• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ANALISIS

A. Analisis Struktural

1. Alur

Seperti yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya, alur merupakan (plot) rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita (Stanton (2007:26). Alur

merupakan salah satu unsur terpenting dalam membentuk karya sastra. Menurut Aris Toteles alur terbagi menjadi tiga, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

a. Tahap awal

Tahap awal sebuah cerita juga disebut sebagai perkenalan. Tahap ini memperkenalkan situasi latar dan tokoh -tokoh cerita yang muncul. Sedikit demi sedikit konflik mulai dimunculkan . Tahap perkanalan pada novel ini dimulai dari perkenalan nama tokoh yang terdapat dalam novel. Awal cerita pada novel ini di mulai dari tokoh utama masih kecil. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

(1) Lintang namaku. Aku tak tahu, mengapa orang tuaku memberi nama itu. Anehnya, sejak kecil aku memang sangat suka melihat bintang di langit. Bintang seolah menjadi jiwaku, dan jiwaku adalah bintang. Bintang yang indah benderang, menyenangkan saat dipandang, tapi tidak menyilaukan mata. Itulah yang membuatku bangga dengan nama yang diberikan ibuku, Lintang Sumunar. (hlm. 3)

Pemaparan awal cerita ini juga terlihat saat pengarang memperkenalkan latar belakang keluarga tokoh utama berasal. Dapat dilihat di bawah ini kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

(2) Aku hidup di tengah keluarga juragan batik yang sudah bangkrut. Eyang Kakungku, Raden Wiyoto Nagoro almarhum, pemilik perusahaan batik “Canthing Mas” yang tersohor di Yogyakarta awal tahun 1930-an. (hlm. 3-4)

Di awal cerita juga dipaparkan keluarga dari eyangnya, orang tua dari ayahnya. Berikut kutipannya.

(3) Akibat kematian putra sulungnya, eyang mengalami tekanan hebat. Dia tak lagi semangat mengurus bisnisnya hingga perusahaan batik “Canthing Mas” tinggal nama. Putra putrinya tak ada yang sanggup meneruskan usaha itu. Mereka sudah memiliki mata pencaharian sendiri. Toto Wibowo, bapakku sendiri yang tamatan Sekolah Teknik memilih menjadi

tukang reparasi alat-alat elektronik, yang berpendapatan pas -pasan. Adiknya Titi Suwarni, ibu Bayu, menjadi guru di salah satu SMP favorit di Yogyakarta. Dua putra eyangyang lain, Toto Waskito dan Titi Sundari juga menjadi guru. Sementara Toto Rahmanto, Toto Prasetyo, dan Titi Sekarsari memilih terjun ke dunia bisnis. Mere ka tidak bisa dibilang sukses, tapi kehidupannya cukup sejahtera. Toto Narimo, si bungsu yang tuna grahita, tinggal di pendopo, serumah dengan ibunya. (hlm. 4)

(4) Sejak kecil keluargaku tak pernah mengajariku beribadah. Meski mereka, dan juga aku mengaku beragama Islam, tapi kami tidak pernah sholat, puasa, ataupun mengaji. Sedang keluarga ibuku, sebagaian beragama Islam, sebagian beragama Katolik.(hlm. 7)

Pada tahap awal ini konflik-konflik kecil mulai muncul dalam kehidupan tokoh utama. Tokoh utama semasa kecil sudah kurang mendapatkan perhatian dari eyang Sulastri dan juga sering menjadi pelampiasan kemarahan dari orang tuanya. Hai ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

(5) Sejak kecil aku sudah merasa eyang putri tak terlalu peduli padaku. Ia lebih menyayangi Bayu, putra Bu Lik Titi Suwarni. (hlm. 6)

(6) Begitu sempurna kehancuranku hari itu. Aku hanya pasrah, tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanyalah korban dari permasalahan yang dibuat oleh oleh orang tua. (hlm. 18)

Menginjak remaja, tokoh utama diceritakan dihadapkan pada banyak cinta yang mengelilinginya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

(7) Kenapa aku menjadi bimbang? Bukankah selama ini aku mengharapkan Mas Anggit? Malam ini harapanku telah terkabul. Perasaaanku padanya bersambut. Dia juga menyukaikau, mengharapkanku menjadi bagian istimewa di hatinya.Tapi aku resah. Ada juga Mas Aji y ang beberapa hari ini kulupakan...(hlm. 35)

Kisah cinta dan keinginannya untuk melanjutkan di Fakultas Kimia dan Ilmu Tanah menimbulkan konflik kecil dalam kehidupan tokoh utama. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut.

(8) Tanda bahaya akhirnya benar -benar mendatangkan bencana. Setelah Anggit tahu aku tetap mendaftar di Fakultas Kimia dan Ilmu Tanah, akhirnya ia mengirim surat, dan menyatakan tidak bisa melanjutkan hubungannya denganku. (hlm. 41)

Setelah berumah tangga, kehidupan tokoh utama mulai dipenuhi dengan konflik. Kurangnya kasih sayang dan ketidaksetiaan suaminya menjadi awal konflik dalam kehidupan rumah tangganya. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut.

(9) “Aku sudah tahu semuanya Ma s,” kataku datar.

