• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA

C. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang

Adanya Kebijakan Physical Distancing

Covid-19 juga berakhir penyebarannya di Indonesia, penyebaran Covid-19 yang terus bertambah akibatnya berimbas ke segala lini kehidupan baik dari aspek sosial dengan mulai diterapkan kebijakan untuk jaga jarak dan mengurangi sentuhan fisik (social distancing dan physical distancing). Perekonomian juga

169 Ibid.

mulai terganggu dan juga dalam aspek hukum baik dari dimulainya pelaksanaan peradilan melalui metode dalam online secara menyeluruh baik dalam perkara perdata maupun pidana. Aspek hukum tidak hanya dalam nuansa peradilan semata. Aspek hukum lainnya terutama dalam hal perjanjian ataupun pembuatan akta autentik juga sekarang menjadi dilema. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang mengharuskan pembatasan sosial berskala besar dengan kebijakan utamanya untuk jaga jarak (social distancing) dan mengurangi sentuhan fisik (physical distancing) sehingga memaksa untuk bekerja di rumah agar penyebaran Covid-19

juga tidak menyebar makin luas. Kebijakan pemerintah dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) disatu sisi merupakan kebijakan yang ditunggu agar penyebaran virus Covid-19 segera mereda di Indonesia, tetapi hal ini berdampak kepada lahirnya permasalah hal yang baru.170

Salah satunya dalam bidang hukum berkenaan dengan pembuatan akta autentik oleh notaris, di mana pembuatan akta autentik harus di buat atau di hadapan notaris, Pasal 1868 KUHPerdata. Tentunya sangat jelas yang membuat akta autentik adalah notari sesuai kewenangannya yang mengharuskan para pihak mau tidak mau berhadapan dan bertemu langsung dengan notaris. Jika pun diwakilkan yang mewakili juga tetap harus bertemu langsung, hal ini tentunya tidak dimungkinkan karena akan menentang kebijakan pemerintah, walaupun mungkin juga masih ada yang melakukan pertemuan secara langsung dengan

170 Andrie Irawan, dilarang-berhadapan-stop-akta-notarisppat/diakses dari http://

//daerah.sindonews.com/artikel/jateng/24784/tanggal 21 Maret 2021, Pukul 21.00 Wib.

prosedur kesehatan yang ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19. Proses pembuatan akta autentik ternyata dialihkan melalui tatap muka daring, yang dalam kondisi saat ini hal tersbut sudah menjadi hal yang umum. Hal ini juga sudah terjadi dalam praktik peradilan melalui e-court dan e-litigation dengan dasar hukum peraturan internal di Mahkamah Agung, tetapi jika dilaksanakan dalam pembuatan akta autentik juga akan menimbulkan permasalahan hukum yang baru karena belum ada aturannya. Melihat kondisi saat ini, tentunya pilihan untuk pembuatan akta autentik oleh notaris dapat dilakukan secara daring. Di mana prosedurnya juga harus ketat dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sehingga perlu ada peraturan yang mengatur tentang pembuatan akta autentik oleh notaris untuk melindungi pihak-pihak yang berproses dalam hal ini.171

Notaris wajib menjamin kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap yang tercantum atau disebutkan pada bagian awal akta notaris, sebagai bukti bahwa para pihak menghadap dan menandatangani akta pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam akta serta semua prosedur pembuatan akta telah dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku dalam UUJN.

Dalam kasus akta notaris tidak dibacakan dan ditandatangani secara bersama-sama oleh penghadap di hadapan notaris yang dikarenakan salah satu pihak yakni pihak perbankan tidak hadir dan hanya dikirimkan salinan akta untuk kemudian ditandatangani sudah tentu bertentangan dengan ketentuan UUJN dan kode etik

171 Ibid

notaris yang sudah tentu akan berimplikasi hukum baik terhadap akta tersebut maupun notaris yang bersangkutan172

Pasal 15 ayat (3) UUJN dinyatakan bahwa salah satu kewenangan lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yaitu keterlibatan notaris mensertifikasi transaksi elektronik (cybernotary). Maksud dari kata

