• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh: Faizatul Islamiyah

1111101000141

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, 13 Agustus 2015

Nama: Faizatul Islamiyah, NIM: 1111101000141

Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014

xiv + 122 halaman, 3 grafik, 16 tabel, 10 bagan, 1 gambar, 8 lampiran

ABSTRAK

Patient delay di Puskesmas Kecamatan (PKC) Kramat Jati menempati peringkat ketiga terbesar (54,54%) se-Jakarta Timur. Kelurahan Kampung Tengah, Batu Ampar dan Balekambang merupakan 3 wilayah kerja PKC Kramat Jati yang memiliki proporsi TB BTA (+) terbesar pada tahun tersebut. Secara umum, tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus dengan pendekatan

mixed methods pada 17 patient delay.

Penelitian ini menemukan bahwa 41,2% patient delay tersebar pada kelompok usia 35-44 tahun, 70,6% berjenis kelamin laki-laki, 47,1% bekerja sebagai wiraswasta, 70,6% memiliki status ekonomi kaya, 47,1% memiliki jenjang pendidikan dasar. Selain itu, ditemukan bahwa 100% patient delay

berpengetahuan rendah tentang TB, 64,7% memiliki riwayat merokok, 100% berjarak <5 km dari tempat tinggal ke Puskesmas, 100% tidak mendapat dukungan kader dalam pencarian pengobatan serta rata-rata lama delay selama 2,53 bulan. Di samping itu, diketahui bahwa alasan delay patient delay karena mereka merasa batuk yang dialaminya merupakan batuk biasa yang akan sembuh dengan sendirinya.

Dengan demikian, untuk menurunkan angka patient delay dan juga mengurangi penyebaran menularnya TB BTA (+) dapat dilakukan kerjasama antara pmerintah, petugas kesehatan, kader TB, tokoh masyarakat dan juga masyarakat itu sendiri. Sehingga, informasi yang diberikan dapat tersampaikan ke semua masyarakat di wilayah kerja kader TB untuk segera mememeriksakan diri ke Puskesmas saat mengalami gejala batuk selama 2-3 minggu.

(4)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH

EPIDEMIOLOGY CONCENTRATION Undergraduate Thesis, 13rd August 2015

Name: Faizatul Islamiyah, ID Number: 1111101000141

Characteristics and Reason of Patient Delay in Case of TB Smear (+) at The Coverage Area of Kramat Jati Community Health Center, East Jakarta 2014 xiv + 122 pages, 3 graphics, 16 tables, 10 schemes, 1 pictures, 8 attachments

ABSTRACT

Patient delay in Kramat Jati community health center was the third-highest (54.54%) in East Jakarta at 2014. Kampung Tengah, Batu Ampar and Balekambang are the three coverage area of Kramat Jati community health center which have the largest proportion of TB smear (+) at the time. The purpose of this study is to determine the characteristics and reason of patient delay in TB smear (+) cases in the coverage area of Kramat Jati community health center, East Jakarta at 2014. This study uses a case study design with mixed methods approach on 17 patient delay.

This study found that 41.2% of patients are 35-44 years old, 70.6% are male, 47.1% work as self-employed, 70.6% have a rich economic status, 47.1% have a basic education. In other hand found that 100% patient delay have lack of knowledge about TB, 64.7% have a history of smoking, 100% has <5 km from residance to community health center, 100% was not supported by TB cadre in seeking medication and average length of delay was 2,53 months.In addition, it is known that the reason for the delay patient delay because they feel taht cough is a common cough that will go away by itself.

Thus, to reduce the number of patient delay, the cooperation between the parties (government, health workers, TB cadres, community leaders and the community itself) is needed to disseminate information to the public about TB. So that people get more aware of TB and will seek a medication to the community health center when experiencing symptoms of cough for 2-3 weeks.

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Faizatul Islamiyah Tempat tanggal

lahir

: Banyuwangi, 6 Januari 1993

Jenis Kealamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia

Suku : Jawa

No. Telp : 085781237226

Alamat email : [email protected]

Alamat : Gang Saad No.56 Rt 004/02 Kelurahan Tengah Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

Hobi : Berorganisasi

Kemampuan : Public speaking, pengoperasian komputer, bahasa Arab dan bahasa Inggris

Perguruan Tinggi : Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(6)
(7)
(8)

KATA PENGANTAR

ةتاكربو ه ةمحرو كي ع اسلا

Alhamdulillaahi robbil „aalamiin, segala puji bagi Allah SWT yang selalu

memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar. Shalawat beriringkan salam senantiasa tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW yang senantiasa memberikan rahmat hingga akhir zaman.

Skripsi ini berjudul “Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB

BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

Tahun 2014”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik patient

delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan dukungan dari

semua pihak, baik berupa doa, perhatian, arahan, waktu, tenaga maupun biaya,

sehingga penulis dapat terus menimba ilmu, mencari pengalaman dan juga dapat

mengabdikan diri kepada masyarakat hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik

dan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait. Dengan ini,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua, Bapak H. Ahmad Nurrudin dan Ibu Hj. Siti Mahmudah

2. Adik, Ahmad Nur Zamzami, Nadzif Aulia Rohmah dan Natasa Liwa‟un Nabilah

3. Keluarga besar Alm. H. Miseri dan H. Koserin

(9)

5. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, bapak Dr. H. Arif Sumantri,

SKM, M.Kes

6. Ka. Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D

7. Penanggungjawab Peminatan Epidemiologi sekaligus sebagai dosen

pembimbing skripsi, Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes

8. Dosen pembimbing skripsi, Ibu Ir. Febrianti, M.Si

9. Dosen Peminatan Epidemiologi, Ibu Hoirun Nisa, Ph.D

10. Dosen mata kuliah GIS, Bapak Fajar Nugraha

11. Petugas Program Pengendalian TB PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah,

PKL Batu Ampar dan PKL Balekambang

12. Petugas Rekam Medis PKC Kramat Jati, PKC Jatinegara, PKC Makasar,

PKC Cipayung, PKC Pasar Rebo, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar

dan PKL Balekambang

13. Keluarga besar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta

14. Alumni SDN Tengah 02

15. Keluarga besar CSS MoRA UIN Jakarta

16. Sahabat seperjuangan Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

17. Keluarga besar Epidemiology Student Association UIN Jakarta

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan baik pada

isi maupun penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari

berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Terima kasih.

