• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alokasi Anggaran Menurut Jenis

Dari jumlah anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana diuraikan di atas, menurut jenisnya, alokasi belanja pegawai dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp60.893,7 miliar, yang berarti meningkat Rp150,0 miliar atau 0,2 persen dari pagu belanja pegawai yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp60.743,7 miliar. Peningkatan perkiraan alokasi belanja pegawai tersebut terutama berkaitan dengan diperlukannya tambahan alokasi pengeluaran untuk kontribusi sosial bagi Askes, dari rencana semula Rp200,0 miliar dalam APBN 2005 menjadi Rp350,0 miliar. Tambahan anggaran tersebut diperlukan dalam rangka meningkatkan kontribusi pemerintah dalam pembiayaan untuk program Askes guna memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap peserta Askes. Sementara itu, alokasi berbagai pos belanja pegawai lainnya, seperti gaji/tunjangan dan honorarium/vakasi diperkirakan tidak mengalami perubahan dari yang telah ditetapkan dalam APBN 2005, yaitu masing-masing Rp34.600,2 miliar dan Rp6.909,9 miliar.

Alokasi anggaran belanja barang dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp34.038,6 miliar, atau sama dengan yang ditetapkan dalam APBN 2005. Anggaran belanja barang tersebut dialokasikan masing-masing untuk belanja barang sebesar Rp13.366,5 miliar; belanja jasa sebesar Rp16.320,3 miliar; belanja pemeliharaan sebesar Rp2.712,6 miliar; dan belanja perjalanan sebesar Rp1.639,1 miliar.

Sementara itu, alokasi anggaran belanja modal dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp43.078,9 miliar, atau sama dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2005. Berdasarkan sumber dananya, belanja modal tersebut terdiri dari belanja modal rupiah murni Rp28.877,9 miliar dan bantuan luar negeri Rp14.201,0 miliar. Anggaran belanja modal yang bersumber dari dana hibah tersebut di luar komitmen bantuan luar negeri untuk Aceh dari hasil sidang CGI, yang pencatatan pengeluarannya sementara ditampung dalam anggaran belanja untuk Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dalam belanja lain-lain.

Di lain pihak, beban pembayaran bunga utang dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp59.734,1 miliar, yang berarti lebih rendah Rp4.402,7 miliar atau 6,9 persen dari pagu anggarannya yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp64.136,8 miliar. Lebih rendahnya perkiraan beban pembayaran bunga utang tersebut terutama berasal dari pembayaran bunga utang luar negeri. Hingga akhir tahun 2005, beban pembayaran bunga utang luar negeri diperkirakan mencapai Rp18.147,0 miliar, yang berarti turun Rp6.995,3 miliar atau 27,8 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2005. Lebih rendahnya perkiraan beban pembayaran bunga utang luar negeri tersebut berkaitan dengan dilakukannya penundaan pembayaran bunga utang luar negeri sesuai hasil Paris Club.

Belanja pegawai dalam tahun 2005 diperki- rakan mencapai Rp60.893,7 miliar, atau meningkat Rp150 miliar (0,2 persen) dari pagu dalam APBN 2005 sebesar Rp60.743,7 miliar. Hal itu terutama berkaitan dengan diper- lukannya tambahan alokasi pengeluaran untuk kontribusi sosial bagi Askes.

Belanja barang dalam tahun 2005 diper- kirakan mencapai Rp34.038,6 miliar, atau sama dengan APBN 2005.

Belanja modal dalam tahun 2005 diper- kirakan mencapai Rp43.078,9 miliar, atau sama dengan pagu anggaran dalam APBN 2005.

Pembayaran bunga utang diperkirakan mencapai Rp59.734,1 miliar, atau lebih rendah Rp4.402,7 miliar (6,9 persen) dari pagu dalam APBN 2005 berkaitan dengan penundaan pembayaran bunga utang luar negeri dari hasil Paris Club.

Di sisi lain, pembayaran bunga utang dalam negeri dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp41.587,1 miliar, atau Rp2.592,6 miliar (6,6 persen) lebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp38.994,5 miliar. Lebih tingginya perkiraan beban pembayaran bunga utang dalam negeri tersebut antara lain berkaitan dengan perkiraan lebih tingginya asumsi tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI-3 bulan) dalam tahun 2005 yang diperkirakan mencapai rata-rata 8,0 persen dibandingkan dengan asumsinya rata-rata 6,5 persen dalam APBN 2005.

