• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA

A. Akta Notaris Wajib Dibacakan di Hadapan Penghadap

Notaris dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk bekerja secara baik dan professional agar notaris dapat menghasilkan produk berupa akta autentik yang dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para penghadap yang membutuhkan. UUJN, notaris telah diberi wewenang untuk menuangkan segala perbuatan, perjanjian dan penetapan yang dikehendaki oleh pihak atau pihak-pihak yang sengaja datang ke hadapan notaris dan menyampaikan kehendaknya dan dapat dituangkan ke dalam bentuk suatu akta autentik, dan akta yang dibuatnya itu memiliki keabsahan akta dan kekuatan akta yang sempurna.

Notaris memiliki kapasitas untuk membuat peraturan tentang setiap tindakan atau kontrak yang ditetapkan oleh hukum untuk didokumentasikan menjadi akta autentik, hanya jika itu dituntut oleh pihak yang berkepentingan dan bukan oleh permintaan notaris. Notaris juga diberikan wewenang untuk memastikan prilaku yang tidak sesuai dengan hukum.143

Ketentuan yang tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (m) UUJN, menjelaskan dengan jelas bahwa notaris wajib membacakan akta yang dibuatnya di hadapan penghadap serta dihadiri sekurang-kurangnya dua orang saksi, atau dihadiri empat orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat, sehingga dengan

143 Deviana Yunitasari, The Role of Public Notary in Palembang Legal Protection or Standard Contracts For Indonesia Consumers,Jurnal Sriwijaya Law Review, Vol. 1, Issue 2, July 2017, hal. 181.

kata lain hanya notaris yang dapat membacakan isi akta di hadapan penghadap sesuai atas apa yang tertuang dalam UUJN. Pengaturan tentang pembacaan akta notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (7) UUJN, merupakan pasal pengecualian terhadap pembacaan akta notaris dengan syarat penghadap telah membacanya sendiri, mengetahuinya, serta memahami isi dari akta yang akan dibuat, tetapi dalam pasal tersebut tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai peran staf notaris dalam pembacaan akta di hadapan para penghadap, yang kemudian menjadi alasan oleh notaris untuk tidak membacakan akta di hadapan penghadap.144

Pembacaan akta tidak dilakukan oleh notaris karena beberapa alasan diantaranya: akta yang dibuat dalam bentuk yang sama berturut-turut atau terus menerus (seperti akta fidusia), karena alasan efisiensi waktu atau notaris saling kenal atau kenal baik dengan (para) penghadap. Kewajiban notaris membacakan akta dan menuliskan keterangan keadaan penghadap saat menghadap kepada Notaris serta alasan atau keterangan sebab akta tidak dibacakan dalam penutup akta adalah perintah Undang-Undang, karena bagian kepala akta dan penutup akta merupakan tanggung jawab notaris (Pasal 38 ayat (4) huruf a UUJN), kebiasaan Notaris melakukan copy paste akta untuk membuat akta yang sama pada berikutnya, terkadang notaris lupa mengganti bagian-bagian penting yang berhubungan dengan keadaan penghadap saat menghadap yang merupakan tanggung jawab notaris.

144 Muhammad Tiantanik Citra Mido, Op.Cit, hal 173

Ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 44 UUJN, yang menyatakan bahwa segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya. Ketentuan pembacaan dan penandatanganan tersebut merupakan satu kesatuan dari peresmian akta (verlijden). Kemudian, kata di hadapan dalam penandatanganan akta tersebut adalah hadirnya seorang Notaris dalam proses peresmian akta (verlijden) atau face to face sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16 ayat

(1) huruf m UUJN.145

Sementara dalam penjelasan UUJN terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf (m) bahwa notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta di hadapan penghadap dan saksi, Pasal 16 ayat (8) menjelaskan bahwa “Pengecualian tersebut dikecualikan terhadap pembacaan kepala akta, komparasi, penjelasan pokok akta secara singkat dan jelas, serta penutup akta, sehingga kemudian implikasi dari tidak dilaksanakannya apa yang tertuang dalam pasal-pasal tersebut di atas berakibat pada kekuatan pembuktian akta yang dibuat oleh notaris sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 16 ayat (9) UUJN, yaitu “akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.”146

Pembacaan akta tersebut adalah bagian yang penting dalam proses pembuatan akta oleh notaris. Dengan dibacakannya akta yang dibuat oleh notaris secara langsung, maka notaris dapat mengetahui isi dan maksud dari akta tersebut agar sesuai dengan kehendak para pihak. Selain itu, tujuan dibacakan akta tersebut

145 Mia Elvina, Op.Cit, hal 450

146 Ibid.

oleh notaris yang bersangkutan, salah satunya adalah untuk menjamin bahwa akta yang ditandatangani adalah akta yang sama dengan yang telah dibacakan. Dengan dilakukannya pembacaan akta tersebut, merupakan sebagai kontrol bagi para pihak maupun notaris selaku pembuat akta tersebut agar mendapat kepastian bahwa akta yang dibuat merupakan kehendak para pihak yang menghadap, sehingga apabila ada hal yang dianggap salah maupun kurang, maka akta tersebut dapat diperbaiki dahulu sebelum ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi, dan notaris.147

