• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEABSAHAN AKTA NOTARIS YANG DIBACAKAN DAN DITANDATANGANI TIDAK BERSAMAAN OLEH PARA PENGHADAP KARENA KEBIJAKAN PHYSICAL DISTANCING TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEABSAHAN AKTA NOTARIS YANG DIBACAKAN DAN DITANDATANGANI TIDAK BERSAMAAN OLEH PARA PENGHADAP KARENA KEBIJAKAN PHYSICAL DISTANCING TESIS."

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

KEABSAHAN AKTA NOTARIS YANG DIBACAKAN DAN DITANDATANGANI TIDAK BERSAMAAN OLEH PARA

PENGHADAP KARENA KEBIJAKAN PHYSICAL DISTANCING

TESIS

Oleh

NURASWARA SYAHPUTRA NASUTION 187011131 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

KEABSAHAN AKTA NOTARIS YANG DIBACAKAN DAN DITANDATANGANI TIDAK BERSAMAAN OLEH PARA

PENGHADAP KARENA KEBIJAKAN PHYSICAL DISTANCING

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURASWARA SYAHPUTRA NASUTION 187011131 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

Nomor Pokok

Program Studi

187011131

KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

)

(Dr. T. Keizerina Ddvi Aa^ar, SH, CN. MTIum)

Pe bing

r-

(Dr. Henry Sinaga. SH. M.Kn. Sp.Nl (Dr.Ferry Susanto

embimmng

Lim "Sp.N. M.Hum)

Ketua Program Studi,

I

%

%

(Dr. T. Keizerina DeyA. SH. CN. lVlHum)>^ (j^^Mahiyil SH, M.Hum)

Tanggal lulus : 09 Agustus 2021

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. T. Keizerina Devi A. SH., CN., M.Hum Anggota : 1. Dr. Henry Sinaga, SH., Sp.N, M.Kn.,

2. Dr. Ferry Susanto Limbong, SH., Sp.N., M.Hum 3. Dr. Edy Ikhsan, SH., M.A

4. Dr. Detania Sukarja, SH., LLM

(5)

i ABSTRAK

Pembacaan akta oleh notaris merupakan suatu syarat dari otentisitas suatu akta. Pembacaan akta juga merupakan kewajiban dari notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN, akibat Covid-19 berakibat adanya physical distancing (jaga jarak). Permasalahan dalam tesis ini adalah kewajiban pembacaan akta autentik oleh notaris di hadapan penghadap karena adanya kebijakan physical distancing. Implikasi hukum terhadap akta notaris yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing. Tanggungjawab notaris terhadap akta yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah yuridis normatif. Sifat penelitian yang digunakan adalah preskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan metode deskriptif.

Kewajiban pembacaan akta autentik oleh notaris di hadapan penghadap karena adanya kebijakan physical distancing, berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf m, notaris wajib membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. Namun pembacaan tersebut tidak dapat dilakukan secara langsung dikarena adanya kebijakan phsycal distancing.

Dalam hal ini notaris harus bijak dalam melakukan pembacaan akta agar esensial peraturan di undang-undang jabatan notaris tetap bisa dilaksanakan walaupun dengan adanya kebijakan physical distancing. Implikasi hukum terhadap akta notaris yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing adalah menjadi tidak adanya kepastian waktu terhadap kesepakatan dari para pihak karena hal tersebut, kesepakatan dari para pihak menjadi tidak terpenuhi, sehingga dapat menimbulkan konsekuensi hukum akta tersebut dapat dibatalkan. Tanggung jawab notaris terhadap akta yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing. Sepanjang akta yang dibuat dihadapan notaris dibacakan dan ditandantangi oleh para pihak secara bersamaan dengan menerapkan protocol kesehatan dan kebijakan physical distancing, maka akta tersebut tetap mempunyai kekuatan akta autentik, namun apabila akta tersebut dibacakan tidak secara bersamaan dan ditandatangi juga tidak secara bersamaan walaupun ada kebijakan phsycal distancing maka akta tersebut tetap terdegradasi menjadi akta di bawah tangan.

Kata Kunci : Kebijakan Physical Distancing, Keabsahan, Akta Notaris, Dibacakan, Ditandatangani Tidak Bersamaan, Para Penghadap

(6)

ii

to physical distancing during Covid-19 pandemic. The research problems are how about the obligation of the reading of an authentic deed by a notary before person appearing after the enactment of physical distancing policy, how about the legal implication ofa notarial deed that is not signed by all persons appearing at the same time when it is read by the notary, and how about the legal responsibility for a notarial deed that is not signed by all persons appearing at the same time when it is read by the notary due to the policy of physical distancing.

This is a normative juridical research with prescriptive design. The data are sourced from library study, consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. They are analyzed by descriptive method.

Concerning the obligation of a notary to read an authentic deed before person appearing in regard with physical distancing policy, Article 16 paragraph (1) letter m states that a notary is obliged to read the deed before the person appearing attended by a minimum of2 (two) people as witnesses, or 4 (four) people as special witnesses for the drawing up of a privately made deed of will, and to be signed at the same time by person appearing, witnesses, and notary. However, the reading cannot be conducted directly due to the physical distancing policy. In this case, the notary has to be prudent in conducting the reading of the deed so that the essence of regulations in the Law on Notary can still be implemented in spite of the physical distancing policy. The legal implication for the notarial deed that is not simultaneously signed by all persons appearing when it is read because of the physical distancing policy is that it dismisses the time certainty of the agreement from all persons appearing, it fails to fulfill the agreement from all persons appearing, and it causes the legal consequence of having the deed annulled. The notary has legal responsibility for the deed that is not simultaneously signed by all persons appearing when it is read due to the physical distancing policy. As long as the deed drawn up before a notary is read and signed simultaneously by all persons appearing by implementing health protocol and physical distancing policy, the deed remains having evidentiary force as an authentic deed, but if the deed is not read at the same time and not signed simultaneously by all persons appearing, in spite of the physical distancing policy, it shall be degraded to be a privately made deed.

