• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI DI PARIGI, SULAWESI TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI DI PARIGI, SULAWESI TENGAH"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

1

Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, selain mengenal bahasa Bali juga mengenal bahasa Indonesia, Jawa, Bugis, dan Kaili. Bahasa tersebut digunakan sesuai dengan konteks sosial.

Bahasa Bali yang digunakan oleh guyub tutur masyarakat Bali di Parigi masih mengenal tingkatan-tingkatan bahasa yang disebut dengan istilah sor-singgih basa. Namun, penggunaannya tidak seketat di Bali. Pengunaan sor-singih basa di Bali disesuaikan dengan konteks pembicaraan. Artinya, komponen-komponen tutur, seperti yang dikemukakan J.A. Fishman masih berlaku sebagai berikut: who speaks „siapa bicara‟; what language „bahasa apa‟; to whom „kepada siapa‟; dan when „kapan‟.

Istilah-istilah sosiolinguistik yang dikemukakan oleh J.A. Fishman dapat direalisasikan sebagai berikut: who speaks maksudnya siapa yang berbicara, apakah secara adat/tradisional tergolong kasta Brahmana atau Sudra; what language, maksudnya bahasa apa yang dipergunakan jika berinteraksi verbal dengan mitra wicara, apakah BBH atau BBL; to whom, maksudnya kepada siapa bahasa itu ditujukan, apakah orang dari kalangan pejabat atau petani; dan when, maksudnya kapan bahasa itu digunakan, apakah dalam situasi resmi atau takresmi. Jika dalam situasi resmi, BB yang digunakan adalah BBH. Jika dalam situasi takresmi, BB yang digunakan adalah BBL.

Bagi guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, penggunaan sor-singgih basa tersebut agak longgar; artinya, tidak seketat pemakaian sor-singgih basa di Bali.

(2)

Bahkan, pada saat penelitian berlangsung ditemukan seorang informan menggunakan BBL ketika berinteraksi verbal dengan mitra wicara yang berasal dari kasta lebih tinggi. Tanpa diduga-duga informan tersebut berujar, “Yen ngomong dini da ba menika-meniki. Anake dini nak sing bisa basa halus” (Kalau berbicara di sini tidak usah berbahasa halus. Orang di sini tidak bisa berbahasa halus). Menghadapi peristiwa tutur yang demikian, peneliti terkejut. Apalagi informan tersebut berusia sekitar 60 tahun dan lebih tua dari mitra wicaranya. Padahal, mitra wicara tersebut menggunakan BBH untuk menghormati orang yang lebih tua. Peristiwa tutur yang demikian sangat jarang ditemukan pada etnis Bali di daerah asal.

Seperti diketahui, penggunaan variasi bahasa Bali, baik bahasa Bali halus maupun lumrah, disesuaikan dengan konteks sosial. Konteks sosial yang dimaksud dapat berupa usia, pekerjaan, status, sistem kasta, topik pembicaraan, dan lain-lain. Penggunaan variasi bahasa tersebut berkaitan dengan istilah bilingualisme.

4.1 Hubungan antara Variasi Bahasa dan Bilingualisme

Agar menjadi lebih jelas, perlu juga diketahui hubungan antara variasi bahasa dan bilingualisme. Istilah bilingualisme (Inggris : bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Berdasarkan istilahnya secara harfiah, yang dimaksud bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Dari segi sosiolinguistik, bilingualisme diartikan sebagai

(3)

penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey,1960:12; Fishman,1975:73).

Bloomfield dalam bukunya yang berjudul Language (1933:56) menyatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Artinya, seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan B1 dan B2 dengan derajat yang sama baiknya. Konsep Bloomfield mengenai bilingualisme banyak dipertanyakan orang sebab (1) bagaimana mengukur kemampuan yang sama dari seseorang terhadap dua buah bahasa yang digunakannya, (2) mungkinkah ada seorang penutur yang dapat menggunakan B2-nya sama baiknya dengan B1-nya. Oleh karena itu, konsep Bloomfield tentang bilingualisme ini pun banyak dimodifikasi orang. Robert Lado (1964:214) menyatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan menggunakan bahasa oleh seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya. Apa yang dimaksudkan oleh Lado adalah penguasaan terhadap kedua bahasa itu tidak perlu sama baiknya, kurang pun boleh. Menurut Haugen (1961), “Tahu akan dua bahasa atau lebih berarti bilingual.” Selanjutnya, Haugen menambahkan bahwa seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja.

4.2 Masyarakat Bali dalam Situasi Kedwibahasaan atau Keanekabahasaan Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat digolongkan sebagai masyarakat dwibahasawan atau multibahasawan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa masyarakat Bali di Parigi, selain mengenal BB sebagai bahasa ibu, juga mengenal

(4)

BI sebagai bahasa kedua. Bahkan, selain mengenal BB dan BI, warga Bali di Parigi juga mengenal bahasa Kaili dan bahasa Jawa. Hal ini dapat dibuktikan dari seorang informan yang kebetulan menjabat sebagai kepala desa di Desa Mertasari, yaitu I Made Karyanto. Berdasarkan pengamatannya, warga Bali di Desa Mertasari, Kecamatan Parigi di samping menguasai BB juga menguasai BK dan BJ. Menurut I Made Karyanto, “Warga Bali di sini jika bertemu dengan warga Bali akan menggunakan bahasa Bali; jika bertemu dengan warga Kaili akan menggunakan bahasa Kaili; dan jika bertemu dengan warga Jawa akan menggunakan bahasa Jawa”. Terbukti dalam penelitian ini ditemukan tuturan berbahasa Kaili pada data 16 dan 29, berbahasa Bugis pada data 11, dan berbahasa Jawa pada data 12.

Hal tersebut diperkuat juga oleh seorang informan di Kantor Limas Parimo. Menurut informan tersebut, “Kebanyakan warga Bali yang lahir di sini sudah bisa berbahasa Kaili, sedangkan penguasaan bahasa Bali kebanyakan terbatas pada bahasa Bali lumrah, jarang warga Bali yang bisa menggunakan bahasa Bali halus.”

Berdasarkan pembicaraan para informan tersebut, dapat dikatakan bahwa warga Bali di Parigi termasuk masyarakat yang dwibahasawan atau multibahasawan. Sehubungan dengan situasi kebahasaan yang demikian, pada kesempatan ini tidak ada salahnya diuraikan secara singkat tentang fungsi BB dan BI yang dipergunakan oleh warga Bali di ketiga desa yang ada di Kecamatan Parigi dan Parigi Selatan.

(5)

4.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Bali

Merujuk pada pandangan Halim (1976:145), kedudukan bahasa daerah, termasuk bahasa Bali, berfungsi (1) sebagai alat komunikasi intradaerah, (2) sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, (3) sebagai lambang identitas daerah, dan (4) sebagai lambang kebanggaan daerah.

Sebagai alat komunikasi intradaerah, BB masih tetap menjalankan fungsinya, baik pada ranah pekerjaan, kekariban, agama, kesenian, maupun keluarga. Namun, penggunaan BB pada ranah-ranah tersebut ada juga yang dicampur dengan BI. Hal ini dapat dimaklumi sebab warga Bali di Parigi sudah lama hidup berbaur dengan etnis-etnis non-Bali, seperti suku Kaili, Bugis, Jawa, dan Manado.

Sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, BB belum menjalankan fungsinya secara maksimal sebab bahasa daerah yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah adalah BK sebagai bahasa lokal. Penggunaan BB biasanya disisipkan pada pelajaran agama di pura/pasraman oleh guru agama Hindu.

Sebagai lambang identitas daerah, BB masih eksis menjalankan fungsinya. Tidak jarang identitas seseorang dapat diketahui melalui bahasa yang digunakan. Demikian juga penggunaan BB di Parigi. Dengan mendengar BB yang diujarkan seseorang, akan diketahui bahwa orang bersangkutan adalah penutur Bali. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang sering didengar, “Bahasa menunjukkan bangsa.” Artinya, dengan melihat/mendengar bahasanya akan diketahui identitas seseorang.

(6)

Sebagai lambang kebanggaan daerah, BB masih tetap menjalankan fungsinya. Artinya, warga Bali di Parigi masih tetap menggunakan BB ketika berbicara dengan sesama etnis. Dengan perkataan lain, warga Bali di Parigi merasa bangga jika BB digunakan berbicara dengan sesama etnis Bali. Tentu rasa bangga warga Bali akan keberadaan BB akan mendorong kebertahanan BB di luar daerah asalnya.

