• Tidak ada hasil yang ditemukan

AL-SAYYID AL-BADAWI DI TANTA (MESIR) Catherine Mayeur-Jaouen

Dalam dokumen ZIARAH DAN WALI DI DUNIA ISLAM (1) (Halaman 117-125)

ontoh yang paling baik dari vitalitas fenomena ziarah ini adalah tradisi ziarah di makam Sayyid al-Badawi dari Tanta1, yang merupakan sasaran serangan yang paling tajam dari kaum reformis dan juga tempat ziarah yang paling ramai dikunjungi orang. Al-Sayyid Ahmad al-Badawi (wafat 1276), yang dikenal sebagai pendiri tarekat Ahmadiyah, dimakam- kan di kota Tanta, yang dahulu hanya sebuah kota kecil dan kini telah menjadi kota terbesar keempat di Mesir, yang letaknya tepat di tengah delta Sungai Nil. Makam wali ini adalah sebuah bangunan raksasa yang senantiasa diperbaharui dan diperbesar (perbaikan terakhir dilakukan pada masa pemerintahan Anwar al-Sadat). Dalam kompleks makam yang dinaungi oleh tiga kubah itu terdapat makam enam wali. Yang paling utama adalah Badawi sendiri. Sebuah masjid yang sangat besar, salah satu yang terbesar di Mesir, terletak dekat kompleks makam. Di ruang utama, sebuah pagar tembaga amat besar yang diterangi lampu neon hijau melindungi makam kosong (t būt) sang wali, dan di sekelilingnya terdapat kotak-kotak besar tempat orang yang bernazar memasukkan pemberiannya. Di salah satu pojok makam, sebuah batu hitam dengan jejak dua tapak kaki yang besar dijadikan obyek penghormatan: itulah relik nabi (atsar al-nabi). Makam Badawi setiap hari dikunjungi banyak peziarah, namun hari yang paling ramai adalah hari Jumat, setelah salat Jumat. Kerumunan orang—laki-laki, perempuan, dan anak-anak—mengelilingi makam dari

1

Tentang Badawi, lihat C. Mayeur-Jaouen (1994). Untuk suatu pemaparan yang baik tentang maulid Tanta pada tahun 1978 dan ritus-ritus yang dipraktikkan pada kesempatan itu, studi menarik oleh E.B. Reeves (1990) merupakan pengantar yang baik, meskipun disesalkan bahwa judulnya sama sekali tidak mengungkapkan isi buku yang sesungguhnya. Ada satu novel yang baik tentang maulid Tanta, yaitu

Ayyam al-insan al-sab’a oleh ‘Abd al-Hakim Qasim, Kairo. Film berjudul El- Moulid, Egyptian Religious Festival (40 mnt, 1987) oleh Fadwa al-Guindi sayangnya hanya memberikan suatu gambaran yang dangkal dan tidak tepat tentang maulid Tanta.

Catherine Mayeur-Jaouen 118

sisi kanan dan mereka berusaha berjalan sedekat mungkin dengan pagar dan menyentuhnya; jika upaya itu berhasil, maka tangan yang menyentuh pagar itu kemudian diusapkan ke muka untuk mendapatkan berkah wali. Badawi sangat sering diminta syafaatnya dan untuk tujuan yang amat beragam. Namun yang paling umum adalah untuk memohon kesembuhan atau untuk segala hal yang berkaitan dengan kesuburan perempuan. Apabila seorang perempuan mandul, atau malah sebaliknya hamil, apabila dia takut akan mengalami kesulitan saat melahirkan atau khawatir akan anaknya yang sedang sakit, Badawi-lah yang dimintai pertolongan sebagai perantara. Bisa dibayangkan betapa populernya pelindung ibu-ibu itu di Mesir, di mana keluarga dan segala hal tentang memperoleh keturunan merupakan pusat kehidupan semua orang. Sayyid ini tampaknya bukanlah wali yang mengecewakan harapan pengikutnya, dan cerita-cerita tentang karomahnya terus bermunculan sehingga jumlahnya terus bertambah.

Namun saat terpenting bagi Badawi adalah ziarah besarnya, yaitu maulidnya, yang merupakan yang terbesar di seluruh Mesir. Jumlah pengunjungnya luar biasa: menurut angka yang dikeluarkan oleh peme- rintah mencapai dua juta orang. Tampaknya jumlah peziarah yang tinggal di tenda-tenda sepanjang minggu tidak sebesar itu, dan lalu lintas orang yang masuk dan keluar terlalu besar untuk memungkinkan pendataan yang tepat dari jumlah pengunjung yang datang ke Tanta, yang kadang-kadang hanya untuk beberapa jam untuk menziarahi Badawi. Namun dapat diperkirakan bahwa pada malam terakhir hampir ada satu juta peziarah yang membanjiri Tanta.

Maulid Tanta konon dirayakan sejak abad ke-14. Pada abad ke-19 masih dirayakan tiga maulid setiap tahun untuk menghormati Badawi. Kini, dua perayaan tahunan diadakan untuk memperingati sang wali. Yang paling penting, yaitu maulid besar, jatuh pada bulan Oktober. Walaupun maulid tersebut merupakan maulid Islam, yang menjadi pedoman adalah penanggalan Nasrani Koptik, yang terkait dengan siklus agraris, dan maulid itu bertepatan dengan panen kapas yang mendatangkan rezeki untuk para petani di daerah delta Nil: maulid adalah perayaan yang mahal, dan dibutuhkan berbagai upaya penghematan. Lama perayaan resminya hanya satu minggu, namun banyak peziarah datang lebih dini, untuk mendapat tempat bagi tendanya. Tarekat-tarekat sufi (Ahmadiyah, Rifa’iyah, Shadhiliyah, Burhamiyah dan lain-lain) memainkan peran yang penting dalam persiapan maulid. Gubernur wilayah Gharbiyah, yang ibu kotanya adalah Tanta, serta kementerian wakaf, juga turut berperan. Pedagang- pedagang pasar malam juga datang dalam jumlah besar. Mereka datang lebih dini, untuk menggunakan kesempatan maulid kecil-kecilan di daerah

Al-Sayyid al-Badawi di Tanta (Mesir) 119

Tanta yang terjadi diselenggarakan pada satu atau dua minggu sebelum maulid besar Badawi.

Perayaan maulid mengambil tempat di sekitar dua pusat kegiatan utama dan massa bergerak di antara kedua pusat itu. Yang pertama adalah daerah sekeliling makam, di jantung kota tua Tanta yang gang-gang sempitnya mengelilingi kompleks makam. Banyak peziarah memasang tendanya di tengah jalan. Tenda-tenda itu sering terdiri atas selembar kain tenda sederhana yang direntangkan antara dua tembok rumah. Tenda-tenda itu, baik yang dikelola oleh suatu keluarga maupun oleh suatu kelompok tarekat, disebut khidma (secara harafiah “jasa”) dan pengunjung yang kebetulan lewat serta meminta makanan atau tempat berteduh di situ tidak boleh ditolak. Kompor yang terus menyala siap menyediakan teh atau kopi untuk tamu-tamu yang lewat. Setiap tenda, terlepas dari penampilannya maupun jumlah orang yang mengelolanya, ditandai oleh panji dan bendera kain (yafta), yang umumnya berwarna merah untuk tarekat Ahmadiyah atau cabangnya Bayyumiyah atau Shinnawiyah, hitam untuk Rifa’iyah, hijau untuk Q diriyah atau Syadziliyah, dan warna yang relatif lebih jarang yaitu putih untuk Burhamiyah. Di atas kain bendera tertulis, dengan sulaman yang kerapiannya bervariasi, nama tarekat pemilik tenda, asal geografisnya, dan kadang-kadang nama syekh yang menjadi pimpinannya. Beberapa kata penghormatan bagi wali-wali dan Nabi kadang-kadang ditambahkan pada sulaman itu. Foto atau potret dari syekh tarekat yang bersangkutan, yang baru wafat dan kini dihormati sebagai wali, dapat juga menghiasi pintu masuk tenda.

Pusat kegiatan kedua terletak di sebelah barat daya makam. Setelah batas kota lama dilalui, di seberang jalur kereta api, terletak Desa Sigar, yang sudah semakin banyak mengalami urbanisasi. Di tengah sebuah ladang jagung yang baru dipanen ditancapkan tiang Ahmadi (al-s r al- ahmad) yang konon melambangkan kehadiran wali Ahmad dan Nabi. Di sekitar pusat kegiatan itulah, sejak hari pertama maulid, didirikan sebuah kota tenda yang sesungguhnya, dengan jalan-jalannya, lengkap dengan hierarki ruang dan hierarki sosialnya, sumber-sumber airnya, tempat- tempat mandi dan sarana perawatannya. Tenda-tenda yang termewah dihiasi dengan rangkaian lampu neon, sedangkan kebanyakan tenda lainnya hanya disinari oleh beberapa lampu biasa dan yang termiskin bahkan memanfaatkan penerangan dari tetangga-tetangganya. Satu tenda dapat menampung antara lima sampai dua ratus orang, tergantung ukurannya. Di bawah kerimbunan makam, atau di Sigar, orang-orang yang tinggal dalam tenda-tenda itu disebut “orang-orang maulid”, mawaldiyah (maw lidiyah), dalam dialek Mesir lokal, suatu istilah yang memiliki konotasi negatif. Sebagian terbesar terdiri atas orang-orang desa atau penduduk baru kota

Catherine Mayeur-Jaouen 120

yang masih memegang adat kebiasaan pedesaan. Dunia tenda ini sesungguhnya membentuk kembali dunia rumah desa, lengkap dengan kompor uap, panci-panci aluminium tempat memasak hidangan kaum miskin (nasi, kacang polong), dan peti kayunya. Banyak di antara pengunjung menempuh perjalanan dari maulid ke maulid, dan kadang- kadang dapat merayakan sampai sepuluh maulid dalam satu tahun. Dalam jadwal maulid-maulid, baik bagi orang Kairo maupun penduduk delta Sungai Nil, pekan maulid di Tanta adalah salah satu masa yang paling bermakna, suatu tonggak waktu yang mengatur acara-acara maulid tahunan lainnya.

Sebagian besar peziarah yang menghadiri maulid besar ini datang dari seluruh daerah delta Sungai Nil, dan terutama dari daerah bagian tengah delta. Kampung-kampung di Kota Kairo juga terwakili dengan baik. Bahkan tarekat-tarekat yang terkuat dari kawasan Nil Hulu juga datang ke wilayah utara ini, meskipun ini lebih jarang terjadi.

Petani-petani dari daerah sekitarnya datang berjalan kaki, dengan kereta kuda atau bahkan dengan menunggang keledai. Ada juga peziarah- peziarah dari suku-suku Badui (suku bangsa pengembara lokal) yang datang menunggang unta; mereka datang dalam kafilah yang terdiri atas delapan puluh unta dan berjalan menyusuri jalan raya bebas hambatan. Namun sebagian terbesar dari pengunjung acara maulid datang naik kereta api, taksi, mobil pickup atau truk.

Situasi ini mirip perpindahan massal penduduk, dengan ribuan anak- anak dan perempuan di tengah berbagai macam barang seperti selimut, kuali, dan persediaan beras, teh, serta gula. Di depan truk acap berkibar bendera-bendera yang menandakan tarekat mana peziarah yang bersang- kutan menjadi anggotanya. Pada dua malam terakhir, bis dan kereta api tambahan yang disediakan oleh semua perusahan angkutan dari kawasan delta Sungai Nil berangkat setiap saat dari Kairo dan Aleksandria dalam gelombang-gelombang besar yang membanjiri Tanta dengan kerumunan besar anak muda. Sebagian dari mereka terdiri atas serdadu wajib militer yang sedang cuti, yang datang menghormati sang wali sambil mencari hiburan selama satu malam maulid. Peziarah-peziarah dari desa-desa juga datang dalam jumlah yang besar, terutama pada dua hari terakhir, dan mereka bermalam di atas trotoar, duduk di atas tikar dengan tubuh terbungkus selimut.

Namun ada pula pengunjung dari kota pada maulid Tanta, yaitu penduduk Tanta sendiri, sebagai pedagang pasar malam atau pedagang biasa, sebagai pemilik hotel-hotel atau pemuda lokal yang menjajakan barang sekedarnya pada waktu maulid, berusaha untuk meraih keuntungan

Al-Sayyid al-Badawi di Tanta (Mesir) 121

Perayaan maulid di Tanta, Oktober 1992.

Catherine Mayeur-Jaouen 122

dari sumber pendapatan itu. Peziarah-peziarah lainnya, yang ingin mem- bedakan diri dari petani-petani, tinggal di hotel-hotel. Tarekat-tarekat yang paling kaya atau yang berusaha mengembangkan citra pembarahu, menyewa kamar-kamar di hotel atau apartemen-apartemen. Banyak peziarah-peziarah dari kota, terutama para perempuan yang ingin meng- hindari kerumunan laki-laki pada hari-hari terakhir maulid, lebih suka datang pada awal upacara maulid, ketika suasana belum terlalu ramai, dan mereka menjalankan upacara ziarah selama satu hari saja. Peziarah terdiri atas laki-laki dan perempuan, disertai dengan banyak anak. Orang tua mengambil kesempatan maulid ini untuk menyunatkan anak-anaknya dan membelikan mereka mainan: bukankah Badawi seorang wali yang terkenal karena barokahnya yang membawa kesuburan serta perlindungan bagi anak-anak?

Peziarah Badawi sangat beragam seperti halnya motivasi mereka: maulid tidak hanya terbatas pada ziarah ke makam dan pendirian khidma, tetapi maulid-nya juga merupakan suatu tempat pesta hiburan rakyat yang sesungguhnya dengan berbagai pasar, toko, dan hiburannya. Meskipun pasar yang ada kini tidak sebesar pasar pada abad ke-19, hiburannya masih sangat banyak dan beragam. Di Sigar, di sepanjang jalur utama ziarah, dalam beberapa hari berdirilah barak-barak kayu tempat berbagai macam hiburan. Ada sirkus, berbagai komidi putar dan ayunan, kincir yang berputar, penjual barang-barang kecil, kacang-kacangan dan manisan serta perkumpulan-perkumpulan teater yang menyajikan berbagai pertunjukan musik ringan tari dan lagu, ada penyulap, orang yang bisa berbicara dengan perut dan binatang ajaib seperti anak sapi berkaki lima. Sering kali orang memisahkan segi profan maulid, yakni pesta rakyat, dari segi religiusnya, yakni makam. Itu keliru, karena pemuda-pemuda yang datang mencari hiburan di pesta rakyat juga secara samar-samar berharap mendapatkan hikmah dari berkah yang ada pada waktu maulid; dan pada gilirannya, para sufi yang turut pada acara zikir juga tidak segan-segan berbelanja dan menikmati kesempatan unik mendapat hiburan ini.

Maulid Tanta berlangsung dari hari Jumat sampai hari Jumat berikutnya. Upacara dimulai dengan pawai polisi, yang disebut “arak- arakan para pemimpin berkuda” (rakbat al-hakim), yang berlangsung setelah salat Jumat. Kemudian maulid dinyatakan dibuka, dan kerumunan membengkak dari hari ke hari. Di dalam tenda, orang-orang masak, bercakap-cakap, merokok pipa air. Sepanjang hari para peziarah mem- banjiri makam Badawi, dan dengungan suara mereka yang penuh rasa khidmat mengisi ruangan besar makam. Mereka yang datang untuk satu hari saja pulang ke desa asal mereka atau ke Kairo setelah berbelanja

Al-Sayyid al-Badawi di Tanta (Mesir) 123

sedikit: pakaian-pakaian untuk musim dingin yang akan segera mulai, sabit-sabit, kacang-kacangan, jimat-jimat, atau manisan-manisan.

Tiga hari terakhir dari maulid adalah yang paling ramai. Pada hari Selasa, domba, kambing dan banteng betina yang dikurbankan disembelih oleh para mawaldiyah yang paling terorganisir dan terkaya. Dagingnya dimasak dan dibagi-bagikan di tenda-tenda, atau dijual oleh penjaja daging keliling yang datang ke Tanta khusus untuk kesempatan ini. Malam Kamis dan malam Jumat keduanya khusus untuk pembacaan zikir di tenda-tenda sufi. Ribuan pengeras suara mendengungkan sampai ke Sigar dan kota tua Tanta, suara-suara penyanyi dan bunyi musik yang dibawakan oleh pemain yang sering datang dari jauh dan yang dibayar mahal untuk meramaikan zikir dari tarekat-tarekat. Diiringi oleh suatu orkes (selalu suling, tambur dan tambur kecil, kerap juga viola dan rebab (rebaba), kadang-kadang juga hobo dan akordeon), mereka menyanyikan puji-pujian kepada Nabi (madh), pada wali pelindung tarekat dan tentu saja wali pelindung maulid, yakni Badawi, sedangkan kaum sufi, kebanyakan laki-laki, namun kadang- kadang juga perempuan, menari seiring irama lagu selama berjam-jam. Acara yang dimulai pada waktu maghrib itu berlangsung sampai pagi hari, sekitar jam enam pagi. Musik dan lagu terdengar di mana-mana sepanjang malam, dan mendatangkan suasana maulid Islam yang tak ada duanya.

Sementara itu, kerumunan orang lalu-lalang dari tenda ke tenda, menikmati zikir-zikir dan kadang-kadang turut serta, sambil menyedot potongan tebu dan mencari hiburan di pasar malam. Amat sulit mencari jalan di tengah kerumunan. Keramaian amat besar ada di daerah makam: orang-orang memekik-mekik dan berdesakan mendekati pagar wali, untuk mengucapkan nazarnya, dan menyentuh batu yang bergambar tapak kaki Nabi Muhammad. Penjaga-penjaga yang dilengkapi tongkat-tongkat kecil mendorong para peziarah untuk terus berjalan. Pada malam hari, orang- orang tidur berdesak-desakan dalam ruang sembahyang yang sangat luas di masjid besar.

Setelah malam besar itu (al-lailah al-kabirah) di mana keributan, kesesakan dan ketegangan memuncak, masih ada satu acara penting pada hari Jumat siang, yaitu pawai berkuda dari khalifa (rakbat al-khalifah) yang menutup perayaan maulid2. Penerus Badawi, beserta anggota-anggota tarekat Ahmadiyah, yang didahului aparat keamanan dan diikuti oleh wakil-wakil tarekat-tarekat yang terbesar, menunggang seekor kuda berhias

2

Khalifah adalah penerus Badawi sebagai pemimpin tarekat Ahmadiyah. Oleh karena tarekat ini kini pecah menjadi beberapa cabang yang independen, jabatan ini bersifat simbolis. Khalifah bukan keturunan Badawi, tetapi keturunan muridnya ‘Abd al-‘Al (wafat 1333).

Catherine Mayeur-Jaouen 124

lengkap di sepanjang jalan-jalan kota. Dia mengenakan sebuah sorban yang konon pernah dipakai oleh sang wali. Pada bagian belakang arakan-arakan ini, delman dan kereta kuda lainnya mengangkut kelompok tukang dan pekerja dengan perempuan dan anak, dalam suatu arak-arakan yang meriah. Pawai besar sepanjang kota ini menarik banyak orang, yang sebagian besar adalah penonton. Pada waktu itu banyak peziarah sufi sudah berkemas- kemas, siap menuju Dasūq untuk mengambil tempat pada maulid Ibr h m al-Dasūq yang akan mulai satu minggu kemudian.

SUDAN TIMUR LAUT

Dalam dokumen ZIARAH DAN WALI DI DUNIA ISLAM (1) (Halaman 117-125)