BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
Bagan 4.2 Alur Pengambilan Sampel
Alur Pengambilan Sampel Seluruh pasien TB BTA (+)
baru di Kel. Kampung Tengah, Batu Ampar dan Balekambang: 104 pasien Pasien yang memiliki catatan onset di rekam medis: 47 pasien (Patient Delay): 27 Pasien
Pasien pindah rumah& peneliti tidak mendapatkan akses keberadaan mereka: 4
patiet delay
Tidak bersedia ikut serta dalam penelitian: 6 patient delay Populasi eligible/sampel penelitian: 17 sampel
3. Informan Penelitian
Informan yang berpartisipasi pada penelitian ini adalah informan
utama dan informan pendukung. Pemilihan informan baik informan
utama maupun informan pendukung menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Informan utama merupakan bagian dari responden, sebanyak 9
informan dari 17 responden pada penelitian ini. Sedangkan, informan
pendukung yang berpartisipasi adalah 5 kader TB, 1 penanggungjawab
Program Pengendalian TB PKC Kramat Jati, 2 dokter umum PKC
Kramat Jati dan 1 penanggung jawab kader TB Pos Keadilan Peduli
Umat (PKPU). Berikut ini kriteria dalam pemilihan informan:
Tabel 4.1
Kriteria Informan Penelitian
No. Istilah Informan Kriteria informan
1. Pengetahuan tentang TB
Patient delay Perwakilan dari masing-masing jenjang pendidikan dan dapat berkomunikasi dengan baik. 2. Dukungan
kader TB
Kader TB setempat
Kader TB di wilayah tempat tinggal patient delay.
Petugas TB PKC
Penanggungjawab Program TB. Petugas PKPU Penanggungjawab kader TB yang
bertugas di wilayah kerja PKC Kramat Jati.
3. Alasan delay Patient delay Patient delay yang memiliki alasan delay karena merasa batuk biasa.
Dokter umum yang pernah melakukan diagnosis TB tahun 2014 di PKC Kramat Jati.
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Sumber Data
a. Kuantitatif
Sumber data pada pendekatan kuantitatif adalah data sekunder dan
primer, data sekunder dari formulir TB.03, TB.01 dan rekam
medis/register PAL.01, sedangkan data primer berasal dari
wawancara terstruktur dan plotting kasus. b. Kualitatif
Pendekatan kualitatif pada penelitian ini bersumber dari data primer
melalui wawancara mendalam.
2. Cara Pengumpulan Data a. Kuantitatif
Pengumpulan data pada pendekatan kuantitatif dilakukan
dengan cara telaah dokumen, wawancara terstruktur dan plotting. Telaah dokumen pada formulir TB.03 untuk mengetahui usia dan
jenis kelamin responden, TB.01 dan rekam medis/register PAL 01
untuk mengetahui status delay pada kasus TB BTA (+). Sedangkan, wawancara terstruktur digunakan untuk mengetahui beberapa
karakteristik patient delay pada kasus TB BTA (+), yaitu jenis pekerjaan, status ekonomi, jenjang pendidikan, tingkat pengetahuan
tentang TB, perilaku merokok dan dukungan kader TB. Selain itu,
cara pengumpulan data dengan plotting dilakukan untuk mengetahui jarak tempat tinggal patient delay dengan Puskesmas.
b. Kualitatif
Cara pengumpulan data pada pendekatan kualitatif dilakukan
dengan metode wawancara mendalam untuk menggali informasi
tentang alasan delay dan juga mendalami informasi yang didapatkan dari hasil pendekatan kuantitatif pada variabel pengetahuan tentang
TB dan juga peran kader TB.
3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini
terdiri dari:
a. Kuantitatif
1) TB.03 dan TB.01 digunakan untuk megetahui nama, jenis
kelamin, umur, alamat, No. HP, kategori OAT yang diberikan,
klasifikasi, tipe pasien dan hasil pemeriksaan dahak sebelum
pengobatan.
2) Rekam medis/register PAL.01 digunakan untuk mengetahui
informasi onset batuk saat kunjungan pertama kali untuk
memeriksakan gejala batuknya ke Puskesmas.
3) GPS Etrex 30 digunakan untuk plotting titik koordinat tempat tinggal patient delay dan Puskesmas.