4.4 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat penghubung antardaerah dan antarbudaya (Halim, 1976:145).

Sebagai lambang kebanggaan nasional, BI telah menjalankan fungsinya dengan baik. Artinya, setiap warga Indonesia takterkecuali warga Bali di Parigi merasa bangga memiliki BI sebagai bahasa nasional. Hal ini dapat dibuktikan adanya penggunaan BI di kantor-kantor pemerintahan, sekolah-sekolah, tata usaha, dan sebagainya.

Sebagai lambang identitas nasional, BI juga telah menjalankan fungsinya dengan baik. Dengan bahasa Indonesia itulah, warga Bali di Parigi menunjukkan kebangsaannya dan membedakannya dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu, unsur-unsur BI juga memiliki sifat-sifat khas yang tidak terdapat pada bangsa lain.

(7)

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa BI merupakan identitas bangsa Indonesia.

Sebagai alat pemersatu bangsa, BI telah membuktikan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat, khususnya guyub tutur masyarakat Bali di Parigi. Tidak sedikit penutur mengalihkan bahasanya dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia ketika komunikasi berlangsung. Hal itu tampak saat komunikasi terjadi antara etnis Bali dan etnis Kaili ataupun antara etnis Bali dan etnis Bugis.

Sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, BI juga telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Artinya, jika kebudayaan suatu daerah ingin dikenal oleh suku bangsa lain, BI dapat digunakan sebagai sarana komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, kebudayaan tiap-tiap daerah dapat diperkenalkan. Dengan perkataan lain, peranan BI tidak boleh diabaikan dalam menembus batas-batas kedaerahan. Apalagi dalam upaya memperkenalkan kebudayaan suku bangsa satu kepada suku bangsa yang lain. Artinya, jika kebudayaan Bali ingin dikenal oleh etnis Kaili atau etnis Bugis, BI dapat digunakan sebagai sarana komunikasi.

(8)

8

5.1 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Pekerjaan (Kelompok Usia Dewasa) Manusia sebagai makhluk individu dapat diartikan sebagai diri pribadi atau perorangan. Sebagai diri pribadi manusia perlu bekerja untuk makan dan untuk memenuhi kebutuhannya manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya di dalam masyarakat.

Dengan demikian, kehidupan manusia dalam masyarakat pada hakikatnya berperan dalam dua hal, yaitu manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia dituntut mampu bekerja sama, berinteraksi, dan saling berlomba melakukan perubahan untuk mencukupi kebutuhan sendiri.

Dalam kenyataannya manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri untuk mencukupi kebutuhan. Dia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan perkataan lain, setiap manusia cenderung untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dengan demikian, manusia selain berperan sebagai makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial.

Untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya diperlukan sarana bahasa. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, seperti halnya guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.

Masyarakat Bali di Parigi sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Selebihnya ada juga yang bekerja sebagai pedagang, buruh, peternak, pegawai negeri, nelayan, sopir, pengusaha, dan TNI/POLRI. Hal ini diperkuat oleh seorang informan yang sempat memberikan data sebagai berikut.

(9)

Data 1

“Kalau tentang mata pencaharian masyarakat kita di Parigi niki (ini) bervariasi. Jadi, ada yang petani sawah, petani kebun, nelayan, dan dagang. Saya melihat dari keseharian, masyarakat kita yang ada di Parigi ini, khusus untuk di pertanian itu yang lebih banyak mendominasi adalah teman-teman Bali dan teman-teman Bugis. Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman Bali dan Bugis tentang cara bercocok tanam atau mengerjakan lahan pertanian, kenten (begitu). Dengan ketekunannya teman-teman Bali merasakan bagaimana susahnya untuk mencari lahan pertanian. Ketika berada di Parigi dan melihat lahan begitu luas, semangat kerjanya luar biasa.”

Pekerjaan yang ditekuni oleh guyub tutur masyarakat Bali di Parigi berimplikasi terhadap penggunaan bahasa pada saat pekerjaan itu berlangsung. Penggunaan bahasa tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

5.1.1 Penggunaan bahasa antaretnis

Implikasi dari pekerjaan terhadap penggunaan bahasa yang dimaksudkan itu dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 5.1

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat (Kelompok Usia Dewasa)

No. Kegiatan BB BI BK BBg

1 Bahasa yang dipakai saat memetik

coklat jika ada penutur bahasa Kaili 8% 80% 12% - 2 Bahasa yang dipakai saat memetik

coklat jika ada penutur bahasa Bugis

3% 91% - 6%

3 Bahasa yang dipakai saat istirahat memetik coklat jika ada peserta berpenutur bahasa Kaili

7% 83% 10% -

4 Bahasa yang dipakai saat istirahat memetik coklat jika ada peserta berpenutur bahasa Bugis

5% 90% - 5%

Jika diperhatikan tabel 5.1, tampak adanya variasi penggunaan bahasa pada ranah pekerjaan, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penutur saat memetik coklat dan istirahat. Bahasa yang dipakai etnis Bali ketika bertemu

(10)

dengan etnis Kaili pada saat memetik coklat sebagian besar menggunakan BI, yaitu 80%, BB 8%, dan BK 12%. Demikian juga ketika istirahat kerja. Persentase pemakaian BI tetap mendominasi pemakaian BB dan BK.

Persentase pemakaian BI yang sangat dominan membuktikan bahwa BI telah menjalankan fungsinya sebagai bahasa nasional. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi BI dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, yaitu alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan suku bangsanya.

Selain menggunakan BK, etnis Bali di Parigi juga menggunakan BBg ketika berinteraksi dengan etnis Bugis. Hal ini dapat juga dilihat pada tabel 5.1. Pada tabel tersebut, tampak etnis Bali menggunakan BBg sebanyak 6%, BI 91%, dan BB 3% ketika sedang memetik coklat bersama dengan etnis Bugis. Demikian juga saat istirahat. Etnis Bali menggunakan BBg sebanyak 5%, BI 90%, dan BB 5%.

Penggunaan BK dan BBg saat memetik coklat ataupun beristirahat sangatlah wajar mengingat banyak juga etnis Bugis selain etnis Kaili berdomisili di Parigi. Jadi, warga Bali di Parigi sudah terbiasa menggunakan BK dan BBg. Hal ini diperkuat oleh pernyataan seorang informan, Ibu Ni Luh Masri (35 tahun), seorang pegawai negeri.

Data 2

“Tiang nak dini lahir. Jadi, tiang sing bisa basa Bali alus. Yen ketemu orang Bali dipakai basa Bali biasa (tidak alus), yen ketemu orang Kaili pakai basa Kaili, yen ketemu orang Bugis pakai basa Bugis, gitu.”

(11)

„Saya lahir di sini. Jadi, saya tidak bisa BBH. Kalau bertemu orang Bali dipakai bahasa Bali biasa (tidak halus). Kalau bertemu orang Kaili dipakai bahasa BK, kalau bertemu orang Bugis dipakai BBg, begitu.‟

Penggunaan bahasa Kaili, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Indonesia dapat juga ditemukan dalam interaksi verbal, seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Jual-Beli Hasil Pertanian

No. Kegiatan BB BI BK BBg

5 Bahasa yang dipakai dalam menjual hasil pertanian/perkebunan kepada pembeli berpenutur bahasa Kaili

3% 85% 12% -

6 Bahasa yang dipakai dalam menjual hasil pertanian/perkebunan kepada pembeli yang berpenutur bahasa Bugis

3% 91% - 6%

Tabel 5.2 menggambarkan bahwa pemakaian bahasa bervariasi ketika etnis Bali berkomunikasi dengan etnis non-Bali. Ketika interaksi jual-beli berlangsung, etnis Bali sebagian besar menggunakan BI, yaitu sebanyak 85%, penggunaan BB sebanyak 3%, dan penggunaan BK sebanyak 12%.

Penggunaan bahasa yang bervariasi tersebut sangatlah wajar mengingat etnis Bali di Parigi tergolong masyarakat dwibahasawan/multibahasawan. Artinya, masyarakat Bali di Parigi selain menguasai bahasa Bali, juga menguasai bahasa Kaili, Bugis, dan Indonesia.

Selanjutnya, diuraikan penggunaan bahasa etnis Bali ketika berinteraksi verbal dengan penyuluh pertanian/perkebunan. Seperti diketahui, penyuluh pertanian/perkebunan sangat memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan tarap kehidupan para petani di Parigi, seperti bersawah dan

(12)

berkebun coklat. Bagaimanakah pemakaian bahasa etnis Bali ketika berinteraksi verbal dengan etnis lain perhatikan tabel di bawah ini.