“Maksud kamu?” jawab Mas Aji di antara kepulan asap rokoknya. “Tentang Utari,” kata Utari sengaja kutekan, dan pandangan mataku tajam memerhatikan wajahnya. Aku ingin tahu dampak dari kata -kataku itu. Tetap saja, yang aku saksikan sosok Aji yang seperti biasanya. Aji yang selalu tenang, cuek, seolah tak pernah memiliki masalah. (hlm. 79)

b. Tahap tengah

Tahap tengah dapat disebut juga sebagai tahap pertikaian. Tahap ini menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada ta hap sebelumnya menjadi semakin meningkat dan menegangkan (Aristote les via Nurgiyantoro, 1995: 142—146).

Pada novel Lintang, tahap tengah ini dimulai dengan perselingkuhan tokoh utama dengan Anggoro sebagai akibat kurangnya kasih sayang dari suaminya. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(10) Dua manusia yang sama -sama punya masalah rumah tangga. Si wanita yang suaminya cuek, kurang memberi perhatian, dihadapkan pada sosok laki-laki yang sangat perhatian, berwibawa, juga mampu memberi ketenangan jiwa lewat keluasaan ilmu yang dia tampilkan. Sementara si laki-laki yang sering kali hasratnya kepada sang istri tak tersampaikan, dihadapkan pada wanita cantik, yang jelas -jelas sedang butuh perhatian. Wanita yang darah cintanya sedang bergelora. Ibarat boto l bertemu tutupnya, sepasang manusia itu bisa saling melengkapi, saling memberi. Ikrar cinta itupun terucap. (hlm. 181)

Konflik mulai memuncak ketika tokoh utama mencoba untuk jujur kepada suaminya mengenai hubungannya dengan Anggoro. Kejujuran tokoh uta ma yang diperlihatkan dengan menyerahkan secarik kertas buram bertuliskan From Cilacap with Love, membuat suaminya marah. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(11) Tanpa bicara, kuserahkan lipatan kertas buram itu. Suamiku tak sabar membuka dan membacanya. Kulihat wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut, atau tak percaya dengan apa yang ia baca.

Di kertas itu, pada bagian akhir tertulis From Cilacap with Love. Juga nama yang begitu jelas tertulis, “Anggoro Bekti Setiawan.”

Wajah suamiku mendadak berubah. Merah padam menahan amarah. Tatap matanya garang, baru kali ini aku melihat suamiku dengan tatapan mata sebegitu tajamnya. Bibirnya terkatup rapat. Berdirinya begitu tegak. Sementara jemarinya menggenggam, begitu erat. (hlm. 194)

Konflik pada novel ini me ncapai klimaksnya pada saat tokoh utama tidak dapat menahan gejolak hatinya untuk mengungkapkan rahasianya bersama Anggoro saat berada di Kaliurang. Ia tak dapat lagi menahan ganjalan yang menyiksa hati yang mengakibatkan dirinya stres dan juga sering meng urung diri di kamar. Sebagai konsekuensi kejujurannya, tamparan keras dari suaminya dia rasakan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

(12) Dan aku tetap, tetap saja mengurung diri dalam kamar. Efek dari keterusteranganku kemarin sore tak begitu terasa. Mas Aji belum tahu yang sesungguhnya. Belum tahu peristiwa yang membuatku stres, memendam rasa bersalah yang tak terukur besarnya. Perasaanku memang sedikit lebih ringan, tapi rasa bersalah itu tak berubah. Sesal berselimut dosa. (hlm. 196)

(13) “Apa lagi yang kau sembunyikan? Apa yang kamu lakukan dengannya?”

“Aku … pernah ke Kaliurang berdua,” kataku terbata-bata. Plak!

Tiba-tiba kurasakan tamparan yang k eras dari Mas Aji yang tak bisa menguasai diri, mendarat di pipiku. Tamparan itu menjadi tamparan pertama dan terakhir seorang Aji Suprayogo.

“Tapi Mas, aku bersumpah. Demi Allah Mas, kami tak melakukan apa -apa. Aku segera tersadar waktu itu. Aku segera pulang saat belum sempat masuk penginapan,” kataku dengan suara parau di antara isak tangis. Tangan kananku memegangi pipi bekas tamparannya. Sakit.

Mas Aji menunduk. Wajahnya tampak menyesal karena telah menamparku. Wanita yang selama ini berjuang mati -matian untuk kebaikan keluarga. (hlm. 205)

c. Tahap akhir

Tahap akhir atau selesaian menunjukkan konflik batin yang dialami tokoh utama berakhir. Kisah dalam novel ini diakhiri dengan suasana haru. Akhirnya tokoh utama merasakan perhatian dari suaminya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(14) “Bu, kamu sudah memberikan yang terbaik untuk keluarga ini. Kamu telah menjadi bintang yang sesungguhnya,” kata Mas Aji, kata-kata yang indah yang jarang kudengar dari suamiku.

Air mataku semakin deras mengalir. Kami bertiga berpelukan dalam linangan air mata. (hlm. 272)

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tahap selesaian adalah tahap akhir dari sebuah cerita dalam sebuah karya sastra. Pada novel Lintang, tahap akhir dikisahkan dalam suasana haru. Perhatian suami yang lama diharapkan oleh t okoh utama akhirnya didapatkannya.

Dokumen terkait