• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ANALISIS

A. Analisis Struktural

3. Penokohan

Menurut Jones (via Nurgiyantoro, 2002: 165), penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang yang ditampilkan dalam suatu cerita. Pelukisan tokoh dalam sebuah cerita dapat dilakukan d engan cara deskriptif langsung (teknik analitis, telling) dan tidak langsung (teknik dramatik, showing) yang kesemuanya itu lewat kata -kata.

a. Tokoh utama

Dalam novel Lintang karya Nana Rina, Lintang merupakan tokoh utama. Sejak awal hingga akhir cerita tokoh Lintang mempunyai frekuensi paling banyak

sebagai tokoh yang diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai kejadian. Sebagai pelaku kejadian Lintang hadir dan dikenai konflik. Nama lengkap Lintang adalah Lintang Sumunar. Dari namanya sudah terlihat bahwa tokoh utama berasal dari Jawa, tepatnya Yogyakarta. Lintang berarti Bintang, sedangkan Sumunar berarti bersinar. Nama yang oleh ibunya memiliki banyak harapan. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut.

(15) Itulah yang membuat bangga dengan nama yang diberikan ibuku, Lintang Sumunar. Bintang yang bersinar. Aku selalu mengingat kata -kata ibu. “Nduk, jadilah seperti bintang, menyinari tanpa pamrih. Kelak jadilah penerang bagi keluargam, juga semua orang yang ada di sekelilingmu. Jadilah orang yang berguna untuk sesama. Jadilah seperti bintang di langit.”(hlm. 3)

Dengan teknik dramatik, pengarang memperlihatkan bahwa Lintang sebagai tokoh utama hidup di tengah-tengah keluarga juragan batik. Hal ini terdapat dalam kutipan dramatik berikut.

(16) Aku hidup di tengah keluarga juragan batik yang sudah bangkrut. Eyang Kakungku, Raden Wiyoto Negoro almarhum, pem ilik perusahaan batik “Canthing Mas” yang tersohor di Yogyakarta awal tahun 1930-an. (hlm. 3—4)

Lintang kecil yang yang notabene dari kelurga muslim tidak pernah menjalankan ibadah sholat. Hanya eyang Sulastri yang memotivasinya untuk belajar agama. Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

(17) Mendengar kata-kata Gunawan, dadaku mendadak sesak, seperti ada sesuatu yang hendak meluap. Namun, lagi -lagi aku hanya bisa diam, menahan gejolak. Aku sadar kalau yang dikatakan Guanawan memang

benar. Aku memang tidak pernah menjalankan ibadah sholat. Lebih tepatnya, belum bisa sholat. (hlm. 8)

(18) Hanya eyang Sulastri, yang memotivasiku untuk terus belajar agama. Eyang sering menanyakan apakah aku sudah sholat atau belum. Walaupun aku juga sering tak mengindahkan nasihatnya itu. Acapkali aku membohongi eyangputri, mengatakan kalau sudah sholat padahal belum. (hlm. 26)

Setelah menikah dengan Aji, Lintang tidak juga raji n dalam menjalankan ibadahnya. Berjalannya waktu membuat Lintang berubah menjadi manusia yang agamis. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.

(19) Pikiranku melompat pada janjiku lima tahun lalu, beberapa saat setelah melahirkan Anti. Saat itu aku berjanji di hadapan Mas Aji, kalau akan mulai menjalankan sholat lima waktu dengan tertib. Namun, janji itu telah berlalu selama lima tahun. Janji yang hanya sekedar janji. (hlm. 95) (20) Hari-hari berikutnya hidupku dipenuhi dengan belajar mengaji. Tiga kali

seminggu aku datang ke rumah Ustad Ridho Mustofa. Di rumah, suamiku semakin ketat mengingatkan dan membimbing untuk menunaikan sholat lima waktu. Bahkan Mas Aji selalu di rumah saat waktu sholat. karena itu tak ada lagi alasan bagiku untuk mengelak. (hlm. 198)

Secara fisiologis Lintang digambarkan sebagai perempuan yang cantik, memiliki tubuh yang indah, dan anggun. Sebagian orang mengatakan bahwa ia cantik, kecantikan dan keanggunan Lintang juga diungkapkan oleh tokoh Aji Prayoga dalam sebuah percakapan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