Tabel 5.3

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Penyuluhan Pertanian/Perkebunan Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg

7 Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penyuluh pertanian/perkebunan yang berpenutur bahasa Kaili

3% 91% 6% -

8 Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penyuluh pertanian/perkebunan yang berpenutur bahasa Bugis

3% 97% - -

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa etnis Bali ketika berinteraksi verbal dengan penyuluh pertanian/perkebunan didominasi oleh penggunaan BI sebanyak 91%, sedangkan pemakaian BB dan BK masing-masing sebanyak 3% dan 6%. Demikian juga pada pertanyaan 8, pemakaian BI tetap dominan ketika etnis Bali berinteraksi verbal dengan etnis non-Bali, yaitu 97%, dan pemakaian BB sebanyak 3%.

Pemakaian bahasa Indonesia oleh sebagian besar etnis Bali ketika berbicara dengan penyuluh perkebunan sangatlah wajar mengingat interaksi terjadi antaretnis. Selain itu, memang situasi menghendaki demikian. Maksudnya, penyuluhan pertanian/perkebunan yang dilakukan oleh petugas terhadap para petani memang dalam situasi formal. Dalam situasi formal, pada umumnya dipergunakan bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Apalagi peserta penyuluhan diikuti oleh beragam etnis. Hal ini tentu sangat memungkinkan dipergunakannya bahasa Indonesia.

(13)

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah pekerjaan dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

4,9% 2% 4% 89,1% BB BI BK BBg Diagram 5.1

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Pekerjaan

5.1.2 Penggunaan bahasa intraetnis

Penggunaan bahasa sesama etnis Bali berbeda dengan penggunaan bahasa antaretnis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: (1) Masyarakat Bali cenderung mempertahankan identitas dirinya sebagai warga Bali. Oleh karena itu, mereka menggunakan BB ketika interaksi verbal berlangsung; (2) Masyarakat Bali merasa bangga menggunakan BB ketika bertemu dengan sesama warga Bali. Hal ini secara tidak langsung memupuk rasa solidaritas yang tinggi; (3) Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, bahasa daerah perlu dijaga kelestariannya. Oleh karena itu, warga Bali merasa wajib menggunakan BB ketika bertemu dengan sesama etnis Bali; dan (4) Bahasa Bali merupakan bagian kebudayaan Bali. Oleh karena itu, BB perlu dipelihara sebaik-baiknya. Hal ini sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan yang terdiri atas: (1) agama, (2) ilmu

(14)

pengetahuan, (3) teknologi, (4) ekonomi, (5) organisasi sosial, (6) bahasa, dan (7) kesenian.

Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan menunjukkan bahwa setiap masyarakat hendaknya berkewajiban mendukung suatu kebudayaan yang memiliki simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan suatu maksud kepada seseorang atau khalayak untuk dipahami dan dilaksanakan.

Bahasa Bali sebagai salah satu unsur kebudayaan dipergunakan juga dalam ranah pekerjaan, seperti tampak pada tabel berikut.

Tabel 5.4

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

9 Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penutur bahasa Bali saat memetik coklat

88% - - - 12%

10 Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penutur bahasa Bali saat beristirahat memetik coklat

88% - - - 12%

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa etnis Bali di Parigi sangat setia dan mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap pemakaian BB, yaitu sebanyak 88%. Hanya 12% responden menggunakan BI di samping BB. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Bali di Parigi masih bertahan penguasaan bahasa Balinya meskipun sudah lama meninggalkan daerah asalnya, yaitu Bali. Dengan perkataan lain, waga Bali di Parigi, Sulawesi Tengah, masih mempertahankan penggunaan BB sebagai salah satu unsur kebudayaan Bali.

(15)

Pemakaian bahasa berikutnya sehubungan dengan ranah pekerjaan dapat dilihat pada uraian berikut.

Tabel 5.5

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Interaksi Jual-Beli Hasil Pertanian/ Perkebunan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

11 Bahasa yang dipakai saat menjual hasil pertanian/ perkebunan kepada pembeli yang berpenutur bahasa Bali.

88% - - - 12%

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pemakaian BB tetap memiliki penutur yang lebih dominan dibandingkan dengan penutur BI. Terbukti 88% penutur sesama etnis Bali menggunakan BB ketika menjual hasil pertanian/perkebunannya. Hanya 12% penutur sesama etnis Bali menggunakan BI selain BB ketika interaksi jual-beli berlangsung.

Tabel 5.6

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

12 Bahasa yang dipakai saat Saudara sedang bekerja kemudian disapa oleh kenalan Saudara yang berpenutur bahasa Kaili.

3% 88% 9% - -

13 Bahasa yang dipakai saat Saudara sedang bekerja kemudian disapa oleh kenalan Saudara yang berpenutur bahasa Bugis.

3% 94% - 3% -

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai saat responden sedang bekerja kemudian disapa oleh kenalannya yang berpenutur BK adalah BI, yaitu sebanyak 88%. Pemakaian bahasa yang dominan ini sangat beralasan sebab mitra

(16)

wicara berasal dari etnis lain, yaitu etnis Kaili. Walaupun demikian, ada juga warga Bali menggunakan BB sebanyak 3% dan BK sebanyak 9%.

Demikian juga pertanyaan 13. Di sini responden sebagian besar menjawab dengan menggunakan BI ketika berinteraksi dengan etnis Bugis. Perbedaannya tampak dengan jelas. Sebanyak 94% responden memilih menggunakan BI, sebanyak 3% responden memilih menggunakan BB, dan sebanyak 3% responden memilih menggunakan BBg ketika berinteraksi dengan etnis Bugis. Hal ini sesuai dengan fungsi BI yang menyatakan bahwa BI berfungsi sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.

Tabel 5.7

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

14 Bahasa yang dipakai saat Saudara sedang bekerja kemudian disapa oleh kenalan yang berpenutur bahasa Bali

88% - - - 12%

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa pemakaian bahasa Bali tetap dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa Indonesia. Sebagian besar warga Bali menggunakan BB ketika disapa oleh kenalan yang berpenutur BB. Dalam hal ini, BB 88% digunakan oleh warga Bali dan hanya 12% warga Bali menggunakan BI. Warga Bali cenderung menggunakan BB agar tidak dianggap sombong jika menggunakan bahasa selain BB. Kadang-kadang ada juga budaya sombong ditunjukkan warga masyarakat dengan tidak menggunakan BB ketika berinteraksi sosial dengan sesama etnis Bali. Namun, berdasarkan data pada tabel 5.7, budaya tersebut tidak tampak. Terbukti bahwa pemakaian BB selalu lebih dominan dipergunakan oleh warga Bali ketika berinteraksi sosial dengan sesama etnis.

(17)

Tabel 5.8

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika Penyuluhan Pertanian/Perkebunan Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

15 Bahasa yang dipakai jika berbicara kepada penyuluh pertanian/perkebunan yang berpenutur bahasa Bali

41% 50% - - 9%

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa pemakaian bahasa Indonesia lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa Bali dan bahasa Bali/bahasa Indonesia. Dari segi persentase ditemukan sebanyak 41% penggunaan BB, 50% penggunaan BI, dan 9% penggunaan bahasa campur antara BB dan BI.

Dominannya penggunaan bahasa Indonesia sangatlah wajar mengingat situasinya formal/resmi. Selain itu, topik yang dibicarakan juga bersifat teknis. Jadi, dipandang perlu pada situasi yang demikian dipergunakan BI. Apalagi dalam pembicaraan tersebut banyak muncul istilah pertanian, seperti pupuk, rabuk, hama, dan produksi.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah pekerjaan dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

11,4% 78,6% 10% BB BB/BI BI Diagram 5.2

(18)

5.2 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kekariban

Dalam kehidupan bermasyarakat, seperti halnya di Parigi, tiap-tiap individu memiliki peranan masing-masing. Ada individu yang berperan sebagai orang tua, adik, kakak, sahabat, dan sebagainya. Tiap-tiap peranan yang dimiliki oleh individu sangat berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan. Individu yang berperan sebagai ayah akan memiliki bahasa yang berbeda dengan individu yang berperan sebagai anak. Individu yang berperan sebagai kakak akan memiliki bahasa yang berbeda dengan individu yang berperan sebagai adik. Individu yang berperan sebagai guru tentu akan memiliki bahasa yang berbeda jika dibandingkan dengan individu yang berperan sebagai siswa. Demikian juga individu yang berperan sebagai teman karib akan memiliki bahasa yang berbeda dengan individu yang berperan sebagai atasan. Konkretnya dapat dilihat pada uraian berikut.

