• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: ANALISA DAN INTERPRETASI

A. Pasangan 1

4. Analisa Data Wawancara Responden 1

TL dan pasangan sebenarnya sudah saling mengenal dan sering bertemu sejak kecil. Orangtua TL dan orangtua pasangan merupakan saudara kandung. Sehingga membuat TL sering bertemu dengan pasangan. Pernikahan pariban terjadi ketika pasangan memutuskan untuk tinggal dan membantu orangtua TL yang berjualan. Selama tinggal di rumah, TL mulai menyukai pasangan hingga memutuskan untuk melamar pasangan.

Menurut TL, terlalu lama pacaran banyak efek negatifnya. Akhirnya TL memutuskan untuk melamar pasangan menjadi istrinya. Menikah merupakan menjalin hubungan antara dua jenis kelamin yang berbeda dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

“Melalui pacaran gak sengaja.. hehehe.. (tertawa). Iya, jadi dulu kakak ni kan datang ke sini buat bantu-bantu bouk nya eh lama-lama ditengok abang malah suka sama pariban abang yang satu ni, mungkin karena sering jumpa ya. Kita kan tinggal serumah. Karena takut lama-lama kan pacaran serumah, takut buat fitnah jadi abang memutuskan untuk melamar kakak.”

(R1, W1, 36-55)

“Pernikahan itu menyatukan dua orang yaitu laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan. Selain itu pernikahan juga untuk mencapai keluarga yang Sakinah Mawaddah wa Rahmah.”

(R1, W1, 1-12)

Pernikahan dengan Pariban merupakan tradisi dalam keluarga TL dan istilah menikah dengan pariban sudah akrab di telinga TL. Dekatnya hubungan kekeluargaan antara TL dan pasangan, membuat TL memiliki suatu keyakinan bahwa pasangan akan menjadi istri yang baik dan dapat mengatur kehidupan rumah tangga. Sehingga TL dan pasangan memilih pariban sebagai pasangan hidup.

“Pernikahan pariban itu ya nikah sama anak mama (paman). Jadi pernikahan pariban itu terjadi ketika dua orangtua kita, misal pernikahan anak umak abang dengan anak abangnya atau adeknya yang laki-laki. Nah abang dan adek laki-laki dari umak abang itu punya anak perempuan, jadi anak perempuan tulang abang itulah paribannya abang. Pariban ini pariban kandung, istri abang merupakan anak dari paman abang.

(R1, W1, 13-35)

“Apa ya, mungkin karena keluarga juga, dan karena selama proses pacaran abang tengok ooh bagus juga anaknya, rajin. Rajn Shalat lagi. Makanya yakin untuk menjadikan pariban sebagai calon istri dan telah menjadi istri sekarang. Abang kan malas shalat dek nah si istri itu rajin sumbayangnya, jadi kan imbang, ada juga lah yang buat abang mau shalat walaupun kadang-kadang bertengkar juga kalau istri dah nyuruh shalat. Tapi abang bersyukur lah dapat istri yang rajin shalat. Lagipula kan abang juga kenal keluarga istri gimana, makanya tambah yakin.” (R1, W4, 1-3)

II. Kepuasan pernikahan a. Personality issue

TL dan pasangan memiliki kepribadian yang berbeda, TL merupakan pribadi yang cenderung pendiam, sedangkan pasangan merupakan pribadi yang periang. Perbedaan kepribadian antara TL dan pasangan pada awal pernikahan menjadi tahap awal penyesuaian dalam rumah tangga TL.

“Kalau penyesuaian sama istri itu awal-awal menikah agak susah, ya paling penyesuaian sama perilaku aja dulu. Walaupun udah kenal sama istri dari sebelum menikah tapi tetap aja harus menyesuaikan sama sifat istri.”

(R1, W1, 56-67)

Menurut TL, setelah menikah pasangan menjadi lebih cerewet, hal ini sering membuat TL kesal dan merasa tidak nyaman.

“Penyesuaian yang sudah dilakukan sama istri itu, paling ya sama sifat ceria dia, semua dibawa senang-senang aja, terus merepet dia tu tuh yang dalam kondisi abang yang agak suntuk kadang-kadang buat abang gak

tahan.”