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ... iii

C. Pertanyaan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 12

1. Bagi Peneliti Lain ... 12

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . 12 3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 13

4. Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL ... Balekambang ... 13

5. Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur ... 13

6. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 14

7. Bagi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) ... 14

8. Bagi Masyarakat ... 14

F. Ruang Lingkup ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Definisi TB ... 16

B. Klasifikasi TB ... 16

1. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh (Anatomical Site) yang Terkena ... 18

(11)

3. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya ... 20

4. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit ... 21

C. Diagnosis TB Paru ... 21

D. Gejala TB Paru ... 22

E. Cara Penularan ... 23

F. Patogenesis TB Paru ... 26

G. Keterlambatan (Delay) ... 27

H. Epidemiologi Deskriptif ... 28

1. Karakteristik Orang ... 29

2. Karakteristik Tempat... 37

3. Karakteristik Waktu ... 39

I. Kerangka Teori ... 39

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 42

A. Kerangka Konsep ... 42

B. Definisi Operasional dan Definisi Istilah ... 46

BAB IV METODE PENELITIAN ... 51

A. Desain Penelitian ... 51

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

C. Alur Penelitian ... 53

D. Populasi, Sampel dan Informan Penelitian ... 53

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 56

1. Sumber Data ... 56

2. Cara Pengumpulan Data... 56

3. Instrumen Pengumpulan Data ... 57

F. Pengolahan Data ... 58

BAB V HASIL PENELITIAN ... 63

(12)

B. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 64 C. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Pekerjaan di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 64 D. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 65 E. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan . di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66 F. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66 G. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 67 H. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat ... Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati ... Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68 I. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 69 J. Lama Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC ... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 69 K. Alasan Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 70 BAB VI PEMBAHASAN ... 72 A. Keterbatasan Penelitian ... 72 B. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di Wilayah ... Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 73 C. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 75 D. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Pekerjaan di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 77 E. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di .... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 78 F. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan .. di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 80 G. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

(13)

I. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat ... Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati ...

Jakarta Timur Tahun 2014 ... 89

J. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 91

K. Lama Delay pada Patient delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC ... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 99

L. Alasan delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. ... 101

M. Karakteristik Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di WIlayah Kerja PKC ... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 105

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Simpulan ... 110

B. Saran ... 112

1. Bagi Peneliti Lain ... 112

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 112 3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 112

4. Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL ... Balekambang ... 113

5. Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur ... 113

6. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 114

7. Bagi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) ... 114

8. Bagi Masyarakat ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 116

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 46

Tabel 3.2 Definisi Istilah ... 50

Tabel 4.1 Kriteria Informan Penelitian ... 55

Tabel 4.2 Triangulasi Sumber ... 61

Tabel 5.1 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 64

Tabel 5.2 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014... 64

Tabel 5.3 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 65

Tabel 5.4 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66

Tabel 5.5 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 67

Tabel 5.6 Jumlah Batang Rokok yang dihisap oleh Patient Delay pada Kasus TB BTA+ di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68

Tabel 5.7 Lama Merokok Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68

Tabel 5.8 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68

Tabel 5.9 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 69

Tabel 5.10 Rata-Rata Lama Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 70

(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis

Pekerjaan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 65

Grafik 5.2 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66

Grafik 5.3 Sebaran Patient Delay Berdasarkan Alasan Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 71

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Tahap Penularan TB ... 17

Bagan 2.2 Rantai Penularan TB ... 25

Bagan 2.3 Delay pada Penyakit TB ... 28

Bagan 2.4 Kerangka Teori ... 40

Bagan 2.5 Kerangka Teori ... 41

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 42

Bagan 3.2 Kerangka Pikir ... 45

Bagan 4.1 Alur Penelitian ... 53

Bagan 4.2 Alur Pengambilan Sampel ... 54

Bagan 6.1 Karakteristik Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di WIlayah Kerja PKC Kramat Jati Tahun 2014 ... 105

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah kesehatan secara

global dan merupakan salah satu pembunuh berbahaya di dunia. Di dunia

pada tahun 2012, angka kematian akibat TB paru mencapai 15,1% dan

lebih dari 95% kematian tersebut terjadi di negara berkembang (WHO,

2013, WHO, 2014a). Indonesia merupakan negara berkembang dengan

pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Nigeria dan

Pakistan pada tahun 2013 (WHO, 2014b). Selain itu, pada tahun 2013

prevalensi TB paru di Indonesia sebesar 0,4% (Kemenkes, 2014).

Prevalensi TB paru di Provinsi DKI Jakarta (0,6%) pada tahun

2013 menempati urutan ke-3 tertinggi di Indonesia setelah Jawa Barat dan

Papua dengan angka kematian sebesar 2 per 100.000 penduduk

(Kemenkes, 2013). Pada tahun 2012, prevalensi TB paru yang menempati

urutan ke-3 tertinggi di DKI Jakarta adalah Jakarta Timur (0,24%) setelah

Jakarta Pusat dan Kepulauan Seribu. Berdasarkan capaian indikator Suku

Dinas Kesehatan Jakarta Timur tahun 2014, capaian target penemuan

kasus baru TB paru BTA (+) (Case Detection Rate) di Jakarta Timur sudah

baik karena telah mencapai target nasional, yaitu 95% (target

(17)

Puskesmas Kecamatan (PKC) Kramat Jati merupakan salah satu

PKC di Jakarta Timur yang telah menerapkan strategi Directly Observed

Treatment, Short Course (DOTS). Fokus utama strategi ini adalah

penemuan kasus dan penyembuhannya. Penemuan kasus dan

penyembuhannya menurut strategi ini merupakan cara terbaik dalam upaya

pencegahan penularan TB. Selain itu, bank dunia menyatakan bahwa

strategi ini merupakan strategi yang secara ekonomis sangat efektif (cost

effective) karena setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program

pengendalian TB akan menghemat sebesar US $55 selama 20 tahun

(Kemenkes, 2014).

Meskipun telah menerapkan strategi DOTS yang terbukti efektif

dalam pengendalian TB tersebut, namun prevalensi TB pada tahun 2014

masih sangat besar karena melebihi 100 per 100.000 penduduk, yaitu 144

per 100.000 penduduk. Angka tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan

Kramat Jati merupakan wilayah berisiko tinggi terhadap penyakit TB

(WHO, 2013). Selain itu, indikator CDR di wilayah tersebut belum

mencapai target nasional, yaitu 67,80%. Belum tercapainya indikator ini

salah satunya disebabkan karena akses masyarakat ke pelayanan kesehatan

masih kurang, termasuk keterlambatan pencarian pengobatan ke pelayanan

kesehatan.

Keterlambatan dalam pencarian pengobatan ke Puskesmas karena

gejala batuk yang dialaminya selama ≥1 bulan (patient delay),

mengakibatkan terlambat pula mendapatkan diagnosis dan pengobatan TB

(18)

masyarakat berisiko TB BTA (+) di wilayah tersebut yang belum

mendapatkan diagnosis TB dibandingkan dengan yang sudah mendapatkan

diagnosis TB, sehingga capaian indikator CDR di wilayah tersebut belum

mencapai target nasional.

Patient delay merupakan penyebab diagnosis delay (Chang, 2007).

Selain itu, patient delay dapat menjadi penyebab health system delay dan

juga total delay. Patient delay merupakan awal terjadinya delay, dimana

jika terjadi patient delay maka akan berdampak pada diagnosis delay,

treatment delay, health system delay dan tentunya total delay. Di Uganda,

patient delay dapat berkontribusi 50% total delay, sedangkan di Yaman

berkontribusi 90% total delay. Total delay yaitu interval waktu dari

munculnya gejala hingga diberikan terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

(WHO, 2006; Sendagire, 2010).

