• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LINTANG KARYA NANA RINA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LINTANG KARYA NANA RINA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

LINTANG

KARYA NANA RINA DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun Oleh:

Siti Sudarti

08 1224 055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

LINTANG

KARYA NANA RINA DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

(SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun Oleh:

Siti Sudarti

081224055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhanaku ini untuk orang -orang yang

selalu membuatku semangat, tegar, dan bangga.

Kedua orang tuaku, Bapak Dahlan dan Umi Sri Suharti. Anakmu

ini sangat menyayangi dan mencintaimu.

Kakakku Slamet Sunariyo & Winarsih, dan adikku Supariyono

terkasih.

(6)
(7)

vi

MOTTO

Atas segala keberadaanku, dan harapan -harapanku. Aku berutang kepada Ibuku. (Abraham Lincoln)

Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.

(Mazmur 126: 5)

“Suatu perubahan mempunyai dampak psikologis Terhadap manusia. Untuk yang penakut,

Perubahan pasti sangat menakutkan karena hal-hal justru akan menjadi lebih buruk.

Untuk yang mempunyai harapan, Perubahan menjadi hal menyenangkan

karena pasti akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Untuk yang percaya diri, perubahan pasti bisa menjadi inspirasi

karena mereka jadi mempunyai tantangan untuk membuat segalanya menjadi lebih baik”

(8)
(9)

viii

ABSTRAK

Sudarti, Siti. 2012. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Lintang Karya Nana Rina dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji konflik batin tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina. Tujuan penelitian ini untuk memaparkan alur, tokoh, dan penok ohan; konflik batin yang dialami tokoh utama ; dan implementasi hasil penelitian dalam pembelajaran di SMA.

Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra, sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk memaparkan alur, tokoh, dan penokohan, konflik batin tokoh utama , dan juga untuk memaparkan implementasi hasil penelitian dengan pembelajaran sastra di SMA.

Dari analisis data, dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam novel ini adalah Lintang, sedangkan tokoh tambahan yang mempunyai kaitan dengan penyebab konflik batin tokoh utama adalah Eyang Sulastri, Bapak (Toto Wibowo), Ibu (Roro Satiti), Aji Prayogo, Wiwoho Anggit, Utari, Doktor Anggoro, dan Katriningsih . Sifat orang tuanya yang keras, kurangnya kemampuan membaca Al-Quran dan sholat, pilihan antara cinta dan cita -cita, sampai perasaan bersalah yang mendalam karena telah berselingkuh, merupakan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama dalam menjalani kehidupannya. Reaksi berupa ucapan atau tingkah laku yang tidak sewajarnya adalah bentuk pelampiasan dari rasa ketakutan, kekec ewaan, dan juga keterpaksaan. Konflik batin tokoh utama berakhir ketika ia mendapatkan kembali perhatian dan kasih sayang dari suaminya.

(10)

ix

ABSTRACT

Sudarti, Siti. The Main Character’s Inner Conflict in Novel Lintang Written by Nana Rina and the Implementation in the Literature Learning in Senior High Schools (A Psychology Literature Review). Thesis. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Sanata Dharma University.

This research examined the main character’s inner conflict in novel Lintang written by Nana Rina. This research was aimed to explain the plot, characters, and characterization; the inner conflict experienced by the main character; and the implementation of the research results in the learning process in SHS.

This research used psychologic literature approach and descriptive method. This method was used to explain the plot, characters, and

characterization, the main character’s inner conflict, and to explain the implementation of the research results in the learning process in SHS.

Based on the data analysis, it could be concluded that the main character of this novel was Lintang, while the additional figures related to the main

character’s inner conflict were Eyang Sulastri (Grandma Sulastri), Bapak (Father

– Totok Wibowo), Ibu (Mother – Roro Satiti), Aji Prayogo, Wiwoho Anggit, Utari, Doktor Anggoro, and Katriningsih. The inner conflict experienced by the main character in his life was becaus e her parents were strict, her parents seldom read Koran and performed prayers , she was in between two choices – love and dream, and she felt guilty for her adultery. Lintang unusual utterances and behavior were her reactions to express her fear, disappointment, and the fact of

being forced. The main character’s inner conflict ended when she got her husband’s attention and affection back.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas limpahan rahmat -Nya, sehingga skripsi yang berjudul Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Lintang Karya Nana Rina dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra) dapat terselesaikan oleh penulis. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Sanata Dharma.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu dan memberi dorongan serta dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

3. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum., selaku dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran memberi pengarahan, membimbing, serta memberi motivasi sehingga penulis dapat menyeleseikan skripsi ini dengan baik.

4. Bapak Dr. Y. Karmin, M. Pd., selaku dosen Pembimbing II yang dengan sabar, teliti, serta memberi motivasi sehingga penulis dapat menyeleseikan skripsi ini dengan baik.

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA... v

HALAMAN MOTTO... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH SKRIPSI ... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Istilah ... 5

F. Sistematika Penyajian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI... 8

(14)

xiii

B. Kajian Teori ... 10

1. Pendekatan Struktural ... 10

a. Alur atauplot... 11

b. Tokoh ... 14

c. Penokohan ... 15

d. Latar ... 17

2. Psikologi Sastra ... 18

3. Psikologi Abraham Maslow ... 18

4. Konflik ... 22

5. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 23

6. Silabus ... 24

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 28

8. Pembelajaran Sastra di SMA ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Pendekatan ... 33

B. Metode... 33

C. Teknik Pengumpulan Data ... 34

D. Teknik Analisis Data ... 34

E. Sumber Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LINTANG... 36

A. Analisis Struktural... 36

1. Alur ... 36

2. Tokoh ... 41

3. Penokohan ... 42

(15)

xiv

B. Analisis Psikologi Sastra dalam Novel Lintang... 63

1. Kebutuhan Fisiologis ... 63

2. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Akan Rasa Aman ... 64

3. Kebutuhan Akan Rasa Cinta dan Rasa Memiliki ... 70

4. Kebutuhan Penghargaan ... 76

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri ... 79

6. Konflik Batin Tokoh Utama ... 81

BAB V IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS NOVEL LINTANG KARYA NANA RINA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA... 93

A. Novel LintangDitinjau dari Aspek Bahasa ... 94

B. Novel LintangDitinjau dari Aspek Perkembangan Psikologi Siswa ... 95

C. Novel LintangDitinjau dari Aspek Latar Belakang Budaya ... 96

D. Pengembangan Silabus... 97

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 97

2. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran ... 98

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran ... 98

4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi ... 99

5. Penentuan Jenis Penilaian ... 100

6. Menentukan Alokasi Wakt u... 100

7. Menentukan Sumber Belajar ... 101

8. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 101

BAB VI PENUTUP... 102

A. Kesimpulan ... 102

(16)

xv

C. Saran... 105

DAFTAR PUSTAKA... 106

LAMPIRAN Silabus ... 108

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 110

Sinopsis NovelLintang... 119

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengalaman merupakan salah satu sumber inspirasi terciptanya karya sastra, baik novel, cerpen, puisi, maupun karya sastra yang lain. K esedihan, kebahagiaan, dan kelucuan dalam kehidupan manusia dapat dikisahkan dengan kata-kata. Misalnya novel Lintang karya Nana Rina yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Menurut Suyitno (1986: 5), sastra di samping merupakan kutub tertentu dari garis lurus suatu kehidupan, juga merupakan tuangan wadah jiwani manusia secara utuh. Sastra mencakup hal -hal yang indah, memikat, tragis, dan menyedihkan. Sastra juga berisi hal -hal yang menyangkut baik buruk hidup manusia yang penuh dengan konflik batin, dan merupakan terjemahan menawan perjalanan manusia ketika mengalami dan bersentuhan dengan peristiwa hi dup dan kehidupan.

