• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUMUSAN KRITERIA PERANCANGAN

4.1 Teori Pembentuk Rumah

Asal mula tujuan manusia menciptakan bangunan adalah menyelaraskan kondisi sekitarnya dengan pandangan hidupnya. Rumah menjadi pernyataan hidup yang menyatu dengan masyarakat dan alam lingkungannya dalam memuliakan Sang Pencipta serta menghormati alam, yang menjadi ciri masyarakat agraris pedesaan.

Pencarian arsitektur sudah dimulai sejak panas matahari, menyentuh kulit manusia pertama. Pemikiran untuk melindungi tubuh dari cuaca, adalah alasan pertama dan utama, mengapa manusia membutuhkan naungan. Dan di saat manusia pertama masuk ke dalam gua, itulah awal dari perjalanan panjang manusia untuk mencari metode-metode arsitektur.68

“architecture is a will of an epoch translated into space”, - Mies van der Rohe

Kutipan dari Mies van der Rohe tersebut menunjukkan betapa kuatnya peran arsitektur sebagai bukti dari keberadaan suatu zaman, dimana arsitektur itu sendiri pun akan berubah sesuai dengan permintaan dari suatu masa. Mulai dari masa ketika manusia tidak dapat membuat dan berlindung didalam gua untuk bernaung dan

68

berlindung, hingga masa ketika material sudah sangat inovatif dan membebaskan kreasi hingga bentuk tak biasa.

Pada masa arsitektur tradisional Indonesia, arsitektur berperan sebagai hunian dan tempat berlindung sekaligus sesuatu yang bersifat religius. Ketika para nenek moyang mempercayai adanya roh leluhur yang menjaga mereka dan alam sebagai sesuatu yang sakral, mereka membangun rumah-rumah mereka dengan filosofi yang tinggi tentang alam dan tradisi. Segala hal yang mereka pelajari adalah dari alam, mereka mengambil sumber untuk hidup dari alam, dan mereka hidup untuk alam. Tidak heran jika dalam arsitektur terdahulu pun sangat kental dengan simbolisme dan makna-makna kehidupan yang diterapkan dalam setiap elemen arsitekturnya.

Secara umum, bentuk rumah tradisional memiliki kesamaan yang khas, dimana perwujudannya dianggap sebagai mikro kosmos (alam kecil) yang harus selalu serasi dan seimbang dengan makro kosmos (alam semesta). Dipercaya bahwa alam semesta terbagi dari 3 bagian, yaitu alam bawah, dunia dan alam atas, yang kemudian

diwujudkan kedalam rumah yang harus terbagi atas bagian kaki, badan dan kepala.69

Amos Rapoport, dalam bukunya House Form and Culture juga menyatakan

bahwa rumah terbentuk karena faktor utama sosial budaya dari masyarakat dan penghuninya untuk memenuhi kebutuhan dan aktifitasnya, serta dipengaruhi oleh faktor iklim, material, konstruksi dan teknologi pada masanya.

69

Ir.Myrtha Soeroto, Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia (2003), hal.37, Ghalia Indonesia

Jika dilihat dari arti kata sosial dan budaya menurut kamus umum Bahasa

Indonesia karya W.J.S Poerwadarminta, arti sosial adalah “segala sesuatu yang

mengenai masyarakat/kemasyarakatan”, sedangkan arti budaya adalah “segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa yang dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral, hukum, adat istiadat, kepercayaan maupun ilmu”. Jika dikaitkan dengan teori dari Amos Rapoport bahwa sebuah rumah terbentuk dari faktor utama sosial budaya, maka didapatkan fakta bahwa bentuk rumah tradisional tidak dapat dilepas dari pemaknaan dan simbolisme, dimana rumah merupakan representasi dari kepercayaan, adat istiadat, kesenian, pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakatnya pada saat itu yang diciptakan untuk mendukung aktifitas dan melengkapi kebutuhan penghuninya seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1.

Konsep bentuk

Sosial Budaya Aktifitas

Faktor Pendukung:

Iklim, konstruksi, material dan teknologi

Bentuk Rumah

Gambar 4.1 Diagram faktor penentu bentuk rumah Sumber: Penulis

Dengan memakai teori dari Amos Rapoport tersebut, maka penelitian ini akan dibahas berdasarkan faktor-faktor penentu bentuk rumah yang terdiri dari:

a. Faktor Utama : a. Faktor Sosial Budaya.

b. Faktor Aktifitas.

b. Faktor Pendukung : a. Iklim.

b. Konstruksi, Material dan Teknologi.

4.1.1 Cara pandang peneliti

Dalam arsitektur, bentuk dan makna memiliki keterkaitan satu sama lain. Bentuk seharusnya terjadi dengan dilatar belakangi makna, sementara makna direpresentasikan dalam bentuk. Hal ini juga terdapat dalam rumah tradisional Karo, dimana bentuk keseluruhannya merupakan gambaran dari penghuninya yang religius, menempatkan adat dan religi pada bagian terpenting pada rumah yang disimbolkan dalam bentuk atap yang besar dan manusia merupakan makhluk yang harus menyelaraskan kehidupannya dengan alam dan diatur tata kramanya sesuai dengan adat. Alam memiliki peranan penting sebagai sumber kehidupan dan sumber kearifan serta pengetahuan yang mereka terapkan dalam kehidupan mereka, yang juga direfleksikan dalam bentuk rumah tinggal mereka pada saat itu.

Kehidupan pada masa kini, khususnya bagi masyarakat Timur, masih menjunjung tinggi aspek sosial budaya, malah hal inilah yang membedakan masyarakat Timur dan Barat. Jika dunia Barat sudah mulai mengacu pada

universalisme, dimana segala sesuatunya ingin disamaratakan, terutama di bidang sosial budaya, maka dunia Timur menjadi unik dan menarik karena perbedaannya. Perbedaan ini menciptakan jati diri dan pencitraan bagi si pemilik kebudayaan, sebuah kebanggaan dan bukti kekayaan hasil pemikiran manusia. Lalu mengapa harus dipaksakan untuk sama? Jika memang memiliki latar belakang yang berbeda maka seharusnya evolusi yang terjadi pun tidak menghasilkan produk yang sama.

Penulis melihat bahwa arsitektur bukanlah sesuatu yang berubah begitu saja dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, melainkan berevolusi, dari bentuk yang satu bertahap berubah ke bentuk yang lain, namun dengan esensi yang sama. Hal inilah yang melatar belakangi mengapa penelitian ini dilakukan dengan selimut kajian sosial budaya untuk menghasilkan evolusi baru dari arsitektur rumah tradisional Karo menjadi rumah kontemporer yang masih memiliki esensi Karo.

Cara berpikir penulis dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Rumah Tradisional Karo

Bentuk Makna

Transformasi Bentuk

Simbol-simbol

Rumah Kontemporer beresensi Karo

I N T E R P R E T A S I

Gambar 4.2 Skema Cara Pandang Penulis dalam Menginterpretasi Rumah Tradisional Karo

4.2 Analisa Bentuk Rumah Tradisional Karo