• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Hasil Interpretasi Bentuk Rumah Tradisional Karo terhadap Perancangan Rumah Tinggal Kontemporer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Hasil Interpretasi Bentuk Rumah Tradisional Karo terhadap Perancangan Rumah Tinggal Kontemporer"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN HASIL INTERPRETASI BENTUK RUMAH

TRADISIONAL KARO TERHADAP PERANCANGAN

RUMAH TINGGAL KONTEMPORER

TESIS

OLEH

NOVI RAHMADHANI

107020018/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENERAPAN HASIL INTERPRETASI BENTUK RUMAH

TRADISIONAL KARO TERHADAP PERANCANGAN

RUMAH TINGGAL KONTEMPORER

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur

Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

NOVI RAHMADHANI

107020018/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERNYATAAN

PENERAPAN HASIL INTERPRETASI BENTUK RUMAH

TRADISIONAL KARO TERHADAP PERANCANGAN

RUMAH TINGGAL KONTEMPORER

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Medan, 1 Mei 2013

(4)

Judul Tesis : PENERAPAN HASIL INTERPRETASI BENTUK RUMAH TRADISIONAL KARO TERHADAP PERANCANGAN RUMAH TINGGAL

KONTEMPORER

Nama Mahasiswa : NOVI RAHMADHANI

Nomor Pokok : 107020018

Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : STUDI-STUDI ARSITEKTUR ALUR PENDIDIKAN

PROFESI

Menyetujui Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus : 1 Mei 2013

(Prof. Julaihi Wahid, B. Arch, M. Arch, PhD) Ketua

(Imam Faisal Pane, ST, MT) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Ir. Dwira N. Aulia M.Sc)

Dekan

(5)

TELAH DIUJI PADA

Tanggal : 1 Mei 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Julaihi Wahid, B. Arch, M. Arch, PhD Anggota : 1. Imam Faisal Pane, ST, MT

2. Wahyuni Zahrah, ST, M.S

3. Ir. Samsul Bahri, MT

(6)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan kekayaan budaya dan alamnya. Indonesia memiliki beraneka ragam suku dengan adat istiadat serta budaya yang berbeda-beda yang menjadi ciri khas dari setiap daerah dimana budaya tersebut berasal.

Arsitektur tradisional mulai kehilangan eksistensinya didalam kemodernan arsitektur yang terjadi di kota Medan, terutama pada arsitektur rumah tinggal. Salah satu ciri dari arsitektur modern adalah mengedepankan fungsi dan bersifat universal, sementara masyarakat Timur masih memiliki kebudayaan khas dan kepercayaan yang kuat sebagai identitas. Aspek identitas ini mulai dilupakan dengan adanya pola

berpikir masyarakat yang ingin mengikuti trend, dan belum ada banyak arsitek yang

berusaha mengeksplorasi keunikan bentuk arsitektur Nusantara dan arsitektur rumah adat Karo. khususnya, kedalam desain rumah tinggal masa kini. Hal ini

mengakibatkan adanya kecenderungan pola style rumah tinggal yang berulang dan

monoton.

Dilihat dari sejarahnya, Medan memiliki tiga suku yang berperan dalam pengembangannya. Ketiga suku ini memasuki wilayah Sumatera Utara dengan cara yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda pula. Maka, untuk menghormati salah satu suku yang ada di kota Medan, yaitu suku Karo sebagai suku yang membuka perkampungan pertama di kota Medan, dan sebagai usaha dalam eksplorasi salah satu arsitektur rumah tradisional suku lokal yang berperan dalam sejarah kota Medan, penulis mencoba untuk memberikan alternatif desain rumah tinggal yang didapat dari eksplorasi bentuk arsitektur rumah tradisional Karo yang nantinya dituangkan dalam bentuk kontemporer dengan metode interpretasi hermeneutika.

(7)

ABSTRACT

Indonesia is an archipelago that known as a rich country with many cultures and natural resources. Indonesia has variety of tribes and traditions that make identity for every area from where the culture’s from.

Traditional architecture began to lose its exsistance in the development of modern architecture in Medan, especially in housing architecture. One of the characteristics of modern architecture is functional and universal, while Eastern still have special cultures and beliefs as their identities. This identity aspect began to be forgotten because of the mind setting of the people that follow the trend and there’s not many architects that want to try to explore the uniqueness of Indonesian Architecture, especially the architecture of Karonese house. This may cause the iteration of house style and monotonous.

In the history, Medan has three tribes that developed the city. These three tribes entered North Sumatera with different purposes and had different characteristics. As a tribute to one of the tribe that developed Medan, that is Karonese, and as an effort of the exploration of traditional architecture, the writer tries to give an alternative of housing design that created from the exploration of the Karonese house architecture and transformed to a contemporer house with an interpretation of hermeneutica architecture.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah menjadi

sumber kekuatan, inspirasi dan ridhaNya selama berlangsungnya pengerjaan Tesis

ini. Tesis ini mengambil judul “Penerapan Hasil Interpretasi Bentuk Rumah

Tradisional Karo terhadap Perancangan Rumah Tinggal Kontemporer”.

Pada kesempatan ini, dengan tulus dan kerendahan hati, penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang

sebesar-besarnya, yaitu kepada pembimbing Tesis Bapak Prof. Julaihi Wahid, B. Arch, M.

Arch, PhD dan Bapak

Tesis

ini merupakan syarat yang diwajibkan bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar

Magister Teknik.

Imam Faisal Pane, ST, MT

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis tujukan

kepada Ibu

, atas kesediaannya membimbing,

brain storming, memotivasi, dan memberikan pengarahan serta waktu beliau kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M. Sc, Ketua Program Studi Magister Teknik

Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu dosen staff

pengajar Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara. Serta orang tua saya yang tercinta, Papa H. Nazwir Nazar dan Mama

Hj. Surtati Dja’afar dan Tante Hj. Delia, atas segala doa, dukungan, kesabaran dan

(9)

Kiranya Allah SWT memberikan dan melimpahkan kasih dan anugerah-Nya

bagi mereka atas segala yang telah diperbuat untuk penulis.

Penulis sungguh menyadari bahwa Tesis ini mungkin masih mempunyai

banyak kekurangan. Karena itu penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran

bagi penyempurnaan Tesis ini. Dan, akhirnya penulis berharap tulisan ini

memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan

Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara.

Medan, 31 Januari 2012

Hormat saya,

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Novi Rahmadhani

Alamat : Jl. Perwira Utama No.52 Medan Sunggal, Medan

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 April 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 2 dari 2

Warga Negara : Indonesia

Nama Ayah : H. Nazwir Nazar

Nama Ibu : Hj. Surtati Dja’afar

Pendidikan Formal : SD Harapan 2 Medan (tamat tahun 2000)

SLTP Harapan 2 Medan (tamat tahun 2003)

SMU Negeri 1 Medan (tamat tahun 2006)

Sarjana Teknik Arsitektur (tamat tahun 2010)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Alasan Pemilihan Topik ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan ... 5

1.5 Manfaat ... 5

1.6 Keluaran ... 6

1.7 Metodologi ... 6

1.7.1 Urutan kerja dan prosedur ... 8

1.7.2 Alat penelitian ... 8

1.7.3 Proses penelitian ... 9

1.8 Sistematika Penulisan Tesis ... 13

(12)

2.1 Pengertian Tema ... 16

2.1.1 Hermeneutika, filosofis terhadap arti interpretasi ... 17

2.1.2 Metode Hermeneutika dalam proses desain ... 22

2.2 Elaborasi Tema ... 26

2.2.1 Relevansi Hermeneutika dalam arsitektur ... 26

2.3 Studi Banding ... 28

2.3.1 Interpretasi arsitek Barat ... 28

2.3.2 Interpretasi arsitek Timur ... 30

BAB III PENERAPAN TEMA KEDALAM KASUS PROYEK ... 34

3.1 Deskripsi Proyek ... 34

3.1.1 Lokasi proyek ... 34

3.1.2 Luas ... 36

3.2 Studi Banding Kasus Proyek Sejenis ... 36

3.2.1 Interpretasi rumah Nias ... 37

3.2.2 Interpretasi rumah Panjang ... 43

3.3 Eksplorasi Penerapan Tema kedalam Kasus Proyek ... 48

3.3.1 Studi bentuk rumah tradisional Karo ... 48

BAB IV RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN ... 111

4.1 Teori Pembentuk Rumah ... 111

4.1.1 Cara pandang peneliti ... 114

4.2 Analisa Bentuk Rumah Tradisional Karo ... 116

4.2.1 Berdasarkan faktor sosial budaya ... 116

4.2.2 Berdasarkan faktor aktifitas ... 123

4.2.3 Berdasarkan faktor iklim ... 124

(13)