Saxby (via Nurgiyantoro, 2005: 4) mengatakan bahwa sastra pada hakikatnya adalah citra kehi dupan, gambaran kehidupan. Citra kehidupan (image of life) dapat dipahami sebagai penggambaran secara konkret tentang model -model kehidupan sebagaimana yang dijumpai dalam kehidupan faktual sehingga mudah diimajinasikan sewaktu dibaca.

(18)

dipadatkan. Dalam sastra tergambar peristiwa kehidupan lewat karakter tokoh dalam menjalani kehidupan yang dikisahk an dalam alur cerita. Secara prinsipal, teks sastra berwujud penggalian, pengurutan, penilaian, dan pengendapan dari berbagai pengalaman kehidupan dan atau kemanusiaan sebagaimana dialami dan dirasakan penulisnya yang kemudian diungkapkan dengan cara -cara yang indah. Pengalaman hidup, dapat menimbulkan kesan suka maupun duka. Setiap peristiwa yang dialami oleh manusia baik bersama dengan keluarga, saudara, maupun orang-orang terdekat dapat menjadi sebuah pengalaman hidup yang menarik. Segala peristiwa yang dialami seseorang dapat dijadikan inspirasi seorang penulis untuk dikisahkan dalam karyanya baik novel maupun cerita pendek.

Peneliti memilih novel yang berjudul Lintang karya Nana Rina, selain karena sesuai dengan kehidupan sehari -hari, novel ini dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra di SMA. Permasalahan yang diangkat dalam novel ini , selain pendidikan, juga permasalahan rumah tangga yang ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.

(19)

perselingkuhan, dan juga keadaan anaknya yang terlahir dengan fisik kurang sempurna. Namun keyakinan bahwa seti ap ujian pasti ada jalan keluar membuatnya kuat dalam menanggung beban hidup.

Penelitian ini akan meneliti konflik batin tokoh, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologis sastra. Sebenarnya sastra dan psikologi dapat bersimbiosis dalam perannya terhadap kehidupan karena keduanya memiliki fungsi dalam hidup ini. Keduanya sama -sama berurusan dengan pers oalan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Keduanya memanfaatkan landasan yang sama yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai telaah. Oleh karena itu, pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya dalam penelitian sastra (Endraswara , 2008: 15).

Hasil dari analisis konflik batin ini akan digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA. Tujuan pembelajaran itu adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra khususnya novel Lintang karya Nana Rina.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang di atas, disusun rumusan masalah sebagai berikut.

(20)

b. Bagaimanakah konflik batin tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina?

c. Bagaimanakah implementasi hasil analisis konflik batin tokoh Lintang dalam novelLintangkarya Nana Rina dalam pembelajaran sastra di SMA?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan unsur tokoh, penokohan, serta alur yang membentuk konflik batin tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina.

b. Mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina.

c. Mendeskripsikan implementasi hasil analisis konflik batin tokoh utama pada novel novel Lintang karya Nana Rina dalam pembelajaran sastra di SMA.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan sumbangan sebagai berikut.

(21)

b. Bagi peneliti sastra, penelitian ini diharapkan dapat m enjadi masukan dan memberikan informasi mengenai karya sastra, khususnya novel Lintang

karya Nana Rina.

c. Memberikan sumbangan bagi pembelajaran sastra di SMA, khususnya yang berkaitan dengan hasil penelitian mengenai novel Lintang karya Nana Rina.

E. Batasan Istilah

Istilah yang perlu dibatasi pengertiannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Novel

Novel adalah cerita rekaan yang menyajikan tentang aspek kehidupan manusia yang lebih mendalam yang senantiasa berubah -ubah dan merupakan kesatuan yang dinamis yang bermakna (Faruk via Heru Santosa, 2010: 47).

b. Konflik

Konflik adalah sesuatu yang dramatis, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi -aksi balasan (Wellek dan Warren via Nurgiyantoro, 20 07: 122).

c. Alur (plot)

(22)

d. Tokoh

Tokoh adalah orang yang mengalami berbagai peristiwa yang terjadi di dalam suatu cerita (Wiyanto, 2005: 80).

e. Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita ( Jones via Nurgiyantoro, 1995: 165). f. Latar

Latar atausettingmenunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peris tiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1998: 216) .

g. Psikologi

Psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari kedalaman sifat manusia, selain mempelajari perilaku yang nampak juga mempelajari perilaku yang tidak nampak; mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran (Maslow via Walgito, 2010: 91).

h. Psikologi sastra

(23)

F. Sistematika Penyajian

Penyajian hasil penelitian ini disusun menjadi enam bab. Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah yang akan di teliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sis tematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang menjelaskan tentang teori yang digunakan sebagai dasar penelitian, yaitu kajian pustaka dan kajian teori. Bab III, metodologi penelitian yang berisi uraian tentang pendekatan dan jenis penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan sumber data.

Selanjutnya, bab IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan konflik batin yang dialami tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina. Bab V berisi tentang implementasi hasil penelitian dengan pembelajaran sastra di SMA. Bab ini memaparkan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) novel

(24)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Dari segi permasalahan yang diungkap, peneliti menemukan beberapa penelitian serupa yang berhubungan dengan topik penelitian. Penelitian yang relevan dengan topik ini, yaitu penelitian Maria Devy Bukit Shintawawati (2010), Linda Wati (2007), dan Fenty Indah Nurhandayani (2006).

Penelitian Maria Devy Bukit Shintawati dalam rangka menyusun skripsinya yang berjudul Konflik Batin Tokoh Dimas dalam Menghadapi Kemelut Hidup pada Novel Pacarku Ibu Kosku Karya Wiwik Karyono (Suatu Tinjauan

Psikologis) dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra Di SMA yang disusun pada tahun 2010 menggunakan pendekatan psikologi sastra dan menggunakan metode deskriptif. Hasil dari penelitian tersebut adalah analisis tokoh dan latar yang berkaitan erat dengan konflik batin tokoh Dimas akan rasa cintanya kepada Mbak Dea. Kenyataan hidup yang selalu bertentangan dengan prinsip hidup tokoh Dimas telah membawanya pada konflik -konflik batin yang serius. Keinginan kuat Dimas untuk mempertahankan prinsip hidupnya bukan tanpa konsekuensi. Dimas harus mengalami akibat -akibatnya yang harus ditanggungnya. Akibat itu adalah akibat psikis.

Penelitian Linda Wati dalam skripsinya yang berjudul Konflik Batin Tokoh Midah dalam Novel Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer suatu

(25)

pendekatan struktural. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Unsur tokoh dan latar pada novel karya Pramoedya Ananta Toer ini dianalisis untuk menggali konflik batin yang dialami oleh tokoh Midah.

Hasil penelitian pada skripsi ini meliputi tokoh dan alur yang melatarbelakangi kehidupan tokoh utama yang mengalami konflik batin. Teori Abraham Maslow digunakan dalam penelitian ini sehingga ditemukan tiga kebutuhan dasar tokoh utama yang tidak terpenuhi, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki -dimiliki, dan kebutuhan akan rasa kasih sayang. Tokoh Midah mengalami konflik batin namun tidak sampai menderita penyakit jiwa dan tidak mengalami shizoprenia karena dia mampu melewati permasalahan yang menyebabkan k onflik batin selama berada di jalanan Jakarta dengan penuh ketegaran.

Penelitian Fenty Indah Nurhandayani yang berjudul Unsur-unsur Pembentuk Konflik Batin Tokoh Lasi dalam Novel Belantik Karya Ahmad Tohari

(26)

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penel iti menyimpulkan bahwa penelitian tentang analisis konflik batin dan implementasinya dalam pembelaj aran sudah pernah dilakukan. Namun demikian, penelitian mengenai konflik batin tokoh utama pada novel Lintang karya Nana Rina (ditinjau dari segi psikologis sastra) dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA mas ih relevan untuk diteliti. Sebatas pengetahuan penulis, belum ada penelitian novel ini dengan pendekatan psikologis sastra, oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya.

B. Kajian Teori

Berikut ini diuraikan teori yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini. Teori yang digunakan adalah (1) pendekatan struktural yang mencakup alur, tokoh, penokohan, dan latar, (2) teori psikologis sastra, dan (3) teori psikologis menurut Abraham Maslow mengenai keb utuhan dasar manusia.

1. Pendekatan Struktural

Menurut Nurgiyantoro (1995: 36 -37), pendekatan struktural merupakan pendekatan kesusatraan yang menakankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangskutan. Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian -bagian yang bermakna. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik ) yang bersifat timbal balik, saling memengaruhi yang secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh.

(27)

peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa dan gaya bahasa, dan lain-lain (secara langsung) turut serta membangun cerita. Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung memengaruhi bangunan karya sastra. Unsur ekstrinsik ini meliputi biografi pengarang, psikologi pengarang dan pembaca, maupun penerapan psikologi dalam karya, pandangan hidup suatu bangsa, dan sebagainya (Wellek & Warren via Nurgiyantoro, 1995: 23 -24).

Dalam penelitian ini pendekatan struktural digunakan untuk menganalis is struktur novel Lintang. Alur, tokoh, penokohan, dan latar merupakan struktur novel yang akan dianalisis dalam penelitian ini . Analisis struktur novel selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis konflik batin tokoh utama. Menurut Nurgiyantoro (1995: 37), pemahaman sebuah karya sastra khususnya novel dapat dilakukan dengan memaparkan struktur novel. Tujuan pemaparan struktur novel ini adalah untuk mengetahui fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghadirkan keseluruhan.

a. Alur atauPlot

(28)

sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Alur dan tokoh sangat berkaitan erat, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Alur (plot) menurut Stanton (2007:26) adalah rangkaian peristiwa -peristiwa dalam sebuah cerita. Plot merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat , peristiwa yang satu disebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa kausal, yakni peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal -hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandanganny, keputusan -keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya.

(29)

142). Sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal, tahap tengah,dan tahap akhir (Aristoteles via Nurgiyantoro, 1995: 142 -146).

1) Tahap awal

Tahap awal dari sebuah cerita biasanya disebut sebagai perkenalan. Tahap ini memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita yang muncul. Sedikit demi sedikit konflik mulai dimunculkan.

2) Tahap tengah

Tahap tengah dapat disebut juga sebagai tahap pertikaian. Tahap ini menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada tahap sebelumnya menjadi semakin meningkat dan menegangkan. Konflik yang dikisahkan dapat berupa konflik internal, yaitu konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh, ataupun konflik eksternal yang merupakan konflik atau pertentangan yang terjadi antar tokoh ceri ta. Dalam tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik telah mencapai titik intensitas tertinggi.

3) Tahap akhir

Tahap akhir sebuah cerita dapat disebut juga sebagai tahap peleraian. Menurut Tasrif (via Wahyuningtyas, 2011: 6) tahapan pada plotdibedakan menjadi lima, yaitu:

1) Tahapansituation

Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi (latar) dan tokoh cerita. 2) Tahapgenerating circimtances

(30)

3) Tahaprising action

Tahap ini berarti konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.

4) Tahapclimax

Tahap klimaks merupakan tahap yang berisi pertentangan atau konflik yang terjadi pada tokoh cerita ketika mencapai titik p uncak.

5) Tahapdenouement

Tahap ini berisi penyesuaian dari konflik yang terjadi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Aristoteles via Nurgiyantoro, yakni menganalisis alur dengan membedakannya menjadi tiga tahap, yaitu tah ap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

b. Tokoh

(31)

Dalam sebuah fiksi, tokoh dibedak an menjadi dua dilihat dari segi fungsi atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, yaitu tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (bawahan) (Wahyuningtyas, 2011: 3). Tokoh utama atau tokoh sentral adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Menurut Nurgiyantoro, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan (2002: 176).

Sudjiman menyatakan b ahwa tokoh yang memegang peran pimpinan disebut tokoh utama. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukanlah frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa -peristiwa yang membangun ceri ta (1991: 17—18)

Tokoh tambahan atau tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama. Tokoh ini kemunculannya dalam sebuah cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama.

c. Penokohan

(32)

Dalam sebuah cerita pelukisan tokoh dilakukan dengan cara deskriptif langsung (teknik analitis, telling) dan tidak langsung (teknik dramatik, showing) yang kesemuanya itu mesti lewat kata -kata. Teknik analitis adalah pelukisan tokoh yang dilakukan dengan memberi deskripsi kedirian tokoh yang berupa sifat, watak, tingkah laku atau ciri fisiknya secara langsung. Sedangkan teknik dramatik ditunjukkan dengan kehadiran tokoh melalui aktivitas yang dilakukan tokoh, baik lewat kata atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik. Berbagai teknik yang dimaksud adalah cakapan, tingkah laku, pikiran dan perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, dan reaksi toko h lain (Nurgiyantoro, 1955: 194—209). 1) Teknik cakapan berkaitan dengan percakapan yang dilakukan oleh tokoh

cerita, biasanya dimaksudkan untuk menggambarkan sifat -sifat tokoh yang bersangkutan atau sekaligus mencerminkan kehadiran tokoh pelakunya.

2) Tingkah laku berkaitan dengan apa yang dilakukan dalam wujud tindakan dan tingkah laku. Tingkah laku itu menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat dan sikap yang mencerminkan kehadiran tokoh.

3) Pikiran dan perasaan berkaitan dengan keadaan dan jalan pikiran se rta perasaan, apa yang sedang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang sering dipikirkan dan dirasakan tokoh.

(33)

5) Reaksi tokoh berkaitan dengan reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah,

keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain yang berupa “ran gsang’ dari

luar dari tokoh yang bersangkutan. Bagaimana tokoh terhadap hal -hal tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat -sifat kedirian tokoh.

6) Teknik reaksi tokoh lain berkaitan dengan reaksi yang diberikan tokoh lain terhadap tokoh utama yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lainlain, atau berkaitan dengan penilaian kehadiran tokoh utama oleh tokoh -tokoh lain.

Dalam penelitian ini, analisis tokoh dan penokohan digunakan untuk mengetahui sikap, watak, tingkah laku, atau ciri -ciri fisik tokoh secara langsung. Analisis tokoh dan penokohan juga digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh tokoh, baik lewat kata atau tingkah laku dan melalui peristiwa yang terjadi.

d. Latar

Menurut Abrams (via Nurgiyantoro, 1998: 216), latar atau setting

menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan. Nurgiyantoro (1998: 227—234) menyatakan bahwa latar mencakup tiga unsur, yaitu latar tempat, latar

(34)

sosial menunjuk pada hal -hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan.