Sejalan dengan itu, alokasi pengeluaran subsidi dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp60.328,3 miliar, atau lebih tinggi Rp29.032,6 miliar (92,8 persen) dari pagu semula yang dianggarkan dalam APBN 2005 sebesar Rp31.295,7 miliar. Lebih tingginya perkiraan beban subsidi dalam tahun 2005 tersebut terutama dipengaruhi oleh berubahnya perkiraan beberapa asumsi dasar ekonomi makro, seperti harga minyak mentah Indonesia, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan suku bunga SBI-3 bulan. Dari berbagai pos subsidi yang disalurkan melalui lembaga nonkeuangan, beban subsidi BBM yang disalurkan melalui PT Pertamina dalam tahun 2005 diperkirakan akan menjadi Rp39.796,3 miliar, atau meningkat Rp20.796,3 miliar (109,5 persen) dari pagu anggaran yang semula ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp19.000,0 miliar. Membengkaknya beban anggaran subsidi BBM tersebut berkaitan terutama dengan 2 (dua) faktor.

Pertama, lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia dalam tahun 2005 yang diperkirakan mencapai rata-rata US$35 per barel dibandingkan dengan asumsi semula US$24 per barel yang ditetapkan dalam APBN 2005. Kedua, perkiraan melemahnya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang diperkirakan mencapai rata-rata Rp8.900 per US$ dibandingkan dengan perkiraan semula yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp8.600 per US$. Dengan perkiraan harga minyak US$35 per barel, dan kurs rata-rata Rp8.900 per US$ tersebut, maka apabila tidak diambil langkah kebijakan pengurangan subsidi, maka beban subsidi BBM dapat mencapai Rp60.134,7 miliar. Untuk itu, agar dapat mengendalikan pengeluaran subsidi BBM telah ditempuh kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan Maret 2005.

Kebijakan penyesuaian harga BBM dalam negeri sejak 1 Maret 2005 tersebut juga turut berdampak pada peningkatan biaya pengadaan listrik oleh PT PLN, sehingga beban subsidi listrik yang disalurkan melalui PT PLN dalam tahun 2005 diperkirakan menjadi Rp3.989,7 miliar. Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan Rp626,4 miliar atau 18,6 persen dari pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp3.363,3 miliar.

Selanjutnya, beban pengeluaran subsidi pupuk yang disalurkan pada beberapa BUMN produsen pupuk dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp1.833,8 miliar, yang berarti naik Rp533,8 miliar atau 41,1 persen dari pagu anggaran

Pembayaran bunga utang dalam negeri diperkirakan mencapai Rp41.587,1 miliar, atau Rp2.592,6 miliar (6,6 persen) lebih tinggi dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2005.

Subsidi diperkirakan mencapai Rp60.328,3 miliar, atau lebih tinggi Rp29.032,6 miliar (92,8 persen) dari yang diang- garkan dalam APBN 2005 sebesar Rp31.295,7 miliar.

Beban subsidi BBM diperkirakan akan menjadi Rp39.796,3 miliar, atau meningkat Rp20.796,3 miliar (109,5 persen) dari yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp19.000,0 miliar. Hal itu terkait dengan (i) lebih ting- ginya ICP, dan (ii) me- lemahnya nilai tukar rupiah.

Beban subsidi listrik diperkirakan menjadi Rp3.989,7 miliar, atau meningkat Rp626,4 miliar (18,6 persen) dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2005 .

Subsidi pupuk diper- kirakan mencapai Rp1.833,8 miliar, atau

subsidi pupuk yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp1.300,0 miliar. Kenaikan perkiraan beban subsidi pupuk tersebut terutama berkaitan dengan kebijakan untuk mempertahankan harga eceran tertinggi (HET) pupuk agar tidak mengalami kenaikan, serta meredam gejolak di tingkat petani yang membutuhkan pupuk bersubsidi.

Di sisi lain, dengan perkiraan lebih tingginya suku bunga SBI-3 bulan, yaitu menjadi rata-rata 8,0 persen dari yang diasumsikan dalam APBN 2005 sebesar rata-rata 6,5 persen, menyebabkan pengeluaran subsidi bunga kredit program yang disalurkan melalui lembaga keuangan diperkirakan mencapai Rp888,9 miliar. Jumlah tersebut mengalami peningkatan Rp43,2 miliar atau 5,1 persen dari pagu anggaran subsidi bunga kredit program yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp845,7 miliar. Perkiraan beban subsidi bunga kredit program tersebut terdiri dari subsidi bunga atas kredit eks pola KLBI sebesar Rp469,4 miliar, subsidi bunga atas kredit ketahanan pangan (KKP) sebesar Rp111,2 miliar, risk sharing KKP sebesar Rp56,3 miliar, dan subsidi bunga atas kredit pemilikan rumah sehat sederhana (KPRSh) sebesar Rp252 miliar.

