• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: ANALISA DAN INTERPRETASI

B. Pasangan 2

6. Analisa Data Wawancara Responden 4

Pernikahan DS dengan pasangan merupakan pernikahan pariban. DS dan pasangan sudah saling mengenal sejak kecil. Namun, intensitas pertemuan DS dengan pasangan menjadi jarang saat DS menginjak usia remaja. DS kembali bertemu saat kuliah. Sampai pada suatu ketika orangtua DS dengan orangtua pasangan memutuskan untuk menjodohkan DS dengan paribannya.

Menurut DS pernikahan merupakan penyatuan 2 karakter yang berbeda menjadi satu karakter yang bertujuan membangun rumah tangga. Pernikahan DS dengan pasangan merupakan bentuk pernikahan keluarga yang bertujuan untuk lebih menyatukan ikatan keluarga.

“Pernikahan itu menyatukan dua karakter yang berbeda juga untuk membangun visi yang sama, ya selain ibadah lah. Kalau gak gitu ya susahlah. Sebuah pernikahan tanpa ada visi gimana bisa sejalankan, yang ada satu tujuan dia kemana, yang satu penginnya kemana, jadi gak ada titik temu. Makanya dalam pernikahan dibutuhkan visi yang sama, agar bisa mengarungi biduk pernikahan dengan baik dan lancar.

(R4, W1, 1-25)

“Pernikahan pariban itu, apa ya, gimana ya cara bilangnya. Pernikahan dengan saudara, bisa saudara langsung bisa juga gak langsung. Kalo kayak ibu itu, itu bersepupu langsung, saudara sepupu kandung, kalau kakak gak. Jadi pernikahan pariban itu misalnya ayak kita sama, eehhh gimana ya bilangnya. Kalau dari ibu itu yang laki-laki mamaknya punya adik yang laki-laki, hmmm… tunggu-tunggu bingung. Yang bersaudara itu kan orang tua kita. Aduh kok susah jelasinnya ya, ehhmmm gini-gini misalnya saya punya abang nah abang saya punya anak perempuan bisa nikah sama anak saya yang laki-laki. Tapi anak kakak yang perempuan dengan anak laki-laki abang kakak itu gak boleh menikah.

(R4, W1, 26-67)

DS merasa yakin untuk menerima pasangan menjadi suami karena DS sudah mengenal baik keluarga pasangan dan juga mengenal pasangan. Pada saat

pasangan melamar, DS sedang tidak memiliki pacar sehingga DS menerima pasangan untuk dijadikan suami.

“Yang membuat yakin untuk menerima pariban sebagai suami. Kebetulan pas datang abang waktu itu kakak sama abang kan sama-sama kosong, kalau lagi ada kan gak mungkin. Pas abang datang ya kekmana ya. Usia juga udah di atas 25. Udah gitu nampak baik, keluarga juga baik dan lagi kosong. Makanya nerima aja. Tapi kalau tau keluarganya gak baik ya gak mau juga. Karena tau keluarga nya baik mungkin ya jadi pertimbangan dan jadinya mau-mau aja.”

(R4, W2, 1-27)

Faktor lain yang membuat DS menerima pasangan karena opung (kakek) DS pernah berpesan agar salah satu cucunya menikah dengan pariban.

“Faktor lain, apa ya… oh opung kakak pernah berpesan sama ayah kakak

supaya salah satu cucunya dari ayah kakak menikah dengan pariban. Kakak pribadi gak pernah berfikiran untuk menikah dengan pariban. Tapi

ternyata berjodoh dengan pariban. hehehe… iya dulu kakak gak ada

pernah mikir kalau menikah sama abang ni. Tiba-tiba abang dan keluarganya datang ke rumah kakak dengan bermaksud melamar kakak.” (R4, W2, 27-51)

II. Kepuasan Pernikahan a. Personality issue

DS merupakan pribadi yang tidak suka banyak bicara. Tidak terlalu suka bercanda namun DS sama ramahnya dengan suami. DS memang sudah mengenal pribadi pasangan sejak kecil namun kepribadian pasangan menjadi lebih terlihat setelah menikah.