Notaris secara sengaja tidak membacakan akta yang dibuat tersebut padahal notaris berada di tempat, atau akta yang dibuat tersebut tidak dibacakan karena notaris tidak berada di tempat sehingga para penghadap dilayani oleh karyawan atau asisten notaris, maupun akta tersebut dibacakan tetapi tidak semua yang dibacakan, dan akta dibacakan tapi bukan oleh notaris itu sendiri, melainkan dibacakan oleh karyawan atau asisten notaris atau penghadap tidak menghendaki akta tidak dibacakan, namun notaris tidak menyatakan ketentuan tersebut dalam penutup akta bahwa notaris tidak membacakan akta yang dibuatnya berdasarkan kehendak para pihak.148

Apabila memang para pihak yang berkehendak untuk tidak dibacakan, notaris tidak boleh mencantumkan dalam bagian penutup akta bahwa notaris telah membacakan dan para penghadap telah mengerti isi dari akta tersebut. Hal ini akan berakibat pada akta yang dibuat oleh notaris tersebut tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh penghadap, atau para penghadap mungkin tidak

147 I Wayan Arya Kurniawan, Tanggung Jawab Notaris Atas Akta yang Tidak Dibacakan Dihadapan Para Penghadap, Vol. 3 No. 3 Desember 2018, hal 496=497

148 I Wayan Arya Kurniawan, Op.Cit, hal 459

memahami isi akta, sehingga akan menimbulkan salah pengertian dan multi tafsir mengenai isi dari akta yang dibuat notaris tersebut, akibatnya salah satu pihak dalam akta bisa melakukan wanprestasi atau akta tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pembacaan akta oleh seorang notaris tersebut adalah suatu kewajiban dalam pembentukan akta autentik tersebut. Hal ini karena dengan membacakan akta tersebut adalah salah satu bentuk dari verlijden atau peresmian dari akta autentik, selain penandatanganan akta autentik tersebut. Maka dari itu, suatu akta yang dibuat oleh notaris dalam jabatannya dan dalam lingkup wilayah kerja jabatannya tersebut, wajib dibacakan oleh notaris itu sendiri, dan tidak boleh dilakukan oleh asisten maupun pegawai notaris yang bersangkutan. Pembacaan dari akta yang dibuat oleh notaris tersebut bukan hanya bermanfaat bagi notaris, tetapi juga bagi para pihak yang menghadap.149

Pembacaan akta tersebut juga berkaitan dengan kekuatan pembuktian formil yang mana menyatakan bahwa akta notaris tersebut harus memberikan kepastian mengenai apa yang dinyatakan dan kepastian bahwa segala hal yang dicantumkan dan diuraikan dalam akta tersebut merupakan kebenaran dan sesuai dengan kehendak para pihak yang menghadap pada notaris. Kewajiban membacakan akta yang dibuatnya, dalam Pasal 16 ayat (7) notaris diperbolehkan untuk tidak membacakan akta yang dibuatnya, dengan suatu pengecualian untuk tidak membacakan akta yang dibuatnya apabila para penghadap menginginkan akta yang dibuat oleh notaris tersebut tidak dibacakan karena para penghadap

149 Mido, M. T. C., dkk, Tanggung Jawab Perdata Notaris terhadap Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap. Lentera Hukum, Vol 5 No. 1, tahun 2018 hal 156-173.

telah membaca akta tersebut sendiri, sehingga merasa telah mengetahui dan memahami isi dari akta tersebut. Apabila akta tersebut tidak dibacakan karena pengecualian terseebut, maka ketentuan mengenai hal tersebut harus dinyatakan dalam bagian penutup akta, serta pada setiap halaman dari minuta akta diparaf oleh penghadap, para saksi dan juga notaris. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pembacaan akta tidak wajib dilakukan selama sesuai dengan peraturan tersebut, sehingga kewajiban pembacaan akta tersebut bukan merupakan suatu keharusan.150

Berkaitan dengan pembacaan akta dihadapan para pihak merupakan hal yang wajib dilakukan oleh notaris dalam setiap pembuatan akta (Pasal 16 ayat (1) UUJN). Namun untuk saat ini hal tersebut terkendala dengan adanya wabah Covid-19 dimana pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang diberi nama Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang disertai dengan adanya protokol kesehatan yang mengakibatkan mobilitas masyarakat menjadi terhambat dan terbatas, sehingga pelaksanaan Pasal 16 ayat (1) UUJN menjadi tidak bisa dilakukan sebagaimana mestinya.151

B. Keabsahan Akta Yang Ditandatangani Tidak Secara Bersamaan Oleh