Sementara itu, subsidi dan bantuan PSO yang disalurkan melalui Perum Bulog diperkirakan akan menjadi Rp6.696,7 miliar, atau meningkat Rp780,0 miliar (13,2 persen) dari pagu subsidi dan bantuan PSO melalui Perum Bulog yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp5.916,7 miliar. Peningkatan beban anggaran tersebut berkaitan dengan adanya tambahan pengeluaran untuk menampung biaya perawatan beras di gudang Bulog (di atas 500 ribu ton yang menjadi beban pemerintah) sebesar Rp250,0 miliar, yang dalam APBN 2005 belum dianggarkan. Selain itu, peningkatan subsidi dan bantuan PSO untuk Perum Bulog juga disebabkan oleh adanya tambahan anggaran subsidi Raskin sebesar Rp530,0 miliar yang bersumber dari dana kompensasi pengurangan subsidi BBM.

Di bidang pangan (Raskin), realokasi dana pengurangan subsidi BBM tersebut direncanakan untuk memperluas cakupan (coverage) sasaran program beras bagi masyarakat miskin, yaitu dari sebanyak 8,3 juta KK dalam APBN 2005 menjadi 8,6 juta KK. Program ini dilakukan untuk memperkuat ketahanan pangan masyarakat miskin melalui pendistribusian beras bersubsidi kepada keluarga miskin, khususnya masyarakat miskin yang mengalami masalah rawan pangan (food insecurity), agar pembangunan sumber daya manusia berkualitas tetap terjaga. Dengan adanya program Raskin ini, maka Pemerintah mempunyai instrumen untuk memenuhi kebutuhan penduduk atas pangan, dan membantu masyarakat miskin untuk mencukupi kebutuhan pangan.

Sebaliknya, pengeluaran untuk subsidi benih yang disalurkan antara lain melalui PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani diperkirakan tidak mengalami perubahan dari yang direncanakan dalam APBN 2005, yaitu tetap sebesar Rp120,0 miliar.

naik Rp533,8 miliar (41,1 persen) dari APBN 2005 sebesar Rp1.300,0 miliar.

Subsidi bunga kredit program yang disa- lurkan melalui lembaga keuangan diperkirakan menjadi Rp888,9 miliar, atau meningkat Rp43,2 miliar (5,1 persen) dari yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp845,7 miliar.

Subsidi dan bantuan PSO yang disalurkan melalui Perum Bulog diperkirakan akan menjadi Rp6.696,7 miliar, atau meningkat Rp780,0 miliar (13,2 persen) dari yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp5.916,7 miliar.

Subsidi benih diper- kirakan sama dari yang direncanakan dalam APBN 2005.

Demikian pula, dengan pengeluaran subsidi/bantuan untuk beberapa BUMN dalam rangka penugasan pelayanan publik (public service obligation/ PSO), juga tidak mengalami perubahan dari yang direncanakan dalam APBN 2005, yaitu sebesar Rp750,0 miliar. Pengeluaran PSO tersebut diperuntukkan bagi PT Kereta Api sebesar Rp200,0 miliar, PT Posindo Rp50,0 miliar, PT Pelni Rp250,0 miliar, dan PT TVRI Rp250,0 miliar.

Selain itu, dalam tahun 2005 juga diperkirakan adanya tambahan subsidi pajak sebesar Rp6.252,9 miliar yang sebelumnya tidak dianggarkan dalam APBN 2005. Pengeluaran tersebut sifatnya netral (in-out), dimana dalam jumlah yang sama menambah penerimaan pajak (PPh non-migas). Subsidi pajak muncul sebagai konsekuensi adanya pajak ditanggung pemerintah (DTP), yaitu pemberian fasilitas atau pengecualian terhadap pemberlakuan Undang-undang Perpajakan terhadap BUMN, sehingga beban pajak yang menjadi kewajiban BUMN tersebut dialihkan kepada Pemerintah.