Keywords: Physical distancing policy, validity, notarial deed, read, simultaneously signed, person appearing

(7)

iii

dibacakan dan ditanda tangani tidak secara bersamaan karena kebijakan physical distancing” telah dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, Dr.

Henry Sinaga, S.H., M.Kn, dan Dr. Ferry Susanto Limbong, S.H, M.Hum, selaku komisi pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Muryanto Amin, S Sos, M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama menyelesaikan pendidikan ini.

3. Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus dosen penguji I yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

(8)

iv

Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti proses kegiatan perkuliahan.

7. Seluruh staff/pegawai di Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama ini dalam menjalankan pendidikan.

8. Kedua orang tua motivator terbesar dalam hidup penulis yang selalu memberikan doa, cinta, kasih sayang, semangat serta dukungan yang tidak henti-hentinya kepada penulis ayahanda dan ibunda yang telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga terselesaikannya tesis ini.

9. Kemudian juga, terimakasih kepada semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan saran yang sangat membangun dalam penulisan tesis ini sejak kolokium, seminar hasil, sampai ujian tertutup, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini jauh dari sempurna, namun penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Agustus 2021 Penulis,

Nuraswara Syahputra Nasution

(9)

v

Alamat : Jl. Mambang Diawan, Lk. 1, Kel. Pulau Buaya,

Kec. Teluk Nibung.

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua :

Bapak : Drs. Syahrial Bakti, SH.

Ibu : Herawati

Anak Ke : 2 dari 3) bersaudara

Pendidikan :

SD : 130012 Tj. Balai

SMP : MTsN Tj. Balai

SMA : SMAN 2 Tj.Balai

S1 (Strata I) : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2013)

S2 (Strata 2) : Tahun masuk di program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2018.

(10)

vi

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR ISTILAH ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konseptual ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 24

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 25

2. Sumber data ... 26

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 27

4. Analisis Data ... 28

BAB II KEWAJIBAN PEMBACAAN AKTA AUTENTIK OLEH NOTARIS DI HADAPAN PENGHADAP KARENA ADANYA KEBIJAKAN PHYSICAL DISTANCING ... 30

A. Ketentuan Pembuatan Akta Autentik ... 30

B. Akta Autentik Yang Dibuat Di Hadapan Notaris ... 38

C. Kewajiban Pembacaan Akta Autentik Oleh Notaris Di Hadapan Penghadap Karena Adanya Kebijakan Physical Distancing ... 43

(11)

vii

A. Kekuatan Hukum Akta Yang Tidak Dibacakan Di

Hadapan Para Penghadap ... 59

B. Akta Notaris Yang Ditandatangani Tidak Secara Bersamaan Oleh Para Penghadap Saat Akta Dibacakan .. 63

C. Implikasi Hukum Terhadap Akta Notaris Yang Ditandatangani Tidak Secara Bersamaan Oleh Para Penghadap Saat Akta Dibacakan Karena Adanya Physical Distancing ... 65

BAB IV TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DITANDATANGANI TIDAK SECARA BERSAMAAN OLEH PARA PENGHADAP SAAT AKTA DIBACAKAN KARENA ADANYA KEBIJAKAN PHYSICAL DISTANCING ... 75

A. Akta Notaris Wajib Dibacakan di Hadapan Penghadap .... 75

B. Keabsahan Akta Yang Ditandatangani Tidak Secara Bersamaan Oleh Para Penghadap ... 80

C. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Ditandatangani Tidak Secara Bersamaan Oleh Para Penghadap Saat Akta Dibacakan Karena Adanya Kebijakan Physical Distancing ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(12)

viii

Field research : Studi lapangan

Physical distancing : Jaga Jarak

Wilsvorming : Kehendak

Work from home : Bekerja dirumah

Verlijden : Peresmian akta

Absolute liability : Prinsip tanggung jawab

absolut

accession : Aksesi

acceptance : Penerimaan

approval : Penyetujuan

Attitude : Sikap

doslag : Draff

Den begriff des rechts : Paham hukum itu sendiri

Eigenrechting) : Perbuatan sewenang-wenang

Fault liability a tau liability based on fault : Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Hand sanitizer : Cairan pembersih tangan

Knowledge : Pengetahuan

Multi tafsir : Keragu-raguan

Nietigheid van rechtswege : Batal demi hukum

Presumption of liability principle : Tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

Ralat : Pembetulan

Renvooi : Perubahan

Rectificatie : Akta Pembetulan

Strict liability : Prinsip tanggung jawab mutlak

Skill : Keterampilan

Ratification : Bentuk ratifikasi

Vernietigbaar) : Dibatalkan

(13)

ix INI : Ikatan Notaris Indonesia

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata PSBB : Pembatasan Sosial Bersekala Besar PJN : Peraturan Jabatan Notaris

Rbg : Rechtreglement Voor De Buitengewesten

UUJN : Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris WFH : Work From Home

WHO : World Health Organization xvi HIR : Herzien Inlandsch Reglement

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata MPD : Majelis Pengawas Daerah

MPW : Majelis Pengawas Wilayah PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

UUJN : Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris UUD 1945 : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini seluruh belahan dunia digemparkan dengan adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) atau dikenal sebagai virus corona.

