• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kajian Teori

1. Pendekatan Struktural

Menurut Nurgiyantoro (1995: 36 -37), pendekatan struktural merupakan pendekatan kesusatraan yang menakankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya sastra yang bersangskutan. Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian -bagian yang bermakna. Struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik ) yang bersifat timbal balik, saling memengaruhi yang secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh.

Dalam pendekatan sastra ada dua segi yang dapat dijadikan wahana untuk dianalisis, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Dalam sebuah novel, unsur intrinsik seperti

peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa dan gaya bahasa, dan lain-lain (secara langsung) turut serta membangun cerita. Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang berada di luar karya sastra yang secara tidak langsung memengaruhi bangunan karya sastra. Unsur ekstrinsik ini meliputi biografi pengarang, psikologi pengarang dan pembaca, maupun penerapan psikologi dalam karya, pandangan hidup suatu bangsa, dan sebagainya (Wellek & Warren via Nurgiyantoro, 1995: 23 -24).

Dalam penelitian ini pendekatan struktural digunakan untuk menganalis is struktur novel Lintang. Alur, tokoh, penokohan, dan latar merupakan struktur novel yang akan dianalisis dalam penelitian ini . Analisis struktur novel selanjutnya akan digunakan untuk menganalisis konflik batin tokoh utama. Menurut Nurgiyantoro (1995: 37), pemahaman sebuah karya sastra khususnya novel dapat dilakukan dengan memaparkan struktur novel. Tujuan pemaparan struktur novel ini adalah untuk mengetahui fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghadirkan keseluruhan.

a. Alur atauPlot

Dalam sebuah cerita, berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita yaitu alur (Sudjiman, 1991: 29). Kaitannya dengan sebuah teks cerita, alur berhubungan dengan berbagai hal seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alu r berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan

sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik. Alur dan tokoh sangat berkaitan erat, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Alur (plot) menurut Stanton (2007:26) adalah rangkaian peristiwa -peristiwa dalam sebuah cerita. Plot merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat , peristiwa yang satu disebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa kausal, yakni peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal -hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandanganny, keputusan -keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya.

Menurut Abrams (via Wahyuningtyas, 2011: 6) , plot merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Sebuah cerita fiksi, alur atau plotmengandung unsur urutan waktu. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita tentu ada awal kejadian, kejadian -kejadian berikutnya, dan ada pula akhirnya. Dapat dikatakan bahwa alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang tera tur dan padu. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan yang kemudian saling berhubungan dan saling terkait. Kaitan antara peristiwa tersebut hendaknya jelas, logis, dapat di awal, tengah, atau akhir (Nurgiyantoro, 1995:

142). Sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal, tahap tengah,dan tahap akhir (Aristoteles via Nurgiyantoro, 1995: 142 -146).

1) Tahap awal

Tahap awal dari sebuah cerita biasanya disebut sebagai perkenalan. Tahap ini memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita yang muncul. Sedikit demi sedikit konflik mulai dimunculkan.

2) Tahap tengah

Tahap tengah dapat disebut juga sebagai tahap pertikaian. Tahap ini menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan pada tahap sebelumnya menjadi semakin meningkat dan menegangkan. Konflik yang dikisahkan dapat berupa konflik internal, yaitu konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh, ataupun konflik eksternal yang merupakan konflik atau pertentangan yang terjadi antar tokoh ceri ta. Dalam tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik telah mencapai titik intensitas tertinggi.

3) Tahap akhir

Tahap akhir sebuah cerita dapat disebut juga sebagai tahap peleraian. Menurut Tasrif (via Wahyuningtyas, 2011: 6) tahapan pada plotdibedakan menjadi lima, yaitu:

1) Tahapansituation

Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi (latar) dan tokoh cerita. 2) Tahapgenerating circimtances

Tahap ini berisi masalah -masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.

3) Tahaprising action

Tahap ini berarti konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.

4) Tahapclimax

Tahap klimaks merupakan tahap yang berisi pertentangan atau konflik yang terjadi pada tokoh cerita ketika mencapai titik p uncak.