4.3 Analisa Makna Rumah Tradisional Karo ... 127

4.4 Perubahan Faktor-faktor Pembentuk Rumah ... 129

4.4.1 Perubahan faktor sosial budaya ... 132

4.4.2 Perubahan faktor aktifitas ... 135

4.4.3 Perubahan faktor iklim ... 136

4.4.4 Perubahan faktor konstruksi, material dan teknologi ... 136

4.5 Proses Interpretasi ... 137

4.5.1 Proses interpretasi bentuk rumah tradisional Karo ... 139

4.5.2 Proses interpretasi makna rumah tradisional Karo ... 149

BAB V KONSEP PERANCANGAN FISIK ... 151

5.1 Konsep Orientasi Bangunan terhadap Tapak ... 151

5.2 Konsep Transformasi Bentuk ... 152

5.2.1 Atap ... 152

5.2.2 Dinding ... 152

5.2.3 Panggung ... 153

5.2.4 Bukaan ... 154

5.2.5 Ornamen ... 154

5.2.6 Ruang dan fungsi ... 155

5.2.7 Akses dan entrance ... 159

5.2.8 Sirkulasi dan zoning ... 160

5.2.9 Material ... 161

5.3 Konsep Pemaknaan dengan Simbol ... 165

BAB VI PENERAPAN KRITERIA PERANCANGAN FISIK ... 167

6.1 Penerapan Hasil Interpretasi Bentuk ... 167

6.1.1 Penerapan hasil interpretasi atap ... 167

6.1.2 Penerapan hasil interpretasi dinding ... 168

6.1.3 Penerapan hasil interpretasi panggung ... 168

6.1.4 Penerapan hasil interpretasi bukaan ... 169

(14)

6.1.6 Penerapan hasil interpretasi ruang dan fungsi ... 171

6.1.7 Penerapan hasil interpretasi akses dan entrance ... 172

6.1.8 Penerapan hasil interpretasi sirkulasi dan zoning ... 173

6.2 Penerapan Hasil Interpretasi Makna ... 175

6.2.1 Penerapan makna melindungi ... 175

6.2.2 Penerapan makna kasih sayang ... 176

6.2.3 Penerapan makna interaksi ... 176

6.3 Kesimpulan dan Saran ... 177

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul

Halaman

1.1 Analisa Data Teoritis ... 9

1.2 Analisa Data Fisik ... 10

1.3 Analisa Data Wawancara ... 10

1.4 Pembentukan Konsep Perancangan ... 11

1.5 Diagram Keseluruhan Proses Menghasilkan Konsep Perancangan Akhir ... 12

1.6 Sistematika Penulisan Tesis ... 15

2.1 Perbedaan Tujuan dari Metode Proyeksi dan Hermeneutic Cycle ... 24

2.2 Diagram Proses Desain dengan Interpretasi ... 25

2.3 Interior Museum Castevecchio, Vienna, Italia ... 29

2.4 Denah Museum Castelvecchio dengan Satu Pintu Keluar dan Masuk ... 30

2.5 Hiroshima Peace Memorial Park ... 32

3.1 Lokasi dan Area Sekitarnya ... 34

3.2 Lokasi dan Area Sekitarnya ... 35

3.3 Lokasi pada Peta Terhitung CAD ... 35

3.4 Kondisi Site Berupa Lahan Kosong ... 36

3.5 Tetap Menggunakan Konsep Panggung Walaupun Hanya di Bagian- bagian tertentu ... 38

(16)

3.7 Transformasi Bentuk Atap Rumah Adat Nias ... 38

3.8 Gambar Atap Hasil Transformasi ... 39

3.9 Rumah Adat Nias yang Berderetan ... 39

3.10 Desain Rumah dengan Massat Tidak Tunggal ... 39

3.11 Taman, GSB, Kolan dan Teras serta Ruang Keluarga yang Besar Menjadi area Berkumpul dan Pesta ... 40

3.12 Area Serba Guna yang Terdapat dibawah Lantai Panggung untuk Tempat Berkumpul dan Berpesta ... 40

3.13 Jalusi Bambu pada Fasad Sebagai Bentuk Repetisi Vertikal ... 41

3.14 Suasana Interior pada Area Connecting ... 41

3.15 Site Plan Rumah Hasil Reinterpretasi Rumah Adat Nias ... 42

3.16 Denah Lantai 1 ... 42

3.17 Denah Lantai 2 ... 43

3.18 Tampak Depan Rumah ... 44

3.19 Pola Akar Bertaun dan Maknanya ... 45

3.20 Pengaplikasian pola pada Overhang Rumah ... 45

3.21 Gambar Denah Lantai 1 Beserta Konsep yang Membentuknya ... 46

3.22 Gambar Denah Lantai 2 ... 47

3.23 Gambar Potongan Rumah Hasil Interpretasi Rumah Panjang ... 47

3.24 Perletakan dan Orientasi Rumah-rumah Tradisional pada Desa Karo ... 48

3.25 Rumah dengan Satu Tersek, Atau Rumah Kurung Manik ... 49

(17)

3.27 Tipe Rumah Sianjung-Anjung ... 50

3.28 Tipe Rumah Mecu ... 51

3.29 Konstruksi Balok yang Ditindih ... 51

3.30 Sendi-sendi pada Sudut Rumah ... 52

3.31 Pondasi dari Rumah Adat Karo ... 53

3.32 Interior Rumah Siwaluh Jabu ... 58

3.33 Susunan Perletakan Jabu pada Interior Rumah ... 59

3.34 Ornamen Lumut-lumut Lawit ... 63

3.35 Ornamen Bindu Matagah ... 67

3.36 Ornamen Embun Sikawiten ... 70

3.37 Ornamen Cimba Lau ... 73

3.38 Ornamen Pengret-ret ... 75

3.39 Ornamen Bendi-bendi ... 78

3.40 Ornamen Bunga Gundur Sitelinen ... 81

3.41 Ornamen Ser-ser Sigembel ... 84

3.42 Ornamen Taruk- taruk ... 87

3.43 Ornamen Pantil Manggis ... 89

3.44 Ornamen Pucuk Merbung ... 91

3.45 Ornamen Bunga Bincole ... 94

3.46 Ornamen Lukisan Umang ... 96

(18)

3.48 Ornamen Tupak Salah Silima-lima ... 102

3.49 Ornamen Desa Delapan ... 105

3.50 Ornamen Tapak Raja Sulaiman ... 109

4.1 Diagram Faktor Penentu Bentuk Rumah ... 113

4.2 Skema Cara Pandang Penulis dalam Menginterpretasi Rumah Tradisional Karo ... 115

4.3 Bagian-bagian dari Rumah Tradisional Karo ... 117

4.4 Skema Hubungan Mikro Kosmos dan Makro Kosmos ... 117

4.5 Perbandingan Bentukan Rumah Adat Karo dengan Perahu Layar dulu ... 118

4.6 Perbandingan Bentuk Rumah Adat Karo dengan Analogi Suami Istri yang Sedang Duduk Bertolak belakang ... 119

4.7 Jenis Arah Mata Angin Disesuaikan dari Jumlah Jabu ... 121

4.8 Sirkulasi dan Penempatan Jabu di sisi Terpanjang ... 121

4.9 Suasana Bagian Dalam Rumah Tempo Dulu ... 123

4.10 Kontekstual dengan Alam yang Terdapat Dalam Desain Rumah Adat Karo ... 125

4.11 Analisa Sirkulasi Udara yang Terjadi didalam Rumah Karo ... 126

4.12 Diagram Penurunan Makna Bentuk Rumah Adat Karo ... 128

4.13 Transformasi Atap Rumah Adat Karo di Desa Liggayang ... 130

4.14 Rumah Adat yang Bertransformasi, Dibangung pada Tahun 1950 ... 131

4.15 Bagian Dalam Rumah yang Mulai Dirubah dan Disesuaikan dengan Aktifitas Pemilik Rumah ... 131

(19)

4.17 Bagian Teras Rumah Pemilik ... 133

4.18 Skema Pola Pikir dalam Proses Interpretasi yang Dilakukan Penulis ... 138

4.19 Diagram Penurunan Makna Rumah Karo ... 149

5.1 Perletakan Bangunan Terhadap Tapak Orientasi Bangunan ... 150

5.2 Transformasi Atap Rumah Karo Tampak Samping ... 151

5.3 Konsep Perubahan Bentuk Dinding Menjadi Tegak ... 152

5.4 Konsep Perubahan Sistem Panggung Menjadi Semi Panggung ... 153

5.5 Contoh Bentukan Ornamen dari Anyaman Bambu yang Terdapat pada Ayo-Ayo yang Kemudian Diubah Materialnya Menjadi Kayu Bekas ... 154

5.6 Konsep Penyusunan jabu pad Rumah Karo ... 155

5.7 Konsep perletakan Kamar Tidur pada Rumah Tinggal ... 157

5.8 Pembedaan Akses Sesuai dengan Pengguna ... 158

5.9 Konsep Perletakan Pintu Masuk dan Perubahan Bentuk Denah ... 159

5.10 Pembagian Zona Bangunan Secara Vertikal ... 160

5.11 Pembagian Zona Bangunan Secara Horizontal ... 160

5.12 Konsep Pemaknaan yang Berpengaruh pada Hasil Perancangan ... 165

6.1 Tampak Depan Rumah ... 167

6.2 Tampak Samping Rumah ... 167

6.3 Tiang Kayu yang Miring sebagai Penyangga Atap dan Dinding yang Tegak ... 168

6.4 Sistem Panggung yang Menjadi Sistem Semi Panggung ... 169

(20)

6.6 Sistem Panggung yang Menjadi Sistem Semi Panggung ... 170

6.7 Ornamen Lumut-lumut Lawit yang Terdapat pada Lubang Angin Atap ... 170

6.8 Pembagian Ruang pada Denah Lantai 1 ... 171

6.9 Pembagian Ruang pada Denah Lantai 2 ... 172

6.10 Gambar Pembedaan Akses Private dan Publik ... 173

6.11 Zona pada Denah Ground Plan ... 174

6.12 Zona pada Denah Lantai 2 ... 175

(21)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Pembagian Jenis Data untuk Penelitian ... 8

4.1 Proses Interpretasi Bentuk dengan Lingkup Sosial Budaya ... 139

(22)

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan kekayaan budaya dan alamnya. Indonesia memiliki beraneka ragam suku dengan adat istiadat serta budaya yang berbeda-beda yang menjadi ciri khas dari setiap daerah dimana budaya tersebut berasal.

