• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN PROFIL USAHA SENTRA INDUSTRI GERABAH

4.2 Profil Usaha Sentra Industri Gerabah

4.2.3 Informasi Teknis

4.2.3.1 Persiapan Alat dan Bahan Baku

Bahan baku dalam proses pembuatan produk gerabah menggunakan tanah liat. Secara umum, tanah liat di kawasan sentra industri keramik Plered dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu tanah kasar (tanah yang digunakan pada pembuatan genteng), tanah pertengahan (tanah yang dicampur dengan pasir dan sudah dipuder/dihaluskan), dan tanah lumpur (tanah yang disaring). Dari ketiga jenis tanah liat tersebut, tanah lumpur merupakan tanah liat yang memiliki kualitas paling baik tetapi memerlukan waktu yang cukup lama (sekitar satu minggu dan harus memiliki bak dalam proses pembuatannya. Umumnya pengrajin

gerabah di Desa Anjun menggunakan tanah pertengahan (tanah yang sudah dicampur pasir dan dihaluskan). Tanah liat diproduksi di Desa Citeko dan pengrajin dapat membeli tanah liat secara borongan maupun eceran. Tanah yang dibeli sudah berada dalam bentuk tanah molen (dihaluskan dan dikemas dalam plastik). Harga tanah liat per ton ± Rp 130.000. Disamping itu, bahan yang penting untuk membuat gerabah adalah pasir dan dapat dibeli maupun diambil secara langsung dari sungai yang terletak di Kampung Cidadapan. Bahan penting lainnya adalah glasir, cat, dan semir.

Alat yang digunakan dalam proses pembentukan produk gerabah adalah perbot atau meja putaran tangan (hand wheel). Secara umum, pengrajin gerabah di Desa Anjun menggunakan perbot terbuat dari batu berbentuk bundar. Hal ini disebabkan tidak mudah pecah dan rusak. Akan tetapi, terdapat pengrajin gerabah yang menggunakan perbot yang terbuat dari semen. Alat lainnya yang digunakan dalam proses pembentukan gerabah Plered adalah sebagai berikut:

a. cawi, yaitu alat yang terbuat dari hinis atau kulit bambu yang berguna untuk memberi bentuk pada barang yang dibuat saat muter atau menggunakan

perbot.Alat ini berbentuk persegi panjang.

b. serat, yaitu alat yang terbuat dari kawat kecil yang kedua ujung kawatnya diikat dengan kain sebagai alat pegangan. Alat ini berfungsi untuk menyerat

atau mengiris tanah liat dan memisahkan bagian dasar produk gerabah yang sudah selesai dibentuk dengan perbot.

c. kain yang dapat menyerap air, yaitu kain yang digunakan untuk membasahi dan melicinkan permukaan tanah pada saat tanah tersebut dibentuk.

d. pangorek/korekan, yaitu alat yang digunakan untuk memberikan hiasan pada permukaan produk gerabah dengan cara digoreskan.

e. papan, digunakan untuk meletakkan produk yang sudah dibentuk untuk selanjutnya dipoe atau dijemur.

f. rak, yaitu tempat yang digunakan untuk mengeringkan produk gerabah yang tidak dijemur di bawah sinar matahari secara langsung hingga produk tersebut cukup kering.

g. bak, yaitu tempat yang digunakan untuk mengolah tanah liat melalui proses

ngalumpur. Waktu yang digunakan pada proses ini kurang lebih satu minggu. h. open atau tungku pembakaran, yaitu tempat yang terbuat dari bata merah

(tungku tradisional) atau sejenis seng/alumunium (tungku modern) untuk membakar produk gerabah.

i. peralatan nyemir, terdiri atas kain, hampelas, sikat dan kuas.

4.2.3.2 Proses Pembuatan Produk Gerabah

Secara umum, proses pembuatan produk gerabah di Desa Anjun terdiri

atas empat tahapan, mencakup (a) pengolahan tanah, (b) pembentukan barang, (c) pembakaran, dan (d) finishing/penyelesaian. Proses pengolahan tanah

dilakukan dengan cara memasukkan tanah ke dalam mesin molen (penghalus). Setelah melalui proses penggilingan melalui mesin tersebut, tanah liat dicampur dengan air secukupnya, pasir serta samon (serpihan barang-barang pecah). Kemudian batu-batu kecil/kerikil yang tercampur dengan tanah tersebut dipisahkan hingga tanah terasa halus. Tahapan selanjutnya adalah ngaluluh atau

menginjak-injak tanah liat dengan kaki sehingga tanah liat mudah dibentuk dan tidak terdapat gelembung.