Dampak yang akan didapatkan ketika fenomena patient delay ini

tidak segera ditangani adalah akan semakin banyak orang yang tertular TB

dari orang yang kemungkinan besar jika diperiksa dan mendapatkan

diagnosis benar bahwa orang tersebut TB BTA (+). Hal ini disebabkan

karena diperkirakan pasien TB BTA (+) yang tidak segera diobati dapat

menularkan rata-rata lebih dari 10 orang setiap tahunnya (Farah, 2006).

Selain itu, dapat meningkatkan keparahan dan mortalitas serta dapat

memperburuk situasi ekonomi pasien dan keluarga pasien (Sendagire,

2010).

Setelah dilakukan telaah rekam medis ataupun register Practical

(19)

bahwa proporsi patient delay di wilayah kerja PKC Kramat Jati (54,54%)

menempati urutan ketiga terbesar setelah PKC Cakung (82,6%) dan PKC

Duren Sawit (80,95%). Fenomena besarnya patient delay ini menunjukkan

adanya "fenomena gunung es" dimana masih banyak suspek TB di wilayah

kerja PKC Kramat Jati yang belum ditemukan untuk segera dilakukan

diagnosis lebih lanjut dan tentunya tidak segera pula mendapatkan

pengobatan.

Kecamatan Kramat Jati memiliki 7 wilayah kerja, yaitu Kelurahan

Cawang, Kelurahan Cililitan, Kelurahan Kramat Jati, Kelurahan Dukuh,

Kelurahan Kampung Tengah, Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan

Balekambang. Dari 7 wilayah tersebut, Kelurahan Kampung Tengah,

Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan Balekambang merupakan 3 wilayah

kerja yang memiliki proporsi TB BTA (+) baru terbesar di Kecamatan

Kramat Jati pada tahun 2014. Selain itu, angka patient delay di tiga

wilayah tersebut lebih besar dibandingkan dengan empat wilayah kerja

lainnya, yaitu 35,29% di Kelurahan Kampung Tengah, 23,33% di

Kelurahan Batu Ampar dan 17,39% di Kelurahan Balekambang.

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi patient delay adalah faktor usia, jenis kelamin, status

pekerjaan, status ekonomi, jenjang pendidikan, tingkat pengetahuan

tentang TB, status merokok, jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan

dan dukungan kader TB. Di Etiopia, pasien dengan usia > 55 tahun 2,2 kali

berisiko delay dibandingkan dengan usia 15-34 tahun (Yimer, 2014).

(20)

dibandingkan perempuan (WHO, 2006). Hal yang sama ditemukan di

Uganda bahwa laki-laki berisiko 1,61 kali delay dibandingkan perempuan

(Buregyeye, 2014). Namun, di India laki-laki menurunkan risiko 0,42 kali

dibandingkan dengan perempuan (Konda, 2014). Baik laki-laki atau

perempuan yang tidak bekerja 2,2 kali berisiko menjadi patient delay

dibandingkan dengan yang bekerja.

Hasil meta analisis, menemukan bahwa jenjang pendidikan rendah

2,14 kali dapat meningkatkan risiko patient delay (Li, 2013). Jenjang

pendidikan mempengaruhi kesempatan dalam mengakses informasi

kesehatan, termasuk informasi tentang TB. Sehingga, semakin rendah

pendidikan semakin sedikit kesempatan untuk mengakses informasi

tentang TB. Dengan demikian, seseorang tersebut tidak segera datang ke

pelayanan kesehatan untuk memeriksakan gejala pada dirinya karena

ketidaktahuan tentang informasi TB.

Pasien yang mengetahui bahwa TB dapat diobati 0,36 kali dapat

menurunkan risiko patient delay (Sendagire, 2010). Di samping itu, pasien

yang memiliki pengetahuan baik mengenai TB 0,45 kali dapat

menurunkan risiko patient delay (Konda, 2014). Namun, dapat terjadi

kondisi yang bertentangan, dimana seseorang yang memiliki pengetahuan

baik tentang TB justru menunda memeriksakan diri ke pelayanan

kesehatan karena tahu bahwa gejala TB adalah batuk selama 2-3 minggu

ataupun karena malu jika orang lain mengetahui bahwa dirinya menderita

(21)

Perilaku merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

delay. Hal ini terjadi karena seseorang yang memiliki kebiasaan merokok

sudah terbiasa batuk yang disebabkan perilaku merokoknya. Sehingga,

saat mengalami gejala batuk lebih dari 2-3 minggu, patient delay mengira

bahwa gejala batuk yang di alaminya adalah batuk biasa karena perilaku

merokonya. Hasil penelitian sebelumnya, menemukan bahwa seseorang

yang merokok 2,5 kali berisiko delay dibandingkan dengan yang tidak

merokok (Tarimo, 2012). Begitu juga di India, merokok 1,9 kali dapat

meningkatkan patient delay (Mor, 2013). Selain itu, di Nepal, merokok > 5

kali per hari dapat meningkatkan 2,4 kali delay dibandingkan dengan yang

tidak merokok (Rajeswari, 2002).

Kader TB merupakan salah satu masyarakat peduli TB yang

memiliki peran untuk menemukan suspek di masyarakat, memberikan

informasi tentang TB dan mengantarkan suspek TB memeriksakan diri ke

pelayanan kesehatan (Aisyiyah, 2015). Sehingga, keberadaan kader TB

dan dukungan kader TB kepada suspek TB untuk segera memeriksakan

diri ke pelayanan kesehatan menjadi penting untuk menurunkan angka

patient delay.

Selain beberapa faktor di atas, perlu diketahui alasan yang

melatarbelakangi patient delay terlambat dalam memeriksakan diri ke

Puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa

beberapa alasan yang melatarbelakangi patient delay adalah merasa batuk

biasa, akan sembuh dengan sendirinya; tidak dapat mengakses fasilitas

(22)

pergi ke fasilitas kesehatan, tidak ingin orang lain mengetahui bahwa

dirinya TB; jauh dari fasilitas kesehatan; takut mendapatkan diagnosis;

takut terisolasi dari lingkungan sosial; masalah ekonomi; perilaku petugas

kesehatan yang tidak baik serta kualitas pelayanan yang tidak baik

(Schneider, dkk, 2010, WHO, 2006).

Penelitian mengenai patient delay di Indonesia sampai saat ini baru

dilakukan di 2 provinsi, yaitu Provinsi DI Yogyakarta dan Bandung.

Sedangkan di DKI Jakarta belum pernah dilakukan penelitian serupa,

apalagi di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur. Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana karakteristik dan alasan patient

delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta

Timur tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Kecamatan Kramat Jati merupakan wilayah berisiko tinggi

terhadap TB dikarenakan prevalensi TB di Kramat Jati tahun 2014 sebesar

144 per 100.000 penduduk. Selain itu, indikator CDR di wilayah tersebut

belum mencapai target nasional karena akses masyarakat ke pelayanan

kesehatan masih kurang, termasuk keterlambatan pencarian pengobatan ke

pelayanan kesehatan (patient delay).

