• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan merupakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud yaitu berkaitan dengan asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, perjanjian serta doktrin (ajaran).59 Penelitian ini dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder seperti peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, buku-buku hukum berkaitan dengan hukum perjanjian kerjasama dan keagenan.

Sedangkan penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang mempunyai objek kajian mengenai perilaku masyarakat.60 Perilaku masyarakat yang dikaji merupakan perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula dilihat dari perilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam mempengaruhi pembentukan sebuah ketentuan hukum positif. Penelitian yuridis empiris dalam penulisan tesis ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan informan yaitu notaris, terkait keabsahan akta notaris yang dibacakan dan ditandatangani tidak bersamaan oleh para penghadap karena adanya kebijakan physical distancing.

58 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Bandung, 2013, hal. 13.

59 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010. hal. 34-51

60 Ibid.

Sifat penelitian yang dilakukan adalah bersifat penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.61 Penelitian ini bersifat preskriptif karena dimaksudkan untuk menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.62

2. Sumber data

Guna mendapatkan bahan penelitian tersebut, maka penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu mengenai studi pustaka untuk mengkaji:

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas yaitu merupakan hasil dari tindakan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Bahan hukum primer dalam penulisan ini terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. Kepres Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

b. Himbauan mengenai Pencegahan Penyebaran Covid-19 Nomor 65/33-III/PP-INI/202 dan 67/35-III/PP-65/33-III/PP-INI/2020. Kode Etik Notaris Ikatan Notaris

61 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 15

62 Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Loc.Cit.

Indonesia (I.N.I). Peraturan Bupati Langkat Nomor 39 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Peraturan Bupati Deliserdang Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.63

c. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan analisa dan pemahaman yang lebih mendalam, yang terdiri atas: buku-buku literatur atau bacaan yang berkaitan dengan topik penulisan; hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan topik penulisan; pendapat ahli yang berkompeten dengan peneliti; jurnal atau tulisan para ahli yang membahas permasalahan terkait.64

d. Bahan hukum tersier adalah bahan penelitian yang terdiri atas buku teks buku hukum yang terkait dengan penelitian seperti kamus bahasa, kamus hukum, dan website.65

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan. Studi kepustakaan (field research) data didapatkan melalui berbagai literatur seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, laporan hasil peneliti terdahulu dan dokumen-dokumen

63 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal. 183-187

64 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal.141.

65 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit,. hal.160

lain yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti.66 Sedangkan studi lapangan data didapatkan melalui wawancara.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut :

a. Studi dokumen. Studi dokumen adalah “catatan peristiwa yang telah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari seseorang”67 Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, dan karya.

Bentuk tulisan, seperti; catatan harian, life histories, kritera, biografi, peraturan, kebijakan, dan lainnya.

b. Pedoman wawancara. Pedoman wawancara dalam penelitian berupa pertanyaan testruktur lebih sering digunakan dalam penelitian kualitatif dan kuatitatif. Beberapa ciri dari wawancara terstuktur meliputi daftar pertanyaan dan kategori jawaban telah disiapkan, kecepatan wawancara terkendali, tidak ada fleksibilitas mengikuti pedoman, dan tujuan wawancara biasanya untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu fenomena.68Wawancara yang dilakukan kepada Dewi Kartini Batubara, selaku notaris di Kabupaen Langkat dan Mega Magdalena notaris Kabupaten Deliserdang.

4. Analisis Data

Analisis hasil penelitian merupakan kegiatan yang berupa kajian terhadap hasil pengolahan data dan atau bahan penelitian dengan kajian pustaka yang telah

66 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 112-11

67 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2002, hal 208

68 Ibid, hal 198

dilakukan sebelumnya. Analisis hasil penelitian ini dilakukan dengan cara mengkritisi, mendukung, atau memberi komentar, kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan kajian pustaka. Di dalam metode analis dengan menggunakan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau atau seyogyanya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.69

69 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal 184

30 BAB II

KEWAJIBAN PEMBACAAN AKTA AUTENTIK OLEH NOTARIS DI HADAPAN PENGHADAP KARENA ADANYA KEBIJAKAN

PHYSICAL DISTANCING

A. Ketentuan Pembuatan Akta Autentik

Akta autentik salah satu bukti tulisan di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat/ pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta di buatnya sebagaimana yang terdapat dapat dalam Pasal 1867 dan 1868 KUHPerdata.70

Akta autentik sebagai suatu akta yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang dimana isinya telah disepakati oleh para pihak yang membuat akta tersebut. Akta autentik dapat ditentukan secara jelas tentang hak dan kewajiban para pihak, menjamin kepastian hukum dan diharapkan pula dapat dihindari dalam terjadinya sengketa. Meskipun sengketa tersebut dapat dihindari dalam proses penyelesaian sengketa, akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.71 Untuk dikatakan sebagai akta autentik harus memenuhi beberapa syarat yang mana syarat akta notaris sebagai suatu akta autentik tertuang dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN.72

Akta autentik sebagai alat bukti yang dianggap terkuat dan terpenuh.

Menetapkan hubungan hukum antara para pihak secara jelas yang menyangkut

70 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidang kenotariatan, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2015, hal. 77.

71 Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta, 2013, hal 13-14

72 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal. 8-9.

hak dan kewajiban, akta sendiri dibuat guna menjamin kepastian hukum dan agar dapat menghindari terjadinya sengketa di kemudian hari.73

Akta autentik menurut Pasal 285 Rbg74 yaitu yang dibuat, dengan bentuk yang sesuai dengan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu.75

Akta mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi alat bukti (probationis causa). Formalitas causa artinya akta berfungsi untuk lengkapnya atau sempurnanya suatu perbuatan hukum, jadi bukan sahnya perbuatan hukum. Praktiknya dalam konteks ini akta merupakan syarat formil untuk adanya suatu perbuatan hukum. Probationis causa berarti akta mempunyai fungsi sebagai alat bukti, karena sejak awal akta tersebut dibuat dengan sengaja untuk pembuktian dikemudian hari. Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta ini tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat bukti di kemudian hari.76

73 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia,Op.Cit, hal. 74

74 Rbg singkatan dari Rechtreglement voor de Buitengewesten yang sering diterjemahkan Reglemen Hukum Daerah Seberang (di luar jawa Madura), yaitu hukum acara yang berlaku di persidangan perkara perdata maupun pidana di pengadilan di luar Jawa dan Madura. Tercantum dalam Staatblad 1927 No. 227

75 Sony Nurul Akhmad, Kekuatan Akta Autentik Yang Dibuat Oleh Notaris Untuk Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan, Jurnal Hukum dan Kenotariatan, Volume 3 Nomor 1 Februari 2019, hal 91

76 Ibid.

Jika sesuatu akta hendak memperoleh status otentisiteit, hal mana terdapat pada akta notaris, maka menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta yang bersangkutan harus memenuhi kriteria-kriteria, antara lain:

1. Akta tersebut harus di buat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum dan oleh karenanya dalam hubungannya dengan akta-akta notaris mengenai perbuatan perjanjian dan ketetapan.

2. Akta harus dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, dengan demikian jika tidak sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-Undang dapat diancam kehilangan keautentikannya.77

Pasal 1868 KUHPerdata maka bentuk akta autentik ada dua, antara lain:

3. Akta partij (akta pihak), merupakan akta yang dibuat di hadapan notaris.

Artinya, akta yang dibuat berdasar keterangan atau perbuatan pihak yang menghadap notaris, dan keterangan atau perbuatan itu agar dikonstatir oleh notaris untuk dibuatkan akta.

4. Akta relaas (akta pejabat), merupakan akta yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum yang memuat uraian secara autentik tentang semua peristiwa atau kejadian yang dilihat, dialami, dan disaksikan oleh notaris sendiri. 78

Akta autentik merupakan produk yang dibuat oleh seorang notaris. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa bentuk akta yang dibuat oleh notaris, antara lain:

77 Missariyani, Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Penyelesaian Perkara Perdata, Legal Opinion, Vol. 4 No. 4, 2016, hal. 8.

