender Dalam Perspektif Akses Dan Kontrol Terhadap Sumberdaya: Kasus Pada Sentra Industri Gerabah Di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relasi Gender Dalam Perspektif Akses Dan Kontrol Terhadap Sumberdaya: Kasus Pada Sentra Industri Gerabah Di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta"

Copied!
249
0
0

Teks penuh

(1)

RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF

AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA:

KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA,

PROVINSI JAWA BARAT

TUBAGUS MAULANA HASANUDIN

I34050781

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

Gender Relation in Access and Control Perspective: A Case of Gerabah Industry in Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, West Java. The objectives of this study were: (1) identified respondent’s characteristic in gerabah industry; (2) analyzed factors which related to access and control of craftsman; and (3) analyzed gender relation in household’s craftsman (consists of three main parts: access and control to productive resources in gerabah industry,

division of labour, and pattern of decision making). The research applied a quantitative approach which supported by qualitative information. The quantitative data were collected by using survey method on 32 craftsman. The results of these study showed that there were still happen the gender inequality which can identify by activities of craftsman’s household. Men has the bigger access and control to productive resources than women. The fact showed that the owner of these business mostly were men and there was stereotype in craftsman’s society that men convenience to operate this business. Generally, the division of labour influenced determined by sex. Men participated in productive and social activities and women participated in reproductive activities. Beside that, in the process of gerabah’s production, men did the activities which need physical power and women did the activities which need high accuration. The pattern of decision making in craftsman’s household dominant by one actor (man or woman only).

(3)

RINGKASAN

TUBAGUS MAULANA HASANUDIN. Relasi Gender dalam Perspektif

Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya. Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat

(Di bawah bimbingan SITI AMANAH).

Perkembangan industri kecil di pedesaan mendukung adanya penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah terhadap sumberdaya alam (bahan baku) yang tersedia. Akan tetapi, masih terdapat ketidaksetaraan dan bentuk ketidakadilan gender dalam usaha yang melibatkan tenaga kerja laki-laki maupun perempuan. Hal ini terlihat pada kasus sentra industri gerabah dimana

terdapat potensi perempuan yang dilumpuhkan oleh ideologi gender dalam masyarakat sehingga terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap

sumberdaya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik responden pada usaha gerabah, menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah, serta menganalisis relasi gender dalam rumahtangga pengrajin pada usaha gerabah. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang dilengkapi dengan analisis data secara kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survai sedangkan data kualitatif diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Lokasi penelitian ini adalah sentra industri gerabah yang terletak di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat yang ditentukan secara sengaja (purposive). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2009. Populasi penelitian adalah seluruh rumahtangga pengrajin yang bertempat tinggal di Desa Anjun. Pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling (acak sederhana). Berdasarkan perhitungan dengan rumus Slovin, diperoleh 32 rumahtangga sebagai sampel dalam penelitian ini. Data primer diolah dengan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for windows. Selanjutnya, data dianalisis dan diinterpretasikan. Analisis hubungan dianalisis dengan dengan uji Chi-Square dan korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin laki-laki dan perempuan. Sumberdaya yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup: bahan baku, pelatihan, kredit usaha, teknologi, tenaga kerja, serta pemasaran komoditi. Hampir seluruh sumberdaya tersebut dapat diakses oleh pengrajin laki-laki sedangkan pengrajin perempuan hanya mampu mengakses bahan baku dan pemasaran komoditi saja. Kontrol dalam kegiatan usaha atau sumberdaya usaha dominan berada pada laki-laki (suami) karena dipengaruhi oleh stereotipe bahwa pencari nafkah utama dalam rumahtangga adalah laki-laki.

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi-Square dan Rank Spearman, diketahui faktor yang berhubungan dengan akses dan kontrol

(4)

sumberdaya adalah pendidikan formal, pendidikan nonformal (pelatihan), status pekerjaan, dan pendapatan rumahtangga. Faktor yang tidak memiliki hubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya mencakup umur, pengalaman bekerja, dan jumlah anggota rumahtangga. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kebutuhan atas sumberdaya pada masing-masing usaha pengrajin.

Pembagian kerja dapat dilihat melalui curahan waktu kerja pada profil aktivitas rumahtangga pengrajin. Berdasarkan total curahan waktu kerja anggota rumahtangga, perempuan memiliki jam kerja yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Curahan waktu kerja perempuan berpusat pada pekerjaan reproduktif sedangkan kegiatan produktif (usaha gerabah) dan sosial dilakukan oleh laki-laki. Tingginya curahan waktu kerja perempuan pada pekerjaan reproduktif karena masih adanya anggapan bahwa tugas perempuan hanya mengurusi rumahtangga. Partisipasi perempuan dalam kegiatan usaha gerabah (mencari nafkah) dianggap sebatas membantu pekerjaan laki-laki (suami). Selain itu, curahan waktu kerja pada aktivitas sosial dominan dilakukan oleh laki-laki.

Pembagian kerja pada rumahtangga pengrajin mendukung adanya pola pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh salah satu anggota rumahtangga. Pengambilan keputusan di bidang pemenuhan kebutuhan rumahtangga dilakukan oleh istri sendiri. Berbeda dengan pengambilan keputusan di bidang pembentukan rumahtangga yang dominan dilakukan bersama setara. Pada bidang kegiatan kemasyarakatan, pengambilan keputusan ditentukan sesuai jenis kegiatan yang ada dalam masyarakat pengrajin.

(5)

RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF

AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA:

KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA,

PROVINSI JAWA BARAT

TUBAGUS MAULANA HASANUDIN

I34050781

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOBOR

(6)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Tubagus Maulana Hasanudin

NRP : I34050781

Judul : Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc NIP. 19670903 199212 2 001

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA: KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Purwakarta pada tanggal 15 April 1988, anak dari almarhum H. Tubagus Abdul Wase dan Almarhumah Hj. Nurhayati. Penulis

menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 1 Cianjur pada tahun 2005. Pada masa SMA, penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan pernah menjabat sebagai Bendahara Umum OSIS tahun 2003/2004. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati satu tahun di TPB (Tingkat Persiapan Bersama), penulis diterima pada Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dengan Minor Manajemen Fungsional.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia dan Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul ”Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat”.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengidentifikasi karakteristik responden sehingga dapat menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Disamping itu, skripsi ini juga mengkaji tentang relasi gender dalam rumahtangga pengrajin meliputi akses dan kontrol terhadap sumberdaya, pembagian kerja, dan pola pengambilan keputusan.

Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Disamping itu, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr. Ir. Siti Amanah M.Sc., selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, bantuan, arahan serta kesabaran

dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Dra. Winati Wigna MDS selaku dosen penguji utama dan Ir. Hadiyanto M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dalam ujian sidang skripsi. Terima kasih atas saran yang diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing Studi Pustaka

yang telah memberikan arahan dan masukan selama proses penyelesaian Studi Pustaka.

4. Kedua orangtua (almarhum) dan keluarga besar, yang senantiasa memberikan kasih sayang dan sumber inspirasi untuk tetap semangat menjalani hidup ini. “i’ll never forget who you are and what should i give for you…”

5. Bapak Nizar dan Bapak Jujun, selaku staf UPT Litbang Keramik, yang telah memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

6. Maria dan Lidia, teman satu bimbingan yang senantiasa menyemangati dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Ika Puspitasari, teman satu bimbingan Studi Pustaka yang senantiasa memberikan semangat dan berbagi suka duka selama proses penyusunan Studi Pustaka.