“Mungkin biasa ya sama umumnya ke orang lain, namanya juga setelah menikah baru tahu secara detail-detailnya gimana, lebih tau secara mendetail. Awal-awalnya aja agak ada rasa kok gini yah, kok begini ya orangnya soalnya pas udah besar-besar jarang ketemu. Pas kecil-kecil aja yang sering jumpa. Jadi pas udah jadi suami agak giman juga kakak, tapi mau bilang apa udah menikah ya, jadi kakak coba memaklumi aja.”

Beberapa sifat pasangan seperti suka bercanda, mengorok saat tidur, terkadang membuat DS merasa tidak suka. sehingga DS harus menyesuaikan diri dengan sifat tersebut. Namun sifat pasangan yang suka bercanda mampu mencairkan hati DS sehingga konflik bisa dihindari.

“Dari awal-awal menikah tu lah mulai melakukan penyesuaian, kalau sekarang udah mulai bisa ngerti walaupun masih ada rasa gimana gitu ya kalau perilaku suami yang gak menyenangkan di hati. Penyesuaian sama perilaku seperti suka bercandanya, suka ngorok kalau tidur hehehe.. terganggu sih awal-awal menikah.malah sempat jadi pertengkaran juga gara-gara kakak gak bisa tidur dengan dengkuran suami. Sekarang di coba maklumi aja. Pada aturan suami. Kakak kan besar di kota jadi tidak terlalu banyak larangan seperti di sini. Cuma suami paling bisa mencairkan suasana kalau kakak lagi marah”

(R4, W1, 114-150)

“Keberatan dek kadang-kadang. Kakak pengin ngomongin hal serius malah di jawab dengan bercanda. Sebel memang dek, mau di bilang suami kakak, kalo kakak muka eksakta, gak papa lah dek. Emang kakak rasa untuk hal yang serius harus di tanggapi serius juga, bukan dengan bercanda. Tapi kana bang memang begitulah sifatnya selalu membawakan

sesuatu dengan bercanda.” (R4, W2, 189-210)

Menurut DS perbedaan perilaku pasangan dari sebelum menikah dengan sesudah menikah bukanlah sebuah masalah dalam kehidupan rumah tangga. Namun perilaku pasangan sering menjadi pemicu pertengkaran antara DS dengan pasangan.

“Perilaku suami yang berbeda dari sebelum menikah dengan sesudah menikah apa ya, karena dari kecil udah kenal jadi perilaku udah tau ya, namun beda setelah besar rupanya. Jadi sebelum menikah kan di suruh saling mengenal lebih dekat dulu, kayak pacaran singkat. Dari situ perilaku suami suka kali bercanda. Kayaknya orangya gak serius tapi setelah menikah kok lain lagi ternyata yang kakak pikir gak pernah bisa serius bisa juga. Namun tidak menjadi masalah buat kakak.”

(R4, W1, 151-180)

“Ya gak suka ada, tapi gak sampe buat kecewa lah. Seperti kebiasaan suami yang suka bercanda, ada saat-saat tertentu kalau ngomong kakak pengennya serius eh suami malah nanggapinya dengan bercanda.”

(R4, W1, 181-192)

DS berharap perilaku pasangan sama seperti kebanyakan orang, seperti: baik, sopan jujur, tidak egois dll. DS juga berharap pasangan tidak pernah memaksakan keinginan pribadi.

Tingkah laku seperti orang pada umumnya yaitu baik, sopan, jujur, bisa menghargai istri, jadi panutan dalam keluarga. Bisa jadi imam dalam keluarga. Jadi tidak hanya bisa membimbing untuk kehidupan di dunia tapi juga untuk akhirat kelak. Tidak terlalu banyak aturan, seperti harus masak ketika suami ingin makan yang dia inginkan, harus menyiapkan ini, itu. Kayak memaksakan kehendak sendiri jadinya.”

(R4, W1, 193-217)

“Harapan sama tingkah laku suami gimana ya, dibilang sudah seperti yang diharapkan. Udah. Tapi masih ada beberapa perilaku suami yang membuat kakak kurang suka. Ya diharapkan jangan plin plan. Terus jangan egois. Intinya kakak pengin suami apa adanya aja, baik. Tegas

tapi gak egois.” (R4, W2, 252-268)

Penyesuaian dalam pernikahan menurut DS lebih mudah dilakukan karena DS menikah dengan pariban sehingga perbedaan-perbedaan antara DS dengan pasangan lebih mudah untuk melakukan penyesuaian diri karena faktor sudah mengenal dari kecil.

