• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amandemen UUD 1945

Dalam dokumen Pedoman PLPG PKn SMA-MA Tahun 2008 (Halaman 91-95)

BAB II KEGIATAN BELAJAR 1

B. Uraian Materi KONSTITUSI

4. Amandemen UUD 1945

Sebelum membicarakan tentang amandemen UUD 1945 perlu dikemukakan bahwa sejak memasuki era reformasi muncul arus pemikiran tentang keberadaan UUD 1945, yang secara garis besar dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:

Pertama, bahwa UUD 1945 yang sering dikatakan memiliki sifat singkat dan supel, rumusan pasal-pasal yang ada di dalamnya banyak yang membuka peluang timbulnya penafsiran ganda. Dengan kemungkinan munculnya penafsiran ganda, penafsiran yang berlaku terutama adalah penafsiran dari pihak yang sedang berkuasa, yang

3-11 Konstitusi, Demokrasi, dan Budaya Politik

sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan dari kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan.

Kedua, bahwa UUD 1945 membawakan sifat executive heavy, yakni memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, sehingga kekuasaan yang lain yaitu legislative dan yudikatif seakan-akan tersubordinasi oleh kekuasaan eksekutif. Tentang hal itu Mahfud MD (2000: 147) menyatakan dengan ungkapan “Tidak adanya Mekanisme Checks and Balances”.

Ketiga, sistem pemerintahan menurut UUD 1945, yang walaupun biasa dikatakan sebagai sistem pemerintahan presidential, akan tetapi sesungguhnya juga membawakan unsur parlementer. Konkritnya bahwa presiden selaku kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, dan DPR tidak dapat menjatuhkan presiden, adalah beberapa indikasi sistem pemerintahan presidential. Akan tetapi manakala kita memperhatikan bahwa presiden harus bertanggungjawab kepada MPR, sedangkan anggota MPR sebagian besar adalah anggota DPR, maka dapat dikatakan bahwa presiden secara tidak langsung bertanggungjawab kepada DPR. Pertanggungjawaban semacam itu merupakan indicator dari sistem pemerintahan parlementer. Oleh karenanya ada yang menyatakan bahwa sistem pemerintahan menurut UUD 1945 adalah sistem quasi presidential. Ketentuan sistem pemerintahan yang bias semacam itu dapat menciptakan kondisi yang rancu dalam hubungan tata kerja antara lembaga legislative dan lembaga eksekutif.

Keempat, perlunya memberikan kekuasaan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, agar daerah dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing tanpa selalu terikat pada penyeragaman dari pemerintah pusat.

Kelima, rumusan pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang ada dalam UUD 1945 dirasa kurang memadai lagi untuk mewadahi tuntutan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan warga negara, seiring dengan perkembangan global yang menempatkan persoalan hak asasi manusia sebagai persoalan yang sangat krusial.

Arus pemikian sebagaimana dikemukakan di atas kemudian mewarnai perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945 dari amandemen pertama sampai dengan amandemen keempat.

Terhadap ketentuan UUD 1945 yang dapat menimbulkan penafsiran ganda, dilakukan amandemen dengan rumusan baru yang lebih jelas dan eksplisit. Seperti misalnya masa jabatan presiden dalam naskah amandemen dirumuskan secara tegas bahwa presiden hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan, yang berarti bahwa orang yang sama akan dapat memegang jabatan sebagai presiden maksimal dua kali masa jabatan. (Bandingkan dengan pasal 7 naskah asli UUD 1945).

Terkait dengan sifat executive heavy yang dibawakan oleh UUD 1945, pada amandemen pertama telah dilakukan perubahan dan penambahan atas pasal 5 (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 (2) (3), pasal 20, dan pasal 21, yang pada intinya mengatur pembatasan jabatan presiden, mengubah kewenangan legislative yang semula di tangan presiden menjadi kewenangan DPR, serta menambah beberapa substansi yang membatasi kewenangan prseiden. (Hidayat, 2002:1). Kewenangan-kewenangan tertentu yang sebelumnya dapat dilakukan sendiri oleh presiden, setelah amandemen harus dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan dari lembaga yang lain. Hal itu jelas merupakan pengurangan terhadap kekwenangan presiden.

Berkaitan dengan ketentuan sistem pemerintahan yang bias di antara presidential dan parlementer, melalui amandemen diberikan penegasan tentang penerapan sistem presidential dengan

3-13 Konstitusi, Demokrasi, dan Budaya Politik

menentukan bahwa presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. (pasal 6A (1)), yang kosekuensinya bahwa presiden tidak lagi bertanggungjawab kepada MPR dan MPR hanya dapat memberhentikan presiden di tengah masa jabatannya setelah adanya keputusan bersalah yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Presiden juga tidak bertanggungjawab kepada DPR baik langsung maupun tidak langsung. Begitu juga Presiden dan DPR tidak dapat saling menjatuhkan. Semua itu mengindikasikan penerapan sistem pemerintahan presidential.

Menyangkut perlunya kesempatan yang luas bagi daerah untuk mengatur rumahtangganya telah dilakukan amandemen terhadap pasal 18 UUD 1945 dengan menambahkan beberapa ayat serta menambahkan pasal 18 A dan pasal 18 B. Dengan amandemen tersebut pemerintah daerah diberi kesempatan untuk nenjalankan otonomi seluas-luasnya, adanya penghargaan dari pemerintah pusat atas keragaman daerah dan kekhususan yang terdapat pada daerah-daerah tertentu, serta pembagian kekuangan yang lebih adil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Sedangkan yang berkait dengan masalah hak asasi manusia sangat jelas tampak bahwa amandemen terhadap UUD 1945 telah memasukkan cukup banyak rumusan-rumusan baru tentang hak asasi manusia dan warga negara dengan menambahkan pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J.

Selanjutnya perubahan terhadap UUD dapat ditelaah dari beberapa segi yaitu menyangkut sistem perubahan dan prosedur/mekanisme perubahannya, bentuk hokum perubahannya, serta substansi materi yang diubah. (Hidayat, 2002: 4).

Tentang sistem perubahan dan prosedur perubahannya, amandemen terhadap UUD 1945 menggunakan landasan sistem dan prosedur yang ditentukan pasal 37 UUD 1945. Mengenai bentuk hukumnya, secara teoritis dan praktek ketatanegaraan dikenal

adanya pola perubahan yang secara langsung dituangkan dalam teks UUD yang lama dengan melakukan perubahan terhadap naskah aslinya (model Eropa Kontinental). Di samping itu ada pola addendum dimana substansi perubahannya dituangkan dalam teks tersendiri terpisah dari naskah aslinya, sedangkan naskah asli itu sendiri dibiarkan tetap dengan rumusan aslinya (model Amerika Serikat). Dilihat dari aspek itu amandemen terhadap UUD 1945 dapat dikatakan mengikuti model Amerika Serikat. Adapun dilihat dari substansinya, amandemen terhadap UUD 1945 menyangkut sistematika dan kelembagaan negara, serta berbagai hal yang mendasar lainnya, sehingga ada yang mengatakan seperti membuat undang-undang dasar yang baru. Terkait dengan yang terakhir ini kita dapat menelaah dari keseluruhan amandemen UUD 1945 dari amandemen pertama sampai dengan amandemen keempat.

Dalam dokumen Pedoman PLPG PKn SMA-MA Tahun 2008 (Halaman 91-95)