(21) Kata orang wajahku cantik, dan tubuhku enak dipandang mata. Aku tidak tahu apakah bagi perempuan, kecantikan dan tubuh yang indah itu berkah atau musibah. Aku hany bersyukur atas segala yang diberikan kepadaku. Aku juga tidak ingin berbesar hati karena dianugerahi wajah cantik. (hlm. 26)

(22) Penampilanku mendapat banyak pujian. Orang -orang bilang gerakanku sungguh luwes. Setelah pentas orang -orang tua di Kampung Sayangan mulai banyak yang mengenalku. Lintang , putri Toto Wibowo, cucu Raden Wiyoto Nagoro, yang cantik dan pintar menari. Ah, bahagianya mendengar pujian itu. (hlm. 28)

(23) Satu hal yang harus aku akui. Siapa pun akan mengatakan kalau Dik Lintang memiliki paras yang cantik. Anggun. Seperti yang say a harapkan. (hlm. 30)

Lintang digambarkan sebagai anak tunggal, yang dalam bahasa Jawa disebut sebagai ontang-anting dan juga manja. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang dengan menggunakan teknik cakapan, ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

(24) Kowe kuwi bocah ontang -anting,manja. (hlm. 36)

(25) Kamu benar-benar mengecewakan orang tua Lin. Anak ontang-anting, digadang bakal njunjung kehormatane wong tuwo, malah sebalike gawe wirange wong tuwo, kata Bapak. (hlm. 57)

Lintang adalah anak yang patuh dan sayang pada ayahnya. Ia tidak berani melawan perintah ayahnya meskipun ia ingin melawannya. Rasa sayang Lintang pada ayahnya terlihat saat ayahnya sedang sakit, dengan menangis ia menunggui ayahnya yang terbaring di tempat tidur. Hal ini telihat jelas dari kutipan di bawah ini.

(26) Aku tak kuasa menjawab. Aku berjalan menunduk. Dadaku berdebar -debar tak karuan. Ada sedikit penyesalan, juga rasa takut. Menyesal karena aku tak seharusnya membuat bapa k marah. (hlm. 13)

(27) Dalam kondisi seperti itu, aku mulai menyadari kalau sebenarnya aku sangat menyayangi sosok yang selama ini sering membuatku menangis itu. Bapak yang hampir setiap hari marah -marah. (hlm. 15)

Setelah menikah dengan Aji, Lintang tidak memiliki sikap yang tegas, ia lebih suka nrimo dengan semua sikap suaminya yang cuek. Ia hanya dapat menahan rasa marahnya atau dengan meninggalkan Aji begitu saja . Melalui teknik lakuan pengarang menunjukkan hal ini yang dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(28) Jadi sungguh tidak nalar apa yang dikatakan suamiku itu. Aku pikir tak ada gunanya lagi berdebat dengan Mas Aji. Aku bangkit dan meninggalkannya di ruang tamu. (hlm. 80)

(29) Kalau sudah begitu, tak ada yang bisa kulakukan kecuali menutup mulut rapat. Batinku mangkel, apapun yang aku katakan tak pernah direspon sungguh-sungguh oleh suamiku. Bahkan untuk hal seperti ini. (hlm. 110)

Meskipun Lintang selalu dia m dan nrimo, sebenarnya Lintang ingin sekali memberontak. Sikap berontak ditunjukkannya dengan merokok. Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

(30) Kututup rapat dan kukunci pintu kamar, karena khawatir kalau tiba -tiba Anti membuka pintu. Cepat kuraih bungkus rokok di atas meja. Masih ada empat batang. Kusust batang pertama. Kuh isap, lalu kukepulkan asapnya. Persis seperti yang dilakukan suamiku. Ini pertama kali seumur hidupku merokok. Beberapa kali aku batuk -batuk, karena asap memenuhi tenggorokkan dan menyesakkan dada, tapi aku tak mau menyerah. Ini pemberontakan, aku ingin su amiku juga tahu. Aku bisa melakukan seperti yang ia lakukan. (hlm. 146)

Lintang pernah terjerumus dalam perselingkuhan dengan Anggoro, namun ia masih memiliki sikap tegas dengan menolak ajakan Anggoro untuk beristirahat di sebuah vila saat berada di Kali Urang. Sikap tegas Lintang ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

