• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PERANCANGAN FISIK

5.2 Konsep Transformasi Bentuk .1 Atap .1 Atap

Pada rumah Karo, atap berbentuk besar karena lambang dari penghormatan akan dunia atas. Hal ini menggambarkan bahwa penghuninya memiliki kepercayaan yang kuat dan menjunjung tinggi kepercayaannya dalam kehidupannya dan merupakan jawaban dari iklim setempat dengan curah hujan yang tinggi maka berbentuk miring untuk dapat mengalirkan air hujan kembali ketanah.

Bentuk dan proporsi atap menjadi penting karena merupakan penguat karakter dari rumah Karo. Namun, bentukan atap yang terlalu besar juga bisa menjadi tidak fungsional. Oleh karena itu, bentukan atap ditransformasi menjadi bentuk yang lebih sederhana, namun diharapkan tetap member kesan Karo seperti yang terlihat pada Gambar 5.2.

5.2.2 Dinding

Dinding pada rumah Karo berbentuk miring. Selain karena latar belakang religius bahwa rumah adalah simbol bentukan kapal, namun dapat dilihat bahwa

Gambar 5.2 Ttransformasi Atap Rumah Karo Tampak Samping

dinding yang miring juga berfungsi untuk meminimalisir tempias air hujan karena

bentukan atap tidak memiliki overhang yang cukup besar. Dalam kasus proyek,

overhang dibuat cukup besar, sehingga dinding dibuat tegak dengan pertimbangan fungsionalitas ruang. Dinding yang miring dulu tidak menjadi masalah pada interior rumah, karena minimnya perabot. Namun sekarang ini, fungsionalitas ruang menjadi penting karena penghuni memiliki barang-barang yang mendukung aktifitasnya dalam rumah. Transformasi dinding ini dapat dilihat pada Gambar 5.3.

5.2.3 Panggung

Jika dulu rumah Karo dapat dibuat dengan sistem panggung, maka untuk rumah masa kini sudah tidak memungkinkan lagi untuk diterapkan secara maksimal. Dulu, penghuni rumah Karo memiliki tingkat kebutuhan ruang yang sedikit, sedangkan pada masa sekarang, manusia membutuhkan tingkat kebutuhan ruang yang banyak, begitu pula dengan penghuni rumah dalam kasus proyek ini, sehingga sistem panggung hanya dapat dikonsepkan untuk menjadi semi-panggung, untuk memaksimalkan fungsi ruang dalam rumah. Runag-ruang yang tercipta dibawah

Gambar 5.3 Konsep Perubahan Bentuk Dinding Menjadi Tegak Sumber: Penulis

dikonsepkan lebih bersifat publik dan dikonsepkan untuk lebih transparan. Konsep transformasi panggung dapat dilihat pada Gambar 5.4.

5.2.4 Bukaan

Pada masa sekarang, dengan semakin majunya tingkat ilmu pengetahuan, dikatakan bahwa tingkat pencahayaan dan bukaan yang baik dibutuhkan untuk masuk dapat masuk kedalam bangunan sehingga mendapatkan kualitas udara dan kelembapan yang baik dan sehat untuk ditinggali pengguna bangunan. Oleh karena itu, rumah tinggal tidak dibuat dengan bentukan yang masif seperti rumah Karo terdahulu, dan dilengkapi dengan bukaan yang banyak dan sesuai dengan tingkat privasi ruang dan kemungkinan penggunaan AC pada ruang-ruang tertentu oleh penghuni rumah.

5.2.5 Ornamen

Ornamen dari setiap bangunan tradisional memiliki bentuk dan makna yang berbeda. Ornamen menjadi suatu simbol yang menunjukkan kebudayaan masyarakat yang tinggi akan kebijaksanaan hidup pada masanya yang dibentuk dalam bentuk-bentuk alami dan memberikan estetika pada rumah tradisional.

Gambar 5.4 Konsep Penyusunan Jabu pada Rumah Karo Sumber: Penulis

Ornamen dinilai sebagai ciri dan dapat memperkuat identitas, sehingga dikonsepkan untuk diterapkan pada perancangan kasus proyek ini, namun dengan material yang berbeda dan ditransformasikan dari bentukan yang natural menjadi bentukan yang lebih geometris. Contoh dari bentukan ornamen tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.5.

5.2.6 Ruang dan fungsi

Aktifitas akan mempengaruhi fungsi pada ruang dan menentukan ruang apa saja yang dibutuhkan dalam suatu hunian dan berpengaruh pada bentuk dari denah yang kemunian terrepresentasi dalam bentuk secara keseluruhan. Dalam hunian rumah Karo, denah berbentuk persegi panjang dan susunan ruang disusun dengan arah Utara -Selatan dan memanjang sepanjang sisi Timur dan Barat dan disesuaikan dengan fungsi-fungsinya.