Selanjutnya, alokasi anggaran bantuan sosial dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp28.619,5 miliar, yang berarti meningkat Rp11.512,8 miliar atau 67,3 persen dari pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN 2005, yaitu sebesar Rp17.106,7 miliar. Peningkatan alokasi anggaran tersebut berasal dari (i) penambahan anggaran bencana alam sebesar Rp1.258,0 miliar, yaitu dari Rp2.000,0 miliar menjadi Rp3.258,0 miliar; dan

(ii) penambahan anggaran bantuan sosial yang diberikan melalui kementerian/ lembaga sebesar Rp10.254,8 miliar, yaitu dari sebesar Rp15.106,7 miliar menjadi Rp25.361,5 miliar.

Dari dana bencana alam sebesar Rp2.000,0 miliar yang telah ditetapkan dalam APBN 2005, direncanakan akan digunakan untuk membiayai keadaan darurat di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pasca bencana alam sebesar Rp1.258,0 miliar. Pengeluaran tersebut diperlukan untuk membiayai beberapa kebutuhan mendesak guna membantu korban bencana alam dan tsunami, antara lain untuk makanan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, dan pembinaan keluarga. Namun demikian, untuk mengantisipasi pengeluaran-pengeluaran mendesak akibat bencana alam sampai dengan akhir tahun anggaran 2005, maka dana bencana alam yang berkurang tersebut, diusulkan kembali ditambah sebesar Rp1.258,0 miliar, sehingga bila dikeluarkan sebagian untuk Aceh, dana cadangan untuk mengantisipasi penanggulangan bencana alam dapat tetap dipertahankan sebesar Rp2.000,0 miliar. Dengan demikian, anggaran dana bencana alam direncanakan bertambah dari Rp2.000,0 miliar seperti yang ditetapkan dalam APBN 2005 menjadi Rp3.258,0 miliar.

Terkait dengan kenaikan anggaran bantuan sosial yang diberikan melalui kementerian/lembaga sebesar Rp10.254,8 miliar dalam APBN-P 2005, hal itu disebabkan menampung sebagian besar anggaran dari dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM (PKPS BBM) yang dicatat dalam

Pengeluaran untuk beberapa BUMN dalam rangka PSO tidak mengalami perubahan dari APBN 2005, yaitu sebesar Rp750,0 miliar.

Alokasi anggaran ban- tuan sosial tahun 2005 diperkirakan menjadi Rp28.619,5 miliar, atau meningkat Rp11.512,8 miliar (67,3 persen) dari yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp17.106,7 miliar.

Anggaran dana bencana alam direncanakan ber- tambah dari Rp2.000,0 miliar seperti yang ditetapkan dalam APBN 2005 menjadi Rp3.258,0 miliar.

Anggaran bantuan sosial melalui kemen- terian/lembaga mening- kat sebesar Rp10.254,8 miliar karena menam-

pos bantuan sosial, dari keseluruhan rencana dana PKPS BBM sebesar Rp10.784,8 miliar. Bagian lain dari dana PKPS BBM sebesar Rp530,0 miliar dicatat dalam pos subsidi Raskin yang disalurkan melalui Perum Bulog. Dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM dalam bantuan sosial di atas dialokasikan masing-masing untuk : (i) program beasiswa pendidikan sebesar Rp4.134,2 miliar; (ii) program jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar Rp2.778,5 miliar; dan (iii) program infrastruktur perdesaan sebesar Rp3.342,1 miliar.

Bidang pendidikan merupakan salah satu prioritas dalam pemanfaatan dana PKPS BBM, sebagai bentuk pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan pengajaran yang layak. Pada program pendidikan, alokasi anggaran direncanakan akan difokuskan untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar gratis bagi anak dari keluarga miskin, berupa pemberian beasiswa reguler bagi siswa yang masih sekolah, beasiswa retrieval bagi siswa putus sekolah dasar dan menengah, serta beasiswa transisi bagi anak yang belum pernah sekolah. Pemberian beasiswa, tidak saja ditujukan untuk anak dari keluarga miskin yang sudah bersekolah di SD/MI dan SMP/MTs, akan tetapi juga untuk menarik anak- anak dari keluarga miskin yang putus sekolah pada jenjang tersebut, agar dapat kembali sekolah, serta menarik lulusan SD/MI dan SMP/MTs yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Beasiswa yang diberikan tidak hanya untuk membantu memenuhi kebutuhan biaya langsung, seperti iuran sekolah, uang praktek, penyediaan buku dan alat tulis, serta seragam, akan tetapi juga biaya transportasinya. Dengan demikian, diharapkan anak- anak miskin benar-benar dapat bersekolah tanpa membayar iuran sekolah, serta dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang diperlukan agar mereka dapat bersekolah dengan baik.

Dana yang dibutuhkan untuk PKPS-BBM bidang pendidikan tersebut diperkirakan mencapai Rp5.601,5 miliar. Dari total kebutuhan dana PKPS- BBM bidang pendidikan tersebut, dana yang sudah dialokasikan dalam APBN 2005 adalah sebesar Rp1.467,3 miliar. Dengan demikian, dalam tahun 2005 pemerintah mengusulkan rencana penggunaan dana realokasi pengurangan subsidi BBM untuk sektor pendidikan sebesar Rp4.134,2 miliar. Keseluruhan dana PKPS-BBM bidang pendidikan tersebut diharapkan dapat mencakup sekitar 9,7 juta siswa, yang terdiri dari : 8,5 juta beasiswa bagi siswa miskin yang bersekolah; 0,4 juta anak putus sekolah; dan 0,8 juta anak usia sekolah yang tidak melanjutkan sekolah. Masing-masing siswa tersebut direncanakan akan mendapatkan beasiswa Rp25.000 per bulan untuk siswa SD/MI; Rp65.000 per bulan untuk siswa SMP/MTs; dan Rp120.000 per bulan untuk siswa SMA/SMK/MA. Di samping itu, terhadap anak yang putus sekolah, dan tidak melanjutkan atau belum pernah sekolah direncanakan mendapatkan alokasi beasiswa retrieval dan transisi sebesar Rp500.000 per tahun untuk SD/MI; Rp1 juta per tahun untuk SMP/MTs; dan Rp2 juta per tahun untuk SMA/SMK/MA.

pung sebagian besar anggaran dari dana kompensasi BBM.

Alokasi anggaran untuk bidang pendidikan direncanakan akan difokuskan untuk mem- berikan pelayanan pendidikan dasar bagi anak miskin.

Dana yang dibutuhkan untuk PKPS-BBM bi- dang pendidikan diper- kirakan mencapai Rp5.601,5 miliar

Di bidang kesehatan, pemanfaatan dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM direncanakan dalam bentuk pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya, serta kelas tiga rumah sakit pemerintah sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk. Pelayanan kesehatan gratis yang diberikan kepada penduduk meliputi antara lain rawat jalan tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama, pelayanan gawat darurat di Puskesmas, serta rawat jalan tingkat lanjutan, dan rawat inap tingkat lanjutan diruang rawat kelas tiga rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah.

Sasaran pelayanan kesehatan gratis adalah mencakup seluruh penduduk yang membutuhkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, serta perawatan di kelas tiga di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah. Melalui kebijakan tersebut di atas, realokasi dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM yang direncanakan melalui Departemen Kesehatan adalah sebesar Rp2.778,5 miliar.

Pembangunan infrastruktur perdesaan merupakan upaya pemerintah untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan perluasan lapangan usaha di perdesaan melalui peningkatan penyediaan infrastruktur ekonomi perdesaan. Dengan demikian, melalui pelaksanaan program pembangunan infrastruktur perdesaan ini diharapkan produktivitas masyarakat dapat meningkat, dengan cara: (i) memberikan kemudahan aksessibilitas kepada masyarakat di perdesaan; (ii) mengurangi pengeluaran masyarakat; (iii) meningkatkan peranserta masyarakat; dan (iv) meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pelibatan masyarakat dalam kegiatan konstruksi.

Program ini dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: (i) pembangunan prasarana yang mendukung aksessibilitas serta mengurangi keterisolasian, seperti pembangunan jalan desa, jembatan, serta tambatan perahu;

(ii) pembangunan prasarana yang mendukung kegiatan peningkatan produksi pangan; dan (iii) pembangunan prasarana untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat perdesaan. Bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pembangunan prasarana fisik tersebut, juga dilaksanakan kegiatan pendukung, seperti pemberdayaan masyarakat untuk mengupayakan kelanjutan prasarana yang dibangun, sosialisasi, pendampingan dan fasilitasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana yang dibangun, serta dukungan perkuatan kelembagaan organisasi masyarakat setempat.