2. Psikologi Sastra

Karya sastra merupakan cerminan kehidupan nya ta. Aspek-aspek kehidupan manusia dijadikan sebagai objek utama psikologi sastra, sebab semata -mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh -tokoh kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan (Ratna, 2004: 343). Endraswara mengemukakan bahwa psikologi sastra merupakan sebuah interdisipliner antara psikologi dan sastra (2008: 16). Mempelajari psikologi sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Aspek dalam yang acap kali bersifat subjektif, yang membuat pemerhati sastra menganggapnya berat. Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari sudut pandang psikologi. Perhatiannya diarahkan k epada pengarang dan pembaca (psi kologi komunikasi sastra) ataupun teks sastra itu sendiri. Pendekatan psikologi terhadap sebuah teks sastra da pat dilangsungkan secara deskriptif belaka, namun sering mendekati suatu penafsiran sastra (Hartoko dan Rahmanto, 1986: 126—127).

Guna menjawab penyebab terjadi nya konflik batin tokoh Lintang , akan digunakan teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham M aslow. Teori ini digunakan sebagai dasar penelitian terhadap novel Lintang.

3. Psikologi Abraham Maslow

(35)

perilaku yang nampak juga mempelajari perilaku y ang tidak nampak; mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran. Maslow melandasi teori kepribadiannya dengan motivasi sebagai penggerak tingkah laku manusia. Motivasi adalah dorongan yang timbul dari dalam individu sebagai hasil kesatuan terpadu yang memiliki tujuan atau keinginan tertentu, yaitu mewujudkan kebutuhan-kebutuhan manusiawi sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan tidak sadar.

Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia memiliki tingkatan, tingkatan kebutuhan manusia yang dimaksud, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan aktual isasi diri (Naisaban, 2004: 278—279). Kebutuhan dasar dan universal tersebut jika disusun dalam diagram, tampak sebagai berikut.

Kebutuhan yang ada di bawah pemuasnya lebih mendesak daripada kebutuhan yang ada di atasnya. Maslow menambahkan bahwa individu tidak akan

1. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis 2. Kebutuhan akan rasa aman

3. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki 4. Kebutuhan akan penghargaan

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri

5.

3.

2.

(36)

berusaha meloncat ke pemuasan kebutuhan yang ada ke tingkat atas, sebelum kebutuhan yang ada di bawah terpuaskan. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kelima kebutuhan dasar manusia menurut Maslow akan diuraikan karena berkaitan dengan konflik batin tokoh utama . Kelima kebutuhan ini berkaitan erat dalam membentuk konflik batin tokoh utama.

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan -kebutuhan yang paling dasar, kuat dan jelas terhadap makanan, minuman, seks, tidur, dan oksigen, merupakan sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliha raan biologis dan kelangsungan hidup (Maslow via Goble, 1987 : 71). Kebutuhan ini paling primer, karena telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan ke bumi ini. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan jelas di antara s ekian banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.

b. Kebutuhan rasa aman

(37)

menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkannya. Terpenuhinya kebutuhan akan rasa aman, orang akan berkembang dan jauh dari rasa tertekan. c. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki

Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain baik dengann sesama jenis maupun lawan jenis, dalam lingkungan keluarga atau l ingkungan sekelompok dalam masyarakat. Kebutuhan ini muncul dalam bentuk merasa diterima dalam keanggotaan kelompok, mengalami rasa kekeluargaan, persahabatan antardua orang, kekaguman, dan kepercayaan (Naisaban, 2004: 279).

d. Kebutuhan akan penghargaan

Setelah kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki telah terpenuhi, maka mulai terbentuklah dorongan untuk kebutuhan akan penghargaan. Menurut Maslow, setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan, yaitu harga diri dan penghargaan dari orang la in. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain sangat berarti dalam kehidupan manusia, dengan penghargaan itu manusia merasa berarti dan diakui keberadaannya serta kemampuannya. Adanya penghargaan, membuat manusia lebih percaya diri menghadapi hidup (Globe, 1987: 77) .

e. Kebutuhan aktualisasi diri

(38)

dikemukakan oleh Maslow, yaitu sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat individu, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas individu. Maslow berpendapat (via Goble, 1987: 77) bahwa manusia perlu mengembangkan potensi dalam dirinya. Pemaparan tentang kebutuhan psikologis untuk menumbuhkan, mengembangkan , dan menggunakan kemampuannya disebut aktualisasi diri. Manusia berhak menjadi apa sa ja sesuai dengan kemampuannya. Kepercayaan diri akan muncul apabila setiap rintangan dapat dihadapi dengan sukses. Sukses akan membawa kegembiraan, dan kegembiraan akan menumbuhkan kepercayaan pada diri. Dengan kepercayaan diri dan hati yang tenang, persoalan akan dapat mudah terselesaikan.

4. Konflik

Konflik merupakan pertentangan antara dorongan -dorongan yang berlawanan, tetapi ada sekaligus ada bersama -sama pada diri seseorang. Pertentangan atau konflik batin menur ut Deradjat (1985: 26—27) adalah terdapatnya dua dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. Kecemasan merupakan manifestasi dari pertentangan atau konflik batin ini.

(39)

Konflik sosial merupakan konflik yang disebabkan adan ya kontak sosial antar manusia. Pada sebuah novel, konflik so sial terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, baik dengan lingkungan alam maupun dengan tokoh yang lain. Kedua macam konflik ini saling berkaitan dan saling menyebabkan terjadinya satu dengan ya ng lain dan dapat juga terjadi secara bersamaan. Dalam sebuah cerita, konflik dan klimaks dalam alur dilihat berdasarkan subtansi peristiwa -peristiwa yang dikisahkan. Konflik menentukan sebuah cerita akan terasa monoton atau mencekam penuh dengan ketegangan.

5. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenal tujuan, isi, dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajara n adalah kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BNSP, 2006: 5). S edangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (BNSP, 2006: 5). Di dalam mendiknas (2006: 5), Kurikulum Tingkat Sa tuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BNSP. Pelaksanaan kurikulu m didasarkan pada potensi perkembangan dan kondidi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.

(40)

membaca, memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan. Untuk kompetensi dasarnya adalah menganalisis unsur -unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan. Pada kelas XII semester 1, dengan s tandar kompetensi mendengarkan, yaitu menanggapi pembacaan penggalan novel dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan serta menjelaskan unsur -unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel.

Penelitian ini memilih kurikulum kelas XI semester 1, yaitu memah ami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan. Pada standar kompetensi tersebut, pembelajaran novel dapat diimplementasikan dan siswa dapat mempelajari serta memahami unsur intrinsik novel sehingga siswa dapat menganalisis unsur intrinsik dan dap at mengaitkan dengan kehidupan sehari -hari.

6. Silabus

(41)

a. Prinsip ilmiah, yaitu keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

b. Maksud dari prinsip relevan, yaitu cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

c. Sistematis, maksudnya bahwa kompone n-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

d. Prinsip konsisten, berkaitan dengan adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

e. Memadai yang dimaksud di sini adalah cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

f. Aktual dan kontekstual berkaitan dengan cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian harus memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

(42)

h. Menyeluruh merupakan prinsip yang terkahir, yaitu komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

Sebuah silabus memiliki komponen -komponen yang sangat penting, diantaranya identifikasi, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, indikator, penilaian, aloka si waktu, dan sumber bahan/alat . Berdasarkan hal tersebut, berikut ini akan uraikan langkah -langkah dalam mengembangkan silabus pembelajaran.

a. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Dalam mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1) Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat kesulitan materi.

2) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran.

3) Keterkaitan standar kompetensi dan komperensi dasar antar mata pelajaran. b. Mnegidentifikasi Materi Pokok

Mengidentifikasi materi pokok yang menunjang pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mempertimbangkan hal sebag ai berikut.

1) Potensi peserta didik

2) Relevansi dengan karakteristik daerah

(43)

4) Alokasi waktu

c. Mengembangkan Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar merupakan kegia tan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Rumusan pengalaman belajar mencerminkan pengelolaan pe ngalaman belajar peserta didik.

d. Merumuskan Indikator Keberhasilan Belajar

Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan tanda-tanda, perbuatan atau respon yang ditampilkan oleh peserta didik. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, dan dirumu skan dalam kata kerja operasional yang terukur atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

e. Penentuan Jenis Penilaian

(44)

1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi 2) Penilaian menggunakan acuan kriteria

3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan 4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut

5) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran.

f. Menentukan Alokasi Waktu

Alokasi waktu adalah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian, maksudnya perkiraan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mempelajari suatu materi pembelajaran. Dalam menentukan alokasi waktu, perlu memperhatikan minggu efektif per semester, alokasi waktu per mata pelajaran, dan juga jumlah kompetensi per s emester.

g. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentua n sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(45)

belajar, indikator pencapaian hasil belajar, strategi pembelajaran, sumber pembelajaran, alat dan bahan, langkah -langkah kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.

Menurut Muslich (2007: 53), langkah-langkah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, yaitu:

a. Ambil satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang akan diterapkan dalamm pembelajaran.

b. Tulis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam unit tersebut.

c. Tentukan indikator untuk mencapai kompetensi tersebut.

d. Tentukan alokasi waktu yan g diperlukan untuk mencapai indikator tersebut.

e. Rumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.

f. Tentukan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yantelah dirumuskan.

g. Pilih metode pembelajaran yang dapat mendukung materi dan tujuan pembelajaran.

h. Susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada setiap satuan rumusan tujuan pembelajaran yang bisa dikelompokkan menjadi kegiatan awal, inti, dan penutup.

(46)

dari satu pertemuan. Pembagian setiap jam pertemuan bisa didasarkan pada satuan tujuan pembelajaran atau jenis pembelajaran.

j. Sebutkan sumber atau media belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran secara konkret untuk setipa pertemuan.

k. Tentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian kompetensi dasar satu tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

8. Pembelajaran Sastra di SMA

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006: 231). Sast ra diciptakan tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga memberikan sumbangan bagi pendidikan khususnya pembelajaran sastra di SMA. Pembelajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan secara utuh. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak (Moody via Rahmanto, 1988: 16).

(47)

dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran sehingga perlu diseleksi yang memiliki nilai positif bagi siswa.

Pemilihan bahan pengajaran sastra harus memperhatikan tiga aspek. Pertama bahasa, bahasa yang digunakan dalam novel harus ada pada t araf kemampuan bahasa siswa. Novel yang bahasanya sulit dimengerti maupun bahasanya terlalu mudah dimengerti tidak akan menarik siswa. Bahan pengajaran yang dipilih hendaknya tidak hanya memperhitungkan kosa kata dan tata bahasa, tetapi harus mempertimban gkan situasi dan pengertian wacana termasuk ungkapan dan referensi yang ada.

(48)

pemikiran filsafati untuk menentukan keputusan -keputusan moral (Moody via Rahmanto, 1988: 31).

Ketiga adalah latar belakang budaya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya dengan latar belakang kehidupan mere ka. Guru hendaknya memahami apa yang diminati oleh siswa, sehingga dapat menyajikan suatu karya sastra yang tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki oleh para siswa.

(49)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dan psikologis sastra. Pendekatan struktural digunakan untuk menganalisis unsur alur, tokoh, penokohan, dan latar dalam novel Lintang karya Nana Rina. Kutha Ratna (2004: 61), menge mukakan mengemukakan bahwa pendekatan psikologis sastra pada dasarnya berhubungan de ngan tiga gejala utama, yaitu: pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra. Dengan kedua pendekatan tersebut akan diungkapkan struktur novel dan konflik batin tokoh utama dalam novel Lintangkarya Nana Rina.

B. Metode

(50)

C. Teknik Pengumpulan Data

Sudaryanto (1993: 26) mengemukakan bahwa teknik merupakan penjabaran dari metode dalam sebuah penelitian, yang disesuaikan dengan alat dan sifat. Pengumpulan data pada penelitian ini diawali peneliti membaca novel

Lintang secara teliti kemudian mencatat hal-hal yang berkaitan dengan struk tur novel, yaitu alur, tokoh, penokohan, dan latar. Data-data yang merupakan bagian dari keseluruhan novel Lintang yang berkaitan dengan masalah dan telah dicatat kemudian diidentifikasi berdasarkan kesamaan masalah yang akan dikupas, yaitu konflik batin tokoh utama.

D. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen (via Moleong, 2006: 248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja de ngan data, mengorganisasikan data, memilah -milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan . Peneliti menganalisis data dengan jalan bekerja dengan data itu sendiri. Data yang diperoleh diolah dengan tahap-tahap sebagai berikut.

1. Membaca novelLintangkarya Nana Rina.

2. Menemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan tokoh, penokohan, dan alur yang terdapat pada novel Lintang.

(51)

4. Mengidentifikasi data yang diperoleh sesuai dengan objek yang diteliti, dalam hal ini konflik batin yang dialami oleh tokoh utama yaitu Lintang dalam novel

Lintangkarya Nana Rina.

5. Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan, agar data lebih jelas.

E. Sumber Data

Suharsimi Arikunto (1989: 102) menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu:

Judul Buku : Lintang Pengarang : Nana Rina Penerbit : Mara Pustaka Tahun Terbit : 2012

Jumlah Halaman : 274

(52)

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ANALISIS KONFLIK BATIN

TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LINTANG

Bab empat ini mendeskripsikan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan

secara keseluruhan. Analisis permasalahan akan difokuskan dari dua sudut, yaitu

sudut sastra dan sudut psikologi. Dari sudut sastra, analisis akan difokuskan pada

analisis struktur novel, yaitu alur, tokoh, penokohan, dan latar . Analisis psikologi

novel Lintang akan didasarkan pada teori Abraham Maslow terhadap konflik batin tokoh utama. Dalam pembahasan ini kedua pendekatan tersebut akan saling

melengkapi.

A. Analisis Struktural

Sebelum meneliti novel Lintang secara psikologis, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis akan meneliti novel tersebut secara struktural terlebih

dahulu. Struktur karya sastra yang akan diteliti, yaitu alur , tokoh, penokohan, dan

latar yang berkaitan dengan konflik batin yang dialami tokoh utama.

