• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN PERPAJAKAN

Dalam keseluruhan tahun 2005, penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp319.440,5 miliar atau 12,3 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut secara nominal lebih tinggi Rp21.596,4 miliar atau 7,3 persen bila dibandingkan dengan sasarannya dalam APBN 2005 sebesar Rp297.844,1 miliar atau 11,6 persen terhadap PDB.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkiraan penerimaan perpajakan dalam tahun 2005 antara lain meliputi: (i) perkembangan variabel asumsi ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah, serta tingkat suku bunga; (ii) berbagai kebijakan di bidang perpajakan; dan (iii) langkah- langkah administrasi perpajakan yang dilaksanakan.

Dari seluruh perkiraan penerimaan perpajakan tersebut, penerimaan PPh dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp156.174,2 miliar atau 6,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti Rp13.981,6 miliar atau 9,8 persen lebih tinggi dari sasaran penerimaan PPh yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp142.192,6 miliar atau 5,6 persen terhadap PDB. Apabila dibandingkan dengan realisasi (sementara) penerimaan PPh dalam tahun sebelumnya yang mencapai Rp134.899,2 miliar, perkiraan penerimaan PPh tahun 2005 tersebut menunjukan peningkatan sebesar Rp21.275,0 miliar atau 15,8 persen. Lebih tingginya perkiraan penerimaan PPh tahun 2005 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya penerimaan PPh migas yang diperkirakan mencapai Rp21.297,3 miliar atau 0,8 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut berarti Rp7.728,7 miliar atau 57,0 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh migas yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp13.568,6 miliar atau 0,5 persen terhadap PDB. Lebih tingginya perkiraan penerimaan PPh migas tersebut terutama berkaitan dengan: (i) lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN-nya, yaitu dari US$24 per barel menjadi US$35 per barel; dan (ii) perkiraan melemahnya

Penerimaan dalam negeri mencapai Rp438.024,9 miliar atau 16,8 persen terhadap PDB. Penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai Rp319.440,5 miliar atau 107,3 persen dari APBN-nya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pene- rimaan perpajakan tahun 2005. Penerimaan PPh di- perkirakan mencapai Rp156.174,2 miliar atau 109,8 persen dari APBN-nya Penerimaan PPh migas mencapai Rp21.297,3 miliar atau 157,0 persen dari APBN-nya

nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN-nya, yaitu dari Rp8.600 per US$ menjadi Rp8.900 per US$.

Sementara itu, penerimaan PPh nonmigas dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp134.876,9 miliar atau 5,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti lebih tinggi Rp6.252,9 miliar atau 4,9 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh nonmigas yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp128.624,0 miliar atau 5,0 persen terhadap PDB. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2004 sebesar Rp111.952,6 miliar, maka perkiraan penerimaan PPh nonmigas tahun 2005 tersebut lebih tinggi Rp22.924,3 miliar atau 20,5 persen. Perkembangan perkiraan penerimaan PPh nonmigas tahun 2005 tersebut didasarkan atas adanya perubahan beberapa asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar perhitungan, seperti lebih tingginya pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, yang akan memberikan dampak positif terhadap besarnya basis pajak (tax base) penerimaan PPh nonmigas, serta lebih tingginya tingkat suku bunga yang akan memberikan dampak positif terhadap penerimaan PPh atas bunga deposito.

Di samping perubahan asumsi ekonomi makro, perkiraan penerimaan PPh nonmigas juga dipengaruhi oleh beberapa kebijakan insentif perpajakan yang diberlakukan selama tahun 2005. Pertama, pada awal tahun 2005 pemerintah telah memberlakukan kebijakan penyesuaian besaran PTKP dari Rp2,88 juta menjadi Rp12 juta untuk tiap diri Wajib Pajak, sebagai salah satu bentuk stimulus fiskal dalam upaya meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat sejalan dengan perkembangan ekonomi, moneter dan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat. Penyesuaian PTKP tersebut akan mempengaruhi tingkat penerimaan gaji bersih yang dibawa pulang para karyawan (take home pay) dan tingkat penerimaan pajak, khususnya PPh Pasal 21 untuk karyawan. Kedua, dalam upaya mendorong partisipasi/kepedulian masyarakat khususnya para pengusaha dalam memberikan sumbangan bagi korban bencana alam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, pemerintah juga telah memberikan fasilitas fiskal berupa perlakuan sebagai deductible expenses atas sumbangan yang diberikan masyarakat ke Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, yang akan mengurangi kewajiban pajaknya. Kedua fasilitas tersebut memberikan dampak negatif pada penerimaan PPh nonmigas.