Dalam kasus proyek, akan diterapkan hal yang sama, karena rumah merupakan

cerminan dari rumah tradisional Karo terdahulu, maka bentukan denah akan dibuat Gambar 5.5 Contoh Bentukan Ornamen dari Anyaman Bambu yang

Terdapat pada ayo-ayo yang Kemudian Diubah Materialnya Menjadi

Kayu Bekas. Sumber: Penulis

sama yaitu berbentuk perseg panjangi, karena nantinya akan berpengaruh pada bentukan secara keseluruhan. Penyusunan ruang juga akan menerapkan sistem rumah Karo, dimana ruang akan disusun berdasarkan kedekatan fungsi, dan ruang-ruang

privat kamar tidur diartikan sama seperti Jabu pada rumah Karo, sehingga disusun

dengan orientasi Utara-Selatan dengan tujuan untuk mendapatkan bukaan kearah Utara-Selatan. Konsep susunan ruang lantai satu pada kasus proyek tergambar pada Gambar 5.6.

Ruang tidur yang terdapat pada lantai dua dalam rumah adalah sebagai berikut: 1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 5.6 Konsep Penyusunan Jabu pada Rumah Karo Sumber: Penulis

1. Kamar tidur utama.

Kamar tidur utama diibaratkan sama sebagai Jabu Bena Kayu, yaitu raja dari

rumah dan diposisikan pada sisi Utara rumah. 2. Kamar tidur anak laki-laki.

Kamar tidur anak laki-laki menggambarkan Jabu Lepar Bena Kayu, yang

ditempati anak dari raja penghuni rumah dengan posisi bangsawan tanah rumah Karo. Anak laki-laki merupakan anak yang bertanggung jawab terhadap rumah dan keluarga ketika orang tuanya tidak ada.

3. Kamar tidur anak perempuan 1.

Kamar tidur anak perempuan 1 menggambarkan Jabu Ujung Kayu, yang

tugasnya adalah mengurus rumah dan memberikan nasihat dan menjaga keharmonisan rumah. Anak perempuan paling tua akan menempati posisi ini dengan tugas yang hampir sama.

4. Kamar tidur anak perempuan 2.

Kamar Anak Perempuan 2 menggambarkan Jabu Lepar Ujung Kayu yang

kedudukannya dihormati dan dispesialkan, sama seperti anak bungsu yang selalu disayang oleh seluruh anggota keluarga dan dibantu disiapkan segala keperluannya karena dianggap anak bawang.

5. Kamar tidur tamu.

Berada di lantai 1 dengan pemisahan level lantai, karena bukan merupakan

keluarga inti dari rumah. Dan sama seperti sebelumnya, orientasi dimulai dari penempatan pada sisi Utara terlebih dahulu.

1 2 1 2 3 4 5 6

Gambar 5.7 Konsep Perletakan Kamar Tidur pada Rumah Tinggal

Sumber: Penulis LANTAI 1

6. Kamar tidur pembantu rumah tangga.

Berada di lantai 1 karena bukan keluarga inti, dan ditempatkan pada Selatan rumah, juga untuk mempermudah membukakan pintu bagi tamu dengan posisinya yang dekat dengan pintu masuk.

5.2.7 Akses dan entrance

Akses menuju hunian pada kasus proyek dibagi berdasarkan penggunanya, yaitu:

a. Penghuni rumah : Privat

b. Tamu/orang asing : Publik

Sehingga akses untuk para pengguna pun harus dibedakan menjadi dua, untuk membuat zona pada rumah. Karena lokasi berada di sudut jalan, maka akses dapat diaplikasikan pada dua sisi tapak, seperti yang tergambar pada Gambar 5.28.

Gambar 5.8 Pembedaan Akses Sesuai dengan Pengguna Sumber: Penulis

Privat

Konsep perletakan pintu masuk untuk mengakses bangunan dibuat sama dengan rumah adat Karo, yaitu berada pada sisi terpendek dari denah, dengan tujuan untuk mendapatkan sirkulasi yang linear dan zona ruang pada sisi terpanjang denah. Karena sirkulasi dikonsepkan berada ditengah membelah denah, maka pintu masuk akan didorong kedalam denah sehingga didapatkan bentukan denah yang mengecil dibagian tengah dengan tujuan agar cahaya alami dapat tetap masuk untuk menerangi bagian tengah denah, seperti tergambar pada Gambar 5.9.

5.2.8 Sirkulasi dan zoning

Zoning pada rumah dibagi secara vertikal dan horizontal. Dilihat dari penggunanya, secara vertikal, zona publik dan servis berada pada lantai pertama, zona semipublik dan privat pada lantai dua, dan zona privat pada lantai tiga. Hal ini dilakukan untuk menjaga privasi dari pemilik rumah, sehingga keamanan rumah juga dapat diciptakan.

Gambar 5.9 Konsep Perletakan Pintu Masuk dan Perubahan Bentuk Denah

Secara horizontal, zona-zona ruangan diletakkan pada sisi kiri dan kanan denah, sementara sirkulasi berada ditengah termasuk juga sirkulasi vertikal yang tergambar pada Gambar 5.10 dan 5.11.