Terdapat dua jenis proses pembentukan produk gerabah, yaitu dengan menggunakan citakan (cetakan) dan perbot. Jika membentuk produk gerabah dengan citakan, tentunya barang dibentuk sesuai dengan bentuk alat cetakan tersebut, misalnya vas payung dan celengan. Cetakan tersebut terdiri atas dua sisi, yaitu sisi kiri dan sisi kanan. Kemudian kedua cetakan diisi dengan tanah liat. Setelah selesai, kedua sisi cetakan tersebut disatukan/disambungkan sehingga membentuk produk gerabah sesuai bentuk cetakannya. Pada proses pembentukan produk gerabah dengan menggunakan perbot, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu: (1) ngaplok, yaitu membentuk tanah liat yang telah diolah menjadi bulatan-bulatan sesuai dengan barang yang akan dibentuk, (2) ngaleler, yaitu meletakkan bulatan-bulatan tanah liat tersebut di atas perbot untuk dibentuk sesuai produk gerabah yang akan dibuat, (3) meletakkan produk gerabah yang telah dibentuk di atas papan yang untuk dijemur hingga eumeul-eumeul (tidak terlalu basah), (4) ngadekor, yaitu menghias produk gerabah yang telah dijemur tersebut, dan (5) produk gerabah dijemur, baik secara langsung terkena sinar matahari (jangan terlalu lama) atau dibiarkan kering di rak. Pada tahapan ini, produk gerabah disebut produk atahan. Tenaga kerja laki-laki maupun perempuan memiliki akses yang sama untuk terlibat dalam tahapan ini.

Tahapan selanjutnya adalah ngabeuleum atau proses pembakaran.

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah sebagai berikut: (1) memasukkan produk atahan ke dalam tungku pembakaran selama 2-3 jam,

(2) membakar produk gerabah dengan menggunakan kayu bakar yang diletakkan di bawah tungku pembakaran selama 8-12 jam karena disesuaikan dengan ukuran produk gerabah. Suhu pembakaran yang digunakan pada proses pembakaran antara 800º C hingga 900º C. Proses pembakaran dengan menggunakan tungku modern lebih efisien karena dapat menghemat kayu bakar yang digunakan dan hasil pembakaran lebih baik dibandingkan dengan menggunakan tungku pembakaran tradisional. Selama proses pembakaran, pengrajin harus mengontrol panas api sehingga proses pembakaran produk gerabah merata (3) produk gerabah

yang telah dibakar kemudian didiamkan selama 3-4 jam setelah api dimatikan. Setelah itu, ngabongkar atau mengeluarkan produk gerabah yang telah dibakar

selama 2-3 jam. Barang yang telah dibakar disebut sebagai barang biskuitan atau barang setengah jadi. Proses pembakaran merupakan tahapan terpenting karena tolok ukur berhasil tidaknya proses pembuatan produk gerabah berada pada tahapan ini. Tenaga kerja yang terlibat pada tahapan ini adalah laki-laki

dewasa. Proses pembakaran dianggap sebagai pekerjaan laki-laki karena memerlukan kemampuan fisik untuk memasukkan dan mengeluarkan

produk gerabah sebelum dan sesudah pembakaran.

Pada tahapan penyelesaian, produk gerabah yang sudah dibakar kemudian dihampelas dengan menggunakan hampelas kasar, didempul dengan menggunakan cat dasar (berwarna putih), setelah cat dasar kering kemudian dicat lagi dengan cat tembok/cat mobil. Produk yang menggunakan cat mobil akan memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan produk yang menggunakan cat tembok. Disamping itu, terdapat pengrajin yang membuat formula cat sendiri sehingga warna produk gerabah yang diproduksi berbeda dengan produk gerabah

yang diproduksi oleh pengrajin lainnya. Setelah produk tersebut dicat, produk gerabah dihampelas lagi dengan hampelas halus kemudian dilap sehingga tidak terkena debu. Produk gerabah akhirnya disemir dan digosok dengan sikat ijuk. Setelah semir kering, produk tersebut dilap dengan kain hingga terlihat mengkilat. Tenaga kerja yang terlibat pada tahapan ini dapat diakses oleh tenaga kerja laki-

laki maupun perempuan. Akan tetapi, sebagian besar pekerjaan ini dilakukan oleh pengrajin perempuan. Hal ini terkait dengan stereotipe masyarakat bahwa perempuan memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Pada tahapan penjualan produk, umumnya harga jual ditentukan oleh pemilik usaha tersebut. Jika pengrajin tersebut memiliki showroom atau toko,

keputusan harga jual ditentukan anggota rumahtangga lain karena pemilik usaha mengontrol proses produksi gerabah di pabrik. Umumnya toko menyatu dengan dengan rumah pengrajin sehingga anggota rumahtangga yang mengontrol penjualan produk adalah perempuan (istri) karena sebagian besar pekerjaan istri dilakukan di dalam rumah.