4) Kuesioner digunakan saat wawancara terstruktur pada variabel
jenis pekerjaan, status ekonomi, jenjang pendidikan, tingkat
pengetahuan tentang TB, perilaku merokok dan dukungan kader
TB. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini untuk
reliabilitasnya berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas
secara statistik. Uji tersebut dilakukan pada 30 pasien TB PKC
Kramat Jati tahun 2015. Pada tingkat kemaknaan 5% dengan R
tabel 0,3610 menunjukkan bahwa hasil uji validitas dan
reliabilitas pada kuesioner tersebut valid (R hasil>R tabel) dan
reliabel (R alpha (0,881)>R tabel).
b. Kualitatif
1) Panduan wawancara digunakan saat wawancara mendalam pada
informasi mengenai alasan delay, pengetahuan tentang TB dan juga dukungan kader TB.
2) Peneliti sebagai instrumen untuk mengembangkan pertanyaan
saat dilakukan wawancara mendalam.
3) Perekam suara digunakan untuk merekam suara saat dilakukan
wawancara mendalam agar memudahkan saat pengolahan data.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan peneliti sebagai berikut:
1. Kuantitatif
Pengolahan data pendekatan kuantitatif pada data sekunder didahului
dengan pembuatan baseline data dengan mencatat nama, jenis kelamin, umur, alamat, No. HP, kategori OAT yang diberikan, klasifikasi, tipe
pasien dan hasil pemeriksaan dahak sebelum pengobatan pasien TB yang
menjalani pengobatan di PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar, PKL
Balekambang dan PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014 melalui
Setelah baseline data selesai, dilakukan telaah rekam medis/PAL.01 pasien sesuai baseline data. Telaah dilakukan dengan mencatat tanggal pertama kali pasien memeriksakan gejala batuknya ke Puskesmas
sebelum didiagnosis TB. Pada tanggal tersebut, kemudian peneliti
mencatat hasil anamnesis dokter yang menunjukkan lama keluhan batuk
pasien saat dilakukan anamnesis (informasi onset batuk). Setelah itu,
dilakukan analisis dengan mengkategorikan pasien terlambat (patient delay) dan tidak terlambat (no delay) datang ke Puskesmas setelah onset. Dengan demikian, didapatkan patient delay yang merupakan sampel pada penelitian ini.
Pengolahan data pada kuesioner dilakukan dengan:
a. Memberikan kode pada kuesioner yang digunakan saat pengumpulan
data. Pengkodean berupa penomoran identitas responden dan
penomoran jawaban setiap pertanyaan pada kuesioner.
b. Memeriksa kuesioner setelah pengisian di lapangan, baik
kelengkapan maupun kebenarannya. Jika masih terdapat jawaban
yang belum lengkap dan atau belum benar, peneliti melakukan
perbaikan dan pendataan ulang kepada responden terkait.
c. Mengkode ulang pada kuesioner sebelum dimasukkan ke dalam
software pengolah data, sehingga mengurangi kesalahan akibat
human error.
d. Memasukkan data kuesioner ke dalam komputer dengan
e. Membersihkan data yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua
data sudah lengkap, tepat dan siap untuk dilakukan analisis.
f. Mengolah data dengan software pengolah data.
Sedangkan, pengolahan data titik koordinat menggunakan software Easy GPS dan Quantum GIS versi 1.6.0 seperti di bawah ini:
a. Input titik koordinat hasil plotting menggunakan GPS etrex 30 ke dalam software Easy GPS.
b. Memisahkan file berdasarkan kelurahan dan juga Puskesmas, sehingga terdiri dari 6 file.
c. Menyimpan file tersebut dengan ekstensi gpx.
d. Menyimpan file yang berekstensi gpx tersebut ke esktensi shp dengan menggunakan Quantum GIS versi 1.6.0.
e. Merubah pada masing-masing shapefile tersebut dari satuan derajat menjadi satuan meter dengan menggunakan Quantum GIS versi
1.6.0.
2. Kualitatif
Pengolahan data pada hasil wawancara mendalam adalah:
a. Mencatat kembali dan memilah hasil wawancara pada informasi
yang terlupakan atau belum tercatat dalam notulensi. Selain itu,
peneliti mencatat semua situasi ketika wawancara dilakukan baik
kondisi lingkungan, orang disekitarnya ataupun waktu ketika
wawancara dilakukan sehingga dapat terdeskripsi dengan jelas saat
b. Membuat transkrip verbatim setiap kata yang diucapkan oleh
informan. Setelah itu, peneliti membuat matriks berdasarkan
pertanyaan dan informan sehingga mudah dalam melakukan analisis
data.
c. Menyimpan berkas dengan baik, sehingga memudahkan peneliti
ketika suatu saat membutuhkan data-data tersebut.