Tabel 5.9

Penggunaan Bahasa Antaretnis dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

16 Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Kaili

3% 85% 12% - -

17 Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Bugis

3% 91% - 6% -

Tabel 5.9 menunjukkan adanya pemakaian bahasa Indonesia, bahasa Bali, bahasa Kaili, dan bahasa Bugis oleh etnis Bali ketika berinteraksi sosial dengan etnis lain, khususnya etnis Kaili dan etnis Bugis. Secara lengkap dapat digambarkan bahwa etnis Bali menggunakan BI sebanyak 85%, BB sebanyak 3%,

(19)

dan BK sebanyak 12% ketika berinteraksi dengan etnis Kaili melalui surat-surat pribadi. Pemakaian BI tetap mendominasi peristiwa tutur tersebut. Kemudian disusul pemakaian BK, dan pemakaian BB. Penggunaan BI lebih dominan pada peristiwa tutur tersebut wajar sebab etnis Bali berinteraksi dengan etnis lain, yaitu etnis Kaili.

Demikian juga penggunaan bahasa dalam surat-surat pribadi etnis Bali terhadap etnis Bugis. Penggunaan BI juga mendominasi peristiwa tutur tersebut. Etnis Bali sebanyak 91% menggunakan BI ketika berinteraksi dengan etnis Bugis dalam surat-surat pribadi. Kemudian disusul oleh penggunaan BBg sebanyak 6% dan penggunaan BB sebanyak 3%.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

Tabel 5.10

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

18 Anda berbicara dengan teman memakai bahasa Bali. Kemudian datang teman lain yang berpenutur bahasa Kaili/Bugis. Anda (a) tetap menggunakan bahasa Bali, (b) beralih ke bahasa Kaili/Bugis, dan (c) beralih ke bahasa Indonesia

3% 97% - - -

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa warga Bali pada awalnya menggunakan bahasa Bali ketika berbicara dengan sesama etnis, tiba-tiba beralih ke bahasa Indonesia setelah datang temannya yang berpenutur non-Bali. Hal ini sengaja dilakukan oleh etnis Bali untuk menghormati datangnya penutur lain yang tidak

(20)

dapat berbahasa Bali. Pengalihan kode tersebut sengaja dilakukan oleh etnis Bali karena hadirnya orang ketiga. Dengan demikian, alih kode tersebut dapat dikatakan memiliki fungsi sosial. Alangkah tidak etisnya warga Bali tetap menggunakan bahasa Bali meskipun datang orang ketiga yang tidak paham berbahasa Bali. Dalam kenyataannya jawaban responden ada juga yang tetap menggunakan BB meskipun datang orang ketiga. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan responden berbahasa Indonesia dan dapat juga disebabkan oleh kesetiaannya yang terlalu tinggi terhadap BB. Oleh karena itu, responden tersebut tetap menggunakan BB meskipun datang orang ketiga yang berasal dari etnis lain. Namun, fenomena bahasa yang demikian hanya sebagian kecil karena yang menggunakan BB hanya sebanyak 3%. Selebihnya, sebanyak 97% responden beralih ke BI dari BB.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah kekariban dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

91% 3% 2% 4% BB BI BK BBg Diagram 5.3

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Kekariban

Selanjutnya, penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam surat-menyurat, perhatikan tabel di bawah ini.

(21)

Tabel 5.11

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

19 Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Bali

62% 18% - - 20%

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Bali lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa campur BB/BI. Secara lengkap jumlah persentase pemakaian BB sebanyak 62%, pemakaian BI sebanyak 18%, dan pemakaian bahasa campur BB/BI sebanyak 20%. Dominannya penggunaan BB, seperti tampak pada tabel 5.11 disebabkan oleh faktor loyalitas yang tinggi warga Bali terhadap keberadaan BB. Selain itu, warga Bali ingin menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama etnis Bali. Apalagi mereka menganggap BB sebagai salah satu cara untuk mengakrabkan mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

Penggunaan bahasa pada ranah kekariban dapat juga dilihat pada percakapan dua orang kerabat sebagai berikut.

Data 3

Latar : Teras rumah Topik : Pertemuan warga

Partisipan : Dua orang sahabat berusia sebaya

(O1) : (1) Abaang be bakar nyang dasa ukud, bayah ditu! „Bawakan ikan bakar sepuluh ekor saja, bayar di situ!‟ (O2) : (2) Bayah ditu keto?

„Bayar di situ begitu?‟

: (3) Ane ngadaang pertemuanne nake mayah.

„Yang mengadakan pertemuannya seharusnya membayar.‟ (O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

(22)

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟ (O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟ : (7) Cuma anu saja. : (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟ (O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu. „Ada bos baru dari Palu?‟ : (11) Kalau memang anu. „Kalau memang begitu.‟ : (12) Apang iraga pituru kenal. „Supaya kita saling kenal.‟ (O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju.‟

Jika diperhatikan secara cermat peristiwa tutur pada data 3, tampak sekali terjadi fenomena campur kode yang dilakukan oleh partisipan. Kebetulan situasinya memang informal. Artinya, peristiwa tutur tersebut terjadi di sebuah rumah dan sangat memungkinkan terjadinya fenomena campur kode. Apalagi partisipan merupakan dua sahabat yang sangat akrab. Hal ini dapat dilihat dari bahasa yang digunakan partisipan.

Pada awalnya O1 menggunakan BBL yang disisipi oleh unsur-unsur bahasa Indonesia, seperti tampak pada K1, Abaang be bakar nyang dasa ukud, bayah ditu! „Bawakan ikan bakar sepuluh ekor, bayar di situ!‟ Unsur /bakar/ sebagai kosakata bahasa Indonesia digunakan oleh O1 ketika berbahasa Bali. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa O1 sudah melakukan campur kode ketika menggunakan BB. Artinya, seorang penutur yang dalam berbahasa Bali menyelipkan serpihan-serpihan bahasa Indonesia dapat dikatakan telah melakukan campur kode.

(23)

Fenomena campur kode pada data 3 dapat juga ditemukan pada tuturan O2, khususnya K3, Ane ngadaang pertemuanne nake mayah „Yang mengadakan pertemuan seharusnya membayar.‟ Unsur /pertemuanne/ „pertemuannya‟ pada hakikatnya merupakan campuran antara unsur {temu}, {per-an}, dan {-ne}. Artinya, bentuk asal {temu} dan konfiks {per-an} dalam BI bercampur dengan klitik {ne} dalam bahasa Bali. Bentuk {ne} dalam BB berpadanan dengan bentuk {-nya} dalam BI. Oleh karena itu, O2 pada K3 dapat dikatakan telah menyisipkan serpihan-serpihan BI ke dalam pemakaian BB sehingga mengakibatkan terjadinya fenomena campur kode.

Berdasarkan pilihan kata yang digunakan, baik oleh O1 maupun O2, pada data 3 tampak sekali kedua penutur tersebut merupakan teman akrab. Banyak kosakata yang dipilih tidak lengkap unsurnya, seperti kata /sing/ pada K6 yang merupakan singkatan kata /tusing/ „tidak‟. Demikian juga kata /engken/. Kata tersebut merupakan singkatan dari kata /ngengken/ „mengapa‟. Kata /ne/ juga merupakan singkatan dari kata /ene/ „ini‟ pada K5.

Pemakaian bahasa pada ranah kekariban tidak menutup kemungkinan terjadinya fenomena alih kode selain campur kode. Baik fenomena campur kode maupun alih kode, pada umumnya terjadi pada situasi informal. Artinya, pada situasi formal jarang terjadi fenomena alih kode dan campur kode.

Fenomena alih kode dapat juga ditemukan pada data 3. Fenomena tersebut dilakukan oleh dua penutur BB yang merupakan sehabat karib. Pada awalnya O1 menggunakan bahasa Bali campur (BBC) pada K1, K4, K8, K12. Namun, begitu pembicaraan sampai pada K10, O1 beralih kode ke BI, Ada bos baru ini dari Palu.