“mensertifkasi” yaitu notaris dapat memberikan layanan keterpercayaan yang mendukung sistem keautentikan dari suatu transaksi elektronik, hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

PP No. 71 Tahun 2019 tersebut, kewenangan sertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary) dan penyelenggaraan sertifikasi elektronik, memiliki sifat dan/atau prinsip yang sama dengan kewenangan notaris berupa kewenangan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (yang dalam praktiknya, kewenangan ini dinamakan legalisasi tanda tangan atau pengesahan tanda tangan). Dalam legalisasi tanda tangan, kepastian yang diberikan oleh notaris adalah kepastian atas pihak yang membubuhkan tanda tangan; dan kepastian atas tanggal penandatanganan surat dibawah tangan tersebut. Dalam memberikan kepastian atas pihak yang membubuhkan tanda tangan, notaris harus melakukan pengecekan identitas dari pihak penandatangan.173

Meskipun pembuktian notaris dalam hal pengecekan identitas bersifat formal, dimana data identitas dalam bentuk asli (bukan fotokopi) dan terdapat

172 Mia Elvina, Loc.Cit.

173 Agus Budianto, Barcoding Digital Signature Authencity Sebagai Alat Bukti Perkara Pidana, Refleksi Hukum, Vol. 5, No. 2, 2021, hal 262

kesesuaian antara nama, foto dan tanda tangan pada identitas dengan pihak penandatangan. Tanggal penandatanganan surat akan menjadi tanggal legalisasi (tanggal pengesahan tanda tangan) yang diberikan oleh notaris. Sama hal dengan kewenangan sertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary) dan penyelenggaraan sertifikasi elektronik berdasarkan PP No. 71 Tahun 2019 dimana sertifikasi transaksi tersebut adalah untuk menjamin kepastian atas pihak yang melakukan transaksi dan kepastian tanggal serta waktu transaksi.174

Di masa pandemi Covid-19 kepentingan-kepentingan subjek hukum baik itu orang (persoon/ naturlijk persoon) maupun badan hukum (rechtpersoon) tidak bisa diprediksi dan di batasi. Badan usaha baik berbadan hukum dan non badan hukum tetap bergerak dengan terbatas menjalankan kegiatan organisasinya.175

Tanggung jawab notaris sendiri jika di telaah dari UUJN adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan notaris. Dengan demikian oleh karena selain untuk membuat akta autentik, notaris juga ditugaskan dan bertanggung jawab untuk melakukan mengesahkan dan pendaftaran (legalisasi dan waarmerken) surat-surat / akta-akta yang dibuat di bawah tangan oleh para pihak.

Seorang notaris dapat bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa notaris tersebut bersalah. Terkait dengan kesalahan notaris, maka yang digunakan adalah beroepsfout. Beroepsfout merupakan istilah khusus yang ditujukan terhadap kesalahan, kesalahan tersebut dilakukan oleh para profesional dengan jabatan-jabatan khusus yaitu dokter, advokad dan notaris. Kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan. Namun istilah kesalahan ini

174 Ibid.

175 Andi Suci Wahyuni, Op.Cit, hal 13

dalam konteks berorpsfout ditunjukan kepada profesional dalam menjalankan jabatannya. Namun untuk mengkaji pengertian kesalahan pada berorpsfout dapat mengacu pada definisi kesalahan pada umumnya, khususnya dalam hukum pidana. Di samping pengertian kesalahan objektif, juga terdapat persyaratan secara khusus untuk dapat mendalilkan, bahwa notaris telah bersalah dalam menjalankan jabatannya.176