78 F. Eka. Sumarningsih, Peraturan Jabatan Notaris, Diktat Kuliah Program Studi Notariat, Fakultas Hukum, Universitas Dipenogoro, Semarang, 2001, hal.7

1. Akta yang dibuat oleh notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akte) merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/pihak yang namanya diterangkan di dalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini adalah tidak adanya komparisi dan notaris bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta.

1. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij (partij-acteri) yaitu akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang

diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas akta ini adalah adanya komparisi yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap notaris untuk membuat akta.79

Pembuatan akta oleh notaris, di samping memperhatikan Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1868 KUHPerdata juga memperhatikan hal-hal yang terdapat di dalam UUJN maupun kode etik notaris. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta, tidak boleh mengabaikan aturan-aturan hukum lain, misalnya hukum administrasi, hukum tata negara, hukum perdata, hukum pidana, dan lain sebagainya, karena dalam pembuatan akta secara tidak langsung, juga notaris tetap harus mentaati aturan hukum lainnya, terutama yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya tersebut.

79 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal 109

Akta notaris dibuat sesuai dengan kehendak para pihak yang berkepentingan guna memastikan atau menjamin hak dan kewajiban para pihak, kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum para pihak. Akta pada hakikatnya membuat kebenaran yang sesuai dengan apa yang diberitahukan oleh para pihak kepada pejabat umum. Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan dalam akta tentang yang sungguh-sungguh telah dimengerti sesuai dengan kehendak para pihak dan membacakannya ke para pihak, sehingga menjadi jelas isi dari akta tersebut. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh notaris dituangkan dalam akta notaris.80

Pembuatan akta tersebut harus berdasarkan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta notaris, sehingga jabatan notaris sebagai pejabat umum tidak perlu lagi diberi sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris.81

Akta notaris secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 7 UUJN Sedangkan pengaturan akta autentik dalam Pasal 1868 KUHPerdata, Pasal ini menjadi sumber keautentikan suatu akta notaris yang juga adalah dasar legalitas eksistensi dari akta notaris yang mana mempunyai syarat-syarat yakni:

1. Akta itu harus dibuat dihadapan pejabat umum.

2. Akta harus dibuat dalam bentuk ditentukan oleh undang-undang.

3. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu dan dimana tempat akta itu dibuat.82

80 Habib Adjie, Hukum Notaris di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hal..45

81 Habib Adjie, Penggerogotan Wewenang Notaris Sebagai Pejabat Umum,Renvoi, Nomor 04.Th,II,3 September 2004,hal.32

82 Putu Mas Maya Ramantini, Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Minuta Akta Yang Dibuat Berdasarkan Keterangan Palsu Oleh Para Pihak, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2016, hal. 56.

Syarat suatu akta dapat dikatakan autentik, jika memenuhi, yaitu di dalam bentuk yang ditentukan undang-undang dan dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum.83

Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dikategorikan sebagai akta autentik, yaitu:

1. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum; Pasal 38 UUJN yang mengatur tentang sifat dan bentuk akta tidak menentukan sifat akta. Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa akta notaris yaitu akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN dan secara tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa notaris wajib membuat daftar akta dan mencatat semua akta yang dibuat dihadapan notaris akta yang dibuat oleh (door) notaris dalam praktik notaris disebut akta rellas/akta berita acara berisi

berupa uraian notaris yang dilihat dan disaksikan notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta notaris. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris, dalam praktik notaris disebut akta pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta notaris.

83 Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Autentik, Surabaya Post, Surabaya, 2001, hal. 3

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

Ketika kepada para notaris masih diberlakukan peraturan jabatan notaris, masih diragukan apakah akta yang dibuat sesuai dengan undang-undang.

3. Pejabat umum di hadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.84

Akta autentik mempunyai ciri-ciri, seperti suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata guna dijadikan bukti/suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang.

Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi, mengatur tata cara pembuatannya, sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan tentang tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.85

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan bentuknya sudah diatur pada ketentuan Pasal 38 ayat (2), (3) dan (4) UU perubahan atas UUJN, yang terdiri atas awal akta atau kepala akta,

84 Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal 267-268.

85 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Pendaftaran Hak Atas Tanah di Indonesia. Arkola, Surabaya, 2003, hal.148.