(31) “Jeng, kita istirahat di dalam vila ya,” pinta Mas Anggoro begitu memasuki pelataran vila. Wajahnya tampak memelas. “Tidak!” jawabku tegas. Darah mengalir cepat ke kepala. (hlm. 185)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Lintang merupakan tokoh utama dalam novel Lintang. Sebagai tokoh utama Lintang mempunyai frekuensi keterlibatan lebih banyak dalam peristiwa -peristiwa yang terjadi dalam cerita. Pelukisan tokoh yang digunakan pengar ang dalam novel ini adalah metode dramatik. Beberapa kedirian tokoh utama dijelaskan secara langsung dan j uga tidak langsung

melalui aktivitas yang dilakukannya, baik lewat kata-kata, tingkah laku, dan lewat peristiwa yang terjadi.

Lintang sebagai tokoh utama digambarkan sebagai orang islam namun tidak pernah menjalankan sholat , tetapi berjalannya waktu ia men jadi sosok manusia yang agamis, hal ini terdapat pada kutipan n o. 17—20. Cantik, anggun, dan pintar merupakan gambaran fisiologis dari tokoh utama. Ia merupakan anak tunggal yang berbakti dan dan sangat menyayangi ayahnya, hal ini terdapat p ada kutipan no. 21— 27. Pada kutipan no. 28—30, pengarang mengambarkan tokoh utama memiliki sifat menerima tetapi juga pemberontak. Ketidak terpenuhinya rasa kasih sayang membuat ia melakukan pemberontakan terhadap suaminya. Sikap ketegasan dimiliki oleh tokoh utama terlihat ketika ia menolak ajakan Anggoro untuk beristirahat di vila, h al ini terlihat pada kutipan no. 31.

b. Tokoh bawahan

Menurut Nurgiyantoro (2002: 176), t okoh tambahan meupakan tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama. Tokoh ini kemunculannya dalam sebuah cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama. Dalam novel Lintang karya Nana Rina ini terdapat beberapa tokoh tambahan yang mendukung munculnya konflik pada diri tokoh utama. Adapun analisisnya adalah sebagai berikut.

1) Eyang Sulastri

Eyang Sulastri dalam novel ini merupakan tokoh bawahan. Tokoh Eyang Sulastri dimunculkan sebagai tokoh yang memiliki watak mendukung kemunculan terjadinya konflik yang dialami oleh tokoh utama. Eyang Sulastri digambarkan sebagai tokoh yang tidak peduli pada Lintang.

(32) Sejak kecil aku merasa eyang putri tidak peduli padaku. Ia lebih menyayangi Bayu, putra Bu LikTiti Suwarni. (hlm. 6)

Tokoh ini digambarkan oleh pengarang memiki sikap pilih kasih kepada cucunya, tetapi tokoh inilah yang memotivasi tokoh utama untuk belajar agama. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

(33) Ada kesedihan tak terperi menyelimuti hati. Karena harus secepat ini kehilangan eyang putri. Meski sering memarahiku, terkadang pilih kasih kepada cucu-cucunya, tapi dibalik semua itu, eyang Sulastri begitu perhatian. Terlebih soal agama. Hanya eyang Sulastri yang memotivasiku untuk terus belajar agama. (hlm. 26)

Dari kutipan no 32 dan 33 terlihat tokoh eyang Su lastri adalah nenek dari tokoh utama yang kurang memiliki sifat pilih kasih tetapi juga perhatian terhadap tokoh utama dalam hal mempelajari agama.

2) Bapak

Tokoh bapak dalam novel ini bernama Toto Wibowo dan merupakan anak kedua. Dia tamatan dari Sekolah Teknik. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.

(34) Toto Wibowo, bapakku sendiri yang tamatan Sekolah Teknik memilih menjadi tukang reparasi alat alat elektronik, yang berpendapatan pas -pasan. (hlm. 4)

(35) Bapak anak kedua, yang setelah meninggalnya Toto Prasojo, otomatis manjadi putra sulung. Meski bapak putra sulung, namun tak memperoleh penghormatan sebagaimana mestinya dari adik -adiknya. (hlm. 5)

Pengarang menggambarkan tokoh bapak sebagai seorang yang p ekerja keras meski hanya sebagai tukang reparasi alat -alat elektronik. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(36) Toto Wibowo, bapakku, biasanya pulang dari pasar Kotagede setelah jam empat sore. Bapak memiliki kios kecil di pojok Pasar Kotegede, tempat reparasi alat-alat elektronik. Bapak seorang pekerja keras. Dia selalu berusaha menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Tak jarang bapak mengantar barang elektronik yang sudah diperbaiki ke rumah pemiliknya tanpa meminta ongkos tambahan. (hlm. 6)

Tokoh bapak memiliki tabiat buruk yang suka ringan tangan dalam menyelesaikan masalah, meski sebenarnya dia baik hati dan penyayang. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.