G. Triangulasi Data
Pada penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dilakukan triangulasi
sumber. Triangulasi sumber dilakukan untuk menggali informasi yang sama
pada informan yang berbeda. Informasi yang digali yaitu, alasan delay, pengetahuan tentang TB dan peran kader TB agar dapat mendukung
turunnya angka patient delay. Triangulasi sumber yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 4.2 Triangulasi Sumber
No. Istilah Informan
Utama Pendukung
1. Pengetahuan tentang TB
Patient delay Patient delay lainnya Kader TB
2. Dukungan kader TB Kader TB setempat Petugas TB PKC Petugas PKPU 3. Alasan delay Patient delay Dokter
Selain itu, ketiga informasi di atas peneliti melakukan uji reliabilitas
dengan cara stability, yaitu melakukan wawancara mendalam kepada orang yang sama dalam waktu yang berbeda dan juga equivalen, yaitu melakukan
probing (bertanya dengan redaksi pertanyaan yang berbeda, tetapi tujuannya sama).
H. Analisa Data 1. Kuantitatif
Analisis data yang digunakan pada pendekatan kuantitatif adalah
analisis univariat dengan menggunakan software pengolah data dan juga analisis spasial dengan analisis distance matrix menggunakan Quantum GIS versi 1.6.0. Analisis univariat dilakukan pada variabel usia, jenis
kelamin, jenis pekerjaan, status ekonomi, jenjang pendidikan, tingkat
pengetahuan tentang TB, perilaku merokok, dukungan kader TB dan
rata-rata lama delay. Sedangkan analisis distance matrix dilakukan pada variabel jarak tempat tinggal patient delay dengan Puskesmas.
2. Kualitatif
Analisis data pada pendekatan kualitatif ini menggunakan content analysis pada informasi mengenai pengetahuan tentang TB, peran kader TB dan juga alasan delay.
63 BAB V
HASIL PENELITIAN
Sebanyak 17 patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014 merupakan responden dengan pendekatan kuantitatif
pada penelitian ini. 11 (64,7%) diantaranya bertempat tinggal di Kelurahan
Kampung Tengah, 4 (23,5%) diantaranya di Kelurahan Batu Ampar dan 2
(11,8%) diantaranya di Kelurahan Balekambang. Kemudian, 9 diantara seluruh
responden tersebut merupakan informan pada pendekatan kualitatif ditambah
dengan 5 informan pendukung lainnya yang bukan berasal dari responden (patient
delay), yaitu kader TB, penanggungjawab Program Pengendalian TB PKC
Kramat Jati, dokter umum PKC Kramat Jati dan penanggung jawab kader TB
PKPU puntuk memberikan informasi lebih mendalam terkait dengan pengetahuan
tentang TB, dukungan kader TB dan alasan delay. Berikut hasil penelitian yang ditemukan baik pendekatan kuantitatif maupun kualitatif:
A. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Peneliti menemukan bahwa sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan usia di wilayah kerja PKC Kramat Jati Tahun 2014 terlihat
Tabel 5.1
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 Usia (tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
15-24 1 5,9 25-34 5 29,4 35-44 7 41,2 45-54 2 11,8 >54 2 11,8 Total 17 100,0
Berdasarkan tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa hampir setengah
(41,2%) dari patient delay tersebar pada kelompok usia 35-44 tahun kemudian diikuti dengan kelompok usia 25-34 tahun sebesar 29,4%.
B. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 Pada penelitian ini, sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014
terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.2
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
Laki-Laki 12 70,6
Perempuan 5 29,4
Total 17 100,0
Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar patient delay di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014 berjenis kelamin laki-laki.
C. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014 dapat diketahui dari
Grafik 5.1
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
Berdasarkan grafik 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa hampir semua patient delay bekerja sebagai wiraswasta.
D. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Tabel di bawah ini menunjukkan sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan status ekonomi di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun
2014:
Tabel 5.3
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
Status Ekonomi Jumlah (Orang) Persentase (%)
Miskin 5 29,4
Kaya 12 70,6
Total 17 100,0
Berdasarkan tabel di atas, penelitian ini menemukan bahwa hampir semua
(70,6%) patient delay memiliki status ekonomi kaya. 17,6 47,1 23,5 11,8 0 20 40 60 80 100 P er set a se (%) Jenis Pekerjaan
E. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Karakteristik jenjang pendidikan patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014 tertera pada grafik di bawah ini:
Grafik 5.2
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
Menurut grafik 5.2 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar (47,1%)
patient delay memiliki riwayat pendidikan pada jenjang dasar.
F. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Tingkat pengetahuan tentang TB merupakan salah satu karakteristik
yang terdapat pada patient delay. Tingkat pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi tingkat pengetahuan rendah, cukup dan baik seperti
pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.4
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati
Jakarta Timur Tahun 2014
Tingkat Pengetahuan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Rendah 17 100,0 Cukup 0 0,0 Baik 0 0,0 Total 17 100,0 11,8 47,1 29,4 11,8 0 20 40 60 80 100 Tidak Sekolah/Tidak Tamat Sekolah
Dasar Menengah Tinggi
P er set a se (%) Jenjang Pendidikan
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, dapat diketahui bahwa ternyata seluruh patient delay memiliki pengetahuan rendah tentang TB.
G. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Karakteristik lain yang dimiliki patient delay adalah perilaku merokok, dikarenakan salah satu faktor yang menjadi alasan bahwa gejala
batuk yang dialaminya merupakan akibat dari merokok, sehingga batuk yang
dialaminya di anggap batuk biasa. Berikut sebaran patient delay berdasarkan perilaku merokok:
Tabel 5.5
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
Perilaku Merokok Jumlah (Orang) Persentase (%)
Merokok setiap hari 8 47,1
Merokok kadang-kadang 1 5,9
Pernah/sudah berhenti merokok 2 11,8
Tidak pernah merokok 6 35,3
Total 17 100,0
Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar patient delay
memiliki riwayat merokok, baik merokok setiap hari, kadang-kadang ataupun
pernah/sudah berhenti merokok. Hanya 6 (35,3%) patient delay yang tidak pernah merokok.
Rata-rata setiap harinya, patient delay merokok sebanyak 19 batang atau sekitar 1,5 bungkus. Jumlah rokok yang dihisap paling sedikit berjumlah
5 batang per hari atau sekitar setengah bungkus dan paling banyak adalah 36
Tabel 5.6
Jumlah Batang Rokok yang dihisap oleh Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
n Mean (batang) Minimum (batang) Maximum (batang)
11 19 5 36
Berdasarkan temuan di lapangan, ternyata merokok sudah menjadi
kebiasaan patient delay yang sudah sangat lama. Terbukti bahwa mereka merokok rata-rata selama 22,82 tahun sampai dengan pertama kali
memeriksakan gejala TB yang di alaminya ke Puskesmas, dengan minimal
selama 11 tahun dan maksimal 48 tahun merokok, seperti pada tabel di bawah
ini:
Tabel 5.7
Lama Merokok Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
n Mean (tahun) Minimum (tahun) Maximum (tahun)
11 22,82 11 48
H. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan distance
matrix peneliti dapat mengetahui jarak rumah patient delay dengan
Puskesmas yang dikunjungi pertama kali sampai dengan pengambilan OAT.
Tabel 5.8
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja
PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Jarak (Km) Jumlah (Orang) Persentase (%)
Dekat (<5) 17 100,0
Jauh (≥5) 0 0,0
Total 17 100,0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa seluruh patient delay
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa faktor jarak ini tidak dapat menjadi
alasan untuk lebih lama menunda memeriksakan diri pertama kali ke
Puskesmas dikarenakan semua tempat tinggal responden dekat dengan
Puskesmas.
I. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Peran kader TB komunitas adalah melakukan edukasi tentang TB baik
kelompok maupun perorangan, penemuan suspek di masyarakat dan
mengantarkan suspek memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan termasuk
Puskesmas. Oleh karena itu, tentu saja dukungan kader TB memiliki peranan
pada patient delay seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.9
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
Dukungan Kader TB Jumlah (Orang) Persentase (%)
Tidak Mendapat Dukungan 17 100,0
Mendapat Dukungan 0 0,0
Total 17 100,0
Berdasarkan tabel 5.9 di atas, dapat diketahui ternyata semua patient delay
tidak mendapat dukungan kader TB dalam memeriksakan gejalanya ke
Puskesmas.
J. Lama Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Lama delay merupakan waktu antara pertama kali suspek TB merasakan gejala batuk hingga pertama kali memeriksakan diri ke
Tabel 5.10
Rata-Rata Lama Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
N Mean (bulan) Minimum
(bulan)
Maximum (bulan)
17 2,53 1 8
Berdasarkan tabel 5.10 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata lama
delay berdasarkan pengakuan responden saat dilakukan wawancara terstruktur adalah 2,53 bulan, minimal 1 bulan dan maksimal 8 bulan.