8. Fadli dan Mahendra, teman satu kamar asrama TPB (C1-093) yang senantiasa berbagi suka dan duka hingga sekarang.

9. Keluarga kedua di Saung Kuring (Garna, Jihad, Lenna, Erys, Irvan, Agus, Dwi, Indra dan Dian) yang memberikan kebersamaan dan keceriaan selama di kostan.

(11)

RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF

AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA:

KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA,

PROVINSI JAWA BARAT

TUBAGUS MAULANA HASANUDIN

I34050781

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(12)

ABSTRACT

Gender Relation in Access and Control Perspective: A Case of Gerabah Industry in Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, West Java. The objectives of this study were: (1) identified respondent’s characteristic in gerabah industry; (2) analyzed factors which related to access and control of craftsman; and (3) analyzed gender relation in household’s craftsman (consists of three main parts: access and control to productive resources in gerabah industry,

division of labour, and pattern of decision making). The research applied a quantitative approach which supported by qualitative information. The quantitative data were collected by using survey method on 32 craftsman. The results of these study showed that there were still happen the gender inequality which can identify by activities of craftsman’s household. Men has the bigger access and control to productive resources than women. The fact showed that the owner of these business mostly were men and there was stereotype in craftsman’s society that men convenience to operate this business. Generally, the division of labour influenced determined by sex. Men participated in productive and social activities and women participated in reproductive activities. Beside that, in the process of gerabah’s production, men did the activities which need physical power and women did the activities which need high accuration. The pattern of decision making in craftsman’s household dominant by one actor (man or woman only).

(13)

RINGKASAN

TUBAGUS MAULANA HASANUDIN. Relasi Gender dalam Perspektif

Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya. Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat

(Di bawah bimbingan SITI AMANAH).

Perkembangan industri kecil di pedesaan mendukung adanya penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah terhadap sumberdaya alam (bahan baku) yang tersedia. Akan tetapi, masih terdapat ketidaksetaraan dan bentuk ketidakadilan gender dalam usaha yang melibatkan tenaga kerja laki-laki maupun perempuan. Hal ini terlihat pada kasus sentra industri gerabah dimana

terdapat potensi perempuan yang dilumpuhkan oleh ideologi gender dalam masyarakat sehingga terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap

sumberdaya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik responden pada usaha gerabah, menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah, serta menganalisis relasi gender dalam rumahtangga pengrajin pada usaha gerabah. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang dilengkapi dengan analisis data secara kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survai sedangkan data kualitatif diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Lokasi penelitian ini adalah sentra industri gerabah yang terletak di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat yang ditentukan secara sengaja (purposive). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2009. Populasi penelitian adalah seluruh rumahtangga pengrajin yang bertempat tinggal di Desa Anjun. Pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling (acak sederhana). Berdasarkan perhitungan dengan rumus Slovin, diperoleh 32 rumahtangga sebagai sampel dalam penelitian ini. Data primer diolah dengan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for windows. Selanjutnya, data dianalisis dan diinterpretasikan. Analisis hubungan dianalisis dengan dengan uji Chi-Square dan korelasi Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin laki-laki dan perempuan. Sumberdaya yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup: bahan baku, pelatihan, kredit usaha, teknologi, tenaga kerja, serta pemasaran komoditi. Hampir seluruh sumberdaya tersebut dapat diakses oleh pengrajin laki-laki sedangkan pengrajin perempuan hanya mampu mengakses bahan baku dan pemasaran komoditi saja. Kontrol dalam kegiatan usaha atau sumberdaya usaha dominan berada pada laki-laki (suami) karena dipengaruhi oleh stereotipe bahwa pencari nafkah utama dalam rumahtangga adalah laki-laki.

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi-Square dan Rank Spearman, diketahui faktor yang berhubungan dengan akses dan kontrol

(14)

sumberdaya adalah pendidikan formal, pendidikan nonformal (pelatihan), status pekerjaan, dan pendapatan rumahtangga. Faktor yang tidak memiliki hubungan nyata dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya mencakup umur, pengalaman bekerja, dan jumlah anggota rumahtangga. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kebutuhan atas sumberdaya pada masing-masing usaha pengrajin.

Pembagian kerja dapat dilihat melalui curahan waktu kerja pada profil aktivitas rumahtangga pengrajin. Berdasarkan total curahan waktu kerja anggota rumahtangga, perempuan memiliki jam kerja yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Curahan waktu kerja perempuan berpusat pada pekerjaan reproduktif sedangkan kegiatan produktif (usaha gerabah) dan sosial dilakukan oleh laki-laki. Tingginya curahan waktu kerja perempuan pada pekerjaan reproduktif karena masih adanya anggapan bahwa tugas perempuan hanya mengurusi rumahtangga. Partisipasi perempuan dalam kegiatan usaha gerabah (mencari nafkah) dianggap sebatas membantu pekerjaan laki-laki (suami). Selain itu, curahan waktu kerja pada aktivitas sosial dominan dilakukan oleh laki-laki.

Pembagian kerja pada rumahtangga pengrajin mendukung adanya pola pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh salah satu anggota rumahtangga. Pengambilan keputusan di bidang pemenuhan kebutuhan rumahtangga dilakukan oleh istri sendiri. Berbeda dengan pengambilan keputusan di bidang pembentukan rumahtangga yang dominan dilakukan bersama setara. Pada bidang kegiatan kemasyarakatan, pengambilan keputusan ditentukan sesuai jenis kegiatan yang ada dalam masyarakat pengrajin.

(15)

RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF

AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA:

KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA,

PROVINSI JAWA BARAT

TUBAGUS MAULANA HASANUDIN

I34050781

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOBOR

(16)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama : Tubagus Maulana Hasanudin

NRP : I34050781

Judul : Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc NIP. 19670903 199212 2 001

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001

(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”RELASI GENDER DALAM PERSPEKTIF AKSES DAN KONTROL TERHADAP SUMBERDAYA: KASUS PADA SENTRA INDUSTRI GERABAH DI DESA ANJUN, KECAMATAN PLERED, KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Purwakarta pada tanggal 15 April 1988, anak dari almarhum H. Tubagus Abdul Wase dan Almarhumah Hj. Nurhayati. Penulis

menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 1 Cianjur pada tahun 2005. Pada masa SMA, penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan pernah menjabat sebagai Bendahara Umum OSIS tahun 2003/2004. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati satu tahun di TPB (Tingkat Persiapan Bersama), penulis diterima pada Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dengan Minor Manajemen Fungsional.

(19)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia dan Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul ”Relasi Gender dalam Perspektif Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya: Kasus pada Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat”.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Tujuan penulisan skripsi ini untuk mengidentifikasi karakteristik responden sehingga dapat menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah. Disamping itu, skripsi ini juga mengkaji tentang relasi gender dalam rumahtangga pengrajin meliputi akses dan kontrol terhadap sumberdaya, pembagian kerja, dan pola pengambilan keputusan.

Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Disamping itu, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr. Ir. Siti Amanah M.Sc., selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, bantuan, arahan serta kesabaran

dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Dra. Winati Wigna MDS selaku dosen penguji utama dan Ir. Hadiyanto M.Si selaku dosen penguji wakil departemen dalam ujian sidang skripsi. Terima kasih atas saran yang diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing Studi Pustaka

yang telah memberikan arahan dan masukan selama proses penyelesaian Studi Pustaka.