(R1, W1, 68-79)

“Istri itu lebih bek-bek dalam bahasa mandailingnya tapi dalam bahasa kita cerewet, wuuuh cerewet kali dia sekarang. Beda lah dari sebelum menikah. Dulu gak sampe separah ini..”

(R1, W1, 80-90)

“Sebetulnya dibilang kesal iya, keberatan ya keberatan lah gak nyaman lah lebih tepatnya. siapa yang nyaman juga dek kalau abang nanti pulang kerja capek-capek eh istri bukannya nyambut dengan baik malah merepet merepet. Yang ada tambah pusing. Pokoknya keberatan kali lah sama sifat seperti itu, tapi ya itu ya kan kalau orang mandailing ni kalau gak bek-bek

bukan mandailing namanya. Hehehe.” (R1, W4, 140-169)

TL berharap pasangan menjadi lebih patuh, tidak cerewet dan lebih pengertian saat TL pulang bekerja. Sehingga TL bisa merasa nyaman ketika berada di rumah.

“Penginnya istri ltu nurut apa kata saya, nurut kata suami, patuh ama

suami”

(R1, W1, 99-108)

“Belum terpenuhi, istri abang masih cerewet, masih bek-bek. Penginnya istri gak bek-bek sekali. Yang biasa aja yang bisa membuat suami nyaman ada di rumah. Janganlah bek-bek biar suami nyaman ada di rumah, gak tambah capek kalau pulang. Senyum lah kalau suami pulang kerja. Jangan di sambut dengan bek-bek.”

(R1, W4, 217-233)

Menurut TL, perilaku pasangan yang lebih berani dalam mengungkapkan perasaan disebabkan oleh faktor pariban. Karena sudah saling mengenal sejak

kecil membuat TL dan pasangan lebih terbuka dalam mengungkapkan apa yang dirasakan.

“Mungkin ya dek, jadi lebih berani kalau istri yang di nikahi merupakan

pariban kita. Karena faktor saudara makanya kalau ngomong gak ada lagi istilah di tahan-tahan. Mau dia bek-bek di depan suami, biasa-biasa aja gak ada segannya gitu. Karena yang abang tengok dari abangnya abang kan gak nikah sama pariban nah istrinya tu masih ada rasa segan sama suami. Nah istri abang ni gak ada lagi segannya.”

(R1, W4, 322-343)

Menurut TL, penyesuaian pernikahan lebih mudah dilakukan karena TL menikah dengan pariban. Hal ini disebabkan TL sudah mengenal pasangan.

Dibilang mudah gak juga ya, namanya kita menyatu dengan orang yang berbeda. Walaupun saudara dan sudah kenal dari kecil, tetap harus menyesuaikan diri. Berkumpul dan tinggal bersama berbeda dengan setelah menikah. semua harus di sesuaikan. Untuk beberapa kebiasaan dan pola mungkin bisa di maklumi tapi tidak semua sifat asli bisa di mengerti dengan cepat, butuh waktu untuk memahami semua itu. Ya penyesuaian lebih gampang lah abang rasa daripada abang menikah dengan orang lain yang bukan pariban. Karena kan akan lebih banyak penyesuaian lagi. Intinya lebih gampang menyesuaikan diri dengan nikah sama pariban daripada nikah gak sama pariban. kayak abangnya bang gitu, kan dia gak menikah sama pariban. Awalnya memang baik tapi lama-lama semakin banyak perbedaan dan harus melakukan penyesuaian. Kalau pariban kita kan dah kenal memang.

(R1, W4, 252-303)

b. Communication

Komunikasi yang terjadi antara TL dan pasangan tergolong lancar, karena keterbukaan selalu dijaga. Walaupun TL orang yang sedikit pendiam, namun hal itu tidak membuat komunikasi dalam rumah tangga menjadi memburuk. Sifat pasangan yang selalu terbuka membuat jalinan komunikasi bisa dijaga.

“Iya… Kalau untuk komunikasi saya dan istri cukup terbuka ya, apalagi

istri saya kan cerewet tuh, jadi ya terbuka aja kalau ngomong.” (R1, W1, 109-115)

(R1, W1, 116-120)

“Percaya lah, kalau gak percaya bisa bertengkar setiap hari. Malu sama orangtua kalau bertengkar.”