Sehingga, sebaran patient delay berdasarkan lama delay dari pengakuan responden terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.11
Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Lama Delay di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Lama Delay (Bulan) Jumlah (Orang) Persentase (%)
>2,53 5 29,4
<2,53 12 70,6
Total 17 100,0
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar patient delay
memiliki lama delay di bawah rata-rata lama delay (<2,53 bulan).
K. Alasan Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Informasi lain yang didapatkan oleh peneliti terkait dengan alasan
mereka delay disajikan dalam bentuk proporsi seperti pada grafik di bawah ini karena setiap responden diperbolehkan menjawab lebih dari satu alasan
Grafik 5.3
Sebaran Patient Delay Berdasarkan Alasan Delay pada Kasus TB BTA + di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur
Tahun 2014
Berdasarkan grafik 5.3 di atas, menunjukkan bahwa hampir semua
patient delay beralasan bahwa pada saat itu, gejala yang dirasakan adalah batuk biasa yang akan sembuh dengan sendirinya, sehingga mereka merasa
tidak membutuhkan untuk segera melakukan pemeriksaan ke pelayanan
kesehatan. Selain itu, alasan lain yang melatar belakangi patient delay adalah karena masalah ekonomi. Mereka takut akan menghabiskan dana yang besar
untuk pengobatan karena belum tahu bahwa pengobatan TB di biayai oleh
pemerintah. 17,6 82,4 5,9 23,5 0 5,9 5,9 82,4 17,6 94,1 76,5 100 94,1 94,1 0 20 40 60 80 100 P er set a se (%) Alasan Delay Ya Tidak
72 BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang ditemukan
selama proses penelitian berlangsung yang tidak dapat diprediksi oleh peneliti
saat masih dilakukannya perencanaan penelitian. Berikut beberapa
keterbatasan pada penelitian ini:
1.Dimungkinkan masih banyak kasus TB BTA (+) yang termasuk patient delay. Namun pada penelitian ini, tidak terhitung sebagai sampel karena sumber datanya adalah data sekunder berupa rekam medis. Pada catatan
rekam medis tersebut, informasi onset ketika pemastian diagnosis tidak
tercatat. Walaupun kasus patient delay tidak banyak dan terbatas jumlah sampel karena kurangnya kualitas data sekunder, namun tujuan penelitian
ini sudah tercapai untuk mendeskripsikan patient delay dengan baik dan lengkap dengan mengembangkan pendekatan mix methods.
2.Ada perbedaan kesimpulan informasi onset yang disampaikan pasien
ketika anamnesis yang tercatat pada rekam medis dengan ketika peneliti
melakukan wawancara langsung. Untuk mengatasi perbedaan yang ada
antara catatan di rekam medis dengan informasi yang didapat langsung
ketika wawancara, peneliti melakukan triangulasi sumber kepada dokter
B. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Usia merupakan salah satu karakteristik orang yang sangat utama,
dimana akan ada perbedaan kerentanan maupun perbedaan pengalaman
terhadap penyakit TB pada usia yang berbeda, sehingga akan terlihat variasi
distribusi patient delay berdasarkan usia yang berbeda pula. Penelitian di Etiopia, menemukan bahwa pasien dengan usia > 55 tahun 2,2 kali berisiko
delay dibandingkan dengan usia 15-34 (Yimer, 2014). Sedangkan di Indonesia pengelompokan usia untuk penyakit TB khususnya untuk
pelayanan kesehatan yang telah menggunakan strategi DOTS terbagi menjadi
kelompok usia 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun dan > 54
tahun.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, hampir setengah dari
patient delay (41,2%) merupakan kelompok usia 35-44 tahun, dilanjutkan dengan kelompok usia 25-34 tahun sebesar 29,4%. Pada penelitian serupa
yang dilakukan di Yogyakarta menunjukkan hasil yang sama bahwa pada
kelompok 25-34 tahun lebih berisiko dibandingkan dengan kelompok usia
lainnya (Ahmad,dkk, 2011). Hal ini dapat terjadi karena proporsi terbesar
kasus TB BTA (+) di Kelurahan Kampung Tengah, Kelurahan Batu Ampar
dan Kelurahan Balekambang berada pada kedua kelompok usia tersebut yaitu
kelompok usia 25-34 tahun dan kelompok usia 35-44 tahun masing-masing