4. Kedua orangtua (almarhum) dan keluarga besar, yang senantiasa memberikan kasih sayang dan sumber inspirasi untuk tetap semangat menjalani hidup ini. “i’ll never forget who you are and what should i give for you…”

5. Bapak Nizar dan Bapak Jujun, selaku staf UPT Litbang Keramik, yang telah memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

6. Maria dan Lidia, teman satu bimbingan yang senantiasa menyemangati dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Ika Puspitasari, teman satu bimbingan Studi Pustaka yang senantiasa memberikan semangat dan berbagi suka duka selama proses penyusunan Studi Pustaka.

8. Fadli dan Mahendra, teman satu kamar asrama TPB (C1-093) yang senantiasa berbagi suka dan duka hingga sekarang.

9. Keluarga kedua di Saung Kuring (Garna, Jihad, Lenna, Erys, Irvan, Agus, Dwi, Indra dan Dian) yang memberikan kebersamaan dan keceriaan selama di kostan.

(21)

11.Keluarga besar Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara (khususnya Melvin, Max, Joe, Meilina, Ahmad Budi, Irwan), BEM KM IPB (khususnya Gusri,

Yuni, Kak Tuko, Kak Syamsu, Kak Ame, Kak Erik, Kak Dara), dan Masyarakat Rumput (khususnya Rita dan Nando). Pengalaman berharga bersama kalian takkan terlupakan.

12.Teman-teman selama kuliah di IPB, khususnya Kak Redy, Toni, Lina Kristina, Maulani, Faiz, Alien, Liena, Nanda, Dyah Dewi, Jap Mai Cing. 13.Teman-teman facebook di grup TUBAGUS, yaitu Aria, Andi, dan Chaki.

Senang bisa berbagi pengalaman hidup dengan kalian meskipun hanya bertemu di dunia maya.

14.Seluruh dosen pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan Departemen Manajemen yang telah memberikan pengetahuan selama perkuliahan.

(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... viii DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR GAMBAR ... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Kegunaan Penelitian ... 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS... 8

2.1 Tinjauan Pustaka... 8 2.1.1 Definisi, Fungsi, dan Pentingnya Industrialisasi Pedesaan ... 8 2.1.2 Tipologi Industri Kecil ... 10 2.1.3 Konsep Jenis Kelamin dan Gender ...…. 14 2.1.4 Analisis Gender...………...15

2.1.5 Relasi Gender dalam Rumahtangga Industri Kecil di Pedesaan………....………... 17

2.1.6 Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender... 22 2.2 Kerangka Pemikiran... 23

2.3 Hipotesis Penelitian... 24 2.4 Definisi Operasional... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 30 3.1 Metode Penelitian ... 30 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30 3.3 Teknik Pemilihan Responden ... 31 3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31 3.5 Teknik Analisis Data ... 32 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DAN PROFIL USAHA SENTRA INDUSTRI

(23)

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 34 4.1.1 Sejarah Industri Gerabah Plered... 34

4.1.2 Kondisi Fisik Desa Anjun ... 37 4.1.3 Keadaan Umum Penduduk Desa Anjun ... 39 4.1.4 Kelembagaan ... 46 4.2 Profil Usaha Sentra Industri Gerabah ...………… 48 4.2.1 Potensi Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun ... 48 4.2.2 Informasi Umum (Keragaan Usaha) ... 50 4.2.3 Informasi Teknis ... 52 4.2.3.1 Persiapan Alat dan Bahan Baku... 52 4.2.3.2 Proses Pembuatan Produk Gerabah... 54 4.2.4 Informasi Bisnis beserta Pendukung Lainnya... 57 BAB V KARAKERISTIK RESPONDEN DAN DUKUNGAN

UPT LITBANG KERAMIK... 60 5.1 Karakteristik Individu... 60 5.1.1 Umur... 60 5.1.2 Pendidikan Formal... 61 5.1.3 Pendidikan Nonformal ... 62 5.1.4 Pengalaman Bererja ... 65 5.1.5 Status Pekerjaan ... 66 5.2 Karakteristik Rumahtangga ... 67 5.2.1 Jumlah Anggota Rumahtangga ... 67 5.2.2 Pendapatan Rumahtangga ... 68 5.3 Dukungan UPT Litbang Keramik...70 BAB VI AKSES DAN KONTROL PENGRAJIN TERHADAP

SUMBERDAYA PADA USAHA GERABAH ... 72 6.1 Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses

dan Kontrol terhadap sumberdaya ... 72 6.1.1 Hubungan Umur dengan Akses dan Kontrol

terhadap Sumberdaya ... 72 6.1.2 Hubungan Pendidikan Formal dengan Akses dan Kontrol

(24)

6.1.4 Hubungan Pengalaman Bekerja dengan Akses dan Kontrol

terhadap Sumberdaya ...79 6.1.5 Hubungan Status Pekerjaan dengan Akses dan Kontrol

terhadap Sumberdaya ... 81 6.2 Karakteristik Rumahtangga dan Hubungannya dengan Akses dan Kontrol terhadap sumberdaya ... 83 6.2.1 Hubungan Jumlah Anggota Rumahtangga

dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya...83 6.2.1 Hubungan Pendapatan Rumahtangga

dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya...85 6.3 Hubungan Dukungan UPT Litbang Keramik

Dengan Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya... 87 BAB VII RELASI GENDER DALAM RUMAHTANGGA

PENGRAJIN GERABAH ... 91 7.1 Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya ... 91 7.1.1 Akses dan Kontrol terhadap Bahan Baku ... 92 7.1.2 Akses dan Kontrol terhadap Pelatihan ... 93 7.1.3 Akses dan Kontrol terhadap Kredit Usaha ... 94 7.1.4 Akses dan Kontrol terhadap Teknologi ... 95 7.1.5 Akses dan Kontrol terhadap Tenaga Kerja ... 96 7.1.6 Akses dan Kontrol terhadap Pemasaran Komoditi ... 96 7.2 Pembagian Kerja ... 97 7.3 Pola Pengambilan Keputusan ... 100

7.4 Budaya Lokal pada Masyarakat Pengrajin...102 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

(25)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Rincian Metode Pengumpulan Data... 32 2. Analisis Hubungan dengan Uji Chi-Square dan Rank Spearman ... 33 3. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Golongan Umur

dan Jenis Kelamin, 2007 ... 41 4. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Tingkat Pendidikan

dan Jenis Kelamin, 2007 ... 43 5. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Jenis Pekerjaan, 2007 ... 45 6. Sebaran Penduduk Desa Anjun menurut Etnis, 2007 ... 46 7. Jadwal Pengajian Laki-laki dan Perempuan Dewasa

di Desa Anjun, 2009...48 8. Sebaran Responden menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin

di Desa Anjun, 2009 ... 60 9. Sebaran Responden menurut Pendidikan Formal dan Jenis Kelamin

di Desa Anjun, 2009 ... 62 10. Sebaran Responden menurut Pendidikan Nonformal dan Jenis Kelamin

di Desa Anjun, 2009 ... 63 11. Sebaran Responden menurut Pengalaman Bekerja dan Jenis Kelamin

di Desa Anjun, 2009 ... 65 12. Sebaran Responden menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin

di Desa Anjun, 2009 ... 67 13. Sebaran Jumlah Anggota Rumahtangga menurut Jenis Kelamin

Responden di Desa Anjun, 2009 ... 68 14. Sebaran Pendapatan Rumahtangga menurut Jenis Kelamin

Responden di Desa Anjun, 2009 ... 69 15. Sebaran Responden menurut Dukungan UPT Litbang Keramik

dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 71 16. Jumlah dan Persentase Responden menurut Umur,

(26)

17. Jumlah dan Persentase Responden menurut Umur,

Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 74 18. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Formal,

Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 76 19. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Formal,

Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 77 20. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Nonformal,

Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 78 21. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pendidikan Nonformal,

Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 79 22. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman Bekerja,

Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 80 23. Jumlah dan Persentase Responden menurut Pengalaman Bekerja,

Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 81 24. Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Pekerjaan,

Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 82 25. Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Pekerjaan,

Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 83 26. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden

menurut Jumlah Anggota Rumahtangga, Akses terhadap Sumberdaya,

dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 84 27. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden

menurut Jumlah Anggota Rumahtangga, Kontrol terhadap Sumberdaya, dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 85 28. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden

menurut Pendapatan Rumahtangga, Akses terhadap Sumberdaya,

dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 86 29. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Responden

menurut Pendapatan Rumahtangga, Kontrol terhadap Sumberdaya,

(27)

30. Jumlah dan Persentase Responden

menurut Dukungan UPT Litbang Keramik, Akses terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 88 31. Jumlah dan Persentase Responden

menurut Dukungan UPT Litbang Keramik, Kontrol terhadap Sumberdaya dan Jenis Kelamin di Desa Anjun, 2009 ... 89 32. Persentase Akses dan Kontrol pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah

di Desa Anjun, 2009 ... 92 33. Pembagian Kerja pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah

di Desa Anjun, 2009 ... 99 34. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Pengeluaran

Kebutuhan Pokok pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah

di Desa Anjun, 2009 ... 100 35. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Pembentukan

Rumahtangga pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah

di Desa Anjun, 2009 ... 101 36. Persentase Pengambilan Keputusan di Bidang Kegiatan

Kemasyarakatan pada 32 Rumahtangga Pengrajin Gerabah

di Desa Anjun, 2009 ... 102 37. Persentase Responden menurut Penerapan Budaya Lokal

(28)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

(30)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industrialisasi di Indonesia merupakan salah satu aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, baik secara struktural maupun kultural. Menurut Sastrosoenarto (2006), hal ini didukung oleh adanya

kebijakan industrialisasi yang disusun pada periode Pelita IV-V (periode 1983-1993) yang dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu

kebijakan strategis utama dan kebijakan strategis penunjang.1 Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan sektor industri memiliki daya saing yang kuat yang dapat dijadikan acuan pada saat ini dan sampai tahun 2030 dan bahkan tahun-tahun berikutnya dengan syarat didukung oleh kemampuan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan peluang dan ancaman dari lingkungan strategis. Djojohadikusumo (1985) menegaskan bahwa industrialisasi dapat diusahakan baik secara vertikal maupun horizontal.2

Secara makro, sektor industri mempunyai kontribusi besar terhadap perekonomian di Indonesia. Sektor industri merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB3 Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun

1

Terdapat enam butir kebijakan strategis utama, mencakup: (1) pendalaman struktur industri sejauh mungkin terkait dengan sektor ekonomi lainnya, (2) pengembangan industri permesinan

dan elektronika, (3) pengembangan industri kecil, (4) pengembangan ekspor hasil industri, (5) pengembangan litbang terapan, rancang bangun dan perekayasaan, serta perangkat lunak, dan

(6) pengembangan kewiraswastaan dan tenaga profesi. Selain itu, terdapat lima butir kebijakan strategis penunjang, mencakup: peletakan landasan hukum, (2) pengelompokkan industri untuk mempermudah pembinaan, (3) program keterkaitan antara industri kecil, menengah, dan besar; antara industri hilir, antara, dan hulu; maupun antarsektor, (4) pemanfaatan pasar dalam negeri, dan (5) peningkatan kemampuan dunia usaha. 

2

Secara vertikal, industrialisasi dapat meningkatkan nilai tambah pada hasil kegiatan ekonomi sedangkan secara horizontal mengakibatkan perluasan lapangan pekerjaan produktif bagi penduduk yang jumlahnya semakin bertambah. 

3

(31)

2007, kontribusi sektor industri pengolahan diperkirakan mencapai lebih dari seperempat (27,01 persen) dalam komponen pembentukan PDB (BPS, 2008c). Hal ini didukung oleh daya serap tenaga kerja pada sektor industri sebesar 12,6 persen dan lebih besar dibandingkan sektor jasa yang menyerap tenaga kerja sebesar 11,9 persen dari 95,5 juta penduduk yang bekerja (BPS, 2007a).

Data BPS (2008c) menunjukkan bahwa perkembangan struktur industri di Indonesia pada tahun 2007 masih didominasi oleh industri mikro yang mencapai sekitar 91,79 persen diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang relatif tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik industri mikro yang menggunakan baku relatif murah dan mudah didapatkan, modal yang relatif rendah serta teknologi yang tergolong sederhana.

(32)

Merespon tingginya angka kemiskinan di pedesaan dan adanya kebijakan industrialisasi oleh pemerintah, salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan industri kecil di pedesaan. Sajogyo (1990) menegaskan bahwa industri kecil merupakan bentuk yang membawa benih kemantapan dalam perekonomian uang yang meluas dan lebih lanjut mekanisme kaitan antara industri kecil dengan industri rumahtangga berperan penting dalam dinamika ekonomi pedesaan. Industri kecil mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan industri kerajinan rumahtangga. Hal ini disebabkan oleh rata-rata output per usaha pada industri kecil lebih besar, yaitu Rp 273,59 juta per usaha sedangkan industri kerajinan rumahtangga hanya sebesar Rp 25,04 juta per usaha. Selain mempunyai output rata-rata per usaha yang besar, usaha industri kecil umumnya juga menggunakan pekerja dibayar sehingga usaha industri kecil lebih mampu menciptakan lapangan pekerjaan (BPS, 2007b).

(33)

Penelitian Wijaya (1992) menjelaskan bahwa pada industri kerajinan tembaga kuning di Desa Cepogo dipengaruhi oleh nilai bekerja masyarakat Jawa sehingga mengakibatkan adanya pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan.

Masalah kesenjangan gender dalam sektor industri sangat beragam. Data ILO sebagaimana dikutip dalam Jurnal Perempuan (2005), menunjukkan bahwa dari 51 persen umur produktif perempuan di Indonesia hanya 37,2 persen yang berhasil masuk dalam angkatan kerja. Selain itu, diskriminasi upah dan eksploitasi beban kerja juga masih menjadi masalah perempuan di sektor

industri pedesaan. Rata-rata jam kerja perempuan yang lebih panjang sekitar 30-50 persen dari laki-laki untuk pekerjaan yang dibayar maupun tidak dibayar dalam kelompok umur yang sama. Hal tersebut mempertegas bahwa diperlukan adanya kajian gender dalam industri kecil di pedesaan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan industri kecil di pedesaan. Berdasarkan data komoditi andalan industri kecil tahun 2005 di Kabupaten

Purwakarta, industri keramik merupakan unit usaha industri kecil terbesar di Kabupaten Purwakarta yang mampu menyerap 1069 pekerja dan dominan

(34)

Gerabah Plered4 merupakan salah satu komoditi yang memperhatikan desain yang unik dan kreativitas yang tinggi. Berdasarkan definisi BPS, industri gerabah di Desa Anjun dapat digolongkan sebagai industri kecil karena melibatkan 5-19 pekerja, baik laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya, masyarakat di sekitar industri gerabah bekerja sebagai pengrajin sehingga dinamika ekonomi masyarakat sangat ditentukan oleh pengembangan usaha tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Pada tahun 2008, perkembangan usaha di sentra industri gerabah Plered tergolong cukup pesat dimana terdapat 286 unit usaha5 dan menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi. Hal ini didukung pula dengan adanya partisipasi pemerintah melalui Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Purwakarta yang berusaha memfasilitasi masyarakat melalui pendirian UPT Litbang Keramik pada tahun 2002 untuk mengembangkan desain, teknologi

dan pemasaran produk. Selain itu, pihak UPT Litbang Keramik bekerjasama dengan stakeholder terkait seperti kerjasama dengan Fakultas Seni Rupa ITB melalui penelitian dan pengembangan desain, kerjasama dengan Bank BRI, Bank Jabar, Bank Mandiri di bidang permodalan dan bentuk kerjasama lainnya.