Penyebaran penyakit ini sangat cepat dan mudah sekali ditularkan dari satu orang ke orang lain Covid-19 merupakan virus yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. World Health Organization (WHO) yang merupakan organisasi kesehatan dunia menetapkan status pandemi dengan semakin merebaknya penyebaran virus Covid-19 ini. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa Covid-19 sebagai jenis penyakit yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan terhadap masyarakatnya.1 Adanya Covid- 19 ini pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait dengan percepatan penanganan Covid-19.

Kebijakan pemerintah dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di satu sisi merupakan kebijakan yang ditunggu agar penyebaran Covid-19 segera mereda, tetapi hal tersebut berdampak kepada lahirnya permasalahan baru. Salah satunya dalam bidang hukum berkenaan dengan pembuatan akta autentik oleh notaris, di mana pembuatan akta autentik harus dibuat atau di hadapan notaris sesuai dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Tentunya sangat

1Annisa Dian Arini, Pandemi Corona Sebagai Alasan Force Majeur Dalam Suatu Kontrak Bisnis, Vol. 9, No.1 Juni 2020, hal 41-42

(15)

jelas yang membuat akta autentik yaitu notaris sesuai kewenangannya yang mengharuskan para pihak mau tidak mau berhadapan dan bertemu langsung dengan notaris.2

Dampak yang paling dirasa dari adanya physical distancing (jaga jarak) yaitu mengakibatkan menurunnya pendapatan perekonomian padahal kebutuhan masyarakat harus tetap terpenuhi. Sama halnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk membayar angsuran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian antara kedua belah pihak. Selain memberatkan untuk seseorang yang berhutang hal ini juga memberatkan bagi seseorang yang berpiutang, dimana pihak yang berpiutang sendiri juga mendapatkan dampak yang sama akibat Covid-19.3

Akta autentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.4 Suatu akta merupakan suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat dijadikan bukti jika ada suatu peristiwa dan ditandatangani.5

Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) menyebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh

2 Ibid.

3 Desi Syamsiah, Penyelesaian Perjanjian Hutang Piutang Sebagai Akibat Forje Majeur Karena Pandemic Covid-19, Vol.4 No.1, Maret 2020, hal 307

4 Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hal 48

5 Vanezintania, Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian, Mandar Maju, Jakarta, 2012, hal 48.

(16)

paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris.6

Pembacaan akta oleh notaris merupakan suatu syarat dari otentisitas suatu akta. Pembacaan akta juga merupakan kewajiban dari notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN. Pembacaan akta yang merupakan kewajiban ini ternyata menimbulkan persepsi bukan menjadi sesuatu yang wajib.

Hal ini disebabkan adanya aturan pada Pasal 16 ayat (7) UUJN yang menyatakan bahwa pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris.7

Pembacaan akta di hadapan para pihak tersebut di atas jika dihubungkan dengan pembuatan akta autentik sebagai bentuk pembuktian sempurna, sangatlah jelas bahwa dalam pembuatan akta notaris secara konvensional membutuhkan kehadiran serta kedudukan fisik dan secara nyata dari para pihak/penghadap yang berkepentingan. Selanjutnya pembacaan akta yang dilakukan di hadapan notaris merupakan hal yang wajib dilakukan oleh notaris dalam pelaksanaan tugas jabatannya.8

6 Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Tentang Jabatan Notaris, Pasal 16 ayat (1) huruf l

7 Ibid

8 Dwi Merlyania, Kewajiban Pembacaan Akta Otentik Oleh Notaris Di Hadapan Penghadap Dengan Konsep Cyber Notary, : Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol.9 No.1 Mei 2020, hal 37

(17)

Salinan akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah akta tercantum Frasa “diberikan sebagai salinan yang sama bunyinya.” Diperuntukkan klien yang minta agar akta tersebut dibuat di hadapan notaris, pembuatan salinan akta harus berpedoman terhadap minuta aktanya.

Salinan akta ada setelah minuta akta dibuat oleh notaris. Salinan akta diperjelas dalam Pasal 1 angka 9 UUJN yaitu salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa “diberikan sebagai salinan yang sama bunyinya”. Salinan akta ada pernyataan notaris di mulai dari awal akta dan akhir akta. Awal akta menerangkan bahwa para pihak telah menghadap kepada notaris dan di akhir akta ada keterangan mengenai minuta akta tersebut telah ditandatandangani dengan sempurna dan salinan yang sama bunyinya. Maksud dari sama bunyinya tersebut adalah salinan akta sama persis isinya dengan minuta akta.9

Notaris selain diberikan beberapa wewenang, juga mempunyai kewajiban yang patut dilaksanakannya sebagaimana diatur pada Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN. Salah satu kewajiban notaris termuat di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN yang menyebutkan bahwa notaris mempunyai kewajiban untuk membacakan akta di hadapan para pihak pada saat penandatanganan akta.

Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN menegaskan bahwa “Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta di hadapan penghadap dan saksi”. Hal ini berarti notaris dalam menjalankan jabatannya wajib

9 Mulyoto, Perjanjian (Teknik,cara membuat, dan hukum perjanjian yang harus dikuasai), Cakrawala Media, Yogyakarta, 2011, hal. 8.

(18)

membacakan akta terlebih dahulu kepada para pihak sebelum akta itu ditandatangani di hadapan penghadap, saksi, dan notaris.10

Notaris yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m dan ayat (7) UUJN yaitu tidak membacakan akta kepada para penghadap pada saat sebelum penandatanganan akta berarti notaris tersebut telah lalai dan melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan jabatannya. Salah satu akibat hukum dari tidak dibacakannya akta oleh notaris di hadapan penghadap pada saat penandatangan akta akan menyebabkan akta mengalami perubahan status. Perubahan status akta ini menyebabkan perubahan status akta yang seharusnya akta autentik berubah menjadi akta di bawah tangan. Akibat hukum itu terdapat di dalam Pasal 16 ayat (9) UUJN yang menyatakan “jika salah satu syarat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan”.11

Notaris seringkali tidak membacakan sendiri akta yang dibuatnya, tetapi dalam redaksi aktanya ditulis notaris telah membacakannya sendiri, notaris mengatakan dalam redaksi aktanya bahwa para penghadap telah menghadap padanya padahal pihak-pihak hanya menghadap pada asisten notaris, tidak bertatap muka dengan penghadapnya, tetapi ditulis menghadap langsung kepadanya, akta hanya dibacakan oleh asisten notaris padahal di akta tertulis dibacakan oleh notaris sendiri. 12

10 Dwi Merlyania, Op.Cit, hal 39-40

11 Ibid, hal 41

12 Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2010, hal. 262.

(19)

Akta autentik yang dibuat oleh notaris memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan dan dikehendaki para pihak kepada notaris.

Seorang notaris dalam menjalankan tugasnya berkewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak.13

Penandatangan akta notaris dilakukan pasca akta notaris yang telah dibacakan atau telah dibaca sendiri oleh para pihak kemudian selanjutnya akan ditandatangani. Penandatanganan akta disebutkan pada Pasal 44 UUJN yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.

2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas dalam akta.

3. Akta sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, notaris, saksi dan penerjemah resmi.

4. Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.14

Penandatanganan akta merupakan bukti bahwa akta itu mengikat bagi para pihak, sehingga penandatanganan merupakan syarat mutlak bagi mengikatnya

13 Habib Adjie. Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris. Refika Aditama, Bandung, 2013, hal.32

14 Undang-Undang No.2 Tahun 2014, Pasal 44

(20)

akta tersebut. Pembubuhan tanda tangan merupakan salah satu rangkaian dari peresmian akta (verlijden). Pemberian tanda tangan dilakukan pada bagian bawah akta, pada bagian kertas yang masih kosong. Pembubuhan tanda tangan pada akta harus dinyatakan secara tegas pada bagian akta, pernyataan ini diberikan pada bagian akhir akta sebagaimana tertuang dalam 44 ayat (1) UUJN. Pembubuhan tanda tangan dalam akta mengandung arti memberikan keterangan dan pernyataan secara tertulis, yakni apa yang tertulis di atas tanda tangan itu.15

Salah satu kewajiban dari seorang notaris sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN di mana jika notaris tidak memenuhi kewajibannya tersebut, maka konsekuensi yang diimplementasikan oleh UUJN adalah terdegradasinya akta tersebut menjadi akta di bawah tangan atau akta tersebut akan kehilangan otentisitasnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (8) UUJN. hal tersebut akan berdampak pada perlindugan dan kepastian hukum yang merugikan para pihak itu sendiri.

Pembacaan akta bukan hanya bermanfaat bagi notaris, namun bermanfaat pula bagi para penghadap, berikut ini beberapa manfaat dari pembacaan akta yang dilakukan oleh notaris, diantaranya notaris masih memiliki kesempatan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sebelumnya tidak terlihat. Pembacaan akta adalah kemungkinan terakhir bagi seorang notaris untuk memeriksa akta yang telah dibuat, namun manfaat ini bukanlah satu-satunya, para penghadap mendapat kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas di dalam isi akta, pembacaan akta memberikan kesempatan kepada notaris dan para

15 H.S. Lumban Tobing. Peraturan Jabatan Notaris. Erlangga, Surabaya, 1999, hal.202

(21)

penghadap pada detik-detik terakhir, sebelum akta selesai diresmikan dengan tandatangan penghadap, saksi dan notaris untuk melakukan pemikiran ulang dengan kata lain revisi isi perjanjian sehingga tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.16

Terjadinya penundaan penandatanganan akta tersebut menimbulkan biaya- biaya lain yang harus dikeluarkan, sehingga melalui kesepakatan dengan para pihak dan notaris, maka dilakukan kesepakatan untuk melakukan penandatangan akta tersebut dilakukan dengan tidak secara bersamaan antara para pihak dengan saksi dan notaris.17

Salah satu yang diatur rinci dan tegas di UUJN yaitu pembuatan akta harus berhadapan langsung dengan notaris di tempat kedudukannya. Persoalannya adalah syarat autentik. Roh dari akta autentik di Indonesia yaitu kehadiran fisik di hadapan notaris, agar akta notaris berkekuatan autentik tetap harus memenuhi

‘ritual’ kehadiran fisik saat penandatanganan di hadapan notaris.18

Pasal 15 ayat 1 UUJN mengatur mengenai kewenangan notaris membuat akta autentik. Kewenangan utama/umum notaris adalah:

1. Membuat akta autentik yang menyangkut semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik.

16 Muhammad Tiantanik Citra Mido, dkk, Tanggung Jawab Perdata Notaris terhadap Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap, Lentera Hukum, Volume 5 Issue 1 (2018), hal 158-159

17 Taufik Hidayat, Akibat Hukum Terhadap Akta Yang Dibuat Notaris Bilamana Salah Satu Penghadap Tidak Bisa Menandatangani Secara Bersamaan Saat Akta Dibacakan, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya 2018, hal 6

18 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ea6b458e3833/autentikasi-elektronik-- pelajaran-dari-notaris-australia-selama-wabah-covid-19/diakses tanggal 1 Juni 2020. Pukul 21.05

(22)

2. Menjamin kepastian tanggal pembuatan, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan, dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-

akta itu tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.19

Praktiknya penandatanganan akta notaris dapat saja tidak dilakukan di hadapan para pihak dan saksi-saksi ketika pembuatan akta tersebut terjadi secara bersamaan pada hari yang sama. Praktiknya notaris tidak mungkin berada dalam 2 (dua) tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, maka penandatanganannya tidak dilakukan di hadapan para pihak apa lagi pada saat Covid-19 ini. Keabsahan akta notaris yang meliputi bentuk, isi, kewenangan pejabat yang membuat serta pembuatan akta tersebut harus memenuhi syarat- syarat yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.20

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dilakukan penelitian lebih lanjut dalam tesis berjudul keabsahan akta notaris yang dibacakan dan ditandatangani tidak bersamaan oleh para penghadap karena adanya kebijakan physical distancing.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, adapun yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan tesis ini, yaitu:

1. Bagaimana kewajiban pembacaan akta autentik oleh notaris di hadapan penghadap karena adanya kebijakan physical distancing?

19Sjaifurrachman dan Habib Adjie. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta. Mandar Maju, Bandung, 2011, hal.10.

20 Ibid, hal 110

(23)

2. Bagaimana implikasi hukum terhadap akta notaris yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing?

3. Bagaimana tanggungjawab notaris terhadap akta yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penulisan tesis, adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kewajiban pembacaan akta autentik oleh notaris di hadapan penghadap karena adanya kebijakan physical distancing.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis implikasi hukum terhadap akta notaris yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab notaris terhadap akta yang ditandatangani tidak secara bersamaan oleh para penghadap saat akta dibacakan karena adanya kebijakan physical distancing?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan/masyarakat luas pada umumnya dan notaris pada khususnya. Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

(24)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan khususnya bidang kenotariatan serta memberikan wawasan yang luas kepada masyarakat berkaitan dengan keabsahan akta notaris yang dibacakan dan ditandatangani tidak bersamaan oleh para penghadap akibat adanya kebijakan physical distancing.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dan memberikan pemahaman-pemahaman tentang peranan notaris dalam pembuatan akta autentik, sehingga diharapkan masyarakat dapat lebih mengerti dan memahami fungsi akta serta kegunaan akta dalam menciptakan kepastian, ketertiban serta perlindungan hukum kepada para pihak dalam pembuatan akta.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelesuran yang telah dilakukan pada Program Studi Magister Kenotaritan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2020 baik secara fisik maupun online tidak ditemukan judul terkait Program Studi Magister Kenotaritan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2020, namun ada beberapa judul tesis terkait dengan keabsahan akte notaris antara lain:

Afriana. Program Magiter Kenotariatan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (2002), dengan judul penelitian Analisa Yuridis Penandatanganan Akta Notaris Yang Tidak Dilakukan Bersamaan Oleh Para Pihak Di Hadapan Notaris. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

(25)

1. Pelaksanaan penandatanganan akta notaris yang tidak dilakukan secara bersamaan oleh para pihak dihadapan notaris adalah penelitian yuridis normatif.

2. Perlindungan hukum yang dapat ditempuh oleh notaris dalam hal terjadi penandatangan akta yang tidak dilakukan secara bersamaan oleh para pihak di hadapan notaris.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pelaksanaannya, penandatangan akta yang tidak dilakukan secara bersamaan oleh para pihak di hadapan notaris tetap dapat dilakukan dengan ketentuan pembacaan aktanya tetap dilakukan secara bersamaan oleh notaris kepada para penghadap. Untuk dapat memberikan perlindungan bagi notaris dalam hal terjadi penandatangan akta yang tidak dilakukan secara bersamaan maka para penghadap diminta untuk membuat surat pernyataan yang berisi tidak keberatan dilakukannya penandatanganan akta secara tidak bersama-sama.

Debby Dwi Arlingga. Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (2018), dengan judul penelitian Keabsahan Akta Autentik Yang Mengandung Unsur Tindak Pidana Pemalsuan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1003 K/Pid/2015). Adapun permasalahan dalam tesis ini:

1. Keabsahan akta yang dibuat di hadapan notaris yang mengandung unsur tindak pidana pemalsuan menurut putusan Mahkamah Agung Nomor 1003 K/Pid/2015.

(26)

2. Tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat di hadapannya yang mengandung unsur tindak pidana pemalsuan.

Kesimpulan dalam penelitian Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 132/Pdt.G/2011PN.Pbr. jo. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 88/Pdt/PTR. jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2807 K/Pdt/2013 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1003 K/Pid/2015, yang salah satu amar putusannya berbunyi: “Menyatakan akta perjanjian kerjasama Nomor 149 adalah sah dan berharga menurut hukum”. Tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat di hadapannya yang mengandung unsur tindak pidana pemalsuan yaitu Notaris Neni Sanitra dipidana penjara selama satu tahun karena telah terbukti merubah isi perjanjian, yaitu Pasal 4, 6, 7 dan 9 akta Nomor 149.

Meirin Sita Devi Kendarto, Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (2010), dengan judul penelitian Keabsahan Akta Autentik yang Ditandatangani Saksi Instrumenter Tidak Bersamaan Waktunya dengan Pembacaan dan Penandatanganan Akta oleh Para Pihak. Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Keabsahan akta autentik yang ditandatangani oleh saksi instrumenter tidak bersamaan waktunya dengan pembacaan dan penandatanganan akta oleh para pihak.

2. Siapa yang bertanggung gugat jika klien mengalami kerugian akibat akta mengandung cacat hukum.

Kesimpulan dalam penelitian bahwa notaris harus membuat akta autentik yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang dimana terdapat pejabat yang

(27)

berwenang, penghadap dan dua orang saksi. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam Pasal 39 dan 40 UUJN. Pembuatan akta autentik dikenal adanya dua syarat yaitu syarat formal dan syarat materil. Pasal 41 UUJN disebutkan bahwa apabila akta tidak dihadiri oleh dua orang saksi, maka akta tersebut kehilangan keotentisitasnya dan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Perbuatan hukumnya dapat tetap dianggap berlaku sepanjang ditandatangani dan diakui tanda tangannya oleh para pihak, namun akta tersebut dinyatakan tidak sah sebagai akta autentik melainkan hanya sebagai akta di bawah tangan.