1. Alur

Seperti yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya, alur merupakan

(53)

merupakan salah satu unsur terpenting dalam membentuk karya sastra. Menurut Aris

Toteles alur terbagi menjadi tiga, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

a. Tahap awal

Tahap awal sebuah cerita juga disebut sebagai perkenalan. Tahap ini

memperkenalkan situasi latar dan tokoh -tokoh cerita yang muncul. Sedikit demi

sedikit konflik mulai dimunculkan . Tahap perkanalan pada novel ini dimulai dari

perkenalan nama tokoh yang terdapat dalam novel. Awal cerita pada novel ini di

mulai dari tokoh utama masih kecil. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

(1) Lintang namaku. Aku tak tahu, mengapa orang tuaku memberi nama itu. Anehnya, sejak kecil aku memang sangat suka melihat bintang di langit. Bintang seolah menjadi jiwaku, dan jiwaku adalah bintang. Bintang yang indah benderang, menyenangkan saat dipandang, tapi tidak menyilaukan mata. Itulah yang membuatku bangga dengan nama yang diberikan ibuku, Lintang Sumunar. (hlm. 3)

Pemaparan awal cerita ini juga terlihat saat pengarang memperkenalkan latar

belakang keluarga tokoh utama berasal. Dapat dilihat di bawah ini kutipan yang

menunjukkan hal tersebut.

(2) Aku hidup di tengah keluarga juragan batik yang sudah bangkrut. Eyang Kakungku, Raden Wiyoto Nagoro almarhum, pemilik perusahaan batik “Canthing Mas” yang tersohor di Yogyakarta awal tahun 1930-an. (hlm. 3-4)

Di awal cerita juga dipaparkan keluarga dari eyangnya, orang tua dari ayahnya. Berikut kutipannya.

(54)

tukang reparasi alat-alat elektronik, yang berpendapatan pas -pasan. Adiknya Titi Suwarni, ibu Bayu, menjadi guru di salah satu SMP favorit di Yogyakarta. Dua putra eyangyang lain, Toto Waskito dan Titi Sundari juga menjadi guru. Sementara Toto Rahmanto, Toto Prasetyo, dan Titi Sekarsari memilih terjun ke dunia bisnis. Mere ka tidak bisa dibilang sukses, tapi kehidupannya cukup sejahtera. Toto Narimo, si bungsu yang tuna grahita, tinggal di pendopo, serumah dengan ibunya. (hlm. 4)

(4) Sejak kecil keluargaku tak pernah mengajariku beribadah. Meski mereka, dan juga aku mengaku beragama Islam, tapi kami tidak pernah sholat, puasa, ataupun mengaji. Sedang keluarga ibuku, sebagaian beragama Islam, sebagian beragama Katolik.(hlm. 7)

Pada tahap awal ini konflik-konflik kecil mulai muncul dalam kehidupan

tokoh utama. Tokoh utama semasa kecil sudah kurang mendapatkan perhatian dari

eyang Sulastri dan juga sering menjadi pelampiasan kemarahan dari orang tuanya. Hai ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

(5) Sejak kecil aku sudah merasa eyang putri tak terlalu peduli padaku. Ia lebih menyayangi Bayu, putra Bu Lik Titi Suwarni. (hlm. 6)

(6) Begitu sempurna kehancuranku hari itu. Aku hanya pasrah, tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanyalah korban dari permasalahan yang dibuat oleh oleh orang tua. (hlm. 18)

Menginjak remaja, tokoh utama diceritakan dihadapkan pada banyak cinta

yang mengelilinginya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

(7) Kenapa aku menjadi bimbang? Bukankah selama ini aku mengharapkan Mas Anggit? Malam ini harapanku telah terkabul. Perasaaanku padanya bersambut. Dia juga menyukaikau, mengharapkanku menjadi bagian istimewa di hatinya.Tapi aku resah. Ada juga Mas Aji y ang beberapa hari ini kulupakan...(hlm. 35)

Kisah cinta dan keinginannya untuk melanjutkan di Fakultas Kimia dan Ilmu

Tanah menimbulkan konflik kecil dalam kehidupan tokoh utama. Hal ini ditunjukkan

(55)

(8) Tanda bahaya akhirnya benar -benar mendatangkan bencana. Setelah Anggit tahu aku tetap mendaftar di Fakultas Kimia dan Ilmu Tanah, akhirnya ia mengirim surat, dan menyatakan tidak bisa melanjutkan hubungannya denganku. (hlm. 41)

Setelah berumah tangga, kehidupan tokoh utama mulai dipenuhi dengan

konflik. Kurangnya kasih sayang dan ketidaksetiaan suaminya menjadi awal konflik

dalam kehidupan rumah tangganya. Hal ini ditunjukkan pada kutipan berikut.

(9) “Aku sudah tahu semuanya Ma s,” kataku datar.

“Maksud kamu?” jawab Mas Aji di antara kepulan asap rokoknya. “Tentang Utari,” kata Utari sengaja kutekan, dan pandangan mataku tajam memerhatikan wajahnya. Aku ingin tahu dampak dari kata -kataku itu. Tetap saja, yang aku saksikan sosok Aji yang seperti biasanya. Aji yang selalu tenang, cuek, seolah tak pernah memiliki masalah. (hlm. 79)

b. Tahap tengah

Tahap tengah dapat disebut juga sebagai tahap pertikaian. Tahap ini

menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada ta hap

sebelumnya menjadi semakin meningkat dan menegangkan (Aristote les via

Nurgiyantoro, 1995: 142—146).

Pada novel Lintang, tahap tengah ini dimulai dengan perselingkuhan tokoh utama dengan Anggoro sebagai akibat kurangnya kasih sayang dari suaminya. Hal ini

terdapat pada kutipan berikut.

(56)

Konflik mulai memuncak ketika tokoh utama mencoba untuk jujur kepada

suaminya mengenai hubungannya dengan Anggoro. Kejujuran tokoh uta ma yang

diperlihatkan dengan menyerahkan secarik kertas buram bertuliskan From Cilacap with Love, membuat suaminya marah. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.

(11) Tanpa bicara, kuserahkan lipatan kertas buram itu. Suamiku tak sabar membuka dan membacanya. Kulihat wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut, atau tak percaya dengan apa yang ia baca.

Di kertas itu, pada bagian akhir tertulis From Cilacap with Love. Juga nama yang begitu jelas tertulis, “Anggoro Bekti Setiawan.”

Wajah suamiku mendadak berubah. Merah padam menahan amarah. Tatap matanya garang, baru kali ini aku melihat suamiku dengan tatapan mata sebegitu tajamnya. Bibirnya terkatup rapat. Berdirinya begitu tegak. Sementara jemarinya menggenggam, begitu erat. (hlm. 194)

Konflik pada novel ini me ncapai klimaksnya pada saat tokoh utama tidak

dapat menahan gejolak hatinya untuk mengungkapkan rahasianya bersama Anggoro

saat berada di Kaliurang. Ia tak dapat lagi menahan ganjalan yang menyiksa hati yang

mengakibatkan dirinya stres dan juga sering meng urung diri di kamar. Sebagai

konsekuensi kejujurannya, tamparan keras dari suaminya dia rasakan. Hal tersebut

dapat dilihat pada kutipan berikut.

(12) Dan aku tetap, tetap saja mengurung diri dalam kamar. Efek dari keterusteranganku kemarin sore tak begitu terasa. Mas Aji belum tahu yang sesungguhnya. Belum tahu peristiwa yang membuatku stres, memendam rasa bersalah yang tak terukur besarnya. Perasaanku memang sedikit lebih ringan, tapi rasa bersalah itu tak berubah. Sesal berselimut dosa. (hlm. 196)

(13) “Apa lagi yang kau sembunyikan? Apa yang kamu lakukan dengannya?”

“Aku … pernah ke Kaliurang berdua,” kataku terbata-bata. Plak!