Sentra industri gerabah Plered merupakan pusat perekonomian masyarakat di Desa Anjun karena sebagian besar aktivitas ekonomi masyarakat setempat dilakukan pada sektor ini. Dalam pengelolaannya, terdapat pembagian kerja antara

4

Nama lain untuk usaha industri gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta.

5

(35)

laki-laki dan perempuan mulai dari tahap persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan, proses produksi hingga pemasaran produk. Keterlibatan

laki-laki dan perempuan pada industri ini didorong oleh ketersediaan bahan baku, modal usaha yang relatif rendah serta keterampilan yang dimiliki secara turun temurun sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat. Akan tetapi, terdapat potensi tenaga kerja perempuan yang dilumpuhkan oleh ideologi gender yang berkembang dalam masyarakat pengrajin, seperti tidak diikutsertakannya perempuan terhadap pelatihan dan rendahnya akses perempuan terhadap sumberdaya lainnya. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya antara pengrajin laki-laki dan perempuan dalam sentra industri gerabah. Hal ini akan berdampak pula terhadap kondisi relasi gender dalam rumahtangga pengrajin tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin gerabah.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik responden pada usaha gerabah?

2. Faktor-faktor apa saja yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha gerabah?

3. Bagaimana relasi gender dalam rumahtangga pengrajin gerabah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

(36)

2. Menganalisis faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin gerabah.

3. Menganalisis relasi gender dalam rumahtangga pengrajin gerabah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan pada penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti merupakan sarana untuk menerapkan beragam konsep, teori dan pendekatan mengenai studi gender.

2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut mengenai studi gender dalam industri kecil di pedesaan pada kasus industri gerabah.

(37)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi, Fungsi, dan Pentingnya Industrialisasi Pedesaan

Saith (1986) dalam Tambunan (1990) mengartikan industrialisasi pedesaan sebagai suatu bentuk transisi antara industri yang bersifat artisan dengan industri modern dan dapat berfungsi sebagai mediator (alat pertumbuhan) pada periode tertentu dan berfungsi mengakumulasi dan transfer modal dari sektor pertanian ke industri melalui mekanisme pasar. Mandagi (1990) dalam Sajogyo dan Tambunan (1990) berpendapat bahwa industrialisasi pedesaan didefinisikan sebagai pengembangan aktivitas-aktivitas ekonomi yang produktif dalam kelompok-kelompok aktivitas basis dan bukan basis, yang satu terhadap yang lainnya saling berkaitan. Tujuan utama adanya industrialisasi pedesaan adalah mengurangi kesenjangan ekonomi (Sitorus, 1990 dalam Sajogyo dan Tambunan, 1990).

(38)

keuntungan dari peningkatan permintaan hasil produksi melalui peningkatan permintaan efektif karena operasi mereka yang berskala kecil mempunyai keuntungan dibandingkan dengan industri kota yang berskala besar, contohnya industri batik dan perabotan rotan.

Tambunan (1990) menjelaskan mengenai beberapa fungsi industrialisasi pedesaan, yaitu mencakup: (1) mendorong pertumbuhan pedesaan dengan mendiversifikasi sumber pendapatan, (2) meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di dalam atau di luar suatu daerah, (3) meningkatkan kesempatan kerja baru, (4) mendekatkan hubungan fungsional (functional linkage) antara sektor pertanian dengan sektor urban/industri, (5) meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri, dan (6) mengurangi kemiskinan di pedesaan. Oleh karena itu, industrialisasi pedesaan dapat diartikan sebagai transformasi potensi pedesaan baik segi perbaikan kualitas sumberdaya manusia dan tata nilai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berkelanjutan melalui peningkatan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja serta nilai tambah sehingga jumlah pengangguran dan gejala migrasi berkurang.

(39)

industri masih sangat terbatas baik di perkotaan apalagi di pedesaan, dan (4) keadaan pedesaan yang selalu kalah dalam keunggulan-keunggulan ekonomi akan selalu menyebabkan perkembangan ekonomi pedesaan menjadi beban bagi perkembangan ekonomi nasional (Arsyad, 1989 dalam Sajogyo dan Tambunan, 1990).

2.1.2 Tipologi Industri Kecil

Penggolongan industri dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan BPS (2008c), industri dapat digolongkan ke dalam empat kategori menurut banyaknya pekerja yaitu mencakup: (a) industri besar, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 100 orang atau lebih, (b) industri sedang/menengah, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 20-99 orang, (c) industri kecil, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 5-19 orang, dan (d) industri kerajinan rumahtangga/mikro, yaitu perusahaan industri yang mempunyai jumlah pekerja 1-4 orang. Penggolongan industri menurut BPS tergolong mudah dalam keperluan statistik, akan tetapi memiliki kelemahan karena tidak dapat menjelaskan produktivitas, mekanisasi, jumlah modal, keuntungan dan hubungan kerja (Saptari dan Holzner, 1997).

(40)

rumah, tetapi masih dalam halaman rumah, menggunakan tenaga kerja yang digaji dan teknologi serta metode yang digunakan lebih maju dibandingkan dengan industri rumahtangga.

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dalam Yaniprasetyanti (2002), usaha kecil/industri kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha. Selain itu, Departemen Perindustrian (1999)

dalam Siahaan (2008) turut menyempurnakan industri kecil melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tanggal 13 Oktober 1999, yang menyatakan bahwa industri kecil merupakan suatu industri dengan nilai kekayaan perusahaan seluruhnya tidak lebih dari satu milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usahanya.

Ditinjau dari segi pengelolaan dan teknologi yang digunakan, Sinaga (2002) dalam Widiyanti (2007) mengemukakan bahwa industri kecil digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. kelompok industri kecil tradisional, memiliki ciri penggunaan teknologi yang sederhana berlandaskan dukungan unit pelayan teknis dan mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. Pengelolaannya bersifat sektoral dan dalam batas pembinaan administratif pemerintah.

(41)

mengembangkan misi pelestarian budaya bangsa yang erat kaitannya dengan seni budaya bangsa.

3. kelompok industri kecil modern menggunakan teknologi madya dengan skala produksi terbatas, didasarkan atas dukungan penelitian dan pengembangan di bidang teknik. Penanganannya lebih bersifat lintas sektoral dan menggunakan peralatan/mesin produksi khusus.

Rahardjo (1984) menegaskan bahwa pada masa Repelita III, program industri kecil dan pedesaan digolongkan berdasarkan sifat dan orientasinya menjadi tiga kategori, yaitu:

1. industri yang memanfaatkan potensi dan sumber alam, umumnya berorientasi pada pemrosesan bahan mentah menjadi bahan baku, baik dari hasil pertanian, bahan galian, hasil laut, dan sebagainya.

2. industri yang memanfaatkan keterampilan dan bakat tradisional yang banyak ditemukan di sentra-sentra produksi.

3. industri yang terletak di daerah pedesaan, yaitu yang berkaitan dan merupakan bagian dari kehidupan dan ekonomi daerah pedesaan.