Arsitektur tradisional mulai kehilangan eksistensinya didalam kemodernan arsitektur yang terjadi di kota Medan, terutama pada arsitektur rumah tinggal. Salah satu ciri dari arsitektur modern adalah mengedepankan fungsi dan bersifat universal, sementara masyarakat Timur masih memiliki kebudayaan khas dan kepercayaan yang kuat sebagai identitas. Aspek identitas ini mulai dilupakan dengan adanya pola

berpikir masyarakat yang ingin mengikuti trend, dan belum ada banyak arsitek yang

berusaha mengeksplorasi keunikan bentuk arsitektur Nusantara dan arsitektur rumah adat Karo. khususnya, kedalam desain rumah tinggal masa kini. Hal ini

mengakibatkan adanya kecenderungan pola style rumah tinggal yang berulang dan

monoton.

Dilihat dari sejarahnya, Medan memiliki tiga suku yang berperan dalam pengembangannya. Ketiga suku ini memasuki wilayah Sumatera Utara dengan cara yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda pula. Maka, untuk menghormati salah satu suku yang ada di kota Medan, yaitu suku Karo sebagai suku yang membuka perkampungan pertama di kota Medan, dan sebagai usaha dalam eksplorasi salah satu arsitektur rumah tradisional suku lokal yang berperan dalam sejarah kota Medan, penulis mencoba untuk memberikan alternatif desain rumah tinggal yang didapat dari eksplorasi bentuk arsitektur rumah tradisional Karo yang nantinya dituangkan dalam bentuk kontemporer dengan metode interpretasi hermeneutika.

(23)

ABSTRACT

Indonesia is an archipelago that known as a rich country with many cultures and natural resources. Indonesia has variety of tribes and traditions that make identity for every area from where the culture’s from.

Traditional architecture began to lose its exsistance in the development of modern architecture in Medan, especially in housing architecture. One of the characteristics of modern architecture is functional and universal, while Eastern still have special cultures and beliefs as their identities. This identity aspect began to be forgotten because of the mind setting of the people that follow the trend and there’s not many architects that want to try to explore the uniqueness of Indonesian Architecture, especially the architecture of Karonese house. This may cause the iteration of house style and monotonous.

In the history, Medan has three tribes that developed the city. These three tribes entered North Sumatera with different purposes and had different characteristics. As a tribute to one of the tribe that developed Medan, that is Karonese, and as an effort of the exploration of traditional architecture, the writer tries to give an alternative of housing design that created from the exploration of the Karonese house architecture and transformed to a contemporer house with an interpretation of hermeneutica architecture.

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan kekayaan budaya

dan alamnya. Indonesia memiliki beraneka ragam suku dengan adat istiadat serta

budaya yang berbeda-beda yang menjadi ciri khas dari setiap daerah dimana budaya

tersebut berasal.

Setiap pulau di Indonesia didiami oleh suku yang berbeda. Setiap suku tersebut

mendiami satu daerah secara turun temurun, dan setiap daerah atau propinsi di

Indonesia memiliki suku aslinya masing-masing.

Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera

yang memiliki keunikan multi-etnis sejak dulu. Wilayah ini dulunya dibangun dan

dikuasai oleh tiga suku yang berbeda, yaitu Karo, Batak Nias dan Melayu. Propinsi

ini beribu kota di Medan, yaitu kota terbesar ketiga di Indonesia yang memiliki

kebudayaan yang majemuk dikarenakan telah adanya bermacam-macam suku yang

tinggal didalamnya.

Menurut sejarahnya, Guru Patimpus merupakan seorang tokoh dari suku Karo

yang membuka perkampungan pertama di tanah Deli yang kemudian menjadi cikal

bakal kota Medan sekarang ini.34

34

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_kota-Medan

Menurut Volker, pada tahun 1860, Medan masih

(25)

permukiman-permukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung

Malaya.35

Seiring dengan berjalannya waktu, Medan mulai didatangi dan dihuni oleh

berbagai suku dan bangsa. Medan saat ini menjadi kota dengan multi-etnis dan

tumbuh menjadi kota metropolitan. Masyarakatnya berlomba-lomba untuk

meningkatkan taraf hidup dan rumah tinggal menjadi tolak ukur keberhasilan.

Perjalanan kota Medan menjadi kota masa kini tidak dapat terlepas dari isu

globalisasi yang juga mempengaruhi mindset mayarakatnya, khususnya dalam

mencitrakan diri mereka pada rumah tinggal. Dengan sendirinya, mayoritas dari

masyarakat kota Medan berusaha untuk mengikuti style tertentu untuk diterapkan

dalam rumah tinggal mereka, seakan-akan ada hukum yang mengatakan jika tidak

mengikuti trend style tersebut, maka menandakan si pemilik rumah bukan orang yang

memiliki taraf hidup tinggi.

Mindset ini menyebabkan sering terjadinya perulangan style pada rumah

tinggal, bersifat global dan membaurkan identitas dari si pemilik rumah. Peran arsitek

dalam mengubah pola pikir masyarakat juga belum begitu kental terasa, dikarenakan

eksplorasi arsitektur lokal yang masih minim. Masyarakat memiliki pengetahuan

yang minim pula atas kekayaan arsitektur tradisional daerah mereka dan ada

anggapan bahwa arsitektur daerah merupakan arsitektur yang sudah ketinggalan

zaman dan tidak layak dipakai kembali.

35

(26)

1.2 Alasan Pemilihan Topik Permasalahan

Dilihat dari sejarahnya, Medan memiliki tiga suku yang berperan dalam

pengembangannya. Ketiga suku ini memasuki wilayah Sumatera Utara dengan cara

yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda pula.

Etnis Karo termasuk kedalam ras Proto Melayu bercampur dengan Negrito.

Eksistensi Karo diperkirakan mencuat sejak tahun 1250, karena waktu telah berdiri

kerajaan bernama kerjaan Haru (Aru) yang menurut sebagian orang dikuasai oleh

Karo. Kerajaan ini cukup kuat dan wilayahnya sangat luas, mulai dari Siak (Riau)

sampai ke sungai Wampu di Langkat, namun sekitar tahun 1539 kerajaan Haru kalah

dan hancur total akibat serangan tentara kerjaan Samudera Pasai dari Aceh. 36

Setelah

mengalahkan kerajaan Haru Deli tua, Tuanku Seri Paduka Gocah Pahlawan dari Aceh

mendirikan kesultanan Deli dan memindahkan ibukota dari Deli Tua ke Labuhan

Deli.37

Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan.

Sedangkan perkembangan arsitektur terjalin erat dengan sejarah kebudayaan suatu

bangsa.

Hal tersebut menyebabkan rakyatnya pergi menyelamatkan diri dari wilayah

kerajaan Haru ke seluruh penjuru tempat yang dianggap aman. Mereka yang pergi

dan menempati tempat yang baru diluar Asahan kemudian disebut orang Karo yang

sebenarnya adalah rakyat sisa perang Haru.

38

36

Pinem, Netty Valentina, A Brief Description Of Karonese Surname History

Ketika penjajah datang dan berkuasa, terjadilah kemerosotoan kebudayaan

37

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Medan, (2011), Sejarah Kota Medan,

38

(27)

yang berlanjut hingga era kemerdekaan yaitu terciptanya ‘mental terjajah’ dan

kecenderungan mengikuti budaya bangsa asing yang berkuasa, yang menyebabkan

lunturnya kebanggaan akan jati diri bangsa yang punya identitas budaya.

Untuk menghormati salah satu suku yang ada di kota Medan, yaitu suku Karo

sebagai suku yang membuka perkampungan pertama di kota Medan, dan sebagai

usaha dalam eksplorasi salah satu arsitektur rumah tradisional suku lokal yang

berperan dalam sejarah kota Medan, penulis mencoba untuk memberikan alternatif

desain rumah tinggal yang didapat dari eksplorasi bentuk arsitektur rumah tradisional

Karo yang nantinya dituangkan dalam bentuk kontemporer dengan metode

interpretasi hermeneutika.

1.3 Perumusan Masalah

Kasus yang dibahas adalah upaya eksplorasi bentuk arsitektur tradisional yang

mulai kehilangan eksistensinya didalam kemodern-an arsitektur yang terjadi di kota

Medan, terutama pada arsitektur rumah tinggal. Salah satu ciri dari arsitektur modern

adalah mengedepankan fungsi dan bersifat universal, sementara masyarakat Timur

masih memiliki kebudayaan khas dan kepercayaan yang kuat sebagai identitas.

Namun, aspek identitas ini mulai dilupakan dengan adanya pola berpikir

masyarakat yang ingin mengikuti trend, dan belum ada banyak arsitek yang berusaha

(28)

Karo khususnya, kedalam desain rumah tinggal masa kini. Hal ini mengakibatkan

adanya kecenderungan pola style rumah tinggal yang berulang dan monoton.

Adapun lingkupan permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

1. Filsafat apa saja yang diterapkan dalam adat Karo dan bagaimana filsafat

tersebut mempengaruhi perancangan bentuk rumah adat Karo.

2. Bagaimana metode interpretasi yang diterapkan dalam menemukan esensi

arsitektur Karo.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari pemilihan kasus, adalah:

1. Menemukan esensi dari budaya dan adat istiadat yang diterapkan dalam

perancangan rumah tradisional Karo.

2. Menerapkan esensi arsitektur tradisional Karo kedalam desain kontemporer

sebagai upaya menciptakan arsitektur rumah tinggal masa kini yang

memiliki identitas, bersifat lokalitas, dan memiliki makna.

1.5 Manfaat

Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diambil melalui pemilihan kasus ini,

adalah:

(29)

2. Produk penelitian akan bermanfaat terhadap perkembangan ilmu arsitektur

nusantara berbasis etnis.

1.6 Keluaran

Berdasarkan proses pembahasan masalah nantinya akan mengeluarkan

produk-produk sebagai berikut:

1. Kajian teoritis tentang bentuk rumah tradisional Karo dan aspek-aspek

pembentuk rumah tradisional Karo.

2. Proses interpretasi yang dilakukan untuk menemukan esensi dari bentuk

rumah tradisional Karo dengan menggunakan metode interpretasi

Hermeneutika.

3. Hasil interpretasi kemudian dirumuskan dalam bentuk konsep perancangan

yang diterapkan dalam perancangan rumah tinggal kontemporer.

1.7 Metodologi

Metode yang dipakai dalam riset desain ini adalah metode penelitian kualitatif.

Alasan dari pemilihan metode penelitian dengan metode penelitian kualitatif adalah

karena menekankan pada segi kualitas secara alamiah karena menyangkut pengertian

konsep nilai serta ciri yang melekat pada objek penelitian lainnya.39

39

Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat hal.5 Dr. Kaelan M.S (2005) Yogjakarta

Bogdan dan

Taylor (1975; dalam Metodologi Penelitian Kualitatif karya Lexy J. Moleong,

(30)

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pakar lain, Denzin dan Lincoln (Moleong,

2007) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan

latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan

dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (wawancara, pengamatan, dan

pemanfaatan dokumen).

Moleong sendiri secara sederhana mengatakan bahwa penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan

prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Sementara sebuah asumsi

mengatakan bahwa dalam paradigma kualitatif, semakin subyektif sebuah penelitian,

maka semakin obyektif penelitian tersebut (Engkus Kuswarno, Kuliah Riset

Komunikasi MKOM-UMB, 2007). Hal ini menunjukkan ukuran objektivitas

penelitian kualitatif ditentukan oleh tingkat subjektivitas peneliti. Peneliti merupakan

bagian dari instrumen penelitian.

1.

Menurut Nazir, 1985, sebelum sebuah penelitian dilaksanakan, peneliti perlu

menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok, yaitu:

2.

Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan

suatu penelitian.

3.

Alat-alat (instrumen apa yang akan digunakan dalam mengumpulkan data

serta teknik yang akan digunakan dalam menganalisis data).

(31)

1.7.1 Urutan kerja dan prosedur

1.

Urutan kerja terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

Pengumpulan data.

Data yang diperlukan untuk menyusun penelitian ini terdiri dari tiga yaitu

data teoritis, data fisik dan data wawancara. Berikut merupakan susunan

data yang dibutuhkan, disusun dalam bentuk Tabel 1.1.

Data Teoritis Data Fisik Data Wawancara

a.

1. Arsitektur Karo

b.

Data Historis Data Arsitektural

a.

2. Teori Hermeneutika

b. Sejarah Hermeneutika c. Makna hermeneutika menurut ahli d. Relevansi hermeneutika terhadap arsitektur Metode hermeneutika dalam desain a.

1. Data lokasi perancangan b. Lokasi c. Luas lokasi d. Batas-batas lokasi e. Pencapaian lokasi Peraturan daerah a.

2. Data studi banding proyek sejenis b. Lokasi c. Luas lokasi d. Batas-batas lokasi Data bangunan Sistem dan organisasi yang diterapkan

1. Data keterangan

aplikasi budaya dan adat istiadat Karo saat ini yang masih berlaku di

dalam keluarga

responden

2. Data kebutuhan

responden yang akan

diaplikasikan kedalam

perancangan rumah

tinggal.

Sumber: Penulis

1.7.2. Alat penelitian

Alat paling utama dalam meneliti dengan metode analisis Hermeneutika adalah

interpretasi dari si peneliti itu sendiri, dimana data yang terkumpul digodok dan

[image:31.612.116.517.304.546.2]
(32)

1.7.3 Proses penelitian

Setelah data terkumpul, hal selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisa data

untuk mendapatkan intisari yang digunakan dalam membentuk konsep awal.

Penganalisaan data dilakukan dengan dua tahapan berbeda. Data Teoritis dianalisa

dengan basis teori dari tema, yaitu teori dan metode Hermeneutika yang dikeluarkan

oleh para ahli, seperti tergambar pada Gambar 1.1.

Sementara data fisik dianalisa dengan basis arsitektural yang dilakukan untuk

mendapatkan potensi dan kekurangan seperti yang tergambar pada Gambar 1.2. Data

wawancara dibutuhkan untuk mendapatkan konsep elemen perancangan, karena

berisi tentang kebutuhan responden dalam menampung aktifitasnya didalam rumah,

seperti tergambar pada Gambar 1.3.

Data Teoritis Interpretasi Baru

Teori dan Metode Hermeneutika

ANALISA

(33)

1. Keluaran konsep awal.

Konsep awal didapatkan dengan mengkombinasikan interpretasi baru,

potensi dan kelemahan, serta elemen perencanaan untuk membuat konsep

perancangan dalam merancang rumah tinggal, seperti tergambar pada

Gambar 1.4.

Data Fisik Potensi &

Kelemahan

Teori Arsitektural

[image:33.612.130.526.117.553.2]

ANALISA

Gambar 1.2 Analisa Data Fisik Sumber: Penulis

Data Wawancara konsep elemen

perancangan

Kebutuhan responden dalam

perancangan ANALISA

(34)

Kajian konsep awal berfungsi untuk melihat kekurangan dari konsep dan

melihat perbaikan dan penambahan apa saja yang harus dilakukan untuk

penyempurnaan konsep. Kajian ini dapat berlangsung berulang kali untuk

penyempurnaan menuju konsep akhir.

2. Keluaran konsep akhir dan desain.

Konsep akhir yang diterapkan dalam desain dapat dikeluarkan setelah

konsep dinilai cukup sempurna dan dipakai dalam mendesain proyek seperti

[image:34.612.113.527.123.362.2]

tergambar pada Gambar 1.5.

Gambar 1.4 Pembentukan Konsep Perancangan Sumber: Penulis

Konsep Perancangan

awal Data Teoritis

Konsep elemen perencanaan Interpretasi

baru

Potensi dan kelemahan

Data Fisik Data Wawancara

Teori & Metode

Teori Arsitektural

Kebutuhan & keterangan

(35)

Konsep Perancangan awal Data Teoritis Konsep elemen perencanaa n Interpretasi baru Potensi dan kelemahan

[image:35.612.107.524.139.637.2]

Data Fisik Data Wawancara Teori & Metode Teori Arsitektural Kebutuhan & keterangan d Alternatif 1 Konsep perancang Alternatif 2 Konsep perancang Dan seterusnya F e e d B a c k Konsep Perancang an akhir

Gambar 1.5 Diagram Keseluruhan Proses Menghasilkan Konsep Perancangan Akhir

(36)

1.8 Sistematika Penulisan Tesis

Sistem penulisan tesis terdiri dari beberapa bab dan tahapan yang terdiri dari:

BAB 1 PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang, alasan pemilihan topik

permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi dan

sistematika penulisan tesis.

BAB 2 DESKRIPSI TEMA, menjelaskan pengertian dan elaborasi tema

hermeneutika dalam arsitektur untuk menyelesaikan perancangan rumah tinggal

disertai dengan contoh studi banding sesuai dengan tema tersebut.

BAB 3 PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK, menjelaskan

kasus proyek, studi banding kasus proyek sejenis, relevansi tema terhadap kasus

proyek, eksplorasi penerapan tema ke dalam kasus proyek, serta rangkuman

hasil eksplorasi.

BAB 4 KONSEP PERANCANGAN FISIK, berisi tentang konsep-konsep

perancangan proyek yang berkaitan dengan tema yang dipilih.

BAB 5 RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN FISIK, berisi tentang

rumusan-rumusan dan kriteria-kriteria dalam merancang fisik bangunan yang

dalam hal ini adalah sebuah hasil reinterpretasi konsep rumah adat Karo dalam

suatu perumahan.

BAB 6 PENERAPAN/PENGUJIAN KRITERIA PERENCANAAN DAN

PERANCANGAN FISIK, berisi tentang rencana dan rancangan skematik

(37)

foto slide, dll. Selain itu, bab ini juga berisi model penerapan dan pengujian

berupa presentasi akhir, peta, gambar terukur, diagram, tabel, sketsa suasana,

maket studi, simulasi komputer, foto, slide, dll.

BAB 7 EVALUASI AKHIR DAN REKOMENDASI, berisi tentang evaluasi

akhir dan rekomendasi terhadap desain akhir.

DAFTAR PUSTAKA, memuat perbendaharaan pustaka yang benar-benar diacu

dalam tesis ini.

LAMPIRAN, berisi keterangan atau informasi yang diperlukan pada

pelaksanaan kegiatan, misalnya lembar kuesioner yang dipergunakan dalam

penelitian, dan sifatnya hanya melengkapi proposal.

Tesis merupakan jenis tesis perancangan, dimana penulis melakukan

sistematika tesis, namun hasil dari tesis tersebut diterapkan dalam perancangan suatu

kasus proyek sebagai uji analisa dan konsep yang telah dilakukan sebagai bahan

evaluasi. Dalam tesis desain ini, hasil analisa tersebut didapat berdasarkan proses

interpretasi dengan metode hermeneutika, sesuai dengan tema. Sistematika penulisan

(38)

LATAR BELAKANG KASUS

• Suku Karo sebagai salah satu suku asli kota Medan

• Rumah tinggal sebagai identitas penghuninya

• Arsitek sebagai eksplorator terhadap potensi lokalitas

PERMASALAHAN

• Eksplorasi arsitektur lokal yang masih minim

• Isu Glonalisasi menghilangkan makna / esensi lokalitas pada bentuk rumah masa kini

MAKSUD DAN TUJUAN

• Menemukan esensi dari budaya dan adat istiadat yang diterapkan dalam perancangan rumah tradisional Karo

• Menerapkan esensi arsitektur tradisional Karo kedalam desain kontemporer sebagai upaya menciptakan arsitektur rumah tinggal masa kini yang memiliki identitas, bersifat lokalitas, dan memiliki makna.

STUDI BANDING DAN LITERATUR • Studi arsitektur Karo

• Studi pengertian Tema

• Studi penerapan tema

PENGUMPULAN DATA • Data Teoritis

• Data Fisik

• Data wawancara

STUDI SITE

• Lokasi

• Ukuran site

• Peraturan pemerintah

ANALISA

• Analisa data teoritis: menggunakan metode hermeneutika untuk menghasilkan interpretasi baru

• Analisa data fisik : menggunakan teori arsitektural untuk menemukan potensi dan kelemahan dari site

PENERAPAN KONSEP PADA DESAIN BANGUNAN

Mengacu kepada hasil analisa data teoritis dan hasil analisa data fisik hingga mendapatkan guidelines dalam mendesain, yang kemudian akan dikaji ulang hingga mengeluarkan konsep akhir desain.

TESIS DESAIN F e e d B a c k F e e d B a c k

(39)

BAB II

DESKRIPSI TEMA

2.1 Pengertian Tema

Kata Hermeneutika memiliki makna sebagai interpretasi, yang menurut

penafsiran adalah “proses

lebih pembicara yang tak dapat menggunaka

Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika

dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni, ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek

tersebut tidak akan mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat

merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya.

yang sama, baik secara

simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai

interpretasi berurutan)”.

40

Didalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat karya Dr. Kaelan

M.S. dikatakan bahwa Hermeneutika dapat dijadikan sebuah metode dari sebuah

penelitian, yang merupakan metode yang sangat mendasar dalam ilmu-ilmu

humaniora, terutama dalam ilmu filsafat. Data yang dikumpulkan dari sumber data

dalam penelitian kemudian dianalisa, selain untuk diklasifikasi juga dikelompokkan

serta dilakukan display data sehingga kandungan nilai yang ada dapat ditangkap.

Analisis dilakukan oleh peneliti sendiri, dan relevan untuk digunakan dalam

40

(40)

penafsiran berbagai gejala, peristiwa, simbol dan nilai yang terkandung dalam unsur

kebudayaan yang muncul pada fenomena kehidupan manusia.41

2.1.1 Hermeneutika, filosofis terhadap arti interpretasi

Hermeneutika sebagai sebuah kata kerja Yunani, harmeneuin (menafsirkan) dan

kata bendanya adalah hermeneia (interpretasi)42

Martin Heidegger, yang melihat filsafat itu sendiri sebagai “interpretasi”, secara

eksplisit menghubungkan filsafat-sebagai-hermeneutika dengan legenda Yunani

tentang Dewa Hermes. Hermes diceritakan merupakan pembawa pesan takdir.

Herme>neuein berarti mengungkap sesuatu yang membawa pesan, sedangkan

herme>neeisin ton theon merupakan kata yang terdapat pada pernyataan-pernyataan

pujangga sebperti Sokrates dalam dialog Ion-nya, yang berarti utusan Tuhan. Maka,

dengan menelusuri akar kata paling awal dalam Yunani, orisinalitas kata modern dari

Hermeneutika dan Hermeneutis mengasumsikan “proses membawa sesuatu untuk

dipahami”.

.

Mediasi dan proses membawa pesan agar dipahami yang dilakukan oleh

Hermes ini terkandung didalam semua tiga bentuk makna dasar dari herme>neuein

dan herme>neia dalam penggunaan aslinya. Tiga bentuk ini menggunakan bentuk

kata kerja sebagai berikut:

1. Mengungkapkan kata (to say).

41

Dr. Kaelan, M.S, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, h.80

42

(41)

2. Menjelaskan (to explain).

3. Menterjemahkan (to translate).

Ketiga makna itu membentuk sebuah makna independen dan signifikan bagi

interpretasi. Dengan demikian interpretasi mengacu kepada tiga persoalan yang

berbeda, yaitu: (1) pengucapan lisan; (2) penjelasan yang masuk akal; (3) transliterasi

dari bahasa lain, yang kesemuanya mengarah pada pemahaman43

Seiring dengan perkembangan waktu, pada masa modern, Hermeneutika juga

mengalami pengembangan definisi, yaitu dalam enam bentuk yang berbeda. Sejak

kemunculannya, Hermeneutika menunjuk pada ilmu interpretasi, khususnya

prinsip-prinsip eksegesis tekstual, tetapi bidang hermeneutika telah ditafsirkan secara

kronologisnya sebagai berikut:

.

1. Hermeneutika sebagai teori eksegesis Bibel.

Pemahaman paling awal dari Hermeneutika muncul pada Bibel yang

merujuk kepada justifikasi historis karena penggunaannya yang muncul

pada buku-buku yang menginformasikan kaidah eksegesis kitab suci

(skriptur) di era modern. Peristiwa kemunculan kata tersebut ada di sebuah

judul buku karya J.C. Dannhauer, Hermeneutica sacra sive methodus

exponendarum sacrarum litterarum, yang diterbitkan pada 1654.44

43

Richard E.Palmer, Hermeneutika, Teori Baru Mengenai Interpretasi, h.15-16 44

(42)

2. Hermeneutika sebagai metodologi filologi secara umum.

Perkembangan rasionalisme, dan bersamaan dengannya, lahirnya filologi

klasik pada abad ke-18 mempunyai pengaruh besar terhadap Hermeneutika

Bibel. Disana muncul metode kritik historis dalam teologi;45 baik pada

interpretasi Bibel “gramatis’ maupun “historis”, keduanya menegaskan bahwa

metode interpretasi yang diaplikasikan terhadap Bibel juga dapat

diaplikasikan pada buku yang lain. Misalnya, dalam buku pedoman

Hermeneutis dari Ernesti tahun 1761, yang menyatakan bahwa: “pengertian

verbal kitab suci harus didetermenasikan dengan cara yang sama ketika kita

mengetahui hal itu pada buku-buku lain.”46 Lessing juga pernah berkata

bahwa: “Kebenaran aksidental historis tak pernah bisa menjadi bukti dari

kebenaran pikiran.”47 Melalui pernyataan-pernyataan tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa, tantangan interpretasi selanjutnya adalah untuk membuat

Bibel relevan dengan pikiran rasional manusia.

3. Hermeneutika sebagai ilmu pemahaman linguistik.

Schleiermacher mempunyai distingsi tentang pemahaman kembali arti kata

Hermeneutika sebagai “ilmu” atau “seni” pemahaman. Konsepsi

Hermeneutika yang ia lakukan melebihi konsep Hermeneutika sebagai

45

Hans-Joachim Kraus, Geshichte der Historisch-kritishen Erfoschung der Alten Testaments von der Reformation bis zur Gegenwart, chapter 3 h.70-102

46

F.W.Farrar, History of Interpretation, h.402, Johann August Ernesti h.245

47

(43)

sejumlah kaidah dan berupaya membuat Hermeneutika sistematis-koheren,

sebuah ilmu yang mendeskripsikan kondisi-kondisi pemahaman dalam sebuah

dialog. Hasilnya adalah hermeneutika umum (allgemeine hermeneutik) yang

prinsip-prinsipnya bisa digunakan sebagai pondasi bagi semua ragam

interpretasi teks.

4. Hermeneutika sebagai Fondasi Metodologi bagi gesteswessenhshaften.

Wilhelm Dilthey, penulis biografi Scheliermacher dan salah satu pemikir

filsafat besar pada akhir abad ke-19, melihat hermeneutika sebagai inti

disiplin yang dapat melayani sebagai fondasi bagi geisteswissenschaften, yaitu

semua disiplin yang memfokuskan pada pemahaman seni, aksi dan tulisan

manusia. Untuk menafsirkan ekspresi hidup manusia, apakah itu berkaitan

dengan hukum, karya sastra maupun kitab suci, membutuhkan tindakan

pemahaman historis.

5. Hermeneutika sebagai Fenomenologi eksistensi dan pemahaman eksistensial.

Hermeneutika dalam konteks ini tidak mengacu pada ilmu dan kaidah

interpretasi teks atau pada metodologi bagi geisteswissenchaften, tetapi lebih

kepada penjelasan fenomenologisnya tentang keberadaan manusia itu sendiri.

Analisis Heidegger, seorang filosofis Jerman mengindikasikan bahwa

(44)

manusia. Dengan demikian, Hermeneutika Dasein Heidegger melengkapi,

khususnya sejauh ia mempresentasikan ontologi pemahaman, ia meneliti

bahwa Hermeneutika bukan hanya isi dari suatu buku atau teks, melainkan

sebuah metode yang memberikan pembuktian keberadaan manusia.

Hermeneutika dibawa selangkah lebih jauh, ke dalam kata linguistik, dengan

pernyataan kontroversial Gadamer, bahwa “Ada (Being)yang dapat dipahami,

adalah bahasa.” Hermeneutika adalah pertemuan dengan “Ada” melalui

bahasa. Puncaknya, Gadamer menyatakan karakter linguistik realitas manusia

dan Hermeneutika larut kedalam persoalan-persoalan yang sangat filosofis

dari relasi bahasa dengan “Ada”, pemahaman, sejarah, eksistensi dan realitas.

6. Hermeneutika sebagai sistem interpretasi, baik recollective maupun

iconoclastic.

Paul Ricoeur, dalam De’lintretation (1965), mendefinisikan hermeneutika

yang mengacu balik pada fokus eksegesis tekstual sebagai elemen distingtif

dan sentral dalam Hermeneutika. Berdasarkan dari pernyataannya, “yang kita

maksudkan dengan hermeneutika adalah teori tentang kaidah-kaidah yang

menata sebuah eksegesis, dengan kata lain, adalah sebuah interpretasi teks

partikular atau kumpulan potensi tanda-tanda keberadaan yang dipandang

sebagai sebuah teks.”48

48

Ricouer, De l’interpretation h.18

(45)

merupakan bentuk yang nyata akan hermeneutika yang dimaksud oleh

Ricoeur. Unsur-unsur situasi hermeneutis semuanya terdapat disana:

a. Mimpi adalah teks, yang dipenuhi dengan kesan-kesan simbolik.

b. Psikoanalisa, merupakan alat menginterpretasi untuk menterjemahkan

penafsiran yang mengarah pada pemunculan makna tersembunyi.

Maka, yang dimaksud oleh Ricoeur bahwa objek interpretasi tidak sebatas

dalam teks di buku, tetapi dapat berupa teks dalam pengertian yang luas, bisa

berupa simbol dalam mimpi atau bahkan mitos dan simbol yang terdapat

dalam masyarakat dan kebudayaan. Hermeneutika yang dimaksud oleh

Ricoeur adalah interpretasi yang digunakan manusia untuk meraih makna di

balik mitos dan simbol. 49 Studi Ricoeur membedakan antara simbol univocal

dan equivocal. Simbol univocal adalah tanda dengan satu makna yang

ditandai, seperti simbol-simbol dalam logika simbol. Sementara simbol

equivocal adalah tanda yang memiliki multi-makna (multiple meaning) yang

dapat membentuk kesatuan semantik antara makna yang nampak dan

memiliki signifikasi mendalam terhadap kandungan yang ada dibalik makna

tersebut.

2.1.2 Metode Hermeneutika dalam proses desain

Kaidah dan metode dari Hermeneutika tidak dapat terlepas dari teori

hermeneutic circle, yang pertama kali dikemukakan oleh Martin Heidegger dan

49

(46)

Hans-Georg Gadamer, yang menjelaskan bahwa ”hermeneutical circle has to do with

the circular relation of the whole and its parts in any event of interpretation. We

cannot understand the meaning of a part of a language event until we grasp the

meaning of the whole; we cannot understand the meaning of the whole until we grasp

the meaning of the part; understanding is circular”50

Dari teori diatas dapat dilihat bahwa kita tidak akan dapat mengerti maksud dari

kata-kata yang membuat suatu kalimat, hingga kita meletakkannya dalam konteks

kalimat tersebut secara keseluruhan; dan kita tidak dapat mengerti arti dari

keseluruhan kalimat hingga kita mengerti arti dari kata-kata yang terdiri didalamnya.

Pernyataan ini dikaitkan dalam berarsitektur oleh Profesor University of Sydney,

Adrian Snodgrass dan Richard Coyne dalam salah satu jurnal penelitian mereka, ”the

meaning of a concept depends on the context (or the horizon) within which it occurs,

but this context is made up of the concepts to which it gives meaning”51

Perbedaan antara pengaplikasian dari hermeneutic cycle dan metode proyeksi

dalam arsitektur telah diperdebatkan oleh arsitek-arsitek Adrian Snodgrass dan

Richard Coyne, bahwa “when designing, designers are continually being questioned.

They can facilitate that process by laying themselves open to the questions, leaving

themselves vulnerable, at risk, by taking the questions as a probing of their

50

Martin Heidegger, Being and Time, trans. John Macquarrie and Edward Robinson, London, Basil Blackwell, 1962; Hans-Georg Gadamer, Truth and Method, London, Sheed and Ward, 1975

51

(47)

prejudgments; or they can proceed in a on-sided manner, asking questions of the

situation, but protecting their pre-established biases by not allowing themselves to be

questioned in return.”(Snodgrass, Coyne, 2006:47)52. Hal ini berarti jika metode

proyeksi memiliki tujuan pada hasil produk, maka hermeneutic cyle memiliki tujuan

pada prosesnya seperti tergambar pada Gambar 2.1.

\\

Schön mengatakan bahwa desain adalah ”reflection-in-action”, yang mana

merupakan percakapan reflektif dengan sebuah situasi. ”The principle is that you

work simultaneously from the unit and from the total and then go in cycles- back and

forth, back and forth...”53

52

Snodgrass, A., Coyne, R. (2006). Interpretation in Architecture: Design as a Way of Thinking, Routledge, London.

53

Donald A. Schön, The Reflective Practitioner—How Professionals Think in Action, New York, Basic Books, 1983.

Gambar 2.1 Perbedaan Tujuan dari Metode Proyeksi dan Hermeneutic Cycle

Sumber: Jurnal The Interpretation as a Method of Design or the Designer as the

(48)

Kita memulai dengan sebuah disiplin, yang mana di dalam hermeneutika,

adalah proyeksi dari masa pra-pemahaman. Disiplin proyeksi ini, menurut Schon,

adalah sebuah ”apabila”, yang diadopsikan untuk menemukan konsekuensi dan akan

selalu bisa berubah nantinya. Seorang desainer akan memulai mendesain dengan

membentuk sebuah situasi dalam imajinasinya. Situasi ini nantinya akan ”berbicara

kembali” dan desainer akan merespon feedback dari situasi tersebut dengan

reflection-in-action” baik dari segi problem konstruksi, strategi aksi ataupun model

sebagai fenomena. Proses ini akan berkembang dalam sebuah lingkaran, ”back and

forth, back and forth”. Pada proses ini pula, seorang desainer bergerak secara sirkular

bagaikan membentuk jaring yang terdiri dari konsekuensi, implikasi, apresiasi dan

[image:48.612.173.467.415.649.2]

langkah kedepan. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(49)

2.2 Elaborasi Tema

Pada dasarnya semua objek itu netral, sebab objek adalah objek. Arti atau

makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan cara pandang subjek.

Untuk dapat membuat interpretasi, lebih dahulu harus memahami atau mengerti.

Mengerti dan interpretasi menimbulkan lingkaran hermeneutik. Mengerti secara

sungguh-sungguh hanya akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan

yang benar.

Hukum Betti tentang interpretasi ”Sensus non est inferendus sed efferendus

makna bukan diambil dari kesimpulan tetapi harus diturunkan. Penafsir tidak boleh

bersifat pasif tetapi merekonstruksi makna. Alatnya adalah cakrawala intelektual

penafsir. Pengalaman masa lalu, hidupnya saat ini, latar belakang kebudayaan dan

sejarah yang dimiliki.

2.2.1 Relevansi Hermeneutika dan arsitektur

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Moh.Ali Topan, seorang peneliti dari

Universitas Trisakti, dalam judul jurnalnya, Memahami Metode Hermeneutika dalam

Studi Arsitektur, Relevansi Hermeneutika dan Arsitektur terdiri dari 6 poin, sebagai

berikut:

1. Mengakui adanya pengaruh faktor-faktor non-fisik, selain faktor-faktor fisik

(50)

2. Memberi peluang pemahaman terhadap karya-karya arsitektur kota,

khususnya terhadap karya-karya tradisional, dengan demikian memperkaya

pemahaman atas makna arsitektur atau kota dalam hubungan dengan

masyarakat penghuninya.

3. Menciptakan dan mendorong terbentuknya arsitektur dan kota yang

bermakna yang terkait dengan warisan budaya masyarakat.

4. Memberi peluang arsitektur/kota tidak bermakna tunggal, sehingga

keunikan lokal tetap dapat tergali.

5. Meningkatkan kesadaran atau sensitifitas akan perbedaan-perbedaan dalam

karya arsitektur dan kota.

6. Mengakui keberadaan arsitektur atau kota tradisional dengan unsur-unsur

metaforis, simbolik maupun unsur mistiknya.

Arsitektur bukan hanya tentang proporsi, komposisi, teknis konstruksi tetapi

juga tentang menemukan diri. Budaya membantu manusia menemukan dan memiliki

integritas. Dalam dunia saat ini, manusia dituntut berjalan makin cepat, bertindak

cepat, berpikir cepat. Tidak ada cukup ruang dan waktu bagi perenungan. Mungkin

juga bagi budaya. Perlahan-lahan tapi pasti, kita sedang menyaksikan evolusi

pemusnahan budaya yang beragam. Keseragaman (arsitektur) terjadi dari Aceh

sampai Papua. Arsitektur tradisional hanya masa lalu yang layak dilestarikan saja

(51)

2.3 Studi Banding

Studi banding terdiri dari arsitek dunia Barat dan dunia Timur untuk

membandingkan bagaimana cara pikir dari dua arsitek dengan aliran yang berbeda.

2.3.1 Interpretasi arsitek Barat

Metode dalam mendesain telah diperdebatkan sejak tahun 1950-an, dan teori

akan metode desain terus berkembang hingga saat itu. Carlo Scarpa menemukan

pertanyaan-pertanyaan dari pernyataan Frank Lloyd Wright yang mengatakan bahwa

architecture may be poetry”. Frank mengemukakan bahwa arsitektur adalah ibarat

sebuah puisi. Bagi Scarpa, arsitektur hanya sesekali menjadi puisi. Kehidupan sosial

tidak selamanya meminta dan membutuhkan puisi. Tidak perlu berpikiran untuk

membuat arsitektur yang puitis. Puisi lahir dari sebuah objek dan muncul dari objek

itu sendiri. Pertanyaannya adalah, kapan ia harus dibuat dengan puisi dan kapan

tidak? (Scarpa cit in Dal Co-Mazzariol 1987:283).54

Berpikir lebih lanjut, Carlo Scarpa mengevaluasi semua variabel projeknya

sebelum mengoperasikannya, namun tidak dimulai dari ruang, melainkan dari sebuah

detail, yaitu bagian dari keseluruhan desain. Dalam kasus dari salah satu proyeknya,

Castelvecchio Museum di Verona, Scarpa melakukan berbagai percobaan terhadap

pintu masuk dari sebuah museum, dan memutuskan untuk menggunakan satu pintu

masuk dan keluar. Bertindak sebagai seorang interpretor, Carlo Scarpa memahami

museum tersebut sebagai sebuah organisme, proses proyeksi untuk membuatnya

54

(52)

menjadi projek berdasarkan ketidakleluasaan yang memberikan karakter dari proses

Scarpian” sebagai sebuah interpretasi. Dalam pekerjaan Scarpa tersebut,

bagian-bagian kecil dari sebuah desain diidentifikasikan sebagai dialog terhadap projek

tersebut yang menghasilkan ruang, makna, fungsi, arsitektur dan pemakai.

Scarpa melakukan sebuah modus operandi, yaitu menginterpretasikan

penyesuaian diatas dan mengintegrasikan mereka kedalam sebuah bentuk tanggung

jawab dan pengalaman yang dapat dilihat dalam bentuk komposisi bersatunya masa

lampau dan masa sekarang. Tidak selalu tertarik dengan proyek yang puitis, namun

sebuah proyek yang sempurna untuk digunakan oleh semua. Interior dari museum

Castevecchio dapat dilihat pada Gambar 2.3, sedangkan lokasi pintu masuk dari

[image:52.612.261.384.416.603.2]

bangunan ini dapat dilihat pada denah Gambar 2.4.

Gambar 2.3 Interior museum Castelvecchio, Vienna, Italia Sumber: Dal Co, F., Mazzariol, G. (1987). Carlo Scarpa,

(53)

2.3.2 Interpretasi arsitek Timur

Arsitek Jepang memiliki filosofi kesederhanaan yang juga tidak terlepas dari

ajaran kepercayaan yang mereka anut. Untuk mencapai kesederhanaan dalam desain,

kreativitas dan imaginasi untuk menghubungkannya dengan konsep arsitektur

dilakukan dengan cara proyeksi dari elemen desain seperti kolom, balok dan taman.

Arsitek Charles Jenks dalam bukunya Modern mouvment en Architecture

(1973) mengatakan bahwa paradoks modernitas arsitektur Jepang memberikan

sebuah bentuk-bentuk yang baru, ekspresi dari masa kini yang mengedepankan

elemen dari desain dan teknologi serta perhatian terhadap detail dan terintegrasi

dengan alam.

Setelah perang dunia kedua, Jepang bereksperimen dengan transformasi,

termasuk dalam bidang arsitektur untuk menerima budaya tradisional Jepang (Shinto)

dan budaya baru Buddha, yang mana memiliki konsep baru dan modern dan memiliki Gambar 2.4 Denah Museum Castelvecchio dengan satu

Pintu Keluar dan Masuk

(54)

kesamaan basis, yaitu kesederhanaan. Sebagai bukti dari modernitas yang terjadi di

Jepang adalah tidak dipakainya kayu sebagai material pokok, namun menggunakan

baja dan beton.

Hasil interpretasi kesederhanaan dari arsitektur modern Jepang terhadap

arsitektur tradisionalnya diterjemahkan dalam tiga bentuk utama, yaitu:

1. Konsep transparan untuk menguatkan konsep kesederhanaan dengan

material modern.

2. Kejujuran struktur, dimana struktur diekspos dan ditonjolkan sebagai

elemen.

3. Integrasi dengan alam, dimana bangunan tidak berusaha didesain untuk

lebih menonjol dibandingkan alam sekitarnya dan memiliki koneksi.

Salah satu contoh arsitek Jepang yang melakukan proses modernitas arsitektur

Jepang dengan metode interpretasi adalah Kenzo Tange. Melalui partisipasinya dalam

kompetisi-kompetisi arsitektur, Tange melakukan upaya interpretasi dari arsitektur

monumental Jepang dan hubungannya dengan tradisi, kreasi seni, lingkungan dan

skala. Prinsip Tange dalam kemonumental-an menunjukkan pengaplikasian filosofi

modern. Tange merupakan satu dari arsitek-arsitek pertama yang mengacu kepada

teori hermeneutik Heidegger (1936), dengan esai filosofis yang berjudul “Eulogy to

Michelangelo: introduction to a study of Le Corbusier” (1939), dimana dia bertujuan

(55)

bangunan The Greater East Asian Co-Prosperity Sphere Memorial, dikenal dengan

Hiroshima Peace Memorial Park yang ia menangkan dalam kompetisi Daitoa

Competition, 1942.55

Skema arsitektural Tange untuk Daitoa Memorial mengacu pada arsitektur asli

Jepang, dan lebih tepatnya mengacu pada satu bangunan, Kuil Ise, yang hancur dan

dibangun kembali setiap 20 tahun, dan merupakan simbol dari keindahan abadi dari

Jepang. Dalam catatan keterangan dari kompetisi tersebut, Tange mengkritik

monumentalitas barat yang memiliki karakter kuantitatif dengan bentuk-bentuk

abstrak yang kehilangan kontak dengan alam.Dalam arsitektur Jepang, penyembahan

terhadap alam telah menjadikan sebuah tempat menjadi monumental, dan

menjadikannya ruang dengan pengalaman. Hal inilah yang ia terapkan dalam

perancangan Daitoa Memorial yang mengambil koneksi bangunannya dengan alam:

ia terbuka dengan lanskap disekelilingnya dan terhubung dengan perancangan kota

dan jaringan teritorial. Fasade baru dari bangunan ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.

55

Benoît Jacquet, A reinterpretation of the Origins of Japanese Architecture in Tange Kenzô’s Monumental Architecture (1942-1956)Benoît Jacquet

Gambar 2.5 Hiroshima Peace Memorial Park

Sumber: Benoît Jacquet, A reinterpretation of the Origins of

(56)

Proses desain dari bangunan ini terintegrasi dalam sebuah tempat dimana

manusia bersatu dengan keseluruhan dimensi lingkungannya, sesuai dengan teori dari

Heidegger dalam bukunya Quadriparti, 1945, dan arsitektur bukanlah sebuah objek

yang terisolir, melainkan sesuatu yang terkoneksi dengan kota dan perencanaan

(57)

BAB III

PENERAPAN TEMA KEDALAM KASUS PROYEK

3.1 Deskripsi Proyek

3.1.1 Lokasi proyek

Lokasi yang dipilih adalah tanah kosong yang berada di Komplek Perumahan

Taman Setia Budi Indah dengan batas-batas site sebagai berikut:

Utara : Rumah warga

Selatan : Jalan Chrysan Raya/Lapangan Golf

Timur : Rumah warga

Barat : Jalan

Pencapaian tapak dapat dilakukan dari Jalan Setia Budi, masuk kedalam

perumahan Tasbi dan jalan Chrysan Raya, berkisar 567 meter dari gerbang

perumahan dan 2.7 km dari Universitas Sumatera Utara seperti yang tergambar dalam

Gambar 3.1 dan 3.2, serta gambar lokasi pada peta terhitung CAD pada Gambar 3.3.

SITE

JL.SETIA BUDI Gambar 3.1 Lokasi dan Pencapaiannya

(58)
[image:58.612.163.459.99.313.2]

Gambar 3.2 Lokasi dan Area Sekitarnya Sumber: Googlemap

[image:58.612.182.460.376.597.2]
(59)

3.1.2 Luas

Luas site adalah berkisar 1080,8 meter kuadrat, ukuran panjang 37,4 x 29,8

meter, dengan kondisi masih kosong dan cenderung berkontur datar seperti yang

ditunjukkan oleh Gambar 3.4.

Tanah merupakan milik

perumahan dan dapat dibeli oleh warga

dengan kondisi tanah belum terjual. 3.1.3 Status kepemilikan

3.2 Studi Banding Kasus Proyek Sejenis

Studi banding tematik yang diambil adalah karya-karya dari arsitek Indonesia

bernama Yu Sing. Beliau terkenal karena karya-karyanya yang menggali potensi

arsitektur nusantara, dan menginterpretasikannya kedalam bentuk kemasan masa kini.

Berikut merupakan contoh karya-karya dari Yu Sing yang dapat dijadikan studi

banding bagi penulis untuk membuat perancangan kasus proyek untuk

mengeksplorasi arsitektur nusantara dan menggali potensinya. Gambar 3.4 Kondisi Site Berupa Lahan Kosong

(60)

3.2.1 Interpretasi rumah Nias56

Tema ini dipilih untuk diaplikasikan pada salah satu proyek rumah yang

dikerjakannya, karena kebetulan pemilik rumah adalah orang bersuku Nias.

Hal-hal yang ia lakukan untuk dapat merancang rumah ini adalah

mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya segala sesuatu yang berkenaan

dengan arsitektur Nias, meneliti fungsi ruang dan menghubungkannya dengan adat

istiadat masyarakatnya, mengumpulkan filosofi arsitektur beserta pola dan ukiran

yang ada, baru kemudian menggabungkan keduanya dan membuat konsep

interpretasi untuk membuat bentukan baru rumah tinggal dengan esensi rumah Nias.

Berikut merupakan poin-poin yang dihasilkan berdasarkan proses interpretasi

yang ia lakukan:

1. Semi panggung.

Konsep rumah panggung tetap dipertahankan, walaupun menjadi semi

panggung. Hal ini berkaitan dengan jawaban dari iklim setempat, namun

juga tetap memperhitungkan kebutuhan ruang, sehingga desain rumah yang

dihasilkan adalah berkonsep semi panggung dengan ruang-ruang pblik

berada pada lantai satu dan bersifat tidak masif. Dilihat dari depan, rumah

masih berkesan seakan menggunakan sistem panggung, seperti terlihat pada

Gambar 3.5 dan 3.6.

(61)

2. Atap disederhanakan.

Bentukan atap disederhanakan untuk menghasilkan bentukan yang lebih

masa kini. Desain atap yang baru dibuat dengan mengambil bentuk asli atap

rumah adat Nias, lalu menghilangkan beberapa bentukan dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti pada Gambar 3.7 sehingga

menghasilkan bentukan seperti pada Gambar 3.8.

S

Ga Walaupun Hanya Dibagian-bagian Tertentu

Sumber: www.rumah-yusing.blogspot.com

[image:61.612.222.453.105.371.2]
(62)

3. Kembar, tidak tunggal.

Pola rumah adat Nias tersusun secara berderet dan tidak terpisah. Maka

bentukan massa dari rumah tinggal yang baru ini pun dibuat dengan

demikian, dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan 3.10.

[image:62.612.237.420.562.662.2]

Gambar 3.8 Gambar Atap Hasil Transformasi Sumber: www.rumah-yusing.blogspot.com

(63)

4. Area pesta

Menyatukan taman gsb, kolam, teras, ruang keluarga bawah panggung

seperti terlihat pada Gambar 3.11, dan terihat suasana area serba guna pada

[image:63.612.257.386.441.638.2]

Gambar 3.12.

Gambar 3.11 Taman, GSB, Kolam dan Teras Serta Ruang Keluarga yang Besar, Menjadi Area Berkumpul dan Pesta

Sumber: Sumber: www.rumah-yusing.blogspot.com

Gambar 3.12 Area Serba Guna yang Terdapat Dibawah Lantai Panggung untuk Tempat Berkumpul dan Berpesta

(64)

5. Jalusi Bambu pada fasad

Berusaha untuk mengikuti repetisi bidang vertikal yang juga terdapat pada

rumah adat Nias yang berderet seperti pada Gambar 3.13 dan 3.14.

Denah dan site plan dari rumah ini dapat dilihat pada Gambar 3.15, 3.16. dan

3.17. Dari Gambar site plan, terlihat bahwa bangunan terdiri dari dua massa

yang digabungkan, dan terdiri dari dua lantai.

Gambar 3.13 Jalusi Bambu pada Fasad Sebagai Bentuk Repetisi Vertikal

Sumber: Sumber: www.rumah-yusing.blogspot.com

Gambar 3.14 Suasana Interior pada Area Connecting

(65)

[image:65.612.225.421.369.591.2]

Gambar 3.15 Site Plan Rumah Hasil Reinterpretasi

Rumah Adat Nias

Sumber: Sumber: www.rumah-yusing.blogspot.com

Gambar 3.16 Denah Lantai 1 Sumber:

(66)

2.3.2 Interpretasi Rumah Panjang57

Proyek ini merupakan karya pertama dari Yusing dan tim di tanah Kalimantan

yang merupakan hasil interpretasi dari rumah adat Panjang. Sang pemilik rumah

bukan bersuku Dayak dan bangga akan rumahnya yang terinspirasi oleh rumah

Panjang.

Struktur rumah dari kayu ulin bekas, sebagian besar material kayunya pun kayu

bekas yang digunakan kembali. proses membangunnya menjadi panjang, sambil

menunggu kayu bekas di pasaran pengepul kayu, walaupun akhirnya sebagian kecil

(rangka pergola halaman parkir) memakai kayu baru. Fasade dari rumah dapat dilihat

pada Gambar 3.18.

57

[image:66.612.216.400.106.403.2]

Gambar 3.17 Denah Lantai 2 Sumber:

(67)

Sisi kiri merupakan bangunan kantor yang fasadnya mentransformasi motif

dayak akar betaut, yang maknanya persatuan dan kesatuan umat manusia. Belajar dari

arsitektur tradisional memang seringkali menitipkan makna-makna kehidupan yang

lebih luas melalui berbagai hal, salah satunya

Gambar

Tabel 1.1 Pembagian Jenis Data untuk Penelitian
Gambar 1.2 Analisa Data Fisik
Gambar 1.4 Pembentukan Konsep Perancangan
Gambar 1.5 Diagram Keseluruhan Proses Menghasilkan Konsep Perancangan Akhir Sumber: Penulis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian ini adalah Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2011-2015 dan dari Kementerian Lingkungan Hidup

Desain penelitian pada penelitian ini adalah jenis penelitian metode kuantitatif, penelitian metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang

Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan tarjamah di pihak lain adalah bahwa yang pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata di dalam Al-Quran yang notaben Bahasa Arab

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 6 – 18 febuari 2014 di Padukuhan Bonosoro Bumirejo Lendah Kulonprogo menunjukkan sebanyak 7 orang (70%)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat kelayakan ekonomi dari introduksi VUB melalui kegiatan SLPTT di desa Sui Nipah Kecamatan Siantan Kabupaten

Untuk membuat dokumen HTML, pilih tab General pada category Basic Page dan opt ion HTML, kemudian klik tombol create. Maka pada Document Window Dreamweaver akan tampil seperti

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis regresi linier berganda adalah Manfaat Persepsian (X 1 ), Kemudahan Persepsian (X 2 ) dan Kondisi Yang Memfasilitasi (X 3

bagaimana kerakusan Jepun yang ingin menawan Singapura sehingga mengorbankan banyak askar Melayu. Beliau telah melihat bagaiman perjuangan askar Melayu yang diketuai oleh