“Kakak rasa iya ya, kan udah kenal juga sama keluarga pasangan, dari

kecil udah tau lah. Makanya penyesuaian yang dilakukan lebih mudah tapi kakak rasa kalau nikah gak sama pariban jauh lebih susah penyesuaian yang dilakukan karena kan kenalnya cuma di saat udah menikah aja, gak terlalu kenal sama keluarga pasangan. Kalau kakak yang udah kenal dari dulu makanya dalam menyesuaikan diri jadi lebih mudah. Kalau nikah sama yang bukan pariban baru mungkin agak susah penyesuaian yang dilakukan karena kan gak pala kenal kali, taunya juga yang baik-baik aja kan. Setelah menikah baru tau aslinya gimana. Kalau nikah sama pariban lebih gampang lah. Tau aslinya gimana walaupun

lebih tau secara detail setelah menikahnya.” (R4, W2, 147-188)

b. Communication

Hubungan komunikasi antara DS dengan pasangan cukup lancar. Menurut DS, ia menjadi lebih pendiam saat membicarakan hal yang tidak disukai. Pasangan DS merupakan orang yang terbuka dalam berkomunikasi. Karena keterbukaan pasangan dalam berkomunikasi membuat DS sangat percaya dengan yang dikatakan pasangan.

“Oh iya kalau suami ya gitu kalau gak suka langsung diomongkan kebalikannya kakak kalau gak suka lebih banyak diem, lebih suka dipendam-pendam. Jarang mau bilang sama suami kalau kakak gak suka.”

(R4, W1, 235-246)

“InsyaAllah percaya, ya nomor satu itu dasarnya dalam rumah tangga kalau gak percaya cuma curiga aja gimana itu. Dalam sebuah pernikahan kalau gak ada rasa saling percaya bagaimana bisa jalan. Kan kita juga dah kenal keluarganya dari dulu, udah tau bagaimana keluarganya, Insyallah perilaku anaknya juga gak jauh-jauh dari sifat keluarganya. (R4, W1, 247-267)

Topik yang sering DS bahas saat bersama pasangan biasanya menyangkut hal anak-anak. Selain mengenai masalah yang berhubungan dengan anak-anak, DS dan pasangan juga membahas masalah dalam rumah tangga, DS juga selalu menjadi pendengar yang baik saat pasangan berbicara. Namun untuk hal-hal tertentu DS lebih memilih diam daripada berbohong pada pasangan.

“Apa ya paling masalah kerjaan gitu ya, masalah rumah. Masalah yang berhubungan dengan anak-anak. Namun kakak ada juga hal-hal tertentu yang kakak gak ceritakan sama suami. Biasanya kalau kek gitu kakak lebih milih diam daripada ngomong kakak kan gak mau cerita takutnya malah jadi bohong. Jadi lebih milih diam aja. Missal di temapt kerja ada masalah kakak gak akan cerita sama suami. Namnya juga kerja ya pasti ada aja masalah dan kelakuan teman-teman kerja yang aneh-aneh.” (R4, W1, 279-307)

“Iyaaa.. didengarkan. Ya biasa kalau suami bercerita kakak jadi pendengar yang baik. Dalam agama juga seorang istri harus patuh pada suamikan, jadi kalau suami omong harus di dengarkan.”

Perbedaan dalam nada berkomunikasi antara DS dengan pasangan bukanlah masalah bagi DS. Dilahirkan dan dibesarkan dari orangtua dengan adat Batak yang kental membuat DS terbiasa menghadapi orang-orang yang bicara dengan nada tinggi. Bahkan saat pasangan berbicara dengan nada tinggi itu merupakan hal yang biasa bagi DS bukan karena pasangan sedang marah tapi seperti itulah nada bicara khas Budaya Batak.

“Perbedaan dalam komunikasi pasti ada. Kalau untuk yang nada suara, biasanya abang lebih tinggi nada suaranya daripada kakak. Tapi ya kakak mandangnya bukan karena suami marah tapi ya memang begitulah lah adanya. Lagipula orang Batak kan biasa nada suaranya tinggi, malah aneh kedengarannya kalau orang Batak ngomongnya lembut.”