(24)

Peralihan kode yang dilakukan oleh O1 disebabkan oleh keinginan untuk memperjelas tuturan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena mitra wicara sebelumnya tidak paham permintaan O1. Terbukti dari tuturan O2 yang kurang paham terhadap tuturan O1, seperti tampak pada beberapa kalimat tanya yang diajukan. Misalnya, K2, Bayah ditu keto? „Bayar di situ begitu?‟ Kemudian, K5, Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟ dan Nyen ento? „Siapa itu?‟ Namun, begitu O1 beralih kode dari BB ke BI pada K10 barulah O2 paham tuturan O1. Terbukti dari respons yang dilakukan O2 pada K13, Sip, Sip, oke! „Ya, ya saya setuju!‟

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kekariban dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

18% 62% 20% BB BI BB/BI Diagram 5.4

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kekariban

5.3 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Agama

Agama merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam tujuh komponen kebudayaan. Komponen pokok yang terdapat dalam setiap agama meliputi umat beragama, sistem keyakinan, sistem peribadatan, dan emosional keagamaan.

(25)

Masyarakat Parigi selain memeluk agama Hindu, ada juga umat yang memeluk agama Kristen, Katolik, Islam, dan Budha. Bahkan, salah satu desa yang ada di Parigi Selatan, yaitu Desa Sumbersari, yang merupakan lokasi penelitian, jumlah penduduk yang beragama Hindu sebanyak 85 orang, Islam 1042 orang, Kristen 990 orang, dan Katolik 9 orang. Kehidupan masyarakat di Parigi, meskipun dihuni oleh umat yang berbeda-beda agama, kehidupan mereka sangat rukun dan damai.

Bagaimana sebenarnya kehidupan antarumat beragama di Parigi berikut dapat dikemukakan pendapat seorang informan yang kebetulan berprofesi sebagai guru SMP Negeri 1 Parigi, yaitu Bapak Nyoman Sukawan.

Data 4

“… ya selama tiang idup di Sulawesi atau Parigi selamane sing ada terjadi bentrokanlah antarsuku. Selalu damailah. Ya, dini biasane amen ada kegiatan kerja bakti di jalan, di balai desa biasane gotong royong makejang keluar megae, baik nak Bali, Bugis, Kaili, makejang gotong royong kerja bakti.”

„… ya selama saya hidup di Sulawesi atau Parigi selama itu tidak ada terjadi bentrokan antarsuku. Selalu damai. Ya di sini biasanya kalau ada kegiatan kerja bakti di jalan, di balai desa biasanya gotong royong semua keluar bekerja, baik orang Bali, Bugis, Kaili, semua gotong royong kerja bakti.‟

Data 4 menunjukkan bahwa hubungan antarumat beragama di Parigi sangat baik. Terbukti adanya kerja bakti atau gotong royong yang dilakukan secara bersama-sama oleh umat yang berasal dari berbagai suku.

Dengan terjadinya rasa solidaritas antarumat beragama yang begitu tinggi tentu membawa efek positif terhadap bahasa yang digunakan dalam berinteraksi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(26)

Tabel 5.12

Penggunaan Bahasa dengan Etnis Kaili dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

20 Bahasa yang dipakai jika bertanya kepada umat yang berpenutur bahasa Kaili

3% 91% 6% - -

21 Bahasa yang dipakai jika memberi ceramah kepada umat yang berpenutur bahasa Kaili

3% 91% 6% - -

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa etnis Bali ketika bertanya kepada umat yang berpenutur BK lebih banyak menggunakan BI, yaitu 91%. Dominannya pemakaian BI dalam peristiwa tutur tersebut sangatlah wajar sebab penutur lebih menguasai BI dibandingkan dengan BK. Pada hakikatnya memang BI yang dipelajari terlebih dahulu oleh penutur setelah menguasai bahasa pertama, yaitu BB.

Demikian juga pertanyaan 21. Ketika memberikan ceramah keagamaan kepada etnis Kaili, penutur lebih banyak menggunakan BI dibandingkan dengan BK dan BB. Secara lengkap jumlah persentase pemakaian bahasa tersebut adalah BI sebanyak 91%, BK sebanyak 6%, dan BB sebanyak 3%. Alasan penutur menggunakan BI jelas sesuai dengan fungsi BI sebagai bahasa nasional, yaitu sebagai alat penghubung antarsuku, antarbudaya, dan antardaerah.

Penggunaan bahasa dengan etnis Bugis dalam kegiatan keagamaan dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

(27)

Tabel 5.13

Penggunaan Bahasa dengan Etnis Bugis dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

22 Bahasa yang dipakai jika bertanya kepada umat yang berpenutur bahasa Bugis

3% 94% - 3% -

23 Bahasa yang dipakai dalam memberikan ceramah keagamaan kepada umat yang berpenutur bahasa Bugis

3% 97% - - -

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa penutur, ketika bertanya kepada umat yang berpenutur BBg, sebagian besar ia menggunakan BI, yaitu sebanyak 94%. Hanya 3% responden menjawab dengan menggunakan BB dan sebanyak 3% pula responden menjawab dengan menggunakan BBg. Hal ini membuktikan bahwa BI sebagai bahasa nasional sangat berperan ketika interaksi ditujukan kepada etnis lain.

Demikian juga pertanyaan 23. Pemakaian bahasa Indonesia tetap lebih dominan jika dibandingkan dengan pemakaian bahasa Bali. Dominannya pemakaian BI tentu disebabkan mitra wicara yang berasal dari etnis lain, yaitu etnis Bugis.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah agama dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

(28)

93,25% 3% 0,75% 3% BB BI BK BBg Diagram 5.5

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Agama

Selanjutnya, penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam kegiatan keagamaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.14

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI BS

24 Bahasa yang dipakai penceramah agama Hindu jika berbicara dengan umat yang berpenutur bahasa Bali

3% 41% - - 56% -

25 Bahasa yang dipakai bila

melakukan Trisandhya - - - 100%

26 Bahasa yang dipakai saat Darma Wacana di pura

- 62% - - 38% -

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai penceramah agama Hindu ketika berinteraksi dengan sesama etnis Bali lebih dominan BB yang dicampur dengan BI, yaitu sebanyak 56%. Penggunaan BB sebanyak 3% dan penggunaan BI sebanyak 41%. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian BB tetap dipertahankan dalam peristiwa tutur meskipun kadang-kadang diselingi dengan pemakaian BI. Pemakaian BB yang hanya 3% membuktikan bahwa etnis Bali di Parigi sudah tergolong masyarakat yang dwibahasawan. Artinya, etnis Bali ketika

(29)

berinteraksi sudah terpengaruh oleh pemakaian BI sebagai bahasa nasional. Peristiwa ini diperkuat lagi dengan pemakaian BI sebanyak 41%. Artinya, selain BB, etnis Bali di Parigi juga telah menguasai BI sebagai sarana komunikasi sesama etnis.

Bahasa yang dipakai saat melakukan Trisandhya sebanyak 100% responden menjawab bahasa Sanskerta. Apa yang terlihat di Parigi sama halnya dengan penutur Bali di daerah asal, yaitu selalu menggunakan bahasa Sanskerta ketika melakukan Trisandhya. Artinya, budaya di daerah asal terbawa juga ke daerah Parigi yang berada di luar Bali.

Khusus mengenai penggunaan bahasa oleh pendarma wacana di pura-pura ternyata tabel 5.14 menunjukkan adanya pemakaian BI lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya, yaitu sebanyak 62%. Penggunaan BI oleh pendarma wacana tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh umat yang beragama Hindu tidak semua dari etnis Bali. Ada juga umat Hindu yang berasal dari etnis Kaili dan etnis Bugis. Untuk menghormati umat yang beraneka ragam etnis itulah dipergunakan BI ketika darma wacana berlangsung. Meskipun demikian, ada juga pendarma wacana menggunakan BB dan BI secara silih berganti. Namun, jumlah persentasenya di bawah pemakaian BI, yaitu sebanyak 38%. Artinya, pemakaian BB sama sekali tidak ditinggalkan oleh pendarma wacana ketika interaksi verbal berlangsung.

Penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam kegiatan keagamaan lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(30)

Tabel 5.15

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Kegiatan Keagamaan Lainnya

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

27 Bahasa yang dipakai bila mengumumkan berita keagamaan kepada umat yang berpenutur bahasa Bali

- 21% - - 79%

28 Bahasa yang dipakai bila berurusan dengan pengurus pura yang berpenutur bahasa Bali

21% 29% - - 50%

29 Bahasa yang dipakai penceramah agama Hindu kepada umat yang berpenutur bahasa Bali dan umat yang berpenutur bahasa non-Bali

- 65% - - 35%

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai jika mengumumkan berita keagamaan kepada penutur BB adalah BI sebanyak 21% dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 79%. Dengan melihat perbandingan pemakaian bahasa tersebut, dapat dikatakan bahwa pemakaian BB yang dicampur dengan BI menempati posisi lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian BI. Artinya, etnis Bali di Parigi tetap mempertahankan bahasa ibunya sebagai sarana interaksi sosial di masyarakat.