Tanggungjawab notaris terhadap akta yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing, sepanjang akta yang dibuat di hadapan notaris dibacakan dan

ditandantangi oleh para pihak secara bersamaan dengan menerapkan protocol kesehatan dan kebijakan physical distancing, maka akta tersebut tetap mempunyai kekuatan akta autentik, namun apabila akta tersebut dibacakan tidak secara bersamaan dan ditandatangi juga tidak secara bersamaan walaupun ada kebijakan phsycal distancing, maka akta tersebut tetap terdegradasi menjadi akta dibawah

tangan, maka tanggung jawab notaris, seperti yang dinyatakan pada surat edaran INI, notaris wajib melekatkan klausa pada akhir akta bahwa “akan dinyatakan ke dalam akta autentik apabila keadaan PSBB telah dicabut”, jika tidak ada klausa tersebut , maka akta tersebut akan tetap menjadi akta di bawah tangan, dan jika timbul kerugian atas terdegradasinya akta tersebut menjadi akta di bawah tangan maka notaris wajib melakukan ganti rugi atas keadaan tersebut.177

Jika pada Pasal 16 ayat (1) huruf (m) UUJN mengatur bahwa notaris harus hadir secara fisik, maka mensiasatinya dengan benar-benar menerapkan protokol

176 Sjaifurrachman dan Habib Adji, Op. Cit., hal. 173.

177 Wawancara dengan Dewi Kartini Batubara, selaku notaris di Kabupaten Langkat, tanggal 24 Maret 2021, Pukul 10.30 Wib

kesehatan yang ketat. Teori pertanggungjawaban dapat digunakan dalam membahas terkait tanggung jawab notaris terhadap akta yang tidak dibacakannya.

Pertanggungjawaban terkait dengan suatu kewajiban untuk meminta ganti kerugian dari seseorang yang terhadapnya telah dilakukan suatu tindakan perugian atau yang merugikan (injury), baik oleh orang yang pertama itu sendiri maupun oleh sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya.178

Ketentuan Pasal 84 dan Pasal 85 UUJN tidak ditemukan adanya sanksi apabila ketentuan pembacaan akta yang diatur dalam UUJN tidak dipenuhi.

Ketentuan pembacaan akta ini diatur dalam Bab III, bagian kedua UUJN yang mengatur mengenai kewajiban, yaitu dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l, Pasal 16 ayat (7), dan Pasal 16 ayat (8) UUJN. Padahal, menurut ketentuan dalam Pasal 16 ayat (8), apabila salah satu syarat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l dan 16 ayat (7) tidak dipenuhi, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Hal tersebut merupakan sanksi perdata terhadap akta yang telah dibuat oleh notaris.

Sanksi terhadap notaris sendiri apabila tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l ataupun Pasal 16 ayat (7) UUJN, tidak diatur dalam Pasal 85 UUJN. Hal ini dapat memunculkan anggapan bahwa apabila notaris tidak memenuhi ketentuan pembacaan akta yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l ataupun Pasal 16 ayat (7) UUJN, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan (Pasal 16 ayat (8) UUJN),

178 Pound, Roscoe. Pengantar Filsafat Hukum (an Introduction to the Philosophy of Law) (terjemahan Mohammad Radjab). Bhratara, Jakarta, 1996, hal. 80.

sedangkan terhadap notaris yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi apapun, karena tidak diatur dalam Pasal 84 dan Pasal 85 UUJN.

Notaris dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat akta autentik. Tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, yaitu:

1. Tanggung jawab notaris secara perdata atas akta dibuatnya, dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materil akta, dalam konstruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya suatu perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak saja melanggar undang-undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian.179 Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut.

a. Melanggar hak orang lain.

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.

c. Bertentangan dengan kesusilaan.

179 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal 30

d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari. Tanggung jawab notaris dalam ranah hukum perdata ini, termasuk didalamnya adalah tanggung jawab perpajakan yang merupakan kewenangan tambahan notaris yang diberikan oleh Undang-undang Perpajakan.

2. Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta dibuatnya. Pidana dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks individu sebagai warga negara pada umumnya.

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN).

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan kode etik notaris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 UUJN. Tanggung jawab notaris sangat diperlukan meskipun ranah pekerjaan notaris dalam ranah hukum perdata dan hukum administrasi serta pertanggungjawaban moral dan etika namun terhadap akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana, maka notaris harus bertanggung jawab secara pidana, mulai pemeriksaan dalam proses pembuktian di persidangan dan melaksanakan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Tuntutan tanggung jawab ini muncul sejak terjadinya sengketa berkaitan dengan akta yang telah dibuat dengan memenuhi unsur-unsur dalam perbuatan pidana meliputi:

a. Perbuatan manusia.

b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan, artinya berlaku asas legalitas, nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak atau belum dinyatakan dalam aturan undang-undang).

c. Bersifat melawan hukum.180

Hakikat sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu tindakan yang dilakukannya telah tidak sesuai degan aturan hukum yang berlaku, dan untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan hukum.