(R4, W2, 320-339)

Dalam hubungan pernikahan menurut DS komunikasi memainkan peran yang penting karena dengan komunikasi kehidupan dalam berumah tangga menjadi lancar dan rumah tangga akan terhindar dari masalah. Dengan komunikasi hubungan pernikahan menjadi lebih baik apalagi kalau komunikasi selalu dijaga dengan baik.

“Komunikasi tentu saja penting di dalam sebuah ikatan pernikahan.

Kalau tidak ada komunikasi bagaimana di dalam keluarga bisa bicara dengan baik. Kalau semua diam aja kan gak enak juga. Kakak tau sifat kakak gak banyak ngomong dek, tapi kakak juga susah untuk menjadi orang yang banyak cerita seperti suami. Makanya kakak dah mulai banyak bicara supaya komunikasi dalam rumah tangga kakak tetap terjalin dengan baik. Komunikasi memang penting dalam sebuah pernikahan, kalau pernikahan tanpa ada komunikasi bagaimana itu dalam rumah tangga gak pernah ngomong. Kan gak nyaman juga ya. Dalam satu rumah tapi komunikasi gak ada kan gak enak dek, sunyi aja. Kan dengan berkomunikasi kita bisa mengeluarkan apa yang ingin kita ucapkan. Dengan komunikasi juga akan tercapai kepuasan dalam rumah tangga apabila komunikasi terbuka antara suami-istri. Tinggal kakak lah

sekarang berlatih untuk mulai mau banyak cerita sama suami.” (R4, W2, 340-394)

c. Conflict resolution

DS mengaku jarang memiliki masalah dengan pasangan. Jika ada masalah akan segera diselesaikan bersama pasangan.

“Sebenarnya ada masalah coba diomongin. Walaupun kakak diem kalo lagi ada masalah apalagi kalau menyangkut masalah dengan suami, masalah tempat kerja biasanya kakak diem, tapi biasanya suami langsung ngerti dan nanya, kenapa? Ada masalah apa? Gak bisa bohong lah sama suami. Pasti dia langsung tahu.

(R4, W1, 332-350)

Jika terjadi perbedaan pendapat, DS biasanya lebih memilih untuk mengalah supaya masalah tidak semakin rumit dan biasanya penyelesaian masalah dalam rumah tangga DS mengalir begitu saja. Sehingga keputusan untuk mencari solusi tidak ditentukan oleh siapa-siapa. Namun pasangan akan mencoba mencari solusi agar masalah cepat selesai. DS mengaku jarang bicara saat diajak mendiskusikan masalah dalam rumah tangga.

“Yang suka mengalah saat ada masalah itu biasanya kakak lebih sering.

Apa lagi untuk sekarang. Kakak yang lebih banyak mengalah. Namanya kita seorang istri ya harus mengalah pada suami, bukankah kodrat seorang istri ada di bawah suami. Jadi harus lebih banyak mengalah dan sabar dek, begitulah kalau berumah tangga, pasti ada masalah. Nah harus ada yang menjadi air bukan menjadi api supaya masalah gak tambah

besar.”

(R4, W2, 395-418)

“Gimana ya, sekarang mengalir gitu aja. Siapa yang gak ngerasa senang

ya di bilangi lalu di ajak diskusi. Begitu sebaliknya abang juga kalau gak cocok ya di bilangin sama kakak. Jadi gak ada yang selalu mengambil keputusan saat ada masalah siapa. Saling mengerti aja. Tapi yang sering itu abang yang cari solusi, karena kakak kan diam aja orangnya. Di tanya

juga jawabnya ya sekedarnya aja.” (R4, W2, 419-440)

Cara penyelesaian masalah yang menimpa rumah tangga DS dengan pasangan bisa menjadi pemicu masalah selanjutnya. Hal ini dikarenakan cara

pasangan yang suka bercanda saat menyelesaikan masalah. Namun DS selalu memberikan dukungan kepada pasangan apabila pasangan sedang tertimpa masalah.