Demikian juga pertanyaan 28. Bahasa yang dipakai jika berurusan dengan pengurus pura yang berpenutur BB adalah BI sebanyak 29% dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 50%. Jika dibandingkan dengan pemakaian BB, ternyata pemakaian BI lebih dominan, yaitu sebanyak 29%, sedangkan pemakaian BB hanya 21%. Kurangnya pemakaian BB disebabkan oleh penutur yang menganggap pemakaian BI lebih demokratis. Maksudnya, ada beberapa penutur etnis Bali kurang menguasai tingkatan-tingkatan BB yang dikenal dengan istilah

(31)

“sor-singgih basa.” Oleh karena itu, dipilih BI yang justru tidak mengenal tingkatan-tingkatan bahasa.

Khusus pertanyaan 29, tampak pemakaian bahasa Indonesia mendominasi pemakaian BB yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Secara lengkap pemakaian BI sebanyak 65%, sedangkan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 35%. Dominannya pemakaian BI oleh penceramah agama Hindu terhadap penutur BB dan non-Bali sangat wajar sebab tidak semua peserta ceramah dapat berbahasa Bali. Peserta ceramah beraneka ragam etnis, yaitu Bali, Kaili, Bugis, dan Jawa. Oleh karena itu, pemakaian BI dianggap lebih tepat dijadikan sarana interaksi sosial.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah agama dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

36,3% 4% 16,7% 43% BB BI BB/BI BS Diagram 5.6

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Agama

5.4 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kesenian

Kesenian merupakan salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan yang ada. Kesenian pada dasarnya dimiliki oleh setiap masyarakat untuk

(32)

mengungkapkan rasa seni berupa simbol-simbol pernyataan rasa senang dan susah (suka duka). Kesenian biasanya diperuntukkan bagi umum ataupun diri sendiri dengan mengambil berbagai bentuk, seperti ukiran, gambar, teater, pentas, dan gerak/tari.

Masyarakat Bali di Parigi pun tidak lepas dari unsur kesenian tersebut. Bahkan, seni magamel, seni tari bukan saja datang dari warga Bali yang memang menekuni rasa seni tersebut, melainkan dapat juga diperoleh melalui kaset, CD yang banyak beredar untuk melengkapi kesenian Bali di Parigi. Ketika upacara-upacara keagamaan diadakan, seperti upacara-upacara potong gigi, ngaben selalu dibarengi dengan diputarnya kaset yang berupa seni tetabuhan. Bahkan, akhir-akhir ini setiap bulan Purnama-Tilem selalu diikuti dengan gamelan ketika umat memedek di Pura. Suasana yang demikian membuat umat seolah-olah berada di Bali.

Sehubungan dengan maraknya seni tari, tetabuhan, dan sebagainya tentu berdampak juga terhadap pilihan bahasa yang digunakan oleh warga Bali di Parigi. Sehubungan dengan itu, berikut diuraikan tentang penggunaan bahasa dalam ranah kesenian.

Tabel 5.16

Penggunaan Bahasa ketika Etnis Bali Latihan Seni

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

30 Bahasa yang dipakai dalam

latihan menari 67% 15% - - 18%

31 Bahasa yang dipakai dalam latihan matembang

97% - - - 3%

32 Bahasa yang dipakai dalam latihan magamel

94% - - - 6%

Tabel 5.16 menunjukkan bahwa pemakaian BB dalam latihan menari, latihan matembang, dan latihan magamel lebih dominan dibandingkan dengan

(33)

pemakaian bahasa lainnya. Pemakaian BB dalam latihan menari sebanyak 67%, pemakaian BI sebanyak 15%, dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 18%. Pemakaian BB dalam latihan matembang sebanyak 97% dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 3%. Kemudian pemakaian BB dalam latihan magamel sebanyak 94% dan pemakaian BI yang dicampur dengan BI sebanyak 6%.

Berdasarkan perbandingan frekuensi pemakaian bahasa pada tabel 5.16, dapat disimpulkan bahwa pemakaian BB lebih dominan dipergunakan oleh warga Bali di Parigi dalam latihan menari, matembang, dan magamel. Hal ini membuktikan bahwa warga Bali di Parigi masih memiliki loyalitas yang tinggi terhadap pemakaian BB di bidang kesenian.

Penggunaan bahasa ketika pentas seni dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.17

Penggunaan Bahasa ketika Pentas Seni

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

33 Bahasa yang dipakai dalam

pentas tari 88% - - - 12%

34 Bahasa yang dipakai dalam pentas matembang

88% - - - 12%

35 Bahasa yang dipakai dalam pentas magamel

88% - - - 12%

Tabel 5.17 menunjukkan bahwa pemakaian BB tetap dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Secara lengkap bahasa yang dipergunakan dalam pentas tari sebanyak 88%, pentas matembang sebanyak 88%, dan pentas magamel juga sebanyak 88%. Sementara itu, pemakaian BB yang dicampur BI masing-masing sebanyak 12%. Berdasarkan perbandingan

(34)

pemakaian bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemakaian BB tetap menunjukkan identitasnya sebagai bahasa ibu bagi sebagian besar warga Bali di Parigi.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kesenian dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

10,5% 87% 2,5% BB BI BB/BI Diagram 5.7

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kesenian

5.5 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Keluarga

Bahasa dipergunakan oleh seseorang sangat tergantung pada peran yang dimilikinya. Misalnya, pemakaian bahasa dalam keluarga cenderung melihat peran yang diemban oleh tiap-tiap individu dalam keluarga yang bersangkutan. Peran seorang anak tentu memiliki pilihan-pilihan bahasa jika berbicara dengan ayah atau kakak. Demikian juga jika seseorang yang berperan sebagai ayah tentu memiliki banyak pilihan bahasa yang digunakan ketika berbicara dengan ibu/anak.

Untuk mengetahui sejauh mana pilihan bahasa itu dilakukan oleh penutur, perhatikan tabel berikut.

(35)

Tabel 5.18

Penggunaan Bahasa dalam Kehidupan Sehari-hari di Rumah

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

36 Bahasa yang dipakai di rumah bila berbicara dengan istri tentang hal-hal biasa

80% 10% - - 10%

37 Bahasa yang dipakai di rumah bila berbicara dengan suami tentang hal-hal yang biasa

70% 15% - - 15%

38 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan bapak di rumah

85% 15% - - -

39 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan ibu di rumah

79% 15% - - 6%

Tabel 5.18 menunjukkan bahwa pemakaian BB dalam kehidupan sehari-hari di rumah sangat dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Secara lengkap bahasa yang dipakai bila berbicara dengan istri di rumah adalah BB sebanyak 80%, BI sebanyak 10%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 10%. Dalam hal ini, suami dalam berinteraksi verbal dengan istri di rumah sebagian besar menggunakan BB dibandingkan dengan BI dan BB yang dicampur dengan BI. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suami memiliki loyalitas yang tinggi terhadap keberadaan BB.

Demikian juga pertanyaan 37, bahasa yang dipakai oleh istri terhadap suami sebagian besar BB, yaitu sebanyak 70%. Selebihnya, pemakaian BI sebanyak 15% dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 15%. Dengan melihat perbandingan angka frekuensi pemakaian bahasa tersebut, tampak pemakaian BB oleh istri mendominasi pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI.

(36)

Pemakaian bahasa pada pertanyaan 38 pun demikian. Pemakaian BB tetap lebih dominan jika dibandingkan dengan pemakaian BI. Secara lengkap bahasa yang dipakai oleh anak bila berbicara dengan bapak di rumah adalah BB sebanyak 85%, sedangkan pemakaian BI hanya mencapai 15%. Dengan melihat perbandingan pemakaian BB dan BI tersebut berarti bahwa keberadaan BB sebagai sarana komunikasi di Parigi tetap eksis walaupun warga Bali di Parigi telah lama meninggalkan daerah asal bahasa tersebut.

