• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Pernikahan

5. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan

Menurut Olson & McCubbin (1983) terdapat beberapa aspek dalam pernikahan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pernikahan, antara lain :

a. Personality issue

Aspek ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Melihat bagaimana persepsi indivdu terhadap perilaku dan sifat pasangan. Sifat contohnya lambat, pemarah, pemurung, pecemburu, dan posesif, juga melihat bagaimana ketergantungan, dan kecenderungan pasangan dalam mendominasi di dalam rumah tangga.

Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila individu bisa menyesuaikan diri dengan pasangan dan merasa puas dengan kepribadian pasangan. Sedangkan kepuasan pernikahan dikatakan tidak tercapai apabila individu kurang menerima atau kurang nyaman dengan kepribadian dan perilaku pasangan.

b. Communication

Aspek ini melihat bagaimana perasaan, keyakinan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Seberapa penting peran komunikasi di dalam hubungan pernikahan. Area ini berfokus pada rasa senang yang dialami pasangan suami istri dalam berkomunikasi dimana mereka saling berbagi dan rasa yakin terhadap pasangan, persepsi pasangan dalam menerima dan memberikan informasi, dan respon yang diberikan saat berkomunikasi dengan pasangan.

Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen dasar, yaitu: keterbukaan diantara pasangan (openness), kejujuran terhadap pasangan (honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to trust), sikap empati terhadap pasangan (empathy), dan kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening skill).

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila pasangan menyadari dan puas dengan tipe komunikasi yang ada di dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan dikatakan tidak tercapai apabila kurang puas dengan komunikasi di dalam pernikahan.

c. Conflict resolution

Aspek ini berfokus untuk menilai sikap individu, perasaan, keyakinan yang mengarah terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya di dalam sebuah hubungan pernikahan. Area ini juga berfokus pada keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi dan prosedur yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah

bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain. Dan pasangan puas dengan cara pemecahan masalah yang dilakukan.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila adanya sikap yang realistis mengenai konflik di dalam hubungan pernikahan, dan nyaman dengan cara pemecahan masalah yang dilakukan di dalam hubungan pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila adanya rasa tidak puas dengan cara pemecahan masalah dalam hubungan pernikahan.

d. Financial management

Aspek ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran, dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Aspek ini berfokus kepada apakah individu cenderung menjadi boros atau menabung, memperhatikan masalah kredit dan utang, membuat keputusan dalam membelanjakan keuangan rumah tangga, adanya rasa puas terhadap status ekonomi dalam hubungan pernikahan.

Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1980). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila adanya rasa puas terhadap pengaturan keuangan yang dilakukan oleh pasangan dan sikap yang realistis terhadap keuangan rumah tangga. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai

apabila menunjukkan adanya berbagai masalah karena pengaturan keuangan dalam hubungan rumah tangga.

e. Leisure activity

Aspek ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila menunjukkan adanya kecocokan, fleksibilitas, dan kesepakatan dalam menggunakan waktu bersama. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila menunjukkan adanya ketidakpuasan dalam menghabiskan waktu luang bersama pasangan di dalam hubungan pernikahan.

f. Sexual relationship

Aspek ini menilai perasaan individu dan konsen pada kasih sayang dan hubungan seksual. Merefleksikan kepuasan dalam mengekspresikan kasih sayang, rasa nyaman dalam membicarakan masalah seksual, sikap terhadap perilaku seksual, hubungan seksual, keputusan dalam pengendalian kelahiran, dan perasaan tentang kesetiaan terhadap pasangan.

Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak tercapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, dan dapat membaca

tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila mencerminkan kepuasan dalam mengekspresikan kasih sayang dan sikap positif tentang peran seksualitas dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan adanya ketidakpuasan dalam mengekspresikan kasih sayang dalam hubungan pernikahan dan perselisihan atas keputusan mengenai pengendalian kelahiran.

g. Children and Marriage

Aspek ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak, kesepakatan dalam jumlah anak. Fokusnya adalah seberapa besar pengaruh anak dalam hubungan rumah tangga, kepuasan terhadap peran dan tanggung jawab sebagai orangtua dalam membesarkan anak. Bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila ada kesepakatan mengenai jumlah anak yang diinginkan, persepsi mengenai pengaruh anak dalam hubungan pernikahan, dan kepuasan terhadap peran dan tanggungjawab orangtua. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila kurangnya kesepakatan mengenai keputusan untuk memiliki anak dan ukuran keluarga yang dimiliki,

konsep yang berlebihan terhadap pengaruh anak dalam hubungan pernikahan, dan rasa tidak nyaman mengenai peran dan tanggung jawab orangtua.

h. Religious orientation

Aspek ini menilai sikap individu, perasaan dan perhatian mengenai makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pernikahan. Jika seseorang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang perduli terhadap hal-hal keagamaan dan mau beribadah.

Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut.

Kepuasan pernikaha akan tercapai apabila mencerminkan pandangan yang lebih tradisional bahwa agama merupakan komponen yang sangat penting di dalam sebuah pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan interpretasi yang lebih individualitas dan kurangnya peran agama dalam pernikahan.

i. Family and Friends

Aspek ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Aspek ini juga merefleksikan harapan dan perasaan senang menghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika

ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock, 1980).

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila mencerminkan hubungan yang nyaman dengan keluarga dan teman. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila mencerminkan adanya ketidaknyamanan ketika bersama keluarga dan teman-teman, dan adanya potensi untuk munculnya konflik.

j. Egalitarian role

Aspek ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, peran rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

Kepuasan pernikahan akan tercapai apabila menunjukkan adanya peran yang beragam dalam pernikahan. Sedangkan kepuasan pernikahan tidak tercapai apabila menunjukkan kurangnya kepuasan, yang mengindikasikan adanya peran suami-istri secara tradisional dalam pernikahan dan tanggung jawab dalam rumah tangga.

B. Budaya Batak

Dokumen terkait