Cara penyelesaian konflik yang kakak harapkan itu udah terpenuhi ya, kalau ada masalah di omongin di diskusikan sampai didapat solusi terbaik. Tapi terkadang sifat suami yang suka bercanda membuat kakak gak suka. kakak lagi marah eh malah lagi mecahin masalah serius kok

malah bercanda.” (R4, W1, 351-368)

“Kalau suami punya masalah baik itu masalah di tempat ngajar. Biasanya

kakak coba bantu jadi pendengar keluh kesah suami. Selalu mendorong suami untuk melewati masalah yang sedang ia hadapi. Meyakinkan kalau

semua masalah pasti selesai.” (R4, W1, 369-384)

Cara penyelesaian masalah dalam rumah tangga DS membuat DS merasa senang karena selalu ada proses diskusi walaupun DS sering diam ketika pasangan bertanya mengenai solusi untuk masalah yang sedang dihadapi oleh DS dan pasangan.

“Dalam menyelesaikan masalah sampai sekarang kakak dan abang selalu

mendiskusikan hal tersebut terus abang lah yang nyari solusi apa yang akan dilakukan. Kakak biasanya terima aja dengan solusi yang abang buat, kakak jarang ngasih solusi makanya semua diserahkan sama

suami.”

(R4, W2, 441-457)

d. Financial management

Pengaturan keuangan dalam rumah tangga DS sepenuhnya dipegang dan diatur oleh DS. Dalam mengatur segala keperluan rumah tangga DS tetap meminta izin dan kesepakatan dengan pasangan. Pasangan meminta DS untuk mengatur keuangan karena pasangan merupakan orang yang royal.

“Keuangan kakak yang megang. Cuma untuk pengeluaran tetap di diskusikan sama suami. Kan duit keluarga, pengeluaran yang dipake juga untuk keluarga. Jadi masih harus ada ijin suami kalau untuk beli sesuatu yang agak mahal.”

(R4, W1, 404-417)

“Kalau untuk mengatur keuangan, suami yang memberikan ijin kepada

kakak untuk mengatur keuangan karena abang kan boros, makanya abang ngasih wewenang sama kakak untuk mengatur keuangan. Jadinya kakak

lah yang mengatur keuangan keluarga. “ (R4, W2, 458-472)

DS mengaku setelah ia mendapat wewenang dari suami untuk mengatur keuangan rumah tangga, ia menjadi lebih hati-hati dalam membelanjakan uang pengeluaran. DS juga selalu membuat anggaran rumah tangga secara rinci.

“Kalau mengatur keuangan, kakak yang diminta suami untuk mengatur keuangan, katanya biar belajar bertanggung jawab dimulai dari hal sederhana seperti ini mengatur keuangan. Makanya kakak yang ngatur keuangan, Cuma kalau suami butuh sesuatu tinggal bilang sama kakak. Sejak di mulainya kakak menjadi istri dan mendapat mandate untuk mengatur keuangan rumah kakak menjadi merasa punya tanggung jawab besar dan harus berhati-hati nih dalam membelanjakan uang

pengeluaran.” (R4, W1, 418-448)

“Iya hehehe… Kakak membuat perincian sampe beli yang paling murah

pun di tulis. Jadi kalau seperti itu kalau keuangan sudah terlihat menipis kakak akan bilang sama abang. Supaya pengeluaran agak dikurangi. Agak irit sedikit jangan terlalu banyak pengeluaran. Abang kan orangnya royal jadi kakak lah yang harus mengimbangi pengeluaran dalam

keluarga.”

(R4, W2, 496-515)

DS tidak pernah merasa keberatan dengan tugas yang diberikan pasangan dalam mengatur keuangan rumah tangga, justru DS merasa kalau urusan keuangan adalah urusan seorang istri.

“Gak dek, namanya seorang istri harus bisa mengelola keuangan rumah

tangga dengan baik. Kalau gak susah lah dalam rumah tangga. Bisa-bisa gaji suami seminggu dah habis kalau gak kita buat berapa Budget setiap bulan. Kakak berusaha membuat serinci mungkin, nanti kakak buat

daftarnya supaya gak lupa uangnya di pake kemana aja. Jadi kalau keuangan mulai menipis dan suami tanya kemana aja uangnya kakak kan

bisa kasih liat.” (R4, W2, 473-495)

e. Leisure activity

Aktivitas yang dilakukan DS biasanya lebih sering dihabiskan dengan keluarga daripada menghabiskan waktu sendiri. Lebih banyak dengan anak-anak. DS dan suami lebih sering menghabiskan waktu dengan menonton TV atau juga membawa anak-anak jalan-jalan di sore hari.