Program ini direncanakan dilaksanakan di 11.140 desa tertinggal menurut kriteria BPS, dengan porsi 75 persen diberikan bantuan kepada kabupaten tertinggal dan 25 persen diberikan kepada kabupaten lainnya, dimana masing- masing desa akan mendapatkan pagu sebesar Rp300,0 juta. Dengan demikian, keseluruhan program pembangunan infrastruktur perdesaan dalam tahun 2005 membutuhkan dana Rp3.342,1 miliar, termasuk untuk

Pemanfaatan dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM di bidang ke- sehatan direncanakan dalam bentuk pelayanan kesehatan gratis di Pus- kesmas dan jaringan- nya, serta kelas tiga rumah sakit pemerintah.

Realokasi dana prog- ram kompensasi peng- urangan subsidi BBM melalui Departemen Kesehatan sebesar Rp2.778,5 miliar. Pembangunan infra- struktur perdesaan untuk mendorong pen- ciptaan lapangan kerja dan perluasan lapangan usaha di perdesaan me- lalui peningkatan penye- diaan infrastruktur eko- nomi perdesaan.

Program ini dilaksa- nakan melalui kegiatan- kegiatan pembangunan prasarana yang mendu- kung aksessibilitas serta mengurangi keteriso- lasian.

Program ini diren- canakan dilaksanakan di 11.140 desa tertinggal, membutuhkan dana Rp3.342,1 miliar.

safeguarding Rp133,6 miliar. Keseluruhan dana program ini direncanakan dibiayai dari realokasi dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM. Dalam komponen belanja pemerintah pusat, belanja lain-lain dalam APBN-P 2005 secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp35.744,9 miliar, yang berarti meningkat Rp19.925,0 miliar atau 125,9 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2005 sebesar Rp15.819,9 miliar. Peningkatan alokasi anggaran belanja lain-lain yang sangat besar tersebut diantaranya diperlukan guna menampung: (i) pos anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias sebesar Rp9.482,3 miliar; (ii) belanja dari hibah reguler sebesar Rp2.397,8 miliar; (iii) bantuan pendanaan APBN untuk penyelenggaraan Pilkada tahun 2005 sebesar Rp464,9 miliar; dan

(iv) tambahan dana cadangan umum untuk mengantisipasi ketidaksesuaian asumsi ekonomi makro dan pelaksanaan langkah-langkah kebijakan (policy measures) dengan perencanaannya.

Untuk mendukung tahap awal pemulihan Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara telah direncanakan anggaran dalam APBN-P 2005 sebesar Rp9.482,3 miliar yang ditampung dalam pos belanja untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Anggaran tersebut bersumber dari : (i) pinjaman proyek sebesar Rp2.901,4 miliar yang dijanjikan negara/lembaga internasional, khusus untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara seperti yang disepakati dalam pertemuan Consultative Group onIndonesia (CGI) pada akhir Januari 2005 di Jakarta; (ii) dana Hibah yang diharapkan mencapai Rp2.613,9 miliar; serta (iii) sebagian dana moratorium bunga utang luar negeri sebesar Rp3.966,9 miliar.

Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam dan gelombang tsunami, Pemerintah bersama dengan masyarakat dan dibantu negara/lembaga internasional, telah mengambil langkah-langkah darurat antara lain melalui: (i) pembangunan dapur umum; (ii) fasilitas kesehatan;

(iii) infrastruktur dasar; (iv) penyelamatan korban yang masih hidup; dan

(v) penguburan korban meninggal.

Dalam rangka mendukung pendanaan pelaksanaan kegiatan tanggap darurat tersebut, digunakan sebagian anggaran yang tersedia dalam APBN 2004 pada pos cadangan tanggap darurat sosial dan keamanan, serta penggunaan sebagian dana bantuan sosial, khususnya untuk bencana alam. Penggunaan anggaran tersebut disalurkan antara lain melalui Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Bakornas-PBP), serta instansi terkait lainnya. Selain itu, untuk mendanai kegiatan tanggap darurat Pemerintah telah juga mengajukan usulan kepada DPR-RI untuk menggunakan sebagian dana bencana alam yang telah dianggarkan dalam APBN 2005 seperti disampaikan di atas.

Belanja lain-lain diperkirakan mencapai Rp35.744,9 miliar, yang berarti meningkat Rp19.925,0 miliar atau 125,9 persen dari APBN 2005 sebesar Rp15.819,9 miliar.

Untuk mendukung ta- hapan pemulihan Aceh dan Nias telah diren- canakan anggaran da- lam APBN-P 2005 se- besar Rp9.482,3 miliar.

Untuk mengatasi dam- pak yang ditimbulkan

Dokumen terkait