Sanksi yang ditujukan terhadap notaris juga merupakan suatu penyanderaan, bahwa notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam UUJN, dan untuk mengembalikan tindakan notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai dengan UUJN.181

180 Ibid.

181 Habib Adji, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal 90

100 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian pembahasan terhadap kedua permasalahan yang diteliti dalam tesis ini, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban pembacaan akta autentik oleh notaris di hadapan penghadap karena adanya kebijakan physical distancing, berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf m, notaris wajib membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. Namun pembacaan tersebut tidak dapat dilakukan secara langsung dikarena adanya kebijakan phsycal distancing.

Dalam hal ini notaris harus bijak dalam melakukan pembacaan akta agar esensial peraturan di undang-undang jabatan notaris tetap bisa dilaksanakan walaupun dengan adanya kebijakan physical distancing. Salah satu cara yang dapat dilakukan notaris adalah dengan menerapkan protocol kesehatan, dengan menjaga jarak lebih dari 2 (dua) meter apabila mempunyai sebuah ruangan yang besar, namun apabila tidak mempunyai ruangan yang besar, maka dengan cara membacakan kepada pihak secara bergantian.

2. Implikasi hukum terhadap akta notaris yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing adalah menjadi tidak adanya kepastian waktu terhadap

kesepakatan dari para pihak karena hal tersebut, kesepakatan dari para pihak menjadi tidak terpenuhi, sehingga dapat menimbulkan konsekuensi hukum akta tersebut dapat dibatalkan.

3. Tanggung jawab notaris terhadap akta yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing. Sepanjang akta yang dibuat dihadapan notaris dibacakan

dan ditandantangi oleh para pihak secara bersamaan dengan menerapkan protocol kesehatan dan kebijakan physical distancing, maka akta tersebut tetap mempunyai kekuatan akta autentik, namun apabila akta tersebut dibacakan tidak secara bersamaan dan ditandatangi juga tidak secara bersamaan walaupun ada kebijakan phsycal distancing maka akta tersebut tetap terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, maka tanggung jawab notaris, seperti yang dinyatakan pada surat edaran INI, notaris wajib melekatkan klausa pada akhir akta bahwa “akan dinyatakan ke dalam akta autentik apabila keadaan PSBB telah dicabut”, jika tidak ada klausa tersebut, maka akta tersebut akan tetap menjadi akta dibawah tangan dan jika timbul kerugian atas terdegradasinya akta tersebut menjadi akta dibawahtangan maka notaris wajib melakukan ganti rugi atas keadaan tersebut.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan di atas terhadap keabsahan akta notaris yang dibacakan dan ditandatangani tidak bersamaan oleh para penghadap akibat kebijakan physical distancing, yaitu:

1. Disarankan agar notaris dapat lebih memperhatikan Pasal 16 ayat (1) huruf m dalam hal pembuatan akta autentik sesuai dengan peraturan perundang sehingga para pihak apa yang ditanda tangani sesuai dengan isinya supaya otentisitas akta autentik yang diperbuat tidak mengalami degradasi kekuatan pembuktian.

2. Disarankan kepada notaris dalam melaksanakan tugas harus bertindak hati-hati dan teliti dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam membuat akta.

Akta yang dibuat harus memenuhi persyaratan materil dan formil, agar akta tersebut tidak berpotensi menimbulkan sengketa. Dalam menjalankan tugas profesinya, Notaris harus senantiasa berpedoman pada UUJN, Kode Etik Profesi dan peraturan terkait lainnya untuk menghindari akta yang dibuat mengandung cacat hukum serta merugikan salah satu pihak yang dapat berujung pada gugatan ke pengadilan.