Berdasarkan ciri-ciri industri, industri kecil dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu industri lokal dan industri sentral/sentra. Industri lokal merupakan jenis industri kecil yang bercirikan: kelangsungan hidupnya tergantung pada pasar lokal yang terbatas, lokasinya relatif tersebar dan berskala sangat kecil; sedangkan industri sentral/sentra diartikan sebagai jenis industri kecil yang bercirikan: unit usahanya berskala kecil, berkelompok, menghasilkan barang

(42)

Menurut Hubeis (1997), tipologi industri kecil dapat pula dinyatakan secara umum menurut aspek usaha (kelembagaan) dan aspek pengusaha (pelaku). Aspek usaha ditinjau dari indikator seperti aspek hukum, lokasi usaha, jam kerja, jumlah dan sumber modal, omzet penjualan, jumlah dan sumber serta kebutuhan tenaga kerja, dan masalah yang dihadapi (manajemen, pemasaran, produksi dan pengembangan produk, permodalan dan sumberdaya manusia) sedangkan aspek pengusaha dilihat dari lama usaha, kebutuhan pengembangan keahlian dan rencana pengembangan usaha. Cara lain untuk menjabarkan tipologi industri kecil adalah melihat dari jenis informasi yang dimiliki, digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) informasi umum (kepemilikan, tenaga kerja, jam kerja/shift,

luas perusahaan/bangunan, investasi, biaya produksi dan lama usaha) yang digunakan untuk mengetahui keragaan suatu unit usaha; (2) informasi teknis

(bahan baku, kapasitas alat produksi, jenis produk, volume produksi dan harga jual) yang mendukung pengambilan keputusan dalam proses produksi; dan (3) informasi bisnis beserta pendukungnya (pemasaran, pangsa pasar, promosi, merek, mutu produk, persaingan, sasaran usaha dan perluasan usaha, perizinan dan fasilitas litbang). Ketiga kategori tersebut dapat dijadikan sebagai profil usaha

dengan indikator dari komponen yang terdapat pada masing-masing informasi yang bersangkutan.

(43)

karyawan, peralatan kantor, kendaraan, bangunan dan peralatan lainnya), (3) pemasaran (penjualan dan distribusi secara lokal, regional, nasional dan internasional), (4) teknis (tata letak pabrik/usaha, sumber bahan baku,

produksi dan penyimpanan), (5) yuridis (akta notaris, badan hukum, SIUP, TDP, dll) serta 6) jaminan (nilai dan status).

Menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil (1999) dalam Siahaan (2008), terdapat lima ciri industri kecil, yaitu: (1) jumlahnya besar dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, (2) mencakup bagian terbesar dari kelompok masyarakat

golongan ekonomi lemah, (3) mampu mendorong proses pemerataan dan penanggulangan kemiskinan karena mudah diakses oleh rakyat kecil dan masyarakat yang tergolong miskin, (4) mampu menggali dan memanfaatkan

keunggulan komparatif serta ketersediaan tenaga kerja dan sumberdaya alam, dan (5) dapat hidup walaupun dengan modal yang sangat terbatas.

2.1.3 Konsep Jenis Kelamin dan Gender

(44)

tidak memiliki kromosom Y. Pada umumnya, kromosom XX menghasilkan jenis kelamin perempuan sedangkan kromosom XY menghasilkan jenis kelamin laki-laki.

Berbeda dengan konsep gender sebagaimana dikutip Mugniesyah (2007), definisi gender memiliki banyak pengertian, baik oleh lembaga, ahli, atau peminat studi perempuan/gender. Gender adalah suatu konstruksi sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam suatu kebudayaan tertentu, bersifat relasional, karena feminitas dan maskulinitas memperoleh maknanya dari

fakta dimana masyarakat kitalah yang menjadikan mereka berbeda (Wood, 2001 dalam Mugniesyah, 2007).

Gender diartikan pula sebagai perbedaan-perbedaan (dikotomi) sifat perempuan dan laki-laki yang tidak hanya berdasarkan biologis semata tetapi lebih pada hubungan-hubungan sosial-budaya antara perempuan dan laki-laki

yang dipengaruhi oleh struktur masyarakatnya yang lebih luas (Donnel, 1988; Eviota 1993 dalam Mugniesyah, 2007). Disamping itu, Fakih (1996) mengartikan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada kaum

(45)

2.1.4 Analisis Gender

Analisis gender adalah analisis sosial (meliputi aspek ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan komunitas atau

masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender meliputi tiga bagian utama, yaitu: (1) pembagian kerja atau peran, (2) akses dan kontrol terhadap sumberdaya serta

manfaat program pembangunan, dan (3) partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga (Prasodjo et al., 1993). Pada tingkat keluarga/rumahtangga, analisis gender dilihat dari (a) pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produktif, reproduktif dan pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut, (b) akses dan kontrol perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya keluarga (lahan, anak, harta, pendidikan). Pada tingkat masyarakat, analisis gender menyoroti akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya yang mencakup informasi, kredit, teknologi, pendidikan/penyuluhan/pelatihan, sumberdaya alam, peluang bekerja dan berusaha; sementara di tingkat negara/pemerintah dapat dipelajari melalui kebijaksanaan pembangunannya (Donnel, 1988; Feldstein dan Poats, 1989; Fao, 1990; Anonymous, 1991 dalam

Mugniesyah et al., 2002)

(46)

mengerjakan apa”, siapa yang membuat keputusan, siapa yang membuat keuntungan, dan siapa yang menggunakan sumberdaya pembangunan.

Salah satu kategori utama alat analisis gender adalah kerangka Harvard. Alat ini digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan yang menjelaskan pentingnya tiga

komponen dan interaksi satu sama lain, yaitu: profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt, 1985 dalam Handayani dan Sugiarti, 2002). Alat ini

berguna untuk menganalisis situasi keluarga/rumahtangga dan komunitas masyarakat. Pada kerangka analisis Harvard, terdapat tiga komponen utama yaitu: (1) pembagian kerja (dapat dilihat dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan),

(2) profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat, dan (3) faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan, akses dan kontrol

terhadap sumberdaya dan manfaat, partisipasi dalam lembaga dan pengambilan keputusan (Prasodjo et al., 2003).

2.1.5 Relasi Gender dalam Rumahtangga Industri Kecil di Pedesaan

(47)

Pembagian kerja dilihat dari profil aktivitas dan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan. Pada beberapa studi industri kecil di pedesaan, umumnya terdapat pembagian kerja yang tegas antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penelitian Murdianto (1999) mengenai studi gender dalam rumahtangga pengrajin gula aren di daerah lahan kering di Jawa Barat, perempuan (istri) lebih banyak terlibat dalam proses produksi terutama dalam tahap yang membutuhkan banyak energi. Pada tahap pra pengolahan dilakukan oleh laki-laki, kecuali pada pekerjaan mengangkut nira dan pengambilan kayu bakar dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Pekerjaan yang berkaitan dengan pengolahan nira sampai menjadi gula dilakukan oleh perempuan. Pada tahap pemasaran, umumnya dilakukan oleh perempuan. Disamping itu, curahan waktu total perempuan pada industri gula aren 2,5 kali lipat dari laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi tentang kemampuan kerja laki-laki dan perempuan dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pada penelitian Wijaya (1992) mengenai industri tembaga kuning di Desa Cepogo menjelaskan bahwa terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki bekerja di bidang produksi sedangkan perempuan bekerja di bidang perdagangan. Curahan waktu kerja laki-laki dalam bidang produksi selama 6 jam sedangkan perempuan bertugas dalam bidang pemasaran yang hanya mencurahkan waktu 2 jam. Pekerjaan rumahtangga seperti memasak, mencuci, mengambil air, bersih dari bak penampungan air, memandikan anak, dan mengasuh anak dilakukan oleh perempuan (istri). Hal tersebut dipengaruhi oleh nilai budaya ketug6. Grijns et al. (1992) menegaskan

6

(48)

bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan masih dipengaruhi oleh nilai dan norma masyarakat, dimana semua jenis pekerjaan yang bersifat domestik atau feminin yang menggunakan teknologi tradisional yang tidak memerlukan tenaga kerja yang kuat dominan dikerjakan oleh perempuan. Faktor internal yang mempengaruhi alokasi waktu kerja rumahtangga pengusaha tetapi tidak berpengaruh kuat adalah umur pengusaha, jumlah angkatan kerja, dan pengalaman kerja pengusaha. Pada rumahtangga pengusaha berdampak terhadap peningkatan pendapatan total rumahtangga pekerja sehingga seluruh pengeluaran rumahtangga pekerja meningkat (Elinur, 2004).

Sebagaimana penelitian yang dilakukan Sukardi (1997), faktor yang mempengaruhi curahan waktu kerja ibu rumahtangga pada industri kerajinan

gerabah adalah: umur, jumlah anggota keluarga, total pendapatan rumahtangga,

status pengrajin (binaan/non binaan), pendidikan, curahan waktu kerja suami pada kerajinan, curahan waktu kerja anak pada kerajinan, anak balita, dan pendapatan rumahtangga dari luar kerajinan. Grijns et al. (1992) menjelaskan

bahwa pendidikan akan berpengaruh pada status kerja karena posisi pekerja akan lebih tinggi dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Kesempatan kerja perempuan pengusaha dibatasi oleh adanya anak kecil dan tingkat pendidikan yang rendah. Akses perempuan pengusaha lebih kecil dibandingkan laki-laki dalam hal modal, bahan dasar, tenaga kerja, latihan dan informasi serta teknologi.

Sebagaimana studi Mugniesyah dan Kusumastuti (1991) tentang peranan

dan status perempuan dalam industri pengolahan pangan di Kabupaten Subang dan Majalengka, tingkat pendidikan turut mempengaruhi keterlibatan perempuan

(49)

pendidikan yang rendah. Pada penelitian Saptari (1989), kontribusi pengrajin dalam industri logam/kaleng di Desa Tarikolot dalam proses produksi dipengaruhi oleh kemampuan rumahtangga pengrajin atau pengusaha logam/kaleng dalam mengerahkan modal, mengerahkan tenaga kerja, dan menembus pemasaran produk. Peluang kerja dimasuki oleh laki-laki disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu adanya nilai-nilai yang melahirkan anggapan bahwa ibu rumahtangga tidak pantas bekerja di luar rumah dan pembagian kerja antara laki-laki (kepala rumahtangga) dan perempuan (ibu rumahtangga) menempatkan ibu rumahtangga bukan sebagai pencari nafkah utama tetapi sebagai pelaksana untuk kegiatan-kegiatan reproduktif. Tenaga kerja perempuan diikutsertakan dalam melakukan bagian-bagian pekerjaan yang dianggap halus, ukuran produk yang dihasilkan kecil, dan perlu ketelitian yang tinggi. Kesempatan kerja pun rendah disebabkan oleh tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah.

Konsep peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan, maka ia telah menjalani suatu peranan.7 Mengacu pendapat Moser (1993) yang dikutip Mugniesyah (2007), peranan gender diartikan sebagai peranan yang dilakukan laki-laki dan perempuan sesuai status, lingkungan,

budaya dan struktur masyarakatnya. Selain itu, peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu

yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Moser (1993) mengemukakan tiga kategori peranan (triple roles), meliputi:

7

(50)

1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya.

2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Peranan ini tidak hanya terdiri atas kegiatan reproduksi secara

biologis tetapi juga dalam kepedulian dan pemeliharaan angkatan kerja (suami dan pekerjaan anak) dan angkatan kerja berikutnya (bayi dan anak sekolah).

3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: (a) peranan pengelolaaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas

sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah, dan (b) pengelolaan masyarakat politik (kegiatan politik), yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal

secara politik, umumnya dibayar (langsung atau tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan atau status.

(51)

dan istri tetapi pengaruh suami lebih besar, dan (5) keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan istri.

Pada penelitian Ranti (2008), peranan reproduktif dan produktif ditentukan dominan oleh perempuan sedangkan pada peranan sosial kemasyarakatan ditentukan secara bersama suami dan istri bersama setara. Hal ini menunjukkan

bahwa anggapan perempuan sebagai ibu rumahtangga masih melekat dalam kehidupan masyarakat meskipun perempuan sendiri terlibat dalam sektor

produktif. Disamping itu, istri cukup berarti dalam pengambilan keputusan karena adanya sistem materilinial yang mewariskan harta kepada anak perempuan dan kontribusi pendapatan istri dari kegiatan bertenun (berusaha). Berbeda dengan penelitian Indaryanti (1990), pola pengambilan keputusan rumahtangga dalam industri keramik di Plered dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu bidang produksi (dominan dilakukan suami sendiri), bidang pengeluaran kebutuhan pokok rumahtangga (bervariasi sesuai aspek tertentu), bidang pembentukan pembinaan rumahtangga (dilakukan berdasarkan keputusan bersama, baik istri dominan atau setara atau suami dominan), dan kegiatan kemasyarakatan (keputusan bersama setara).

2.1.6 Konsep Keadilan dan Kesetaraan Gender

(52)

suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka dan peranan gender yang kaku (ILO, 2001 dalam Mugniesyah, 2007)

2.2 Kerangka Pemikiran

Penelitian mengenai Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam Sentra Industri Gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat ini didasarkan pada hasil sintesis dari beragam konsep, pendekatan, dan teori mengenai gender dan industri kecil yang

dirumuskan dalam kerangka pemikiran seperti yang tertera pada Gambar 1. Dengan pertimbangan bahwa partisipasi pengrajin dalam sentra industri gerabah

dilakukan berdasarkan nilai kesetaraan dan keadilan gender, variabel terpengaruh

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya (Y).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang diduga memiliki hubungan terhadap akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada pengrajin gerabah yang digolongkan menjadi tiga kategori, mencakup: Karakteristik Individu (X1), Karakteristik Rumahtangga (X2), dan Dukungan UPT

Litbang Keramik (X3). Pada penelitian ini, digunakan jenis kelamin sebagai pembeda terhadap akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Karakteristik individu yang diduga memiliki hubungan adalah: Umur (X1.1),

(53)

Pengrajin yang diduga memiliki hubungan adalah: Jumlah Anggota Rumahtangga (X2.1) dan Pendapatan Rumahtangga (X2.2). Penelitian ini melihat ada tidaknya

hubungan antara karakteristik individu, karakteristik rumahtangga, dan dukungan UPT Litbang Keramik dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dapat mendukung keberlanjutan usaha dalam usaha gerabah di Desa Anjun.

[image:53.595.67.556.246.687.2]

Keterangan : Hubungan Tidak dikaji

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Karakteristik Individu

(X1)

X1.1 Umur

X1.2 Pendidikan Formal

X1.3 Pendidikan Nonformal

X1.4 Pengalaman Bekerja

X1.5 Status Pekerjaan

Karakteristik

Rumahtangga Pengrajin (X2) X2.1 Jumlah Anggota

Rumahtangga

X2.2 Pendapatan Rumahtangga

Dukungan UPT Litbang Keramik (X3)

Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam Sentra Industri Gerabah (Y)

Keberlanjutan Usaha Gerabah

(54)

2.3 Hipotesis Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian ini, diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga jenis kelamin merupakan pembeda utama yang memiliki hubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya.