Untuk mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan tersebut, dan sekaligus mengamankan sasaran penerimaan PPh nonmigas tahun 2005, pemerintah akan melanjutkan langkah-langkah modernisasi dan reformasi administrasi perpajakan (tax administration reform) yang telah dimulai sejak tahun 2004. Langkah dimaksud antara lain berupa (i) kampanye sadar dan peduli pajak melalui billboard, videotron, highway information system, dan komik

Penerimaan PPh non- migas diperkirakan mencapai Rp134.876,9 miliar atau 104,9 persen dari APBN-nya

Kebijakan stimulus fiskal yang berdampak negatif pada pene- rimaan PPh nonmigas.

Reformasi administrasi perpajakan dalam rang- ka mengamankan pene- rimaan PPh nonmigas.

Penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan mencapai Rp98.828,4 miliar atau 100,0 persen dari APBN-nya.

Stimulus fiskal yang berdampak negatif terhadap penerimaan PPnBM. Faktor-faktor pen- dukung penerimaan PPN dan PPnBM. Penerimaan PBB dan BPHTB diperkirakan mencapai Rp16.428,5 miliar atau 121,8 persen dari APBN-nya.

pajak untuk konsumsi anak-anak serta melalui media elektronik;

(ii) pengembangan dan pengawasan e-filing, e-registration, e-payment, dan e-counseling;(iii) peningkatan kinerja Tim Optimalisasi Penerimaan Pajak; (iv) melanjutkan program canvassing, manajemen pemeriksaan pajak, dan penagihan tunggakan pajak, dan (v) Pengembangan organisasi Kanwil dan KPP modern yang berbasis teknologi informasi (TI).

Selanjutnya, penerimaan PPN dan PPnBM dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp98.828,4 miliar atau 3,8 persen terhadap PDB. Perkiraan penerimaan PPN dan PPnBM tersebut berarti sama dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN-nya. Apabila dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2004 sebesar Rp87.556,1 miliar, perkiraan penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2005 tersebut berarti lebih tinggi Rp11.272,3 miliar atau 12,9 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya perkiraan penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2005 tersebut antara lain adalah:

Pertama, perubahan asumsi dasar ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar, yang berpengaruh positif terhadap penerimaan PPN dan PPnBM. Kedua, adanya beberapa kebijakan yang semula pada saat penyusunan APBN 2005 telah direncanakan, seperti Amandemen UU PPN dan PPnBM yang diharapkan berdampak positif pada perluasan basis pajak, namun tertunda pelaksanaannya, sehingga terjadi potensi kehilangan (potential loss) pada penerimaan PPN dan PPnBM.

Ketiga, pemberian beberapa fasilitas PPN dan PPnBM, seperti:

(i) penghapusan PPnBM untuk kelompok barang-barang tertentu;

(ii) pembebasan PPN dan PPnBM impor untuk barang-barang yang disumbangkan ke Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara dari kawasan berikat dan pengusaha penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan (iii) penambahan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) di kawasan berikat Pulau Batam belum dilakukan mengingat situasi belum memungkinkan, yang berdampak negatif terhadap penerimaan PPN dan PPnBM.