(37) Aku sudah hapal tabiat bapak saat naik pitam, tidak mau dibantah atau akan menerima akibat buruk. Sudah tak terhitung lagi berapa kali aku menjadi sasaran kemarahan Bapak, meski bukan aku yang menjadi penyebab kemarahannya. Sebenarnya hati bapak itu penyayang, ngayomi, tapi kalau sudah emosi sering kelewat batas. (hlm. 17)

Dari kutipan no. 34 dan 35 tampak bahwa tokoh bapak adalah anak kedua yang hanya tamatan sekolah teknik dan memiliki pendapatan yang tidak terlalu besar karena hanya bekerja sebagai tukang reparasi barang -barang elektronik di pasar. Sifat pekerja keras tetapi emosional tampak pada kutipan no. 36 dan 37.

3) Ibu

Tokoh ibu digambarkan sebagai sebagai seorang yang penyayang dan memiliki pengharapan yang besar terhadap anaknya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.

(38) Aku selalu mengingat kata -kata ibu. “Nduk, jadilah seperti bintang, menyinari tanpa pamrih. Kelak jadilah penerang bagi keluargamu, juga semua orang yang ada disekelilingmu. Jadilah orang yang berguna untuk sesama. Jadilah seperti bintang di langit.” (hlm. 3)

Dalan novel Lintang, tokoh ibu digambarkan sebagai pegawai di kampu s UGM sebagai staf tata usaha. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.

(39) Ibu yang bekerja sebagai staf tata usaha di kampus UGM, memaksaku menjelaskan alasan menangis, akhirnya aku mengaku menangis karena kesal, eyangmembawakan oleh-oleh untuk Bayu sedang aku tidak diberi. (hlm. 6)

Tokoh ibu yang bernama Roro Satiti ini di gambarkan sebagai orang tua yang memahami hati anaknya. Sikap bijaksana dan suka menasihati anaknya dimiliki oleh tokoh ibu. Hal tersebut ditunjukkan melalui kutipan berikut.

(40) Baru dua hari kemudian aku berani bercerita, itupun setelah ibu memulai pembicaraan. Diam-diam beberapa hari ini ibu mengamatiku. Rupanya naluri seorang ibu bisa merasakan kebimbangan anaknya. (hlm. 36) (41) Kalau ibu lebih suka sama Anggit, bocahe bagus tenan, gagah, gedhe,

dhuwur. Anaknya sopan, pinter ngajeni orang tua, mriyayeni. Jelas, bobot, bibit, dan bebetnya. Ibu kenal baik sama bapaknya, Danu Sasongko. Dulu dia kakak kelas ibu saat di SMA. Ibunya juga, Bu Rahayu, dulu sering berkunjung ke rumah eyang. Di a teman budhe kamu. Apalagi selisih umur kalian sudah pas, enam tahun. Kowe kuwi bocah ontang-anting, manja. Ada baiknya kamu mencari laki -laki yang bisa ngemong,Nduk,” kata Roro Satiti. (hlm. 36)

Dari kutipan no. 38, 40, dan 41, tampak bahwa tokoh ibu memiliki sifat penyayang, sabar, perhatian, dan bijaksana. Naluri keibuannya muncul saat tokoh utama mengalami permasalahan dan dengan bijak ia menasihati anaknya.

4) Aji Prayogo

Aji Prayoga adalah tokoh yang menjadi suami Lintang. Aji Prayoga tidak asli dari Kampung Sayangan tempat asal Lintang, ia berasal dari Jepara dan berstatus sebagai mahasiswa kodekteran di UGM . Hal itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

(42) Selain Rudiono, ada juga pemuda Kampung Sayangan, yang jatuh hati padaku. Namanya Aji Suprayogo. Perkenalanku dengan Aji bermula saat ia mengantar surat undangan kumpulan remaja Kampung Sayangan, menjelang peringatan kemerdekaan RI. Aji bukan asli Kampung Sayangan, dia berasal dari Jepara. Di Kampung Sayangan dia tinggal bersama pak liknya, Dokter Kamal, dokter langganan Bapak . Aji lah yang punya inisiatif menghidupkan kembali kegiatan Karang Taruna, setelah lima tahun mandek. Aji yang supel, begitu mudah memengaruhi muda -mudi Kampung Sayangan. Statusnya sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM, membuat orang tak ragu akan kecerdasannya. (hlm. 27)

Aji digambarkan sebagai sosok yang supel dan pandai bercanda. Tidak terlalu tampan, tidak terlalu tinggi, tetapi memiliki wajah yang manis, inilah gambaran dari sosok Aji Prayogo. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(43) Aku merasa nyaman berbincang -bincang dengannya. Orangnya supel , pintar bercanda, tapi topik obrolannya berbobot. Tampak sekali Aji memiliki banyak pengalaman. (hlm. 28)

(44) Jika dibanding dengan Anggit, Aji kalah tampan, hanya wajahnya tampak manis. Postur tubuhnya juga tak terlalu tinggi. Kalau pendek sama pendek, terus menikah, jangan -jangan anaknya pendek semua. (hlm. 36)

Pengarang menggambarkan Aji sebagai lelaki yang be rtanggung jawab dan berjiwa besar yang mau meminta maaf dan bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(45) … Dengan ketegaran sikapku, aku berharap Aji tak mudah

mencampakanku. Dan ternyata Aji tipe lelaki yang be rtanggung jawab. Dua bulan setelah peristiwa yang merenggut keperawananku, Aji datang ke rumah. Dia menyampaikan permintaan maaf juga kesungguhannya untuk bertanggung jawab. Dia berjanji tidak sampai lima belas hari lagi orang tuanya akan datang dari Jepar a, melamarku sekaligus membicarakan hari pernikahan kami. (hlm. 57)

Aji digambarkan sebagai seorang yang rajin beribadah dan mampu membaca Al-Quran dengan baik. Kelebihan dari Aji membuat Lintang kagum. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(46) Suamiku selain mampu membaca Al -Qur’an dengan bagus dan tartil, juga hapal beberapa surat panjang dalam al -Quran. Hal itu semakin membuatku kagum. Aku juga mulai menemukan sisi lain dari suamiku, cerdas, taat beribadah, pemahaman Islamnya juga sangat baik. (hlm. 210) Setelah menikah, Aji bersikap tidak peduli terhadap keluarganya. Kutipan yang menunjukkan hal tersebut adalah:

(47) Aku benar-benar tak habis pikir kenapa sikap suamiku yang tak mengenakkan semakin menjadi. Dia ta mpak semakin tak peduli, selalu saja menganggap mudah setiap permasalahan, padahal aku sekuat tenaga memikirkannya. (hlm. 111)

Dari kutipan no. 42-44, tampak bahwa tokoh Aji adalah seorang mahasiswa kedokteran yang manis, memiliki sifat humoris dan juga s upel. Aji adalah sosok yang bertanggung jawab, hal ini terlihat ketika tokoh utama hamil. Selain itu, Aji

digambarkan sebagai sosok yang cerdas dan taat beribadah, hal ini tampak pada kutipan no. 45 dan 46. Pada kutipan no. 47, Aji digambarkan sebagai se orang suami yang tidak peduli terhadap istrinya sehingga menyebabkan tokoh utama mengalami konflik.

5) Wiwoho Anggito

Tokoh ini digambarkan sebagai tokoh yang memiliki wajah menarik, tinggi besar, dan juga gagah. Sikap sopan dan pandai menghormati orang tua membuat ibu dari tokoh Lintang merasa tertarik. berikut ini kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

(48) Kalau ibu lebih suka sama Anggit, bocahe bagus tenan, gagah, gedhe, dhuwur. Anaknya sopan, pinter ngajeni orang tua, mriyayeni. Jelas, bobot, bibit, dan bebetnya. Ibu kenal baik sama bapaknya, Danu Sasongko. (hlm. 36)

Anggit merupakan seorang pemuda yang berpendidikan, yaitu sebagai seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi tetapi masih berpikiran kolot. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(49) Rina ingin menjodohkanku dengan Wiwoho Anggito, tetangganya yang kuliah di Fakultas Ekonomi. (hlm. 32)

(50) Semula aku berharap pada Anggit, ia seorang mahasiswa ya ng pasti lebih bisa berpikir terbuka, akan membelaku. Namun harapanku si a-sia. Anggit hanya diam membisu. Mas Anggit-ku ternyata masih berpikiran kolot, sama seperti bapaknya. (hlm. 39)

Pengarang menggambarkan Anggit sebagai seorang laki-laki yang tidak mau tersaingi dan memiliki ego yang tinggi. Hal ini terdapat pada kutiban berikut.