Badan akta dan akhir atau penutup akta. Kekuatan pembuktian dari akta notaries yang merupakan alat bukti yang sempurna, karena dibuat seuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Sehingga akta autentik memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian lahir. Dengan kekuatan pembuktian lahiriah ini dijelaskan bahwa akta tersebut memiliki kemampuan sendiri untuk dapat membuktikan bahwa dirinya adalah akta autentik. Akta autentik memiliki kemampuan untuk membuktikan sendiri hal ini tidak dapat diberikan terhadap akta yang dibuat secara di bawah tangan sebagaimana termaktub dalam Pasal 1875 KUHPerdata.86

Ketentuan pembuatan akta notaris terutama pada akta para pihak dimana para pihak menyatakan kehendaknya langsung pada notaris dan keharusan penandatanganan di hadapan notaris menjadikan pembuatan akta notaris tanpa kehadiran fisik ataupun melalui elektronik tidak dapat dilakukan. Sebagaimana di atur dalam Pasal 1868 KUHPerdata tentang akta autentik, Pasal 1869 yang mengatur akibat suatu akta autentik yang dibuat oleh pejabat yang tidak berwenang, cacad bentuknya menjadi akta bawah tangan. Ketentuan Pasal 1870 tentang kedudukan akta autentik sebagai alat pembuktian yang utama dalam tahah pembuktian perkara perdata. Kemudian tata cara tata cara pembuatan akta notarisyang diatur dalam UUJN. Hal ini membuktikan bahwa peraturan perundang-undangan menutup kemungkinan pembuatan akta tanpa melalui tata cara ataupun syarat formalitas sebagaiman undang-undang mengaturnya. Notaris maupun pejabat umum pembuat akta autentik juga memiliki batasan kewenangan

86 Putu Mas Maya Ramanti, Op.Cit, hal 57

dalam pelaksanaan kewenangannya sepanjang kewenangan pembuatan akta diperintahkan oleh peraturan-perundangan. Karena hal ini akan memberikan dampak dan resikohukum secara langsung baik bagi para pihak yang berkepentingan maupun pejabat pembuat akta autentik. Sehingga tujuan perlindungan dan kepastian hukum atas akta tersebut pun tak bisa terpenuhi.87

B. Akta Autentik Yang Dibuat Di Hadapan Notaris

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.88

Notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu jabatan yang menjalankan sebagian tugas negara dalam bidang hukum keperdataan dengan kewenangan guna membuat alat bukti berupa akta autentik atas permintaan para pihak yang datang menghadap notaris. Sehingga harus dipahami dan dimengerti, notaris dalam menjalankan jabatannya merupakan sebagian tugas negara yang mempunyai kewenangan utama untuk guna akta autentik atas permintaan para pihak digunakan sebagai alat bukti yang sempurna, dalam hal ini notaris diperkenankan guna memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan

87 Andi Suci Wahyuni, Urgensi Kebutuhan Aktaautentik Di Masa Pandemi Covid-19, Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat Volume 18, No. 1, Oktober 2020, hal 2.

88 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit, hal. 13

pembuatan akta autentik demi tercapainya kepastian hukum agar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.89

Jabatan notaris merupakan jabatan yang keberadaannya dikehendaki guna mewujudkan hubungan hukum diantara subjek-subjek hukum yang bersifat perdata. Notaris sebagai salah satu pejabat umum mempunyai peranan penting yang dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat untuk membantu pemerintah dalam melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban, ketertiban dan perlindungan hukum melalui akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapannya, mengingat akta autentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam setiap hubungan hukum jika terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat. Notaris sebagai salah satu penegak hukum karena notaris membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat bahwa akta notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi, yang dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan oleh notaris dalam aktanya adalah benar.90

Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan suatu akta yang menguraikan secara autentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat/disaksikan oleh notaris sendiri, didalam menjalankan jabatannya, akta yang dibuat demikian itu disebut akta yang dibuat oleh notaris. Notaris membuat akta autentik merupakan alat pembuktian terkuat dan terpenuh yang mempunyai

89 Ferdiansyah Putra dan Ghansham Anand, Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak

89 Ferdiansyah Putra dan Ghansham Anand, Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak