• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alih kode karena keinginan partisipan menunjukkan rasa toleransi antaretnis

6.6 Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi

6.6.9 Alih kode karena keinginan partisipan menunjukkan rasa toleransi antaretnis

Alih kode dapat juga terjadi akibat keinginan partisipan menunjukkan rasa toleransi yang tinggi terhadap etnis lain. Keinginan tersebut tentu membawa hal positif bagi kehidupan antaretnis di masyarakat. Penyebab alih kode yang demikian dapat dilihat pada data berikut.

Data 12

(01) : (1) Selamat malam! (02) : (2) Malam!

(01) : (3) Piye to kabare?

„Bagaimana kabarnya?‟ (02) : (4) Kabare ya apik ae to.

„Kabarnya ya baik-baik saja.‟ (01) : (5) Anake Mas ning Sulawesi piro?

„Anaknya Bapak di Sulawesi berapa?‟ (02) : (6) Papatlah.

„Empatlah.‟

(01) : (7) Ning Bali ora enek? „Di Bali tidak ada?‟ (02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh. „Di sini orang tuanya semua.‟ (03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

(01) : (11) Mas anake tanggal piro ning anu berangkate? „Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟ (02) : (12) Tanggal telu September.

„Tanggal tiga September.‟ (01) : (13) September.

(02) : (14) Iyo. „Ya.‟

(01) : (15) Jadi, karo sopo ning kono? „Jadi, dengan siapa di sana?‟ (02) : (16) Kontingen Sulawesi Tengah.

Percakapan di atas diawali dengan menggunakan BI. Selanjutnya, tuturan O1 direspons oleh O2 dengan menggunakan BI juga. Memang, dalam

sosiolinguistik pada umumnya O2 mengikuti bahasa yang digunakan oleh O1. Percakapan berlanjut dengan menggunakan bahasa Jawa, baik oleh O1 maupun oleh O2. Bahkan, O3 pun ikut menggunakan bahasa Jawa, seperti tampak pada K10, Bojone wong Sulawesi „Istrinya orang Sulawesi.‟

Penggunaan bahasa Jawa, baik oleh O1 maupun O3 dimaksudkan untuk menunjukkan rasa toleransinya yang tinggi terhadap mitra wicara, yaitu O2. Untuk itulah, mereka melakukan konvergensi bahasa. Ternyata O2 meresponsnya dengan menggunakan bahasa Jawa juga, seperti tampak pada K8, K9, K12, dan K14.

Jika diperhatikan secara saksama percakapan di atas, tuturan O2 dominan menggunakan bahasa Jawa, seperti tampak pada K8, K9, K12, dan K14. Hanya satu tuturan menggunakan BI, yaitu K16, Kontingen Sulawesi Tengah.

Meskipun sebagian besar tuturannya menggunakan BJ, bukan berarti O2 telah melakukan divergensi bahasa. Dominannya penggunaan BJ oleh O2 semata-mata untuk mengimbangi tuturan O1 yang menggunakan bahasa Jawa.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3. Alih kode itu dilakukan oleh O1 untuk menunjukkan rasa toleransinya yang tinggi terhadap O2. Kebetulan O2 berasal dari etnis Jawa.

Penyebab alih kode lainnya dapat dilihat pada data berikut. Data 11

(O1) : (3) Sakuya muni ana miu? „Berapa juga anakmu?‟ : (4) Keto, anak berturut-turut to. „Begitu, orang berturut-turut itu.‟ : (5) Nakuya komiu?

„Sedang apa kamu?‟

: (6) Keto ba, nak berturut-turut to

(O2) : (7) Berturut-turut, oh! (O3) : (8) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟ (O1) : (9) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

Beberapa tuturan di atas, tampak adanya penggunaan BK pada K3 dan K5; penggunaan BBC pada K4 dan K6; penggunaan BI pada K7, dan penggunaan BBg pada K8 dan K9. Bahasa Kaili digunakan oleh O1 untuk memberikan pelajaran kepada O2 yang berasal dari etnis Bali tentang BK. Padahal, O1 berasal dari etnis Bali. Namun, karena kemampuan yang bagus tentang BK, O1 berusaha mengajarkan BK kepada O2.

Dilihat dari cara berbicaranya, O1 sangat menguasai BK. Hal ini tampak dengan jelas pada K3, K4, K5, dan K6. Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K9, Degaga harapang „Tidak ada harapan.‟ Alih kode ini dilakukan oleh O1 dari BBC pada K6 ke BBg pada K9. Alih kode itu dilakukan oleh O1 untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O3 pada K8. Dalam hal ini, O1 ingin menunjukkan rasa toleransinya kepada O3 dengan melakukan konvergensi bahasa.

Penyebab alih kode berikutnya dapat dilihat pada data di bawah ini. Data 13

(01) : (1) Kuda besik ne, Pak? „Berapa satu ini, Pak?‟ (02) : (2) Sembilan belas, oh ne!

„Sembilan belas, oh ini!‟ (01) : (3) Kaset dangdut, dangdut. (02) : (4) Oh, dangdut… sembilan belas. (01) : (5) Sing dadi tawahin?

„Tidak boleh ditawar?‟ (02) : (6) Memang harga pas. (01) : (7) Baang kuang bedik, nah?

„Berikan kurang sedikit, ya?‟

(02) : (8) Sudah pas hargane, sing dadi kuang. „Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟

(01) : (9) Nyemak dua ne! „Ngambil dua ini.‟ (02) : (10) Nyemak dua?

„Ngambil dua?‟

Data di atas dimulai dengan menggunakan BB. Bahasa itu digunakan oleh O1 yang berasal dari etnis Bugis. Bahkan, sebagian besar bahasa yang digunakan oleh O1 adalah BB, seperti tampak pada K1, K5, K7, dan K9. Hanya K3 menggunakan BI.

Penggunaan BB oleh O1 tentu memiliki maksud tertentu. Selain bertujuan agar dapat menawar harga barang, tidak menutup kemungkinan O1 bertujuan untuk menunjukkan rasa toleransi yang tinggi terhadap mitra wicara, yaitu O2. Dengan kata lain, rasa toleransi O1 ditunjukkan dengan melakukan konvergensi bahasa.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Kaset dangdut, dangdut. Alih kode itu dilakukan oleh O1 dari BB pada K1,Kuda besik ne, Pak? „Berapa satu ini, Pak?‟ ke BI pada K3. Alih kode itu selain dilakukan dari BB ke BI, juga dilakukan oleh O1 dari BI ke BB, seperti tampak pada K3 dan K5. Alih kode itu dilakukan oleh O1 karena berkeinginan untuk menunjukkan rasa toleransinya kepada O2. Rasa toleransi itu diwujudkan dengan menggunakan BB. Padahal, diketahui bahwa O1 berasal dari etnis Bugis.

Penyebab alih kode berikutnya dapat dilihat pada data di bawah ini. Data 15

(02) : (14) Kuda ne Pak? „Berapa ini Pak?‟

(01) : (15) Niki jak timpal gen pak nah. „Ini sama teman saja, Pak ya.‟

: (16) Terus terang biasane tiang ngadep ji selae.

„Terus terang biasanya saya menjual dengan harga dua puluh lima‟ (02) : (17) Selae?

„Dua puluh lima?‟

(01) : (18) Nah jani baang duang dasa jak timpal. „Ya sekarang diberi dua puluh sama teman.‟ (02) : (19) Untuk menghindari debu.

(01) : (20) Nggih. „Ya.‟

: (21) Kaca mata kan untuk sehat, untuk penampilan.

Jika dilihat secara saksama data 15, tampak sekali ada komunikasi dua arah antara O1 dan O2. Sepintas komunikasi itu terjadi antara dua etnis Bali. Namun, kenyataannya komunikasi itu terjadi antara etnis Bugis dan etnis Bali.

Penggunaan BB oleh O1 pada data di atas menunjukkan bahwa O1 memiliki penguasaan BB yang cukup bagus. Bahkan, tuturan yang disampaikan oleh O1 sebagian besar menggunakan BB, seperti tampak pada K15, K16, K18, dan K20. Hanya pada K21 O1 menggunakan BI, yaitu Kaca mata kan untuk sehat, untuk penampilan. Penggunaan BI ini pun disebabkan oleh tuturan sebelumnya pada K19, Untuk menghindari debu. Maksudnya, O1 berusaha untuk mengimbangi tuturan O2 yang menggunakan BI.

Dilihat dari bahasa yang digunakan, dapat dikatakan bahwa O1 telah melakukan konvergensi bahasa, seperti tampak pada K15, K16, K18, dan K20. Konvergensi bahasa itu dilakukan oleh O1 untuk menunjukkan rasa toleransinya kepada O2 yang berasal dari etnis Bali. Rasa toleransi ini juga tampak ketika O1 beralih kode dari BB ke BI pada K20 dan K21. Dalam hal ini, O1 selalu mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2 pada data 15.

Sebab-sebab terjadinya alih kode dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode

AK karena O1 1. Penekanan 2. Akrab 3. Rahasia 4. Ucapan 5. Merendahkan Diri AK karena O2 1. Terpelajar 2. Kutipan 3. Kejelasan Kehadiran O3 Materi Pembicaraan Situasi Pembicaraan Sebelumnya Perjanjian Toleransi Penguasaan Bahasa Bagan 6.4

Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi

157

7.1 Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat