• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Bentuk Rumah Tradisional Karo .1 Berdasarkan faktor sosial budaya .1 Berdasarkan faktor sosial budaya

RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN

4.2 Analisa Bentuk Rumah Tradisional Karo .1 Berdasarkan faktor sosial budaya .1 Berdasarkan faktor sosial budaya

Analisa bentuk atas faktor sosial budaya ini dibagi pembahasannya berdasarkan bagian-bagian dari sosial budaya itu sendiri, yaitu terdiri dari kepercayaan, hukum dan adat istiadat dan pengetahuan.

a.Kepercayaan.

Secara umum, bentuk rumah tradisional Karo sama prinsipnya dengan rumah-rumah tradisional nusantara lainnya, dimana ia merupakan sebuah mikro kosmos yang diciptakan selaras dengan makro kosmos. Bagian atap atau kepala rumah adalah manifestasi sikap hidup religius, pengakuan atas kekuasaan tertinggi yang bersemayam di alam atas (utama), sehingga bentuknya selalu lebih dominan dibandingkan dengan bagian rumah yang lain. Badan rumah mencerminkan ruang hidup manusia di dunia (madya), sedangkan kaki rumah adalah gambaran alam bawah sekaligus merupakan penerapan nilai-nilai persahabatan dengan alam, dimana sistem konstruksi panggung yang diterapkan ini telah terbukti tidak menghambat aliran air kembali kedalam tanah dan tahan gempa. Bagian-bagian dari rumah tradisional tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Hubungan antara makro kosmos dan mikro kosmos dapat dilihat dalam Gambar skema 4.4.

Awalnya, masyarakat Karo menganut kepercayaan animisme dan dinamisme yang mempercayai adanya arwah, dan untuk melindungi

MAKRO KOSMOS Atap Hunian Kolong MIKRO KOSMOS

Gambar 4.3 Bagian-bagian dari Rumah Tradisional Karo Sumber: Raibnya Para Dewa

Gambar 4.4 Skema Hubungan Mikro Kosmos dan Makro Kosmos Sumber: Penulis

perkampungan mereka dari arwah yang jahat, mereka mengatur orientasi bangunan dari hulu ke hilir. Mereka meyakini bahwa hulu sungai adalah suatu orientasi yang sakral daripada hilir, dengan ditarik analogi bahwa sungai dan hulu dapat diinterpretasikan sebagai perjalanan dan sumber air dihulu adalah ketinggian atau gunung. Rumah disimbolkan menjadi kendaraan yang digunakan untuk pelayaran kesuatu alam yang hanya dapat digambarkan dalam imajinasi, sehingga posisinya harus sesuai dengan arah arus sungai untuk memudahkan pelayaran. Sebagai simbol alat pengangkutan air maka rumah harus berbentuk perahu yang ditegaskan dengan hadirnya lunas perahu (dapur-dapur) dan atap sebagai layar seperti

pada Gambar 4.5.70

Dalam sumber yang lain disebutkan bahwa rumah adat Karo merupakan hasil penganalogian dari manusia. Menurut Nuah Tarigan, seorang bersuku Karo,

atap dari rumah Karo merupakan kepala dari dua manusia, sedangkan

70

Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.D (2004), Raibnya para Dewa hal – xviii, Bina Teknik Press Gambar 4.5 Perbandingan Bentukan Rumah Adat Karo dengan Perahu Layar Dulu

ayo, yaitu bagian atap yang muncul kedepan dan terdiri dari anyam-anyaman dan berarti “muka” dalam bahasa Karo melambangkan wajah dari dua manusia yang menghadap kearah yang bertolak belakang. Tanduk kerbau

yang terdapat pada ayo-ayo yang menghadap hulu adalah tanduk kerbau

jantan, sedangkan tanduk kerbau yang menghadap hilir adalah tanduk kerbau betina. Hal ini dapat dilihat dari jenis tanduk, sehingga dapat dibedakan antara tanduk kerbau jantan dan betina. Karena perbedaan tersebut dapat

diartikan bahwa kedua ayo-ayo melambangkan dua manusia, sepasang suami

istri yang menyatu dalam satu badan, yaitu hunian rumah, yang kemudian

diikat dengan pengret-ret, yaitu anyaman berbentuk cecak yang terdapat

disepanjang sisi rumah, seakan mereka tidak dapat dipisahkan, kakinya

empat merepresentasikan sembuyak, anak beru, kalimbubu dan senina yang

menjadi penghuni 4 jabu suki (sudut), seperti yang digambarkan dalam

Gambar 4.6.71

71

http://groups.yahoo.com/group/tanahkaro/message/16106

Gambar 4.6 Perbandingan Bentuk Rumah Adat Karo dengan Analogi Suami Istri yang Sedang Duduk Bertolak Belakang

b. Hukum dan adat istiadat.

Masyarakat Karo sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan hukum didalam masyarakatnya. Hukum ini mengatur segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan mereka, mulai dari hubungan sosial dan keluarga, pembangunan rumah beserta upacara-upacara yang mengikutinya, dan banyak lagi. Dalam bentuk rumah tradisional Karo, hukum dan adat istiadat ini tercermin dari bagaimana sistem penyusunan ruang didalam rumah.. Rumah tidak memiliki sekat antar ruangan, yang berarti bahwa semua keluarga yang tinggal dirumah tersebut adalah satu dan keterbukaan antar sesama menjadi sangat penting dalam menjalankan sistem kekeluargaan. Secara sepintas, interior rumah hanya terdiri dari satu ruang besar, namun pada kenyataannya, ruang ini dipisahkan dengan sekat non-visual yaitu adat dan hukum. Pada dasarnya semua ruang dapat dipakai untuk beraktifitas namun tetap diikat dengan norma-norma yang apabila dilanggar, maka pimpinan rumah akan menjatuhkan hukuman kepada si pelanggar. Susunan ruang yang ditinggal masing-masing jabu diatur berdasarkan arah mata angin dan tidak diatur secara sembarang. Arah mata angin disesuaikan dengan jumlah Jabu yang terdapat didalam rumah dan tergambar dalam Gambar 4.7.

Pada awal masa pendirian rumah, biasanya akan ada 4 kepala keluarga Jabu

yang nantinya akan menjadi pemilik rumah yang utama, yaitu Jabu Bena

Kayu sebagai Raja, Jabu Ujung Kayu yaitu pihak saudari perempuan dari

Raja, Jabu Lepar Ujung Kayu yaitu pihak ibu dari pimpinan, dan Jabu

Lepar Bena Kayu yaitu keluarga anak dari raja. Karena orientasi rumah adalah Utara dan Selatan, maka penempatan posisi Jabu pun diatur dengan hal yang sama yaitu dengan urutan Utara dan Selatan dan disusun

berdasarkan kedekatan fungsi dan tugas dari tiap-tiap Jabu, seperti

tergambar pada Gambar 4.8.

1 5 7 4

3 8 6 2

U S

Gambar 4.8 Sirkulasi dan Penempatan Jabu Disisi Terpanjang Denah

Sumber: Penulis

Gambar 4.7 Jenis Arah Mata Angin Disesuaikan dari Jumlah Jabu Sumber: Raibnya Para Dewa

c.Pengetahuan.

Pengetahuan dalam membangun rumah pun diselaraskan dengan alam. Selain terdapat makna kepercayaan dalam bentuk rumah tradisional Karo, secara disadari sistem rumah panggung yang diterapkan telah memberikan banyak manfaat baik bagi penghuni rumah maupun bagi alam. Sistem panggung tersebut dibuat dengan konstruksi tahan gempa, dan dapat memberikan alur air untuk kembali masuk kedalam tanah serta memberikan keamanan bagi penghuninya agar dapat berlindung dari binatang buas. Kepercayaan masyarakat Karo pada masa terdahulu sangat berpengaruh pada pengetahuan yang mereka miliki. Kepercayaan animisme dan dinamisme membuat mereka belajar dan membuat kearifan dari alam. Hal ini terlihat dari bermacam ragam hias yang kesemuanya terdiri dari gambar flora dan fauna yang mereka temui dilingkungan mereka, dan kearifannya sendiri mereka dapat dari memperhatikan keteraturan dan siklus alam. Aneka ragam hias tersebut mereka sematkan dalam rumah tinggal karena dengan simbol simbol yang mereka maknai tersebut, mereka percaya akan memberikan efek baik dan dapat menolak bala bagi rumah dan keluarga yang terdapat didalamnya.

4.2.2 Berdasarkan faktor aktifitas

Suasana yang terjadi pada ruang rumah tradisional Karo pada masa dulu dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Masyarakat Karo merupakan masyarakat agraris, yang bertahan hidup dari berkebun serta berburu. Mereka memiliki aktifitas yang padat pada pagi hingga sore hari, yang sebagian besar dilakukan diluar rumah dan hanya melakukan aktifitas beristirahat dan berkumpul dengan keluarga di dalam rumah pada malam hari. Hal ini jugalah yang menerangkan kenapa interior rumah terkesan gelap, berasap, padat oleh anggota keluarga, dengan bukaan yang kecil dan hanya terdapat empat buah tungku

yang dilengkapi dengan para (tempat penyimpanan). Karena aktifitas memasak

terjadi didalam rumah, maka atap yang tinggi pun menjadi berguna agar asap dari masakan yang dimasak tidak mengepul di area hunian terlalu lama dan dapat naik

keatas dan keluar melalui ayo-ayo rumah. Pada malam hari ketika udara dingin dan

Gambar 4.9 Suasana Bagian Dalam Rumah Tempo Dulu Sumber: www.museumbahari.org

didalam rumah sangat padat, ayo-ayo masih dapat berfungsi untuk tempat pertukaran udara.

Selain jendela kecil, rumah juga dilengkapi dengan dua pintu yang menghadap ke hulu dan hilir atau Utara dan Selatan. Pintu juga berukuran kecil dan lebih pendek dari tinggi manusia pada umumnya. Hal ini dikarenakan filosofi yang mereka terapkan agar setiap orang yang masuk harus membungkuk seperti melakukan sikap menghormati pemilik rumah.

Selain dibagian dalam rumah, aktifitas-aktifitas lain terjadi pada bagian teras rumah. Teras menjadi tempat untuk menganyam pada siang hari, memandikan jenazah dan anak-anak, dan untuk aktifitas-aktifitas lain yang tidak dapat dilakukan didalam rumah.

4.2.3 Berdasarkan faktor iklim

Kepercayaan masyarakat Karo untuk menyelaraskan mikro kosmos dengan makro kosmos membuat mereka melihat iklim bukan sebagai musuh, melainkan sesuatu yang juga harus diselaraskan dengan kehidupan mereka. Jawaban dari penyelarasan tersebut terepresentasi dari bentuk rumah mereka, yang selain bermakna dan memiliki simbol religius namun juga sesuai kondisinya dengan iklim.

Bangunan rumah tradisional Karo dibangun pada daerah dataran tinggi dengan suhu yang relatif dingin. Karena berada di iklim tropis, sinar matahari sangat mudah didapat, namun iklim tropis juga membuat banyak gangguan untuk hidup dan

bertempat tinggal, seperti hujan badai dan angin kencang. Oleh karenanya, rumah hanya dilengkapi sedikit bukaan agar meminimalisir udara dingin yang masuk, dan karena mereka melakukan sebagian besar aktifitas pada siang hari diluar rumah, maka pencahayaan minim didalam rumah tidak menjadi suatu masalah. Atap dilengkapi dengan ventilasi yang terbuat dari anyaman bambu yang membentuk motif simbolis penuh makna, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran didalam ruangan. Rumah juga dilengkapi dengan dua pintu, yang selalu dibuka pada siang hari yang juga berguna untuk tempat pertukaran udara.

Sistem rumah panggung sebagai usaha penyelarasan dari miro kosmos dengan makro kosmos pun secara tidak langsung memberikan kontribusi untuk tidak menghambat aliran air untuk kembali kedalam tanah. Berikut merupakan bagian-bagian rumah dan keterangan analisa terhadap iklim pada Gambar 4.10 dan gambar skematik analisa sirkulasi udara pada rumah pada Gambar 4.11.

Ayo-ayo dari anyaman bambu

Sedikit overhang dan dinding yang miring

Sistem panggung yang tidak menghambat air hujan

diserap oleh tanah Gambar 4.10 Kontekstual dengan Alam yang

Terdapat Dalam Desain Rumah Adat Karo Sumber: Penulis

Dilihat dari analisa rumah Karo diatas dapat ditemukan kesamaan prinsip-prinsip ekologis yang dikenal sekarang ini, yang berarti bahwa rumah adat terdahulu sudah menerapkannya sebelumnya. Bahwa alam dan rumah merupakan sesuatu yang berkesinambungan dan bahwa rumah seharusnya menjadi tempat untuk berlindung dari alam dan sekaligus meminimalisir masalah dan gangguan terhadap alam.

4.2.4 Berdasarkan faktor konstruksi dan material

Faktor konstruksi, material dan teknologi sangat dipengaruhi dengan masa. Konstruksi yang dipakai dalam rumah adat Karo dulu, merupakan murni konstruksi kayu dengan tidak menggunakan paku dan menggunakan pondasi umpak, dimana mereka mendapatkan material dari alam lingkungan sekitar mereka. Dalam proses pembangunannya pun tidak sembarangan, dimana kayu yang dipilih haruslah yang

Gambar 4.11 Analisa Sirkulasi Udara yang Terjadi Didalam Rumah Karo

sudah ditentukan oleh dukun dan sudah cukup tua, dan proses pembangunan dari satu

rumah dapat mencapai hinga bertahun-tahun. Untuk material finishing juga didapat

dari alam, yaitu dari ijuk dan tumbuh-tumbuhan yang dikeringkan. Bambu juga dipakai untuk dianyam dan dijadikan corak-corak penuh simbol namun tetap memiliki fungsi tersendiri.

Semuanya mereka terapkan berdasarkan dari pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki pada saat itu dan alam lingkungan sekitar mereka menjadi sumber daya material yang dapat dipergunakan dengan perhitungan dan tidak sembarangan.