5) Tahapdenouement

Tahap ini berisi penyesuaian dari konflik yang terjadi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Aristoteles via Nurgiyantoro, yakni menganalisis alur dengan membedakannya menjadi tiga tahap, yaitu tah ap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

b. Tokoh

Berdasarkan pandangan Lukens, tokoh cerita dapat dipahami sebagai kumpulan kualitas mental, emosional, dan sosial yang membedakan seseorang dengan orang lain (via Nurgiyantoro, 2005: 223). Pengertian tokoh menurut Nurgiyantoro (2005: 418) adalah subjek yang dikisahkan dalam karya sastra. Menurut Sudjiman (1991: 16—17), tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh biasanya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dalam karya sastra hanya bersifat rekaan. Tokoh tersebut bisa saja ada kemiripan dengan individu tertentu dalam hidup ini, artinya ia memiliki sifat-sifat yang sama dengan seseorang yang kita kenal dalam hidup kita.

Dalam sebuah fiksi, tokoh dibedak an menjadi dua dilihat dari segi fungsi atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, yaitu tokoh utama (sentral) dan tokoh tambahan (bawahan) (Wahyuningtyas, 2011: 3). Tokoh utama atau tokoh sentral adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Menurut Nurgiyantoro, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan (2002: 176).

Sudjiman menyatakan b ahwa tokoh yang memegang peran pimpinan disebut tokoh utama. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukanlah frekuensi kemunculan tokoh itu dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa -peristiwa yang membangun ceri ta (1991: 17—18)

Tokoh tambahan atau tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama. Tokoh ini kemunculannya dalam sebuah cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama.

c. Penokohan

Penganalisaan tokoh tidak dapat lepas dari watak yang dimiliki tokoh. Penokohan menurut Sudjiman merupakan penyajian watak dan penciptaan tokoh, baik dari ciri-ciri lahir dan sifat serta sik ap batin (1988: 23). Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang yang ditampilkan dalam suatu cerita (Jones via Nurgiyantoro, 2002: 165). Dalam sebuah cerita, kerjasama antara tokoh yang satu dengan yang lain sangat dibutuhkan.

Dalam sebuah cerita pelukisan tokoh dilakukan dengan cara deskriptif langsung (teknik analitis, telling) dan tidak langsung (teknik dramatik, showing) yang kesemuanya itu mesti lewat kata -kata. Teknik analitis adalah pelukisan tokoh yang dilakukan dengan memberi deskripsi kedirian tokoh yang berupa sifat, watak, tingkah laku atau ciri fisiknya secara langsung. Sedangkan teknik dramatik ditunjukkan dengan kehadiran tokoh melalui aktivitas yang dilakukan tokoh, baik lewat kata atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik. Berbagai teknik yang dimaksud adalah cakapan, tingkah laku, pikiran dan perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, dan reaksi toko h lain (Nurgiyantoro, 1955: 194—209). 1) Teknik cakapan berkaitan dengan percakapan yang dilakukan oleh tokoh

cerita, biasanya dimaksudkan untuk menggambarkan sifat -sifat tokoh yang bersangkutan atau sekaligus mencerminkan kehadiran tokoh pelakunya.

2) Tingkah laku berkaitan dengan apa yang dilakukan dalam wujud tindakan dan tingkah laku. Tingkah laku itu menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat dan sikap yang mencerminkan kehadiran tokoh.

3) Pikiran dan perasaan berkaitan dengan keadaan dan jalan pikiran se rta perasaan, apa yang sedang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang sering dipikirkan dan dirasakan tokoh.

4) Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental, di mana tanggapan inder a bercampur dengan kesadaran dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak.

5) Reaksi tokoh berkaitan dengan reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah,

keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain yang berupa “ran gsang’ dari

luar dari tokoh yang bersangkutan. Bagaimana tokoh terhadap hal -hal tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat -sifat kedirian tokoh.

6) Teknik reaksi tokoh lain berkaitan dengan reaksi yang diberikan tokoh lain terhadap tokoh utama yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lainlain, atau berkaitan dengan penilaian kehadiran tokoh utama oleh tokoh -tokoh lain.

Dalam penelitian ini, analisis tokoh dan penokohan digunakan untuk mengetahui sikap, watak, tingkah laku, atau ciri -ciri fisik tokoh secara langsung. Analisis tokoh dan penokohan juga digunakan untuk menggambarkan aktivitas yang dilakukan oleh tokoh, baik lewat kata atau tingkah laku dan melalui peristiwa yang terjadi.

d. Latar

Menurut Abrams (via Nurgiyantoro, 1998: 216), latar atau setting

menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan. Nurgiyantoro (1998: 227—234) menyatakan bahwa latar mencakup tiga unsur, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menunjukkan pada lokasi terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi, sedangkan latar

sosial menunjuk pada hal -hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan.

Dokumen terkait