Berdasarkan hasil telaah rekam medis, menunjukkan bahwa

terdapat 54,54% patient delay di PKC Kramat Jati Tahun 2014 dan

menempati peringkat ke tiga terbesar setelah PKC Cakung dan PKC Duren

(23)

delay terbesar pada tahun 2014 adalah Kelurahan Kampung Tengah,

Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan Balekambang. Dengan demikian,

penelitian ini dilakukan di 3 wilayah kerja tersebut.

Tingginya angka patient delay di wilayah tersebut artinya tinggi

pula penderita TB yang seharusnya sudah mendapatkan pengobatan, tetapi

belum memeriksakan gejala ke Puskesmas. Pada kondisi ini pula artinya

akan semakin banyak orang berisiko tertular bakteri TB dari patient delay

yang ternyata TB BTA (+). Faktor yang dapat meningkatkan risiko patient

delay adalah faktor usia, jenis kelamin, status pekerjaan, status ekonomi,

jenjang pendidikan, tingkat pengetahuan tentang TB, perilaku merokok,

jarak tempat tinggal patient delay dengan Puskesmas serta dukungan kader

TB.

Penelitian terkait dengan patient delay belum pernah dilakukan di

wilayah tersebut. Oleh karena itu, penelitian terkait dengan karakteristik

dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC

Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014 sangat penting dan perlu dilakuakn

sebagai dasar pembuatan rekomendasi dalam menyelesaikan masalah

tersebut khususnya di wilayah kerja PKC Kramat Jati.

C. Pertanyaan Penelitian 1. Kuantitatif

a. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan usia di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur

(24)

b. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta

Timur tahun 2014?

c. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah kerja PKC Kramat Jati

Jakarta Timur tahun 2014?

d. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan status ekonomi di wilayah kerja PKC Kramat Jati

Jakarta Timur tahun 2014?

e. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan jenjang pendidikan di wilayah kerja PKC Kramat Jati

Jakarta Timur tahun 2014?

f. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan tingkat pengetahuan tentang TB di wilayah kerja PKC

Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

g. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan perilaku merokok di wilayah kerja PKC Kramat Jati

Jakarta Timur tahun 2014?

h. Bagaimana Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan jarak tempat tinggal patient delay dengan puskesmas di

wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

i. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+)

berdasarkan dukungan kader TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati

(25)

j. Berapa lama delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah

kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

2. Kualitatif

Apa alasan delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja

PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

a. Kuantitatif

Tujuan umum pendekatan kuantitatif pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui karakteristik patient delay pada kasus TB BTA (+)

di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

b. Kualitatif

Tujuan umum pendekatan kualitatif pada penelitian ini adalah untuk

mengetahui alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah

kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

2. Tujuan Khusus a. Kuantitatif

Tujuan khusus pada pendekatan kuantitatif ini adalah untuk

mengetahui:

1) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan usia di

(26)

2) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis

kelamin di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun

2014.

3) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis

pekerjaan di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun

2014.

4) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan status

ekonomi di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun

2014.

5) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan

jenjang pendidikan di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta

Timur tahun 2014.

6) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan

tingkat pengetahuan tentang TB di wilayah kerja PKC Kramat

Jati Jakarta Timur tahun 2014.

7) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan

perilaku merokok di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta

Timur tahun 2014.

8) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jarak

tempat tinggal patient delay dengan puskesmas di wilayah kerja

PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

9) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan

dukungan kader TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta

(27)

10) Lama delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah

kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

b. Kualitatif

Alasan delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja

PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi

untuk melanjutkan penelitian lain terkait patient delay dengan

epidemiologi analitik. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan penelitian selanjutnya terkait dengan diagnosis delay,

health system delay, treatment delay ataupun total delay.

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan literatur

perpustakaan terkait dengan karakteristik dan alasan patient delay pada

kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur

tahun 2014 yang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Selain

itu, hasil penelitian ini dapat pula dijadikan sebagai referensi tempat

(28)

3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

informasi kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan bahwa di

masyarakat sangat dibutuhkan kerjasama antar petugas kesehatan dalam

melakukan pelayanan kesehatan baik berupa preventif, kuratif maupun

rehabilitatif. Oleh karena itu, diharapkan dalam kegiatan perkuliahan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dapat menerapkan kerjasama

lintas profesi kesehatan sebagai bekal bagi mahasiswa dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan di masyarakat di kemudian hari.

4. Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL Balekambang

Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar

dan PKL Balekambang, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan evaluasi terkait dengan kualitas data rekam medis. Selain

itu, untuk bagian Program Pengendalian TB di 4 puskesmas tersebut

dapat dilakukan evaluasi terkait dengan penemuan kasus dan promosi

kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya segera memeriksakan

diri ke pelayanan kesehatan saat mengalami gejala TB.

5. Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi

dan masukan dalam manajemen Program Pengendalian TB baik pada

(29)

6. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Bagi Kementerian Kesehatan RI diharapkan dapat melakukan evaluasi

Program Pengendalian TB khususnya pada orientasi strategi DOTS

yang masih fokus pada pendekatan kuratif.

7. Bagi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

evaluasi pelaksanaan pembinaan kader TB di masyarakat dalam

pencegahan dan pengendalian TB khususnya pada edukasi perorangan

atau masyarakat, penemuan suspek, mengantarkan suspek ke pelayanan

kesehatan serta pencatatan dan pelaporan. Dengan demikian,

diharapkan peran kader TB dalam menurunkan angka patient delay

dapat meningkat di wilayah kerja PKC Kramat Jati.

8. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

masyarakat terkait dengan karakteristik dan alasan patient delay pada

kasus TB BTA (+). Dengan demikian, masyarakat dapat meningkatkan

pengetahuan, memperbaiki persepsi yang salah tentang TB ataupun

kesadaran untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan lebih dini

ketika sudah mengalami gejala batuk selama 2-3 minggu. Selain itu,

masyarakat dapat menyebarkan informasi yang di dapat kepada

masyarakat lain, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka patient

(30)

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan

desain studi kasus melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed

methods). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan

alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat

Jati Jakarta Timur tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Desember 2014 sampai bulan Juli 2015.

Responden pada penelitian ini adalah 17 patient delay tahun 2014

di wilayah kerja PKC Kramat Jati, sedangkan 9 di antaranya merupakan

informan penelitian ditambah dengan 9 informan pendukung lainnya yang

berasal dari kader TB, petugas TB, dokter dan juga petugas PKPU.