Rifson. Program Studi Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Unuversitas Diponegoro (2010), dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Atas Akta Notaris Yang Waktu Penandatanganannya Tidak Dilakukan Secara Bersamaan Oleh Para Penghadap. Adapun permasalahan dalam penelitian ini:

1. Pelaksanaan ketentuan mengenai waktu penandatanganan akta oleh para penghadap, saksi dan notaris menurut UUJN Nomor 30 Tahun 2004 dalam praktik.

2. Kedudukan akta notaris yang waktu penandatanganannya tidak dilakukan bersamaan oleh para penghadap, saksi dan notaris.

Kesimpulan penelitian ini pelaksanaan ketentuan penandatanganan akta yang dilakukan tidak bersamaan dalam praktik sering terjadi asalkan dilakukan pada hari yang sama, jika hari dan tanggal penandatangan berbeda notaris meminta surat kuasa kepada pihak-pihak yang tidak hadir dengan mencantumkan isi dari surat kuasa tersebut. Jika terjadi perubahan isi akta wajib diketahui oleh

(28)

para pihak, sehingga isi perjanjian dan akta yang dibuat notaris mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang autentik di peradilan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (7) UUJN akta notariil adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang- undang, dan dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuat (Pasal 1868 KUHPerdata). Keautentikan suatu akta sangat ditentukan oleh terpenuhinya unsur-unsur yang ada dalam pasal tersebut, jika tidak terpenuhi unsur tersebut akta yang dibuat notaris hanya sebagai akta di bawah tangan (Pasal 41 dan 83 UUJN).

Berdasarkan penjelasan di atas terlihat perbedaan dan persamaan dalam penelitian ini. Persamaan dalam penelitian adalah akta notaris yang dibacakan dan ditandatangani tidak bersamaan oleh para penghadap sedangkan perbedaan dalam penelitian penandatangan akta notaris tidak secara bersamaan akibat adanya Covid-19. Penelitian ini didukung dengan pendapat para sarjana, hasil penelitian terdahulu, jurnal, website dan masukan para dosen pembimbing.

F. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Kerangka teori yaitu landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui.21 Teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana untuk dapat merangkum serta memahami

21 M. Solly Lubis , Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal . 80

(29)

masalah yang dibicarakan secara lebih baik.22 Pada suatu penelitian permasalahan hukum, maka relevan apabila pembahasan di kaji menggunakan teori-teori hukum, konsep-konsep hukum dan asas asas hukum. Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.23

Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya, berpedoman pada teori maka akan dapat menjelaskan, aneka macam gejala sosial yang dihadapi, walau hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi, suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.24 Teori secara bahasa yaitu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.

Kata teori berasal dari kata theoria yang artinya pandangan dan wawasan.25 Fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistematiskan penemuan- penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.26 Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.27

22 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 hal. 259

23Salim H.S, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 54

24Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, hal. 6

25 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Keenam,Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2012, hal. 4

26 M. Solly Lubis, Op Cit, hal. 17

27 Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal 35.

(30)

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Kewenangan

Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Dalam hukum administrasi wewenang bisa diperoleh secara atribut, delegasi atau mandate.28 Wewenang melekat pada jabatan (ambt), ibarat dua sisi mata uang yang antara keduanya melekat dan tak dapat dipisahkan. Tiada wewenang tanpa jabatan dan demikian pula sebaliknya, tiada jabatan tanpa wewenang. Wewenang tanpa jabatan adalah kemustahilan.29

Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya. Saat menjalankan tugas jabatannya, notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan yang terhormat. Karena lekatnya etika pada profesi notaris disebut sebagai profesi yang mulia (officium nobile).30

Kewenangan notaris sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 15 UUJN adalah membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak

28 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal.77.

29 Sudarsono, Sekilas tentang Wewenang dan Penyalahgunaan Wewenang (Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara), Unidha Press, Malang, 2013, hal. 95-96.

30 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia,Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009 hal. 6

(31)

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris juga berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi). 31

Legalisasi merupakan tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak di atas kertas yang bermaterai cukup yang ditandatangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris. Kewenangan notaris juga meliputi melakukan waarmerking atau membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar

dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. Notaris juga berwenang melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir), serta memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, selain itu notaris juga dapat membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang.32

Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugas, kewajiban dan kewenangannya memperoleh perlindungan hukum penuh dari Pasal 66 ayat (1) UUJN, dimana pengambilan dokumen-dokumen yang berada dalam penyimpanan notaris tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang oleh penyidik, penuntut umum maupun hakim dalam suatu proses pemeriksaan untuk kepentingan hukum.33

31 Abdul Ghofur, Op.Cit., hal.13.

32 Ibid.

33 Ellise T Sulastini dan Wahyu Aditya, Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2010, hal. 7

(32)

b. Teori Tanggungjawab Hukum

Pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.34 Tanggung jawab lahir sebagai akibat dari adanya kewenangangan yang dimiliki oleh masyarakat.Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan pada suatu jabatan berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan.35

Tanggung jawab merupakan sebuah konsekuensi yang timbul alibat dari perbuatan yang dilakukan oleh individu. Kemampuan bertanggung jawab secara teoritis harus memenuhi unsur yang terdiri atas:

1) Kemampuan untuk membeda-bedakan antar perbuatan yang baik dan buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum;

2) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tersebut.36

Notaris dalam hal melaksanakan tugasnya bertanggungjawab terhadap jabatannya dan memiliki keharusan untuk bertanggung jawab kepada kliennya dan bertanggungjawab atas semua tindakannya. Tanggung jawab yaitu

“Tanggung jawab adalah keharusan kepada seseorang untuk melaksanakan secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Tanggung jawab dipikul oleh pirbadi yang mampu bertindak secara moral. Objek tanggung jawab adalah

34 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hal 48.