5.2.9 Material

Material yang dikonsepkan untuk digunakan dalam perancangan kasus proyek adalah material yang bersifat lokalitas, mudah didapat, ekonomis dan sesuai dengan

Publik Privat

Ruang

Sirkulasi Gambar 5.10 Pembagian Zona Bangunan Secara Veritkal

Sumber: Penulis

Gambar 5.11 Pembagian Zona Bangunan Secara Horizontal

iklim tropis. Berikut merupakan material yang dikonsepkan untuk dipakai dalam perancangan kasus proyek:

1. Batu Bata.

Merupakan bahan konstruksi dinding yang paling sering digunakan karena proses konstruksinya yang sederhana, bisa dikatakan selalu ada dan mudah ditemukan. Umumnya berukuran 25x12x5 cm, proses pembuatannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu manual dan sederhana (dibakar) dan pres (sudah terpabrikasi). Batu bata merah yang dibuat dengan sistem tradisional bertekstur kasar dan tidak rapi, sehingga biasanya harus diplester dengan lapisan semen dalam pengaplikasiannya. Sementara batu bata pres memiliki tekstur dan penampilan yang lebih rapi, sehingga cocok untuk diekspos. Saat energi panas jatuh pada permukaan dinding, partikel-partikel pada lapisan pertama akan menyerap sejumlah panas sebelum panas diteruskan kepada lapisan berikutnya. Ini akan menyebabkan efek penundaan, sehingga temperature puncak dari lingkungan baru dirasakan di dalam ruang beberapa waktu kemudian. Batu bata juga memiliki daya tahan terhadap cuaca, tetapi berpori sehingga tetap mengalirkan udara. Penyerapan panas baik dan kemampuan menyalurkan panas rendah, dan bisa tembus bila terkena hujan

terus menerus atau pada kelembaban udara yang tinggi.74

74

Lippsmeier, Georg,, Bangunan Tropis, diterjemahkan oleh Ir.Syahmir Nasution (1994), Peneribit Erlangga, Jakarta

Menurut Egan,

yang besar. Sebagai akibatnya akan tercipta kondisi yang lebih stabil, seperti tertera pada Tabel 5.1.

Bahan Ketebalan (inci) Nilai-U Time Lag

Bata (umum) 4 0.61 2.5 jam

8 0.41 5.5 jam

12 0.31 8.5 jam

Kayu 0.5 0.69 10 menit

1 0.47 25 menit

2 0.3 1 jam

Sumber: David Egan, 1975:84

Karena kelebihan dari time lag yang ia miliki serta kemudahan dalam

pembuatan dan pengadaannya, maka batu bata dikonsepkan dipakai sebagai material utama pada dinding untuk proyek ini.

2. Beton.

Ketika manusia masih membangun dengan bahan-bahan yang disediakan oleh alam, seperti batu, tanah, pohon, ijuk, sirap, bambu, dll, arsitektur yang tercipta adalah arsitektur yang bereaksi terhadap keterbatasan yang dimiliki oleh material yang digunakan. Rumah-rumah tinggal di buat dari tanah, Benteng-benteng di susun dari batu-batu yang dipapas. Istana-istana di buat dari kayu-kayu pilihan terbaik. Ketika penggunaan beton kemudian

diperkenalkan dengan lebih luas oleh kaisar Nero dari Romawi, wajah dan metode perancangan dalam arsitektur pun berubah. Karakteristik yang dimiliki beton, membuat batasan dalam arsitektur terdorong lebih jauh, dan kemungkinan-kemungkinan dalam membangun pun kemudian meluas. Muncul kemudian arsitektur Roman, Romanesque, Baroque, Rococo, dengan semua karakteristik khusus mereka. Penggunaan beton terus berkembang hingga brutalisme di Brasil sekitar tahun 1950-an, dan Tadao Ando di Jepang. Bahkan hingga hari ini hampir seluruh arsitek di seluruh

dunia, mempergunakan beton.75 Dalam buku Bangunan Tropis karya

Lippsmeier diterangkan bahwa beton memiliki sifat yang tahan hujan, dan kemampuan pengantaran panas yang kecil.

3. Batako.

Merupakan material konstruksi dinding yang terbuat dari batu buatan yang dipres tanpa dibakar. Sama seperti batu bata, batako juga berbentuk balok, hanya saja ukurannya lebih besar dibandingkan ukuran batu bata, yaitu 40x20x10 cm. Dengan ukuran yang lebih besar, penghematan semen untuk plesteran dapat dilakukan. Walaupun ukurannya lebih besar, batako jau lebih ringan dibandingkan batu bata, dimana perbedaannya dapat mencapai 50%. Penyebabnya adalah bagian dalam batako berongga. Dari sistem pemasangannya, cara mengaplikasikan batako hampir sama dengan

75

pemasangan batu bata. Merupakan material konstruksi dinding yang terbuat dari batu buatan yang dipres tanpa dibakar. Sama seperti batu bata, batako juga berbentuk balok, hanya saja ukurannya lebih besar dibandingkan ukuran batu bata, yaitu 40x20x10cm. Dengan ukuran yang lebih besar, penghematan semen untuk plesteran dapat dilakukan. Karena sifatnya yang lebih rentan dibandingkan batu bata, batako dikonsepkan untuk diaplikasikan pada dinding-dinding partisi dan dapat dipasang dengan sistem yang bermacam-macam sesuai dengan kreativitas.