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari TB

03, TB 01 dan rekam medis/register PAL, sedangkan data primer berasal

dari wawancara terstruktur, plotting dan wawancara mendalam. Selain itu,

analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis spasial

(31)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi TB

TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri

dari orang ke orang lain melalui droplet orang yang terinfeksi TB (WHO,

2014a; Kemenkes 2011). Penyebab penyakit ini adalah bakteri

Mycobacterium tuberculosis (the tubercle bacillus) yang memiliki

hubungan spesies terdekat dengan Mycobacterium bovis, Mycobacterium

africanum, Mycobacterium microti, Mycobacterium caprae,

Mycobacterium pinnipedii, Mycobacterium canetti dan Mycobacterium

mungi (Enarson, 2003; CDC, 2014). Sebagian besar bakteri tersebut

menyerang paru yang biasa disebut TB paru, tetapi dapat menyerang organ

tubuh lainnya yang disebut TB ekstra paru, seperti tulang belakang, ginjal

dan otak (CDC, 2009; CDC 2012).

B. Klasifikasi TB

TB dibedakan menjadi penyakit TB/aktif TB dan infeksi laten TB.

Klasifikasi ini dikarenakan tidak setiap orang yang terinfeksi bakteri TB

menjadi sakit TB. Penyakit TB terjadi ketika bakteri TB aktif (berkembang

biak) di dalam tubuh yang tidak dapat dikendalikan oleh sistem imun,

sehingga orang dengan imunitas rendah lebih berisiko tinggi dibandingkan

(32)

sebagai sakit TB/aktif TB, dapat menimbulkan gejala dan dapat menularkan

bakteri kepada orang lain (CDC, 2012; Curry, 2007).

Sedangkan, infeksi laten TB terjadi pada kondisi yang sebaliknya

dengan orang yang sakit TB/aktif TB, yaitu ketika bakteri TB yang ada di

dalam tubuh tidak mengakibatkan sakit dan tidak menimbulkan gejala tetapi

dapat menularkan kepada orang lain. Sembilan dari sepuluh orang dengan

sistem imun yang normal tidak akan berubah menjadi kondisi sakit. Namun,

dapat berubah menjadi sakit tergantung dengan pola hidup. Berikut ini

orang dengan infeksi laten TB yang berisiko menjadi sakit, yaitu orang yang

terinfeksi HIV dan penyakit lain dengan gangguan sistem imun, orang yang

terinfeksi bakteri TB dua tahun sebelumnya, anak berusia <4 tahun dan

orang yang mempunyai riwayat TB yang tidak diobati atau pengobatan

tidak lengkap (CDC, 2012; Curry, 2007). Secara visual tahap penularan TB

baik pada sakit TB/TB aktif maupun infeksi TB laten dapat dilihat pada

bagan di bawah ini:

Bagan 2.1 Tahap Penularan TB

(33)

Berdasarkan bagan di atas, dapat diketahui bahwa 95% kuman TB di

udara menimbulkan TB laten. Meskipun demikian, namun TB laten tidak

dapat menularkan ke lingkungan. TB laten akan berubah menjadi aktif TB

sebesar 5 %, tetapi bagi pendeita HIV sangat besar risiko menjadi aktif TB,

yaitu sebesar 50%. Bagi penderita TB (aktif TB) jika mendapatkan

pengobatan yang tepat, maka kemungkinan 95% dapat disembuhkan, 5%

relaps (kambuh) dan 50% meninggal (Koul, dkk, 2011).

Selain klasifikasi tersebut, terdapat empat klasifikasi TB lainnya, yaitu

(Kemenkes, 2009; Kemenkes, 2011):

1. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh (Anatomical Site) yang Terkena

Organ tubuh yang terkena TB, terbagi menjadi TB paru dan TB ektra

paru:

a. TB paru. TB paru adalah kondisi dimana bakteri Mycobacterium

tuberculosis menyerang jaringan parenkim paru, tidak termasuk

bagian pleura dan kelenjar pada hilus (Kemenkes, 2011).

b. TB ekstra paru. Klasifikasi ini merupakan kondisi dimana bakteri TB

menyerang organ tubuh selain organ paru, misalnya pleura, selaput

otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang belakang,

persendian, kulit, usus, ginjal, alat kelamin dan organ tubuh lainnya

selain organ paru (CDC, 2009; Kemenkes, 2009).

2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Pemeriksaan dahak mikroskopis dilakukan untuk penegakan

diagnosis yang dikumpulkan sebanyak tiga spesimen dahak dalam dua

(34)

pelayanan kesehatan), Pagi (dahak dikumpulkan oleh suspek TB saat di

rumah pada hari ke dua pagi hari tepat setelah bangun tidur), Sewaktu

(dahak dikumpulkan saat pengumpulan dahak pagi di pelayanan

kesehatan). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, TB

dibedakan menjadi (Kemenkes, 2011):

a. TB Paru BTA (+)

1) Dua dari tiga hasil pemeriksaan spesimen dahak yang diperiksa

Sewaktu-Pagi-Sewaktu menunjukkan bahwa hasil BTA (+).

2) Satu spesimen dahak yang dilakukan pada

Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya menunjukkan BTA (+) dan hasil foto toraks

dada menunjukkan gambaran TB.

3) Satu spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya

menunjukkan BTA (+) dan biakan kuman TB (+).

4) Satu atau lebih spesimen dahak menunjukkan hasil (+) setelah

tiga spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu pada pemeriksaan

sebelumnya hasilnya menunjukkan BTA (-) dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non Obat Anti TB

(OAT).

b. TB Paru BTA (-)

TB paru BTA (-) merupakan kasus yang tidak memenuhi

kriteria pada TB paru BTA (+). Kriteria diagnostik TB paru BTA

(-) meliputi:

1) Hasil tiga spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu menunjukkan

(35)

2) Hasil foto toraks menunjukkan abnormal.

3) Bagi pasien dengan HIV (-), tidak ada perubahan setelah

pemberian antibiotika non OAT

3. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya terdiri dari

kasus baru, kasus yang sebelumnya pernah diobati, kasus pindahan dan

kasus lain, seperti penjelasan di bawah ini (Kemenkes, 2009):

a. Kasus Baru. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati sebelumnya dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang

dari 4 minggu. Pada tipe ini tidak membedakan hasil pemeriksaan

BTA.

b. Kasus yang Sebelumnya Diobati, teridiri dari:

1) Kasus Kambuh. Kasus kambuh adalah pasien TB yang pernah mendapat pengobatan sebelumnya dan telah dinyatakan

sembuh oleh petugas kesehatan atau telah melakukan

pengobatan lengkap kemudian dilakukan didiagnosis kembali

dan hasilnya BTA (+).

2) Kasus Setelah Putus Berobat (Default). Kasus default adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat (tidak

menyelesaikan pengobatan) selama 2 bulan atau lebih dengan

klasifikasi BTA (+).

(36)

menjadi (+) setelah sebelumnya sudah (-) pada bulan kelima

atau lebih selama pengobatan.

4) Kasus Pindahan (Transfer In). Kasus pindahan adalah pasien yang dipindahkan ke register lain (pelayanan kesehatan dengan

register TB lain) untuk melanjutkan pengobatannya.