“Kalau aktivitas yang dilakukan biasanya dilakukan bersama-sama. Palingan sore-sore bawa anak-anak keliling-keliling. Nonton TV di rumah, biasanya suka nonton kartun anak-anak sama anak-anak sambil ngajarin anak mana perilaku yang bagus untuk ditiru mana yang seharusnya gak ditiru. “

(R4, W1, 505-522)

“Untuk pemilihan aktivitas sama ya, tergantung kadang ayahnya yang ngajak, kadang kakak yang ngajak. Biasanya kakak kalu udah suntuk di rumah ngajak suami jalan-jalan sambil nengok pantai..”

(R4, W1, 523-534)

Untuk aktivitas yang dihabiskan berdua dengan pasangan menurut DS jarang terjadi karena DS dan pasangan sama-sama tidak suka jalan-jalan apalagi untuk menghabiskan waktu berdua. Bahkan menurut DS sekarang pasangan lebih banyak menghabiskan waktu dengan rekan-rekannya.

“Sebenarnya kakak sama abang kan kurang suka jalan-jalan, jadi jarang melakukan aktivitas bersama. Palingan kakak di rumah aja. Ya di sinilah kakak ngabiskan waktu sama anak-anak ntah nonton, main-main sama anak. Apalagi sekarang abang kan dah mulai nyari-nyari kerja sampingan, jadi semakin sering di luar. Malah lebih sering ngumpul sama

kawannya daripada di rumah.” (R4, W2, 516-536)

Untuk hal tersebut DS sebenarnya merasa keberatan, namun DS mencoba memaklumi kondisi tersebut. Lagipula pasangan selalu terbuka dengan semua

aktivitas yang ia lakukan dengan teman-temannya. DS hanya selalu menekankan agar pasangan pulang sebelum Maghrib.

“Dibilang keberatan, ya keberatan ya. Namanya udah malam, suami

masih di luar sama kawan-kawannya. Memang sebelum Maghrib dah pulang dan katanya mau nyari kerjaan buat tambah-tambah keuangan. Kakak coba memaklumi aja lah dek. Kakak dirumah kan di didik supaya udah berada di rumah sebelum Maghrib tiba, jadi kalau suami belum

pulang kalau udah Maghrib kakak akan nelponin terus.” (R4, W2, 537-558)

f. Sexual relationship

Menurut DS hubungan seksual yang dialami dalam rumah tangga dengan pasangan berjalan lancar. Walaupun diawal pernikahan menurut DS masa penyesuaian yang paling susah. Seiring berjalannya waktu DS dan pasangan bisa menjadi lebih saling mengerti.

“Penyesuaian dalam hal seksual, gimana ya. Awalnya susah ya. Tapi lama-lama belajar dengan sendirinya. Dan Alhamdulillah sekarang lancar-lancar aja.”

(R4, W1, 535-543)

Pasangan merupakan orang yang terbuka dalam membicarakan mengenai seksual sebaliknya DS tidak terlalu terbuka pada hal-hal tertentu. Kertebukaan pasangan dalam membicarakan masalah seksual ditanggapi DS dengan baik, DS akan mendengarkan pasangan namun DS merasa tidak siap untuk membicarakan masalah seksual.

“Suami terbuka sekali dalam hal berhubungan seksual. Pokoknya suami itu selalu mengutarakan keinginan dia kalau lagi campur, pengin kek gini

pengin kek gitu. Tapi kakak gak terlalu terbuka.” (R4, W1, 550-561)

Gimana ya, kalau masalah itu kakak agak-agak tertutup tapi kakak berusaha membuat diri kakak merasa nyaman kalau suami lagi ngajak mendiskusikan masalah hubungan seksual. Ya, kakak mencoba mengerti

aja maunya suami apa, tapi kadang kakak lagi gak mau, kakak bilangkan kakak gak mau. Kalau udah gitu suami nanya tu kenapa gak mau. Menurut kakak yang penting saling mengerti aja. Kakak ngerasa bagus suami terbuka mengenai masalah seksual, tapi kakak yang gak siap buat

Dokumen terkait