35 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit, hal 77

36 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 65

(33)

tindakan yang sungguh-sungguh manusiawi bertolak dari bagian manusia yang bertindak melalui kehendak bebas”.37

Proses pembuatan akta notaris bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa notaris tersebut bersalah dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Terkait dengan kesalahan notaris, maka yang digunakan adalah beroepsfout ini merupakan istilah khusus yang ditujukan kepada kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para profesional seperti jabatan notaris. Kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan.38

Notaris berwenang untuk membuat akta autentik mengenai perbuatan hukum para penghadap sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan kewenangan tersebut, maka memunculkan tanggung jawab bagi notaris untuk melaksanakan perintah undang- undang. Notaris bertanggung jawab mematuhi peraturan perundang-undangan dalam hal pelaksanaan tugas jabatannya, oleh karena itu berdasar tanggung jawab notaris yang besar terutama dalam membuat party acte yang berhubungan langsung dengan kepentingan para penghadap.39

Pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap akta-akta yang dibuatnya, dapat dikatakan bahwa akta yang dibuat oleh notaris berkaitan dengan masalah keperdataan yaitu mengenai perikatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih walaupun memungkinkan dibuat secara sepihak (sifatnya hanya menguatkan). Sifat dan asas yang dianut oleh hukum perikatan khususnya perikatan yang lahir karena perjanjian, bahwa undang-undang hanya mungkin dan

37 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2012, hal. 84.

38 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op.Cit, hal. 173

39 Vina Akfa Dyani, Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Notaris dalam Membuat Party Acte, Lex Renaissance No. 1 Vol. 2 Januari 2017, hal 164

(34)

boleh diubah atau diganti atau dinyatakan tidak berlaku, hanya oleh mereka yang membuatnya, maksudnya kesepakatan kedua belah pihak yang dituangkan dalam suatu akta autentik mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.40

c. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan perlindungan yang sah menurut hukum sehingga setiap warga negara terlindungi dari tindakan sewenang-wenang.

Kondisi semacam ini, berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku.

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena kepastian hukum akan menjamin ketertiban. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan tercapainya ketertiban masyarakat.41 Kepastian hukum sebagaimana dipahami orang, bukanlah produk otomatis dari hukum. Dengan bernegara, tidak serta merta muncul kepastian-kepastian dalam masyarakat.42

Kepastian hukum terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut terdiri dari :

a. Adanya suatu aturan yang konsisten yang ditetapkan oleh negara dan dapat diterapkan.

b. Aparat pemerintah harus menerapkan hukum tersebut secara konsisten dengan tetap perpegangan dan berdasarkan pada aturan tersebut.

c. Rakyat pada dasarnya harus tunduk pada ketentuan hukum.

40 Kunni Afifah, Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya, Jurnal Lex Renaissance No. 1 Vol. 2 Januari 2017, hal 153-154

41 Sudikno Mertokusumo, Op., Cit, hal. 58.

42 Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2003, hal. 25

(35)

d. Adanya hakim yang independen atau bebas dalam artian tidak memihak dan secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut.

e. Putusan hakim dapat dilaksanakan secara nyata.43

Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-peraturan umum yang berlaku umum, supaya tercipta suasana yang aman dan tentram di dalam masyarakat.44 Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif.45

Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang terkait dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam sebuah akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan kepada pihak, bahwa akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga apabila terjadi permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.46 Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dan Undang-Undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya, untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.47

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya

43 Tatiek Sri Djatmiati, Perinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi, PPS Unair, Surabaya, 2004, hal. 18.

44 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia (suatu tinjauan secara sosiologis), UI Press, Jakarta, 1999, hal. 55.

45 Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hal. 22

46 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit, hal. 37

47 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal 158

(36)

baru ada dalam pikiran. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.48 Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.49

Konsepsi bertujuan guna menghindari salah penafsiran terhadap istilah- istilah yang digunakan dalam tesis ini. Tesis ini mendefinisikan beberapa konsep dasar/istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh dari hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, antara lain:

a. Keabsahan adalah aturan hukum yang telah berlaku, nyata dan pasti.

Keabsahan hukum di Indonesia bermakna telah dituangkan dalam suatu aturan tertulis seperti aturan perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Surat Edaran dan beberapa aturan hukum tertulis lainnya.50

b. Akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.51 c. Tandatangan merupakan lambang nama yang dituliskan dengan tangan oleh

orang itu sendiri sebagai penanda pribadi (telah menerima dan sebagainya).52 d. Tidak bersamaan adalah tidak beriringan dalam melakukan sesuatu.53

48 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Hukum, LP3ES, Jakarta, 1999, hal. 34

49 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal.79

50Joseph Raz, Legal Validity, Oxford Scholarship online, diakses melalui www.OxfordScholarship.com/diakses tanggal 1 Juni 2020.Pukul 12.01 Wib

51 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

52Sigar Aji Poerana, https://www. hukumonline. com/ klinik/ detail/ ulasan/

lt5cd238184b299/legalitas-penggunaan-tanda-tangan-elektronik-oleh-notaris/diakses tanggal 1 Juni 2020. Pukul 17.00 Wib.

53Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 2008, hal 221

(37)

e. Para penghadap yaitu mereka yang menghendaki suatu perjanjian atau ketetapan untuk dituangkan secara autentik dalam akta notaris dalam suatu perjanjian.54

f. Kebijakan merupakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan- kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 55

g. Physical distancing adalah upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyebaran infeksi virus Corona dan mencegah Covid-19.56

G. Metode Penelitian

Suatu penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat- alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Metode penelitian memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian dan penyusunan suatu karya ilmiah. Dengan metode penelitian, akan terlihat jelas bagaimana suatu penelitian itu dilakukan.57

Penelitian dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-

54Ibid., hal 323

55 Leo Agustino, Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta, Bandung, 2008, hal 7

56Fitri Dewi Lestari, https://www.alodokter.com/terapkan-physical-distancing-saat-ini- juga/diakses tanggal 8 Juni 2020 Pukul 20.01 Wib

57 Suratman dan Philip Dillah, Metode Peneltian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2015, hal.

106.

(38)

hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.58Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan merupakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud yaitu berkaitan dengan asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, perjanjian serta doktrin (ajaran).59 Penelitian ini dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder seperti peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, buku-buku hukum berkaitan dengan hukum perjanjian kerjasama dan keagenan.

Sedangkan penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang mempunyai objek kajian mengenai perilaku masyarakat.60 Perilaku masyarakat yang dikaji merupakan perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula dilihat dari perilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam mempengaruhi pembentukan sebuah ketentuan hukum positif. Penelitian yuridis empiris dalam penulisan tesis ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan informan yaitu notaris, terkait keabsahan akta notaris yang dibacakan dan ditandatangani tidak bersamaan oleh para penghadap karena adanya kebijakan physical distancing.

58 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Bandung, 2013, hal. 13.

59 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010. hal. 34-51

60 Ibid.

(39)

Sifat penelitian yang dilakukan adalah bersifat penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.61 Penelitian ini bersifat preskriptif karena dimaksudkan untuk menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.62

2. Sumber data

Guna mendapatkan bahan penelitian tersebut, maka penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu mengenai studi pustaka untuk mengkaji:

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas yaitu merupakan hasil dari tindakan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Bahan hukum primer dalam penulisan ini terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. Kepres Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

b. Himbauan mengenai Pencegahan Penyebaran Covid-19 Nomor 65/33-III/PP- INI/202 dan 67/35-III/PP-INI/2020. Kode Etik Notaris Ikatan Notaris

61 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 15

62 Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Loc.Cit.

(40)

Indonesia (I.N.I). Peraturan Bupati Langkat Nomor 39 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Peraturan Bupati Deliserdang Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.63

c. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan analisa dan pemahaman yang lebih mendalam, yang terdiri atas: buku-buku literatur atau bacaan yang berkaitan dengan topik penulisan; hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan topik penulisan; pendapat ahli yang berkompeten dengan peneliti; jurnal atau tulisan para ahli yang membahas permasalahan terkait.64

d. Bahan hukum tersier adalah bahan penelitian yang terdiri atas buku teks buku hukum yang terkait dengan penelitian seperti kamus bahasa, kamus hukum, dan website.65

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan. Studi kepustakaan (field research) data didapatkan melalui berbagai literatur seperti peraturan perundang- undangan, buku-buku, laporan hasil peneliti terdahulu dan dokumen-dokumen

63 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal. 183-187

64 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal.141.

65 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit,. hal.160

(41)

lain yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti.66 Sedangkan studi lapangan data didapatkan melalui wawancara.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut :

a. Studi dokumen. Studi dokumen adalah “catatan peristiwa yang telah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari seseorang”67 Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, dan karya.

Bentuk tulisan, seperti; catatan harian, life histories, kritera, biografi, peraturan, kebijakan, dan lainnya.

b. Pedoman wawancara. Pedoman wawancara dalam penelitian berupa pertanyaan testruktur lebih sering digunakan dalam penelitian kualitatif dan kuatitatif. Beberapa ciri dari wawancara terstuktur meliputi daftar pertanyaan dan kategori jawaban telah disiapkan, kecepatan wawancara terkendali, tidak ada fleksibilitas mengikuti pedoman, dan tujuan wawancara biasanya untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu fenomena.68Wawancara yang dilakukan kepada Dewi Kartini Batubara, selaku notaris di Kabupaen Langkat dan Mega Magdalena notaris Kabupaten Deliserdang.

4. Analisis Data

Analisis hasil penelitian merupakan kegiatan yang berupa kajian terhadap hasil pengolahan data dan atau bahan penelitian dengan kajian pustaka yang telah

66 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 112-11

67 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2002, hal 208

68 Ibid, hal 198

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan serius pada budidaya padi pada lahan sawah bukaan baru tersebut adalah keracunan Fe 2+ yang menyebabkan terjadinya defisiensi hara, kerusakan sel

Hasil pengelompokan seluruh populasi kelapa Dalam Lubuk Pakam, Dalam Paslaten dan Dalam Banyuwangi ini mirip dengan hasil penelitian Pandin, komunikasi pribadi (2000) yang

Setiap kegiatan yang dilakukan bersama dengan komunitas, baik FGD reguler, pelatihan, informal meeting, diskusi publik dan yang lain adalah sebuah proses yang

Mahasiswa juga akan menjadi lulusan yang berkualitas apabila terlibat dalam perusahaan yang bergerak dalam bidang web (web developer), karena mereka akan dapat

[r]

Hasil uji F, pengaruh transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan terhadap kepercayaan donatur, diperoleh nilai F sebesar 17.512 dengan nilai sig sebesar 0.000,

1. Kegiatan yang bertujuan memperoleh goodwill, kepercayaan, saling adanya pengertian dan citra yang baik dari publik atau masyarakat pada umumnya. Memiliki sasaran untuk

100 3.32 Brand baru dinilai lebih baik dari brand terdahulu 100 3.34 Brand baru dinilai akan terjadinya revolusi di masa mendatang dalam. segi produk-produk syariahnya 100