5) Kasus Lain. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan kasus diatas, seperti tidak diketahui

riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak

diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA

(-)serta kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

4. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan dikategorikan dengan

berat dan ringan yang dilihat dari hasil foto toraks, yaitu berat jika

gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang

luas dan atau keadaan umum pasien buruk. Sedangkan kondisi ringan

adalah kondisi yang sebaliknya, dimana hasil foto toraks

menggambarkan kerusakan paru yang sempit (Kemenkes, 2009).

C. Diagnosis TB Paru

Penegakkan diagnosis TB paru dilakukan dengan (Kemenkes, 2011):

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

(37)

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

bakteri TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan

gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi

overdiagnosis.

D. Gejala TB Paru

Masa inkubasi TB, yaitu mulai masuknya bakteri TB sampai timbul

gejala atau reaksi tes TB (+) sekitar 2-10 minggu (Chin, 2012). Gejala yang

biasa timbul pada penderita TB paru adalah batuk yang berlangsung selama

tiga minggu atau lebih, batuk dengan disertai darah atau lendir, nyeri dada,

kesulitan bernapas, menggigil, demam, kelemahan atau kelelahan,

penurunan berat badan, nafsu makan menurun, dan berkeringat berlebihan

tanpa aktivitas terutama di malam hari (WHO, 2014a; Vyas, 2013; CDC,

2012). Bagi seseorang yang memiliki infeksi TB laten tidak akan merasa

sakit, tidak memiliki gejala dan tidak dapat menularkan kepada orang lain

(38)

E. Cara Penularan

Sumber penularan TB paru adalah pasien TB/aktif TB dengan hasil

pemeriksaan dahak mikroskopis menunjukkan BTA (+) (Kemenkes, 2011).

Namun, dapat juga bersumber dari infeksi TB laten. Hal ini terjadi

dikarenakan sangat besar kemungkinan di dalam tubuh seseorang yang

infeksi TB laten terdapat BTA positif, hanya saja belum mendapatkan

diagnosis, sehingga pada infeksi TB laten justru lebih berisiko tinggi

menularkan kepada orang lain.

Penyakit ini menular melalui udara dari satu orang ke orang lain yang

berasal dari percikan dahak (droplet nuclei) penderita TB paru BTA

(+)/infeksi TB laten yang batuk, bersin, meludah berbicara atau bernyanyi,

sehingga orang lain menghirup bakteri TB dan mengakibatkan orang lain

tersebut tertular penyakit ini (CDC, 2012; Kemenkes, 2011; WHO, 2014a).

Namun, seseorang dengan BTA positif tidak dapat menularkan ke orang

lain melalui berjabat tangan, berbagi makanan atau minuman, menyentuh

seprai atau toilet, menggunakan sikat gigi bersama-sama ataupun bergantian

pakaian (CDC, 2012).

Seseorang dengan BTA (+) setiap kali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak, sedangkan seseorang yang menghirup bakteri

TB meskipun dalam jumlah sedikit, bakteri tersebut dapat menginfeksi

orang yang menghirupnya tersebut (Kemenkes, 2011; WHO, 2014a).

Dengan demikian, semua orang berisiko tinggi menjadi sakit TB. Apalagi

(39)

wilayah berisiko tinggi karena prevalensi TB pada tahun 2014 melebihi 100

per 100.000 penduduk, yaitu sebesar 144 per 100.000 penduduk.

Secara teoritis, seorang penderita TB tetap menular sepanjang

ditemukan basil TB di dalam sputum penderita. Penderita yang tidak diobati

atau yang diobati tidak sempurna akan tetap mengandung kuman TB selama

bertahun-tahun (Chin, 2012). Tingkat penularan sangat tergantung pada

hal-hal sebagai berikut:

1. Jumlah kuman TB yang dikeluarkan

2. Virulensi kuman TB

3. Terpajannya kuman TB dengan sinar ultra violet

4. Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat

bernyanyi

Mycobacterium tuberculosis merupakan agent penyebab TB yang

terdapat pada reservoir, yaitu pasien TB/aktif TB. Kemudian keluar melalui

paru-paru menularkan dan masuk ke dalam paru-paru orang lain dengan

cara droplet pada seseorang yang tidak memiliki kekebalan terhadap TB

ataupun biasa disebut dengan kelompok berisiko (susceptible host) termasuk

kelompok/penduduk Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Dengan

demikian, untuk menurunkan prevalensi TB di wilayah tersebut perlu

memutus rantai penularan baik pada susceptible host ataupun pada

reservoir. Secara visual, rantai penularan TB dapat dilihat pada bagan di

(40)

Bagan 2.2 Rantai Penularan TB

Pemutusan rantai penularan pada susceptible host dan juga reservoir

dapat dilakukan dengan cara sesegera mungkin memeriksakan diri ke

Puskesmas ataupun pelayanan kesehatan ketika mengalami batuk selama

2-3 minggu baik disertai maupun tidak disertai gejala tambahan lainnya

(keringat di mlaam hari tanpa aktivitas, BB menurun, nafsu makan

berkurang, nyeri dada ataupun batuk disertai darah). Tidak terlambat

memeriksakan diri ke Puskesmas ataupun pelayanan kesehatan lainnya

sangat bermanfaat karena akan segera mendapatkan pemastian diagnosis

bahwa dirinya positif ataupun tidak menderita TB. Dengan demikian, jika

memang benar postif TB, maka segera diobati agar tidak menularkan

kepada orang lain (susceptible host) dan tidak menunggu kondisi tubuh

(41)

Pemutusan rantai penularan pada kelompok rentan TB (susceptible

host) dapat dilakukan dengan cara lebih cepat tanggap untuk segera

memeriksakan diri ke Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya ketika

mengalami gejala batuk tanpa harus menunggu gejala batuk selama 2-3

minggu. Hal ini dikarenakan pada kelompok rentan ini sudah terpapar

bakteri TB dari penderita TB ataupun infeksi TB laten. Sehingga sangat

besar kemungkinan batuk yang dialaminya meskipun belum mencapai 2-3

minggu adalah gejala TB. Selain itu, tentunya bakteri TB pada kelompok

rentan ini sudah mengalami masa inkubasi selama 2-10 minggu.

Dengan demikian, jika pemutusan rantai penularan TB dilakukan pada

reservoir dan juga susceptible host sangat besar peluang untuk menurunkan

prevalensi TB di wilayah Kramat Jati Jakarta Timur. Pemutusan rantai

penularan ini sangat dibutuhkan kerjasama semua pihak baik dari

masyarakat sendiri, tokoh masyarakat, petugas kesehatan termasuk dokter

yang melakukan diagnosis maupun pemerintah.

F. Patogenesis TB Paru

TB paru disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis.