(51) Aku sadar, ternyata Anggit memiliki ego yang tinggi sebagai laki -laki, dia tidak mau tersaingi. Dia tak mau kalah dalam pandangan masyarakat. Bagaimanapun, orang yang belajar ilmu eksak selalu dianggap lebih pintar daripada yang belajar ilmu sosial. (hlm. 40)

Dalam kutipan no. 48 dan 49 di atas, tampak bahwa tokoh Anggit adalah seorang yang berperawakan tampan dan tinggi dan memiliki sikap hormat pada orang lain. Ia adalah seorang mahasiswa fakultas ekonomi yang memiliki kekayaan materi, jelas garis keturunan dan status sosialnya. Dari kutipan no. 50 dan 51, tampak bahwa meski Anggit seorang yang berpendidikan, tetapi masih berpikiran kolot dengan egonya yang tinggi.

6) Utari

Tokoh bawahan yang bernama Utari ini digambarkan sebagai seorang wanita cantik, polos, tetapi berpendidikan rendah. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

(52) Aku sempat mengamati benar -benar wanita itu, saat dia baru saja membukakan pintu. Parasnya cantik, tubuhnya sintal, kulitnya putih bersih. Sebuah nilai plus yang menjadi kebanggaan setiap wanita. (hlm. 76)

(53) Utari yang hanya berpendidikan rendah itu tampak sebagai wanita yang polos, seperti tak paham mana yang seharusnya layak diceritakan, dan mana yang semestinya menjadi rahasia.

Utari adalah istri dari teman Aji yang bernama Suprapto. Utari memiliki hubungan dengan Aji meski sudah memiliki suami. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

(54) Saat masih tinggal di Yogyakarta, dia kesepian karena sepanjang hari ditinggal bekerja oleh suaminya. Perkenalan dengan Mas Aji atas

perantara Suprapto, suaminya. Kemudia per kenalan itu berujung pada hubungan yang tak semestinya. (hlm. 77)

Dari kutipan no. 52—54, tampak bahwa Utari adalah seorang wanita cantik yang berpendidikan rendah. Ia memiliki hubungan dengan Aji meski ia sudah memiliki suami, yaitu Suprapto. Kehadiran tokoh bawahan ini menimbulkan konflik pada diri tokoh utama.

7) Doktor Anggoro

Tokoh yang bernama Anggoro digambarkan berpawakan tinggi besar, berambut ikal, dan berkulit sawo matang. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(55) Selain Citra, sejak hari pertama kursus, ada pertanyaan di hatiku yang belum juga terjawab. Tentang peserta laki -laki berperawakan tinggi besar, berambut ikal dengan kulit sawo matang. Aku merasa pernah bertemu atau mengenalnya, tapi entah kapan dan di mana. (hlm. 141)

Tokoh yang menarik perhatian Lintang saat mengikuti pelatihan AMDAL bernama Doktor Anggoro Bekti Setia wan. Hal ini terlihat pada kutipan berikut .

(56) “Ya jelas to. Dia itu priyayi gedhe. Atasanku di kantor, namanya Pak

Anggoro. Doktor Anggoro Bekti Setiawan.” (hlm. 141)

Anggoro digambarkan sebagai orang yang supel dan juga ramah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut .

(57) Mas Anggoro orangnya supel, ramah, mudah akrab dengan siapa saja. Obrolannya cair, tidak kaku. (hlm. 153)

Tokoh ini digambarkan kharisma dan taat dalam menjalan ibadah. Kutipan di bawah ini memperlihatkan hal tersebut.

(58) Sajadah yang melingkar di leher semakin memancarkan kharismanya. Tampaknya dia baru menunaikan sholat ashar di mushola. (hlm. 152) Tokoh Anggoro digambarkan sebagai seorang berpangkat, ramah, supel, dan

Dokumen terkait