Untuk mengamankan sasaran penerimaan PPN dan PPnBM tersebut, pemerintah telah dan akan melakukan berbagai langkah perbaikan administrasi perpajakan, seperti: (i) ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang PPN; (ii) penyederhanaan formulir SPT Masa PPN dan PPnBM, serta

(iii) peningkatan pelayanan kepada WP, terutama untuk percepatan restitusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam tahun 2005, penerimaan PBB dan BPHTB diperkirakan mencapai Rp16.428,5 miliar atau 0,6 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti Rp2.941,6 miliar atau 21,8 persen lebih tinggi dari sasaran penerimaan PBB dan BPHTB yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp13.486,9 miliar (0,5 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya pada tahun sebelumnya sebesar Rp14.672,4 miliar, maka perkiraan penerimaan PBB dan BPHTB tahun 2005 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp1.756,1 miliar atau 12,0 persen.

Penerimaan PBB diper- kirakan mencapai Rp12.767,1 miliar atau 124,3 persen dari APBN-nya. Penerimaan BPHTB 2005 diperkirakan men- capai Rp3.661,4 miliar atau 113,9 persen dari APBN-nya. Upaya-upaya untuk meningkatkan peneri- maan PBB dan BPHTB. Penerimaan cukai diperkirakan mencapai Rp31.439,6 miliar atau 8,7 persen lebih tinggi dari APBN-nya.

Upaya-upaya adminis- tratif untuk meningkat- kan penerimaan cukai.

Dari jumlah tersebut, penerimaan PBB dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp12.767,1 miliar atau 0,5 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti lebih tinggi Rp2.494,9 miliar atau 24,3 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PBB yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp10.272,2 miliar (0,4 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya sebesar Rp11.761,9 miliar, maka perkiraan penerimaan PBB tahun 2005 tersebut mengalami peningkatan Rp1.005,2 miliar atau 8,5 persen. Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh adanya peningkatan penerimaan PBB sektor pertambangan, sejalan dengan lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar internasional dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN-nya, yaitu dari US$24 per barel menjadi US$35 per barel dan adanya depresiasi nilai tukar rupiah dari perkiraan APBN 2005 sebesar Rp8.600 menjadi Rp8.900 per US$.

Sementara itu, penerimaan BPHTB dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp3.661,4 miliar atau 0,1 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut, berarti Rp446,7 miliar atau 13,9 persen lebih tinggi dari sasaran penerimaan BPHTB yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp3.214,7 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan BPHTB tahun sebelumnya sebesar Rp2.910,5 miliar, maka perkiraan penerimaan BPHTB tahun 2005 tersebut mengalami peningkatan Rp750,9 miliar atau 25,8 persen. Kenaikan penerimaan BPHTB tersebut dipengaruhi terutama oleh perkembangan jumlah transaksi jual beli tanah dan bangunan tahun 2005 yang diperkirakan lebih baik dari tahun sebelumnya.

Selain dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang semakin membaik, yang pada gilirannya berdampak positif pada sektor konstruksi dan transaksi properti pada tahun 2005, peningkatan perkiraan penerimaan PBB dan BPHTB tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai upaya dan langkah-langkah penyempurnaan sistem administrasi perpajakan, serta program ekstensifikasi antara lain melalui digital mapping.

Sementara itu, penerimaan cukai dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp31.439,6 miliar atau 1,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini, lebih tinggi Rp2.506,0 miliar atau 8,7 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan cukai yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp28.933,6 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2004 sebesar Rp29.172,5 miliar, maka perkiraan penerimaan cukai tahun 2005 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp2.267,1 miliar atau 7,8 persen. Lebih tingginya perkiraan penerimaan cukai tahun 2005 tersebut terutama didasarkan atas perkiraan meningkatnya produksi rokok sejalan dengan kebijakan tarif dan harga jual eceran (HJE) yang stabil. Di samping itu, peningkatan perkiraan penerimaan cukai juga didukung oleh berbagai langkah administratif yang telah dilaksanakan, seperti: (i) peningkatan pelayanan sistem penyediaan dan penyaluran pita cukai; (ii) komputerisasi pelayanan pita cukai; (iii) penanggulangan peredaran rokok polos dan pita cukai palsu;

serta (iv) peningkatan sistem pengawasan dalam rangka penegakan hukum dan perlindungan masyarakat.