Bahasa yang dipergunakan oleh anak terhadap ibu meliputi tiga bahasa, yaitu BB, BI, dan campuran antara BB dan BI. Namun, dilihat dari frekuensi pemakaiannya, pemakaian BB tetap mendominasi pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI. Secara lengkap bahasa yang dipakai oleh anak terhadap ibu di rumah adalah BB sebanyak 79%, BI sebanyak 15%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 6%. Berdasarkan perbandingan frekuensi pemakaian bahasa tersebut dapat dikatakan bahwa bahasa yang dipakai oleh anak terhadap ibunya tetap bertahan, yakni BB.

Penggunaan bahasa kepada bapak berdasarkan topik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.19

Penggunaan Bahasa kepada Bapak Berdasarkan Topik

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

40 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan bapak saat membicarakan topik agama di rumah

85% 12% - - 3%

41 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan bapak saat membicarakan topik pendidikan di rumah

(37)

42 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan bapak saat membicarakan topik kesehatan di rumah

79% 12% - - 9%

43 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan bapak saat membicarakan topik sehari-hari di rumah

79% 12% - - 9%

Tabel 5.19 menunjukkan bahwa pemakaian BB tetap dominan dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan BB di Parigi tetap terpelihara dengan baik oleh pemakainya. Secara lengkap pemakaian bahasa, seperti tampak pada tabel 5.19 sangat bervariasi. Pada pertanyaan 40, tentang pemakaian bahasa oleh seorang anak terhadap bapaknya, ternyata pemakaian BB sebanyak 85%, pemakaian BI sebanyak 12%, dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 3%.

Pertanyaan 41 juga memperlihatkan pemakaian bahasa yang bervariasi. Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan bapak saat membicarakan topik pendidikan sebagian besar adalah BB, yaitu sebanyak 56% disusul pemakaian BI sebanyak 29%, dan pemakaian BB dicampur dengan BI sebanyak 15%. Artinya, pemakaian BB tetap lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya.

Pertanyaan 42 juga menunjukkan pemakaian BB lebih dominan daripada pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI. Hal ini terbukti dari frekuensi responden yang memberikan jawaban pemakaian BB sebanyak 79%, BI sebanyak 12%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 9% ketika berbicara dengan bapak saat membicarakan topik kesehatan.

(38)

Pemakaian BB yang dominan juga ditemukan ketika anak berbicara dengan bapaknya saat membicarakan topik kehidupan sehari-hari di rumah. Hasil secara lengkap, pemakaian BB sebanyak 79%, BI sebanyak 12%, dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 9%.

Berdasarkan topik yang dibicarakan ternyata pemakaian BB mendominasi pemakaian bahasa lainnya. Pembicaraan tentang topik agama, pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sehari-hari secara tidak langsung sangat memengaruhi kebertahanan BB di wilayah Parigi. Hasil secara lengkap, frekuensi pemakaian BB, 85% untuk topik agama, 56% untuk topik pendidikan, 79% untuk topik kesehatan, dan 79% untuk topik dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan bahasa kepada anak berdasarkan topik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.20

Penggunaan Bahasa kepada Anak Berdasarkan Topik

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

44 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan anak saat membicarakan topik agama di rumah

79% 12% - - 9%

45 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan anak saat membicarakan topik pendidikan di rumah

42% 29% - - 29%

46 Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan anak saat membicarakan topik kesehatan di rumah

58% 21% - - 21%

47 Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan anak saat membicarakan topik kehidupan sehari-hari di rumah

(39)

Tabel 5.20 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai bila bapak berbicara dengan anak saat membicarakan topik agama sebanyak 79% bahasa Bali, 12% BI, dan 9% BB yang dicampur dengan BI. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemakaian BB tetap lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI.

Jawaban responden terhadap pertanyaan 45 juga lebih dominan pemakaian BB dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI. Hasil secara lengkap, jawaban responden terhadap pertanyaan 45 adalah pemakaian BB sebanyak 42%, BI 29%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 29%. Hal ini membuktikan bahwa bahasa yang dipergunakan oleh bapak terhadap anaknya saat membicarakan topik pendidikan lebih sering menggunakan BB.

Demikian halnya dengan pertanyaan 46, jawaban responden lebih dominan menggunakan BB ketika bapak membicarakan topik kesehatan kepada anaknya. Hasil secara lengkap, pemakaian BB sebanyak 58%, BI sebanyak 21%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 21%.

Pemakaian BB secara dominan juga tampak saat bapak berbicara dengan anak tentang kehidupan sehari-hari. Hasil secara lengkap, pemakaian BB sebanyak 62%, BI sebanyak 21%, dan bahasa Bali yang dicampur dengan BI sebanyak 17%. Dilihat dari frekuensi pemakaian bahasa tersebut, tampaknya pemakaian BB selalu dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Hal ini tidak saja tertuju pada pembicaraan tentang topik agama, tetapi topik pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sehari-hari tetap pemakaian BB lebih menonjol jika dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan

(40)

BI. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemakaian BB tetap dipertahankan dalam ranah keluarga.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah keluarga dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

17% 71% 12% BB BI BB/BI Diagram 5.8

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Keluarga

5.6 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Pekerjaan (Kelompok Usia Remaja) 5.6.1 Penggunaan bahasa antaretnis

Penggunaan bahasa antaretnis ketika memetik coklat dan istirahat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.21

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat (Kelompok Usia Remaja)

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

1. Bahasa yang dipakai saat memetik coklat jika ada penutur bahasa Kaili

- 91% - - 9%

2. Bahasa yang dipakai saat memetik coklat jika ada penutur bahasa Bugis

- 95% - - 5%

3. Bahasa yang dipakai saat istirahat memetik coklat jika ada peserta berpenutur bahasa Kaili

(41)

4. Bahasa yang dipakai saat istirahat memetik coklat jika ada peserta berpenutur bahasa Bugis

- 92% - - 8%

Tabel 5.21 menunjukkan terjadinya penggunaan bahasa yang bervariasi pada ranah pekerjaan. Penggunaan bahasa yang bervariasi itu dilakukan oleh golongan remaja antaretnis ketika memetik coklat dan istirahat. Sebagian besar bahasa yang digunakan oleh etnis Bali ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili adalah BI. Secara lengkap persentasenya adalah penggunaan BI sebanyak 91% dan penggunaan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 9%. Bahasa itu digunakan saat memetik coklat, sedangkan pada saat istirahat sebagian besar etnis Bali menggunakan BI, yaitu sebanyak 97% dan BB/BI sebanyak 3%.

Pada saat memetik coklat sebagian besar etnis Bali menggunakan BI, yaitu sebanyak 95% dan BB/BI 5%, sedangkan pada saat istirahat sebagian besar etnis Bali menggunakan BI, yaitu sebanyak 92% dan BB/BI sebanyak 8%. Bahasa itu digunakan oleh etnis Bali ketika berkomunikasi dengan etnis Bugis.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggunaan BI tetap dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Hal tersebut sangat wajar sebab komunikasi antaretnis pada umumnya menggunakan BI sebagai bahasa nasional.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika jual-beli hasil pertanian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(42)

Tabel 5.22

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Jual-Beli Hasil Pertanian

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

5. Bahasa yang dipakai dalam menjual hasil

pertanian/perkebunan kepada pembeli berpenutur bahasa Kaili

- 92% - - 8%

6. Bahasa yang dipakai dalam menjual hasil

pertanian/perkebunan kepada pembeli berpenutur bahasa Bugis

- 94% - - 6%

Ketika etnis Bali berkomunikasi dengan etnis Kaili, penggunaan BI sangat dominan. Hal ini tampak pada tabel 5.22 yang menunjukkan bahwa pemakaian BI 92% dan pemakaian BB/BI 8%.

Demikian juga ketika etnis Bali berkomunikasi dengan etnis Bugis. Pemakaian BI tetap lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Hasil secara lengkap pemakaian BI sebanyak 94% dan pemakaian BB/BI sebanyak 6%.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika penyuluhan pertanian/perkebunan berlangsung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.23

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Penyuluhan Pertanian/Perkebunan Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

7. Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penyuluh pertanian/perkebunan yang berpenutur bahasa Kaili

- 96% - - 4%

8. Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penyuluh pertanian/perkebunan yang berpenutur bahasa Bugis

(43)

Jika diperhatikan secara cermat tabel 5.23, penggunaan BI menempati persentase lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Hal ini dapat dibuktikan ketika etnis Bali berbicara dengan penyuluh pertanian/perkebunan yang berpenutur BK. Hasilnya adalah penggunaan BI sebanyak 96% dan penggunaan BB/BI sebanyak 4%.

Demikian juga ketika etnis Bali berkomunikasi dengan etnis Bugis. Penggunaan BI tetap menempati posisi lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Secara lengkap hasilnya adalah penggunaan BI sebanyak 90% dan penggunaan BB/BI sebanyak 10%.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah pekerjaan dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

6,6%

93,4%

BI BB/BI

Diagram 5.9

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Pekerjaan (Kelompok Usia Remaja)

5.6.2 Penggunaan bahasa intraetnis

Penggunaan bahasa intraetnis ketika memetik coklat dan istirahat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(44)

Tabel 5.24

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

9. Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penutur bahasa Bali saat memetik coklat

76% 6% - - 18%

10. Bahasa yang dipakai jika berbicara dengan penutur bahasa Bali saat beristirahat memetik coklat

64% 12% - - 24%

Penggunaan bahasa Bali di wilayah Parigi ternyata masih dipertahankan. Hal ini dapat dilihat ketika sesama etnis Bali berkomunikasi saat memetik coklat, seperti tampak pada tabel 5.24. Hasilnya adalah penggunaan BB sebanyak 76%, penggunaan BI sebanyak 6%, dan penggunaan BB/BI sebanyak 18%.

Demikian halnya pada saat istirahat. Penggunaan BB tetap lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Secara lengkap hasilnya adalah penggunaan BB sebanyak 64%, penggunaan BI sebanyak 12%, dan penggunaan BB/BI sebanyak 24%.

Dominannya penggunaan BB, baik saat memetik coklat maupun beristirahat, membuktikan bahwa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi memiliki loyalitas yang tinggi terhadap pemakaian BB. Hal ini perlu disyukuri sebab BB merupakan salah satu identitas yang melekat pada etnis Bali.

Penggunaan bahasa intraetnis ketika interaksi jual-beli hasil pertanian/perkebunan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

(45)

Tabel 5.25

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Interaksi Jual-Beli Hasil Pertanian/Perkebunan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

11. Bahasa yang dipakai saat menjual hasil

pertanian/perkebunan kepada pembeli yang berpenutur bahasa Bali

70% 18% - - 12%

Penggunaan BB antarsesama etnis Bali tetap mendominasi penggunaan bahasa lainnya. Penggunaan BB tersebut dapat dilihat pada tabel 5.25. Hasilnya adalah 70% responden memilih penggunaan BB, 18% responden memilih penggunaan BI, 12% responden memilih penggunaan BB/BI.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.26

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

12. Bahasa yang dipakai saat Saudara sedang bekerja kemudian disapa oleh kenalan Saudara yang berpenutur bahasa Kaili

- 94% 6% - -

13. Bahasa yang dipakai saat Saudara sedang bekerja kemudian disapa oleh kenalan Saudara yang berpenutur bahasa Bugis

- 94% - - 6%

Tabel 5.26 menunjukkan bahwa penggunaan BI lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Guyub tutur masyarakat Bali cenderung menggunakan BI ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili, yaitu sebanyak 94%, sedangkan penggunaan BK sebanyak 6%.

(46)

Demikian juga penggunaan bahasa oleh guyub tutur masyarakat Bali ketika sedang bekerja disapa oleh kenalan yang berpenutur BBg. Mereka tetap lebih dominan menggunakan BI dibandingkan dengan bahasa lainnya. Secara lengkap persentase penggunaannya adalah 94% BI dan 6% BB yang dicampur dengan BI.

Penggunaan bahasa intraetnis Bali ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.27

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

14. Bahasa yang dipakai saat Saudara sedang bekerja kemudian disapa oleh kenalan yang berpenutur bahasa Bali

82% - - - 18%

Jika diperhatikan secara saksama tabel di atas, persentase penggunaan BB lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Dominannya penggunaan BB membuktikan bahwa rasa solidaritas guyub tutur masyarakat Bali di Parigi tetap terjalin meskipun berada di luar asal mereka, yaitu Bali. Secara lengkap hasilnya adalah 82% penggunaan BB dan 18% penggunaan BB/BI.

Penggunaan bahasa intraetnis Bali ketika penyuluhan pertanian/ perkebunan berlangsung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.28

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika Penyuluhan Pertanian/Perkebunan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

15. Bahasa yang dipakai jika berbicara kepada penyuluh pertanian/perkebunan yang berpenutur bahasa Bali

(47)

Tabel 5.28 menunjukkan bahwa penggunaan BB lebih dominan dibandingkan dengan bahasa lainnya. Dalam hal ini, responden sebanyak 58% memilih BB ketika berbicara dengan penyuluh pertanian yang berpenutur BB, sebanyak 24% memilih BI, dan sebanyak 18% memilih BB/BI.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah pekerjaan dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

18% 70% 12% BB BB/BI BI Diagram 5.10

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Pekerjaan

5.7 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kekariban

Penggunaan bahasa antaretnis dalam surat-menyurat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.29

Penggunaan Bahasa Antaretnis dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

16. Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Kaili

- 100% - - -

17. Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Bugis

(48)

Tabel 5.29 menunjukkan bahwa pemakaian BI sangat dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Fenomena kebahasaan yang demikian membuktikan bahwa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi tergolong masyarakat bilingual. Tampak sekali mereka tanpa mengalami kesulitan menggunakan BI ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili dan Bugis. Hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban responden yang sebanyak 100% memilih menggunakan BI ketika berkomunikasi lewat surat-surat pribadi, baik kepada etnis Kaili maupun etnis Bugis.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.30

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

18. Anda berbicara dengan teman memakai bahasa Bali.

Kemudian datang teman yang berpenutur bahasa

Kaili/Bugis. Anda (a) tetap menggunakan bahasa Bali, (b) beralih ke bahasa Kaili/Bugis, dan (e) beralih ke bahasa Indonesia.

6% 94% - - -

Selain menggunakan BB, guyub tutur masyarakat Bali di Parigi juga menggunakan BI ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili dan Bugis. Hal ini terbukti saat guyub tutur masyarakat Bali berbicara dengan sesamanya menggunakan BB. Namun, ketika datang etnis Kaili/Bugis, guyub tutur masyarakat Bali tersebut selain menggunakan BB juga menggunakan BI. Secara

(49)

lengkap hasil jawaban responden adalah sebanyak 94% memilih menggunakan BI dan sebanyak 6% memilih menggunakan BB.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah kekariban dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

98% 2%

BB BI

Diagram 5.11

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Kekariban

Penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam surat-menyurat dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.31

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

19. Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Bali

59% 23% - - 18%

Tabel 5.31 menunjukkan bahwa penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam surat-menyurat didominasi oleh penggunaan BB. Dominannya penggunaan BB oleh warga sesama etnis Bali menunjukkan bahwa mereka memiliki rasa bangga yang tinggi terhadap BB. Secara lengkap hasil jawaban responden adalah

Gambar

Tabel  5.4  menunjukkan  bahwa  etnis  Bali  di  Parigi  sangat  setia  dan  mempunyai  loyalitas  yang  tinggi  terhadap  pemakaian  BB,  yaitu  sebanyak  88%
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pemakaian BB tetap memiliki penutur yang  lebih  dominan  dibandingkan  dengan  penutur  BI
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa pemakaian bahasa Indonesia lebih dominan  dibandingkan  dengan  pemakaian  bahasa  Bali  dan  bahasa  Bali/bahasa  Indonesia
Tabel 5.9 menunjukkan adanya pemakaian bahasa Indonesia, bahasa Bali,  bahasa  Kaili, dan bahasa Bugis oleh etnis  Bali ketika berinteraksi sosial  dengan  etnis  lain,  khususnya  etnis  Kaili  dan  etnis  Bugis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang mempengaruhi pembuatan snack adalah perbandingan bahan baku dengan terigu, pada proses blanshing berpengaruh untuk inaktifasi enzim serta terjadi

Berdirinya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 adalah simbol perlawanan anak pribumi yang muak dengan perilaku penjajah Belanda yang menindas secara

Dalam perancangan ini dilakukan melalui perpaduan antara ilustrasi dengan narasi yang dapat membangun dan menggambarkan sebuah pesan ataupun makna yang

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui apakah kualitas pelayanan yang terdiri dari keandalan ( reliability ),

Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan

Sesuai yang dijelaskan diatas maka peneliti tertarik untuk melangsungkan penelitian mengenai piutang air yang ada di PDAM Tirta Kencana Kabupaten Jombang dengan

perkotaan di Kabupaten Magelang, Daerah Pemilihan (Dapil) V yaitu Kaliangkrik, dan Windusari berada di daerah dengan tipologi pedesaan dataran tinggi lereng Sumbing,