(57)

“Tapi Mas, aku bersumpah. Demi Allah Mas, kami tak melakukan apa -apa. Aku segera tersadar waktu itu. Aku segera pulang saat belum sempat masuk penginapan,” kataku dengan suara parau di antara isak tangis. Tangan kananku memegangi pipi bekas tamparannya. Sakit.

Mas Aji menunduk. Wajahnya tampak menyesal karena telah menamparku. Wanita yang selama ini berjuang mati -matian untuk kebaikan keluarga. (hlm. 205)

c. Tahap akhir

Tahap akhir atau selesaian menunjukkan konflik batin yang dialami tokoh

utama berakhir. Kisah dalam novel ini diakhiri dengan suasana haru. Akhirnya tokoh

utama merasakan perhatian dari suaminya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(14) “Bu, kamu sudah memberikan yang terbaik untuk keluarga ini. Kamu telah menjadi bintang yang sesungguhnya,” kata Mas Aji, kata-kata yang indah yang jarang kudengar dari suamiku.

Air mataku semakin deras mengalir. Kami bertiga berpelukan dalam linangan air mata. (hlm. 272)

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tahap selesaian adalah tahap

akhir dari sebuah cerita dalam sebuah karya sastra. Pada novel Lintang, tahap akhir dikisahkan dalam suasana haru. Perhatian suami yang lama diharapkan oleh t okoh

utama akhirnya didapatkannya.

2. Tokoh

Tokoh adalah subjek yang dikisahkan dalam karya sastra. Pada sebuah karya

sastra, tokoh merupakan unsur yang penting. Tokoh cerita dibagi menjadi dua, yaitu

tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan

penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang

(58)

-177). Dalam novel Lintang ini terdapat tokoh utama dan tokoh bawahan. Bukti analisis tokoh utama dan tokoh tambahan terdapat pada analisis alur di atas.

Tokoh utama dalam novel ini bernama Lintang. Tokoh Lintang memiliki

frekuensi keterlibatan lebih banyak dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam novel

ini, mulai dari bagian awal, tengah, dan akhir dalam alur novel ini. . Hal ini dapat

dibuktikan melalui kutipan no. 1, 2, 4, 5, 7, 9, 10, dan 11. Tokoh bawahan dalam

novel Lintang adalah eyang Sulastri, bapak, ibu, Aji Prayogo, Wiwoho Anggito, Utari, Doktor Anggoro, dan Katriningsih. Tokoh-tokoh tersebut memiliki keterlibatan

dengan konflik yang dialami oleh tokoh utama. Kutipan yang membuktikan hal

tersebut adalah no. 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14. Pada kutipan tersebut,

munculnya tokoh tambahan mend orong terjadinya konflik pada diri tokoh utama.

3. Penokohan

Menurut Jones (via Nurgiyantoro, 2002: 165), penokohan merupakan

pelukisan gambaran yang jelas tentang yang ditampilkan dalam suatu cerita.

Pelukisan tokoh dalam sebuah cerita dapat dilakukan d engan cara deskriptif langsung

(teknik analitis, telling) dan tidak langsung (teknik dramatik, showing) yang kesemuanya itu lewat kata -kata.

a. Tokoh utama

(59)

sebagai tokoh yang diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai

kejadian. Sebagai pelaku kejadian Lintang hadir dan dikenai konflik. Nama lengkap

Lintang adalah Lintang Sumunar. Dari namanya sudah terlihat bahwa tokoh utama

berasal dari Jawa, tepatnya Yogyakarta. Lintang berarti Bintang, sedangkan Sumunar

berarti bersinar. Nama yang oleh ibunya memiliki banyak harapan. Hal ini dapat

dilihat melalui kutipan berikut.

(15) Itulah yang membuat bangga dengan nama yang diberikan ibuku, Lintang Sumunar. Bintang yang bersinar. Aku selalu mengingat kata -kata ibu. “Nduk, jadilah seperti bintang, menyinari tanpa pamrih. Kelak jadilah penerang bagi keluargam, juga semua orang yang ada di sekelilingmu. Jadilah orang yang berguna untuk sesama. Jadilah seperti bintang di langit.”(hlm. 3)

Dengan teknik dramatik, pengarang memperlihatkan bahwa Lintang sebagai

tokoh utama hidup di tengah-tengah keluarga juragan batik. Hal ini terdapat dalam

kutipan dramatik berikut.

(16) Aku hidup di tengah keluarga juragan batik yang sudah bangkrut. Eyang Kakungku, Raden Wiyoto Negoro almarhum, pem ilik perusahaan batik “Canthing Mas” yang tersohor di Yogyakarta awal tahun 1930-an. (hlm. 3—4)

Lintang kecil yang yang notabene dari kelurga muslim tidak pernah

menjalankan ibadah sholat. Hanya eyang Sulastri yang memotivasinya untuk belajar agama. Di bawah ini adalah kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

(60)

benar. Aku memang tidak pernah menjalankan ibadah sholat. Lebih tepatnya, belum bisa sholat. (hlm. 8)

(18) Hanya eyang Sulastri, yang memotivasiku untuk terus belajar agama. Eyang sering menanyakan apakah aku sudah sholat atau belum. Walaupun aku juga sering tak mengindahkan nasihatnya itu. Acapkali aku membohongi eyangputri, mengatakan kalau sudah sholat padahal belum. (hlm. 26)

Setelah menikah dengan Aji, Lintang tidak juga raji n dalam menjalankan

ibadahnya. Berjalannya waktu membuat Lintang berubah menjadi manusia yang

agamis. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.

(19) Pikiranku melompat pada janjiku lima tahun lalu, beberapa saat setelah melahirkan Anti. Saat itu aku berjanji di hadapan Mas Aji, kalau akan mulai menjalankan sholat lima waktu dengan tertib. Namun, janji itu telah berlalu selama lima tahun. Janji yang hanya sekedar janji. (hlm. 95) (20) Hari-hari berikutnya hidupku dipenuhi dengan belajar mengaji. Tiga kali

seminggu aku datang ke rumah Ustad Ridho Mustofa. Di rumah, suamiku semakin ketat mengingatkan dan membimbing untuk menunaikan sholat lima waktu. Bahkan Mas Aji selalu di rumah saat waktu sholat. karena itu tak ada lagi alasan bagiku untuk mengelak. (hlm. 198)

Secara fisiologis Lintang digambarkan sebagai perempuan yang cantik,

memiliki tubuh yang indah, dan anggun. Sebagian orang mengatakan bahwa ia

cantik, kecantikan dan keanggunan Lintang juga diungkapkan oleh tokoh Aji Prayoga

dalam sebuah percakapan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

(21) Kata orang wajahku cantik, dan tubuhku enak dipandang mata. Aku tidak tahu apakah bagi perempuan, kecantikan dan tubuh yang indah itu berkah atau musibah. Aku hany bersyukur atas segala yang diberikan kepadaku. Aku juga tidak ingin berbesar hati karena dianugerahi wajah cantik. (hlm. 26)

(61)

(23) Satu hal yang harus aku akui. Siapa pun akan mengatakan kalau Dik Lintang memiliki paras yang cantik. Anggun. Seperti yang say a harapkan. (hlm. 30)

Lintang digambarkan sebagai anak tunggal, yang dalam bahasa Jawa disebut

sebagai ontang-anting dan juga manja. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang dengan menggunakan teknik cakapan, ini terlihat pada kutipan di bawah ini.