Organisme ini merupakan basil tahan asam, aerob dan tidak dapat

membentuk spora. Infeksi TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet

nuklei yang mengandung basil tuberkel tersebut dan dapat mencapai alveoli

paru-paru. Kemudian basil tuberkel tersebut tertelan oleh makrofag alveolar,

namun terdapat sebagian basil yang hancur dan terhambat. Beberapa basil

(42)

mati. Jika basil tersebut hidup, dapat menyebar melalui saluran limfatik atau

melalui aliran darah ke jaringan yang lebih jauh dan beberapa organ selain

paru-paru, seperti kelenjar getah bening, apeks paru-paru, ginjal, otak dan

tulang (BMJ, 2013). Basil tersebut dapat hidup di tempat yang gelap dan

dingin dalam waktu yang lama. Namun, tidak dapat bertahan hidup (mati)

bila terkena sinar matahari, panas, pasteurisasi, mendidih dan sinar ultra

violet (Melake,dkk, 2012).

G. Keterlambatan (Delay)

Keterlambatan (delay) pada penyakit TB ini terbagi menjadi lima

keterlambatan (WHO, 2006), yaitu:

1. Keterlambatan pasien (patient delay) adalah interval waktu antara onset

dan kehadiran pertama kali di pelayanan kesehatan. Rata-rata lama delay

di indonesia adalah 30 hari (1 bulan), sehingga dapat dikatakan patient

delay adalah jika jarak antara onset dan kehadiran pertama kali ke

pelayanan kesehatan untuk memeriksakan gejala adalah 30 hari (1

bulan)

2. Keterlambatan diagnosis (diagnosis delay) adalah interval waktu antara

timbulnya gejala dan diagnosis dokter sebagai penderita TB. Hasil

penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa lama diagnosis delay

adalah 1 minggu (Ahmad, dkk, 2011).

3. Keterlambatan pengobatan (treatment delay) adalah interval waktu

(43)

4. Keterlambatan sistem pelayanan kesehatan (health care system delay)

adalah interval waktu antara tanggal kehadiran pertama kali di

pelayanan kesehatan dan pemberian OAT pertama kali. Di Iraq, Yaman

dan Somalia ditemukan bahwa health care system delay adalah jika

interval tersebut mencapai 5-27 hari, di Vietnam 49 hari bahkan di

Pakistan mencapai 90 hari.

5. Keterlambatan total (total delay) adalah jumlah diagnosis delay dan

treatment delay. Selain itu, total delay merupakan jumlah dari patient

delay dan health care system delay. Hasil penelitian di Yogyakarta

menemukan bahwa total delay, jika interval tersebut selama 5 minggu

dan 8-12 minggu (Ahmad, dkk, 2011; Mahendradhata, dkk, 2008).

Sedangkan, di negara lain 46 hari di Iraq, 57 hari di Mesir, 59 hari di

Yaman, 60 hari di India, dan 99 hari di Nepal.

Secara visual, keterlambatan tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini

Bagan 2.3

Delay pada Penyakit TB

Diagnostic Delay Treatment Delay

Patient Delay Health System Delay

H. Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi deskriptif merupakan karakteristik distribusi suatu

kejadian atau masalah kesehatan yang di tinjau dari tinjauan eidemiologi.

Suatu pola kejadian penyakit atau masalah kesehatan terbagi berdasarkan

Tanggal Kehadiran Pertama Kali di Yankes

(44)

karakterisitik orang, tempat dan waktu dan karakteristik tersebut merupakan

ciri dari epidemiologi deskriptif (CDC, 2005). Patient delay pada kasus TB

BTA (+) merupakan masalah kesehatan yang dapat diketahui pola

kejadiannya berdasarkan orang, tempat dan waktu seperti pada penjelasan di

bawah:

1. Karakteristik Orang

Karakteristik orang dapat dilihat berdasarkan faktor

sosiodemografi, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan dan

sosioekonomi. Pada penelitian ini, faktor yang menjadi karakteristik

orang patient delay adalah usia, jenis kelamin, status ekonomi, status

pekerjaan, pengetahuan tentang TB, seperti penjelasan di bawah ini:

A. Usia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), umur

adalah lama waktu hidup seseorang sejak dilahirkan (Kemendikbud,

2008). Sedangkan pada penelitian ini, usia patient delay

didefinisikan sebagai lama waktu hidup seseorang sejak dilahirkan

hingga ulang tahun terakhir pada saat datang ke puskesmas pertama

kali dengan keluhan batuk dengan satuan tahun. Pembatasan ini

digunakan karena peneliti ingin mengetahui karakteristik patient

delay sebelum datang ke pelayanan kesehatan bukan saat penelitian

dilakukan.

Usia merupakan salah satu karakteristik orang yang sangat

utama, dimana akan adanya perbedaan kerentanan maupun

(45)

berbeda, sehingga akan terlihat variasi distribusi patient delay

berdasarkan usia. Penelitian di Etiopia, menemukan bahwa pasien

dengan usia > 55 tahun 2,2 kali berisiko delay dibandingkan dengan

usia 15-34 (Yimer, 2014). Sedangkan di Indonesia pengelompokan

usia untuk penyakit TB khususnya untuk strategi DOTS terbagi

menjadi kelompok usia 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun,

45-54 tahun dan > 45-54 tahun. Hasil penelitian di Yogyakarta

menunjukkan bahwa pada kelompok 25-34 tahun lebih berisiko

dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (Ahmad,dkk, 2011).

B. Jenis kelamin

Menurut KBBI, jenis kelamin adalah sifat atau keadaan yang

mencirikan laki-laki atau perempuan (Kemendikbud, 2008).

Penelitian di Yaman, menemukan bahwa laki-laki 2,03 kali berisiko

delay dibandingkan perempuan (WHO, 2006). Hal yang sama

ditemukan di Uganda bahwa laki-laki berisiko 1,61 kali delay

dibandingkan perempuan (Buregyeye, 2014). Namun, di India

laki-laki menurunkan risiko 0,42 kali dibandingkan dengan perempuan

(Konda, 2014).

Faktor ini mempengaruhi patient delay karena adanya

perbedaan keterbukaan keluhan yang dirasakan dan perbedaan

penggunaan pelayanan kesehatan. Selain itu, laki-laki lebih banyak

delay dibandingkan perempuan karena laki-laki lebih sibuk

dibandingkan perempuan, laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah

(46)

memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan. Di samping itu, proporsi

merokok pada laki-laki lebih besar di bandingkan perempuan

sehingga laki-laki menganggap bahwa dirinya tidak berisiko ketika

mengalami batuk lebih dari 2-3 minggu (Kemenkes, 2013). Mereka

menganggap bahwa gejala batuk yang di alaminya bukan karena TB

melainkan karena perilaku merokok.

C. Status Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu rangkaian tugas yang dirancang untuk

dikerjakan oleh satu orang dan sebagai imbalan diberikan upah dan

gaji menurut kualifikasi dan berat ringannya pekerjaan tersebut.

Sedangkan jenis pekerjaan adalah kumpulan pekerjaan yang

mempunyai rangkaian tugas yang bersamaan dalam satu kelompok

(BPS, 2002). Penelitian di DI Yogjakarta menemukan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan patient delay.