2. Diduga terdapat hubungan nyata antara karakteristik pribadi, yaitu: umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, pengalaman bekerja serta status pekerjaan dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah.

3. Diduga terdapat hubungan nyata antara karakteristik rumahtangga, yaitu: jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan rumahtangga dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah.

4. Diduga terdapat hubungan nyata antara dukungan UPT Litbang Keramik dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada usaha gerabah.

2.4 Definisi Operasional

1. Pengrajin Gerabah didefinisikan sebagai individu yang mengelola atau membuat gerabah pada sebagian atau seluruh tahap produksi gerabah,

mulai dari bahan baku (tanah liat) menjadi barang jadi atau hanya sampai barang setengah jadi (barang belum dibakar/atahan maupun sudah dibakar/biskuitan) hingga tahap pemasaran produk gerabah dan merupakan usaha utama bagi pengrajin tersebut.

(55)

3. Karakteristik Individu (X1) diartikan sebagai identitas yang dimiliki secara pribadi oleh seseorang. Karakteristik individu terdiri atas lima kategori: umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman bekerja serta status pekerjaan.

4. Umur (X1.1) adalah lama hidup (tahun) responden mulai lahir sampai penelitian dilakukan yang diukur dalam skala rasio. Umur digolongkan

menjadi tiga kategori: (a) dewasa awal (18-29 tahun), (b) dewasa pertengahan (30 hingga 50 tahun), dan (c) dewasa tua (≥ 50 tahun). Pengkategorian umur

dewasa tersebut berdasarkan pendapat Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006).

5. Pendidikan Formal (X1.2) adalah lamanya (tahun) anggota responden mengikuti pendidikan terakhir di bangku sekolah yang diukur dalam skala rasio. Tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi tiga kategori: (a) rendah, jika tidak tamat SD dan tamat SD; (b) sedang, jika pengrajin tidak tamat SMP dan tamat SMP; (c) tinggi, jika anggota rumahtangga tidak tamat SMA/tamat SMA maupun Perguruan Tinggi.

6. Pendidikan Nonformal (X1.3) adalah frekuensi/jumlah keikutsertaan (kali) responden dalam kursus atau pelatihan keterampilan gerabah dalam satu

tahun terakhir yang diukur dalam skala rasio. Pendidikan nonformal dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) tidak pernah mengikuti

(56)

7. Pengalaman Bekerja (X1.4) adalah lamanya (tahun) waktu kerja responden sampai penelitian ini dilakukan yang diukur dalam skala rasio. Pengalaman Bekerja dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) rendah, jika anggota rumahtangga bekerja selama kurang dari 16 tahun; (b) sedang, jika anggota rumahtangga bekerja 15 hingga 30 tahun; (c) tinggi, jika anggota rumahtangga bekerja minimal 31 tahun.

8. Status Pekerjaan (X1.5) adalah posisi/kedudukan responden untuk melakukan pekerjaan dalam menjalankan unit usaha gerabah yang diukur dalam skala nominal. Status pekerjaan responden digolongkan menjadi tiga kategori: (a) pengrajin rumahtangga, yaitu orang yang terlibat secara langsung pada salah satu/sebagian atau seluruh tahapan proses produksi gerabah

dan seluruh tenaga kerja merupakan tenaga kerja dalam rumahtangga; (b) pengusaha-pengrajin, yaitu orang yang terlibat secara langsung pada salah

satu/sebagian tahapan proses produksi gerabah dan memiliki tenaga kerja luar rumahtangga; dan (c) pengusaha, yaitu orang yang terlibat dalam manajemen atau pengelolaan usaha gerabah yang dimiliki, baik pada proses tahapan produksi maupun pemasaran produk gerabah. Oleh karena itu, pada kategori ini pengrajin tidak terlibat secara langsung pada proses pembuatan gerabah dan memiliki tenaga kerja luar rumahtangga.

9. Karakteristik Rumahtangga Pengrajin (X2) adalah identitas pada sekelompok individu yang hidup bersama seatap dan sedapur, mungkin menyatu karena

(57)

10. Jumlah Anggota Rumahtangga (X2.1) adalah banyaknya individu (orang) yang tinggal bersama dalam satu atap dan satu dapur yang mungkin menyatu dalam karena ikatan perkawinan dan kekerabatan tetapi mungkin juga tidak dan menjadi tanggungan kepala keluarga yang diukur dalam skala rasio. Jumlah anggota rumahtangga dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) sedikit, jika total anggota rumahtangga berjumlah kurang dari empat orang; (b) sedang, jika total anggota rumahtangga berjumlah empat hingga enam orang; (c) banyak, jika total anggota rumahtangga berjumlah minimal tujuh orang.

11. Pendapatan Rumahtangga (X2.2) adalah total pemasukan uang (rupiah) yang bersumber dari usaha industri gerabah, luar usaha industri gerabah dan total penerimaan seluruh anggota rumahtangga yang menjadi tanggungan dalam pengasuhan orangtua yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dinyatakan dalam rupiah per bulan yang diukur dalam skala rasio.

Pendapatan rumahtangga dapat digolongkan menjadi tiga kategori: (a) rendah, jika total pendapatan per bulan kurang dari Rp 5.000.000; (b) sedang, jika total pendapatan per bulan antara Rp 5.000.000 hingga Rp 9.999.999; (c) tinggi, jika total pendapatan minimal Rp 10.000.000.

12. Dukungan UPT Litbang Keramik (X3) adalah dorongan atau bantuan dari UPT Litbang Industri Keramik dalam mendukung peningkatan dan perbaikan komoditi gerabah. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan pihak

(58)

pengrajin serta mengadakan evaluasi program pelatihan. Dukungan U

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Rincian Metode Pengumpulan Data
Tabel 2. Analisis Hubungan dengan uji Chi-Square dan korelasi Rank Spearman Rank
Gambar 2. PeG ersentase Luuas Wilayahh Desa Anjuun  menurutt  Penggunaaan Lahan, 22007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian deskritiptif korelasional dan salah satu tujuannya yaitu untuk mengetahui hubungan koordinasi mata kaki dengan ketepatan menembak

Menggunakan cerita dalam public speaking di dunia kerja Praktek menggunakan cerita untuk menyampaikan pesan. SESI #8: Praktek Berbicara di Depan Umum &

Sedangkan dari sisi penawaran, inflasi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu harga minyak mentah dunia dan kenaikan harga barang impor serta (Rio, 2013).. Selama kurun waktu

Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan pengukuran model OMAX, pada dasarnya merupakan perpaduan dari beberapa ukuran keberhasilan atau kriteria produktivitas

Tujuan Penulisan untuk menggambarkan upaya apa saja yang harus dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi guru dalam mengajar di sekolah.. Agar motivasi dapat

Bahwa atas pernyataan Terbanding tersebut, Majelis berpendapat, sekalipun Pemohon Banding merupakan perusahaan terpadu yang menghasilkan Crude Palm Oil dan Palm

Gaya kepemimpinan dapat memengaruhi oranglain melalui keadaan sekitar, sesuai dengan pendapat Thoha: 2002 gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang

Berdasarkan data dari Ramadhan (2018), menunjukkan bahwa talas kimpul dengan perlakuan umur panen 6 bulan memiliki kandungan protein tertinggi, sedangkan kandungan