(24) Kowe kuwi bocah ontang -anting,manja. (hlm. 36)

(25) Kamu benar-benar mengecewakan orang tua Lin. Anak ontang-anting, digadang bakal njunjung kehormatane wong tuwo, malah sebalike gawe wirange wong tuwo, kata Bapak. (hlm. 57)

Lintang adalah anak yang patuh dan sayang pada ayahnya. Ia tidak berani

melawan perintah ayahnya meskipun ia ingin melawannya. Rasa sayang Lintang pada

ayahnya terlihat saat ayahnya sedang sakit, dengan menangis ia menunggui ayahnya

yang terbaring di tempat tidur. Hal ini telihat jelas dari kutipan di bawah ini.

(26) Aku tak kuasa menjawab. Aku berjalan menunduk. Dadaku berdebar -debar tak karuan. Ada sedikit penyesalan, juga rasa takut. Menyesal karena aku tak seharusnya membuat bapa k marah. (hlm. 13)

(27) Dalam kondisi seperti itu, aku mulai menyadari kalau sebenarnya aku sangat menyayangi sosok yang selama ini sering membuatku menangis itu. Bapak yang hampir setiap hari marah -marah. (hlm. 15)

Setelah menikah dengan Aji, Lintang tidak memiliki sikap yang tegas, ia lebih

suka nrimo dengan semua sikap suaminya yang cuek. Ia hanya dapat menahan rasa marahnya atau dengan meninggalkan Aji begitu saja . Melalui teknik lakuan

pengarang menunjukkan hal ini yang dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(62)

(29) Kalau sudah begitu, tak ada yang bisa kulakukan kecuali menutup mulut rapat. Batinku mangkel, apapun yang aku katakan tak pernah direspon sungguh-sungguh oleh suamiku. Bahkan untuk hal seperti ini. (hlm. 110)

Meskipun Lintang selalu dia m dan nrimo, sebenarnya Lintang ingin sekali memberontak. Sikap berontak ditunjukkannya dengan merokok. Di bawah ini adalah

kutipan yang menunjukkan hal tersebut.

(30) Kututup rapat dan kukunci pintu kamar, karena khawatir kalau tiba -tiba Anti membuka pintu. Cepat kuraih bungkus rokok di atas meja. Masih ada empat batang. Kusust batang pertama. Kuh isap, lalu kukepulkan asapnya. Persis seperti yang dilakukan suamiku. Ini pertama kali seumur hidupku merokok. Beberapa kali aku batuk -batuk, karena asap memenuhi tenggorokkan dan menyesakkan dada, tapi aku tak mau menyerah. Ini pemberontakan, aku ingin su amiku juga tahu. Aku bisa melakukan seperti yang ia lakukan. (hlm. 146)

Lintang pernah terjerumus dalam perselingkuhan dengan Anggoro, namun ia

masih memiliki sikap tegas dengan menolak ajakan Anggoro untuk beristirahat di

sebuah vila saat berada di Kali Urang. Sikap tegas Lintang ini dapat dilihat dari

kutipan berikut.

(31) “Jeng, kita istirahat di dalam vila ya,” pinta Mas Anggoro begitu memasuki pelataran vila. Wajahnya tampak memelas. “Tidak!” jawabku tegas. Darah mengalir cepat ke kepala. (hlm. 185)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Lintang merupakan tokoh

utama dalam novel Lintang. Sebagai tokoh utama Lintang mempunyai frekuensi keterlibatan lebih banyak dalam peristiwa -peristiwa yang terjadi dalam cerita.

Pelukisan tokoh yang digunakan pengar ang dalam novel ini adalah metode dramatik.

(63)

melalui aktivitas yang dilakukannya, baik lewat kata-kata, tingkah laku, dan lewat

peristiwa yang terjadi.

Lintang sebagai tokoh utama digambarkan sebagai orang islam namun tidak

pernah menjalankan sholat , tetapi berjalannya waktu ia men jadi sosok manusia yang

agamis, hal ini terdapat pada kutipan n o. 17—20. Cantik, anggun, dan pintar

merupakan gambaran fisiologis dari tokoh utama. Ia merupakan anak tunggal yang

berbakti dan dan sangat menyayangi ayahnya, hal ini terdapat p ada kutipan no. 21—

27. Pada kutipan no. 28—30, pengarang mengambarkan tokoh utama memiliki sifat

menerima tetapi juga pemberontak. Ketidak terpenuhinya rasa kasih sayang membuat

ia melakukan pemberontakan terhadap suaminya. Sikap ketegasan dimiliki oleh tokoh

utama terlihat ketika ia menolak ajakan Anggoro untuk beristirahat di vila, h al ini

terlihat pada kutipan no. 31.

b. Tokoh bawahan

Menurut Nurgiyantoro (2002: 176), t okoh tambahan meupakan tokoh yang

tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita tetapi kehadirannya sangat

diperlukan untuk mendukung tokoh utama. Tokoh ini kemunculannya dalam sebuah

cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh

utama. Dalam novel Lintang karya Nana Rina ini terdapat beberapa tokoh tambahan yang mendukung munculnya konflik pada diri tokoh utama. Adapun analisisnya

(64)

1) Eyang Sulastri

Eyang Sulastri dalam novel ini merupakan tokoh bawahan. Tokoh Eyang

Sulastri dimunculkan sebagai tokoh yang memiliki watak mendukung kemunculan

terjadinya konflik yang dialami oleh tokoh utama. Eyang Sulastri digambarkan

sebagai tokoh yang tidak peduli pada Lintang.

(32) Sejak kecil aku merasa eyang putri tidak peduli padaku. Ia lebih menyayangi Bayu, putra Bu LikTiti Suwarni. (hlm. 6)

Tokoh ini digambarkan oleh pengarang memiki sikap pilih kasih kepada

cucunya, tetapi tokoh inilah yang memotivasi tokoh utama untuk belajar agama. Hal

ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

(33) Ada kesedihan tak terperi menyelimuti hati. Karena harus secepat ini kehilangan eyang putri. Meski sering memarahiku, terkadang pilih kasih kepada cucu-cucunya, tapi dibalik semua itu, eyang Sulastri begitu perhatian. Terlebih soal agama. Hanya eyang Sulastri yang memotivasiku untuk terus belajar agama. (hlm. 26)

Dari kutipan no 32 dan 33 terlihat tokoh eyang Su lastri adalah nenek dari

tokoh utama yang kurang memiliki sifat pilih kasih tetapi juga perhatian terhadap

tokoh utama dalam hal mempelajari agama.

2) Bapak

Tokoh bapak dalam novel ini bernama Toto Wibowo dan merupakan anak

Referensi

Dokumen terkait

Tema novel Pulang karya Tere Liye adalah perjuangan seorang laki-laki yang mempertahankan kejayaan Keluarga Tong, (3) konflik batin tokoh utama novel Pulang karya

Teori yang kedua yaitu psikologi sastra yang dianggap dapat menemukan konflik batin tokoh utama di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.. Teknik untuk

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan latar sosial budaya Kirana Kejora, (2) mendeskripsikan struktur novel, (3) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama

Judul Artikel Publikasi : Konflik Batin Tokoh dalam Novel Pirate Wind: Cinta, Ketamakan, dan Pengkhianatan Karya Yan Soe: Kajian Psikologi Sastra dan

KONFLIK BATIN TOKOH DALAM NOVEL PIRATE WIND: CINTA, KETAMAKAN, DAN PENGKHIANATAN KARYA YAN SOE: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA1. DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA

analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Nayla karya Djenar

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Sang Maharani karya Agnes Jessica, dan (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel

analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Nayla karya Djenar