3. Notaris diharapkan dapat berperan dalam pembuatan cyber notary. Pemerintah perlu untuk menstimulus revisi UUJN ke arah yang memungkinkan untuk meningkatkan peranan notaris yang dinamis, modern dan produktif atas pesatnya perkembangan penyebaran pandemi Covid-19 dan juga pengaruh pesatnya perkembangan teknologi informasi sesuai dengan perkembangan zaman di era modern ini.

103

DAFTAR PUSTAKA Buku

Adjie, Habib. Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris. Refika Aditama, Bandung, 2013.

---Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

--- Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011.

---.Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011.

Agustino, Leo. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta, Bandung, 2008.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2002.

Anshori, Abdul Ghofur. Lembaga Kenotariatan Indonesia,Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009.

Budiono, Abdul Rachmad. Pengantar Ilmu Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2005.

Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidang kenotariatan, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2015.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Hadjon, Philipus M. Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Autentik, Surabaya Post, Surabaya, 2001.

Harahap, Nuzuarlita Permata Sari. Pemanggilan Notaris Oleh Polri Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2011.

HS, Salim. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

---.Teknik Pembuatan Akta Satu: Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk, dan Minuta Akta, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2015

Kie, Tan Thong. Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2010.

Lubis, M. Solly. Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Marwan, M dan Jimmy P., Kamus Hukum, Reality Publisher, Jakarta, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.

Mertokusumo, Sudikno. Teori Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Keenam,Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2012.

---.Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan pertama, Edisi Kedelapan, Liberty, Yogyakarta, 2015.

Mulyoto, Perjanjian (Teknik,cara membuat, dan hukum perjanjian yang harus dikuasai), Cakrawala Media, Yogyakarta, 2011.

Naja, Daeng. Teknik Pembuatan Akta, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012.

Pound, Roscoe. Pengantar Filsafat Hukum (an Introduction to the Philosophy of Law) (terjemahan Mohammad Radjab). Bhratara, Jakarta, 1996.

Rahardjo, Satjipto. Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2003.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.

Setiawan, R. Hak Ingkar dari Notaris dan Hubungannya dengan KUHP (suatu kajian uraian yang disajikan dalam Kongres INI di Jakarta), Balai Pustaka, Jakarta, 1995.

Singarimbun, Masri, dkk. Metode Penelitian Hukum, LP3ES, Jakarta, 1999.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta. Mandar Maju, Bandung, 2011.

Soekanto, Soerjono. Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis), UI Press, Jakarta, 1999.

---Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2013.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Bandung, 2013.

Soerodjo, Irawan, Kepastian Hukum Pendaftaran Hak Atas Tanah di Indonesia.

Arkola, Surabaya, 2003.

Subekti Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.

Sudarsono. Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2012.

---. Sekilas tentang Wewenang dan Penyalahgunaan Wewenang (Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara), Unidha Press, Malang, 2013.

Sulastini, Ellise T dan Wahyu Aditya, Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2010.

Sulihandari, Hartanti dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta, 2013.

Sumarningsih, F. Eka. Peraturan Jabatan Notaris, Diktat Kuliah Program Studi Notariat, Fakultas Hukum, Universitas Dipenogoro, Semarang, 2001.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

Suratman dan Philip Dillah, Metode Peneltian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2015.

Tedjosaputro, Liliana. Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, Agung, Semarang, 1991.

Tobing. H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris. Erlangga, Surabaya, 1999.

Triwulan, Titik dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010.

Vanezintania, Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian, Mandar Maju, Jakarta, 2012.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Kepres Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Himbauan mengenai Pencegahan Penyebaran Covid-19 Nomor 65/33-III/PP-INI/202 dan 67/35-III/PP-INI/2020. Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I).

Kode Etik Notaris.

Peraturan Bupati Langkat Nomor 39 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Peraturan Bupati Deliserdang Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Jurnal/Artikel/Tesis

Abdur Rachman, Keabsahan Tanda Tangan Digital Dalam Pembuatan Akta

Abdur Rachman, Keabsahan Tanda Tangan Digital Dalam Pembuatan Akta