Komponen penerimaan pajak dalam negeri juga berasal dari pajak lainnya, yang sebagian besar terutama berasal dari bea meterai. Dalam tahun 2005, penerimaan pajak lainnya diperkirakan mencapai Rp2.198,3 miliar atau 0,1 persen terhadap PDB. Perkiraan penerimaan ini, berarti lebih tinggi Rp158,4 miliar dari sasaran penerimaan pajak lainnya yang ditetapkan dalam APBN- nya sebesar Rp2.039,9 miliar. Demikian pula, bila dibandingkan dengan realisasinya pada tahun 2004 sebesar Rp1.832,1 miliar, maka perkiraan penerimaan pajak lainnya tahun 2005 tersebut berarti lebih tinggi Rp366,2 miliar atau 20,0 persen. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya transaksi yang menggunakan bea meterai, selain juga berkaitan dengan dilakukannya upaya-upaya peningkatan pengawasan terhadap peredaran meterai palsu. Di sisi lain, penerimaan pajak perdagangan internasional, yang terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor, dalam tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp14.371,5 miliar atau 0,6 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti lebih tinggi Rp2.008,8 miliar atau 16,2 persen dari sasaran penerimaan pajak perdagangan internasional yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp12.362,7 miliar atau 0,5 persen terhadap PDB.

Dari jumlah tersebut, penerimaan bea masuk diperkirakan mencapai Rp14.016,6 miliar (0,5 persen terhadap PDB), yang berarti lebih tinggi Rp1.998,7 miliar atau 16,6 persen dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN- nya sebesar Rp12.017,9 miliar (0,5 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan bea masuk tahun sebelumnya sebesar Rp12.444,0 miliar, maka perkiraan penerimaan bea masuk tahun 2005 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp1.572,6 miliar atau 12,6 persen. Lebih tingginya perkiraan penerimaan bea masuk tersebut didasarkan pada perkiraan meningkatnya volume impor nonmigas, dan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah, yang mengakibatkan penerimaan bea masuk dalam rupiah menjadi lebih tinggi. Di samping itu, peningkatan sasaran penerimaan bea masuk tahun 2005 tersebut juga didukung oleh pelaksanaan reformasi administrasi kepabeanan yang mencakup: (i) fasilitas perdagangan;

(ii) pemberantasan penyelundupan; (iii) peningkatan koordinasi dengan

stakeholder; dan (iv) peningkatan integritas pegawai.

Selanjutnya, penerimaan pajak/pungutan ekspor diperkirakan mencapai Rp354,9 miliar atau 0,01 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut, berarti lebih tinggi Rp10,1 miliar atau 2,9 persen dari sasaran penerimaan pajak/ pungutan ekspor yang ditetapkan dalam APBN-nya sebesar Rp344,8 miliar atau 0,01 persen terhadap PDB. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor tahun sebelumnya sebesar Rp297,6 miliar, maka perkiraan penerimaan pajak/pungutan ekspor tahun 2005 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp57,3 miliar atau 19,3 persen. Lebih

Penerimaan pajak lainnya diperkirakan mencapai Rp2.198,3 miliar atau 107,8 persen dari APBN-nya. Penerimaan pajak perdagangan inter- nasional diperkirakan mencapai Rp14.371,5 miliar atau 116,2 persen dari APBN-nya.

Penerimaan bea masuk diperkirakan mencapai Rp14.016,6 miliar atau 116,6 persen dari APBN- nya.

Penerimaan pajak/ pungutan ekspor diper- kirakan Rp354,9 miliar atau 102,9persen dari APBN-nya.

tingginya perkiraan penerimaan pajak/pungutan ekspor tersebut selain dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, juga berkaitan dengan perkiraan meningkatnya volume ekspor barang kena pajak/pungutan ekspor.

Dokumen terkait