Namun, sebagai karakteristik orang, faktor pekerjaan perlu

diketahui karena untuk mendeskripsikan kareakteristik

sosioekonomi. Selain itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

bahwa laki-laki memiliki risiko lebih besar delay dibandingkan

perempuan karena kesibukan waktu bekerja, sehingga tidak ada

waktu untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan yang

mengakibatkan delay. Pengelompokan status pekerjaan dibagi

menjadi tidak bekerja/ibu rumah tangga, pegawai swasta,

(47)

D. Status Ekonomi

Menurut BPS, status ekonomi masyarakat ditentukan dengan

garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah besarnya pengeluaran

seseorang per kapita per bulan dalam satuan rupiah untuk memenuhi

kebutuhan dasar minimum makanan dan bukan makanan untuk tetap

berada pada kehidupan yang layak. Kebutuhan dasar makanan

seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,

kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, bahan minuman,

bumbu-bumbuan, makanan dan minuman siap saji, tembakau dan sirih serta

konsumsi lainnya. Sedangkan kebutuhan dasar bukan makanan

diantaranya perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa,

pakaian, barang tahan lama, pajak dan asuransi serta keperluan pesta

dan rumah tangga (BPS, 2014)

Sedangkan, penduduk miskin adalah penduduk jika memiliki

rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis

kemiskinan. Garis kemiskinan pada September 2014 di Indonesia

sebesar Rp 326.853. Sedangkan, di Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp

459.560 (BPS, 2014; BPS, 2015). Berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya terdapat hubungan yang bermakna antara status

ekonomi dengan patient delay (Rajeswari, 2002).

E. Jenjang Pendidikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha

(48)

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Sedangkan, yang dimaksud dengan tingkat/jenjang

pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan

kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi,

yaitu:

1) Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang menjadi

landasan jenjang pendidikan menengah, yaitu Sekolah Dasar (SD)

sederajat dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat.

2) Pendidikan menengah adalah jenjang lanjutan dari pendidikan

dasar, baik pendidikan menengah umum atau pendidikan

menengah kejuruan, seperti Sekolah Menengah Atas (SMA)

sederajat.

3) Pendidikan tinggi merupakan jenjang lanjutan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,

magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh

pendidikan tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian di Malawi, India dengan desain

(49)

hubungan dengan terjadinya patient delay dimana jenjang

pendidikan dasar cenderung lebih lama waktu delay dibandingkan

dengan jenjang pendidikan menengah. Selain itu, pasien yang tidak

sekolah juga memiliki hubungan yang bermakna dengan patient

delay. Hal ini disebabkan karena pasien yang memiliki jenjang

pendidikan rendah bahkan tidak sekolah sedikit memiliki

kesempatan untuk mendapatkan informasi mengenai TB

dibandingkan dengan pasien yang memiliki jenjang pendidikan lebih

tinggi (Makwakwa, 2014).

F. Tingkat Pengetahuan tentang TB

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan khususnya mata dan telinga terhadap objek

tertentu. Pengetahuan seseorang termasuk objek yang mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Sunaryo,

2004). Pengetahuan terbagi menjadi enam, yaitu:

a. Tahu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah

yang diartikan sebagai recall teori yang telah dipelajari

sebelumnya. Indikator bahwa seseorang tahu adalah ketika

seseorang tersebut dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan.

b. Paham, memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap

objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan tetapi orang

(50)

objek yang diketahui tersebut. Indikator bahwa seseorang paham

adalah ketika seseorang dapat menjelaskan, memberikan contoh

dan menyimpulkan.

c. Penerapan, penerapan diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi dan kondisi

nyata.

d. Analisis, analisis adalah kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari

hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis, kemampuan seseorang untuk menghubungkan

bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Ukuran sintesis adalah ketika seseorang

dapat menyusun, meringkas, merencanakan dan menyesuaikan

suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi, kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Evaluasi dapat

dilakukan dengan menggunakan kriteria yang telah ada atau di

susun sendiri.

Penelitian di India menemukan bahwa pasien yang memiliki

pengetahuan bahwa batuk lebih dari 3 minggu merupakan gejala TB

(51)

Pasien tersebut memiliki lama delay yang lebih lama dibandingkan

yang tidak tahu. Keadaan ini dapat terjadi, dicurigai karena pasien

tidak percaya bahwa dirinya menderita TB, pasien tersebut

menunggu batuk yang dialaminya selama 3 minggu sebelum datang

ke pelayanan kesehatan. Selain itu, dapat disebabkan karena mereka

memiliki stigma bahwa TB memiliki hubungan yang sangat erat

dengan penyakit HIV/AIDS (Makwakwa, dkk. 2014).

G. Status Merokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau yang dibungkus yang

dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotina Rustica, dan

spesies lainnya, atau sintesis yang mengandung nikotin dan tar

beserta bahan tambahan. Menurut laporan Global Adult Tobacco

Survey (GATS) Indonesia tahun 2011, Indonesia (34,7%) merupakan

negara dengan prevalensi perokok terbesar ketiga di dunia (GATS,

2012).

Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok

terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008). Hal ini

didukung dengan hasil penelitian Riskesdas 2013 yang menunjukkan

bahwa 47,5% perokok setiap hari adalah laki-laki dan 1,1% adalah

perempuan. Sedangkan rata-rata batang rokok yang dihisap per hari

per orang di Jakarta hampir sama dengan rata-rata batang rokok yang

di hisap per hari per orang se Indonesia, yaitu 11,6 batang,

sedangkan di Indonesia adalah 12,3 batang atau setara dengan satu

Gambar

Grafik 5.3 Sebaran Patient Delay Berdasarkan Alasan Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 .............
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
Tabel 3.1 Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

muhadditsûn (para ahli hadis). Sufi berbeda dengan para ahli hadis saat.. Pada kasus-kasus tertentu, sepintas sufi seolah memang tidak menganggap penting suatu

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, dengan nilai p &gt;0,05 (P=0,749) antara Madu dan N-Acetylsysteine terhadap atrofi glomerulus ginjal

Dalam implementasi Program Keluarga Harapan tahun 2016 di Kelurahan Kawal sudah memiliki standard dan sasaran yang jelas, sasaran dan tujuan yang ingin

(1) Buatlah program aplikasi yang memberikan hasil yang sama dengan pro- gram applet di

Tujuan penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui peran dan strategi public relations dalam meningkatkan brand image di Lorin Solo Hotel.. Metode penelitian

Berdasarkan hasil simulasi terhadap desain semi-free piston two stroke diesel engine karya Fathallah dan Barus (2013), dapat dilihat bagaimana karakteristik dari angular moment

Selanjutnya, mereka tidak ber- Sekolah Alkitab yang formil (bagaimana mungkin, lulus S.D. saja sudah syukur!), melainkan sekedar serangkaian Persekutuan yang dipenuhi oleh

Perjanjian arbitrase yang menjadi syarat hukum un- tuk dapat diselenggarakannya suatu penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase diatur dalam Pasal 1 Angka (1) UU Nomor 30