(R1, W1, 121-126)

Walaupun komunikasi tergolong lancar dan saling terbuka tetapi sifat pasangan yang cerewet sering membuat TL kesal. Menurut TL saat dirinya merasa kesal maka ia akan berbicara dengan nada yang tinggi kepada pasangan.

Walaupun istri saya cerewet saya tetap berusaha untuk mendengarkan kalau beliau sedang bicara. Karena kalau gak di dengarkan bisa tambah

merepet nanti.”

(R1, W1, 127-135)

“Kadang gak senang juga, abang masih cerita di D eh si kakak dah nyahut sampe K. kadang abang ingin kakak ni jangan terlalu bek-bek kali. Gak enak juga kalau ngomong eh si kakak udah merepet ntah kemana-mana. Kadang abang mau cerita jadi malas. Makanya kadang diam aja.

Pening lah dek kalau kakak dah merepet.” (R1, W4, 303-321)

“Kalau nada suara, biasanya kalau abang pulang kerja kan capek tu, eh disambut sama bek-bek istri, pasti abang langsung naik darah, tebentak abang pun dek kadang-kadang. Bahkan umak abang pun bisa kena bentak kalau abang lagi emosi. Tapi kalau abang lagi gak emosi nada suara abang gak tinggi, biasa aja. Kalau suara meninggi itu biasanya karena

marah.”

(R1, W4, 344-365)

Topik-topik yang sering TL bicarakan dengan pasangan biasanya mengenai anak-anak dan rumah tangga.

“Biasanya kalau lagi berdua sama istri, kami lebih sering membahas nisa ya, anak kami paling kecil, juga kakaknya yang mulai main ke jalan, kadang-kadang buat istri dan ibu saya cemas. Pokoknya pantang tebuka pintu langsung buuur keluar. Kadang-kadang membahas masalah keuangan juga.”

(R1, W1, 136-152)

Menurut TL, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam rumah tangga, karena dengan adanya komunikasi maka semua masalah akan mudah diselesaikan.

“Menurut saya komunikasi itu penting dalam rumah tangga tanpa ada komunikasi antara abang dan kakak, abang gak akan pernah tau maunya kakak apa, terus dengan adanya komunikasi di dalam rumah tangga abang lebih bisa mengerti kakak. Lagipula ya dek dengan adanya komunikasi keharmonisan rumah tangga abang bisa abang jaga, misalnya terbuka. Gak pun terbuka kan si kakak udah terlalu terbuka kali kalau ngomong. Yang gak penting pun suka di bilang, sampai abang kadang

kewalahan kalau ngomong sama kakak.” (R1, W4, 364-392)

c. Conflict resolution

TL mengaku jarang mengalami konflik dengan pasangan, Selain itu jika ada masalah langsung didiskusikan dengan pasangan karena malu kalau orangtua mengetahui ada masalah antara dirinya dengan pasangan.

“Masalah, pasti ada ya, namanya dalam berumah tangga, masalah gak

mungkin gak ada tapi intinya pande-pande kita lah bagaimana menyiasati supaya masalah tidak bertambah parah. Lagipula kan malu ketahuan sama orangtua kalau abang dan kakak punya masalah.”

(R1, W1, 164-174)

Jika terjadi perbedaan pendapat, TL biasanya akan menenangkan diri sambil mencari solusi terlebih dahulu dan biasanya pasangan akan mengalah agar masalah tidak menjadi semakin rumit. Menurut TL sikap yang tidak ada mengalah, masalah tidak akan pernah selesai.

“Kalau ada masalah dan untuk mengalah biasanya istri yang suka mengalah. Karena abang kalau udah ada masalah dan lagi pening abang pigi keluar menenangkan diri dulu. Istri lah yang biasanya ngalah biar masalah gak tambah runyam ya kan. Sempat istri abang ni gak pengalah dek huih bisa berantem lah setiap hari. Kalau batu dilaga sama batu kan bisa pecah. Harus batu dan air kan biar ada satu yang membuat tenang.” (R1, W4, 393-415).

“Kalau untuk itu biasanya abang yang cari solusi, kalau pikiran abang

udah tenang, udah gak pening lagi baru deh abang pikirkan gimana ni jalan keluar dari masalah ini. Abang tengok si kakak juga udah bisa di

ajak ngomong, barulah di ajak diskusi.” (R1, W4, 416-429)

Saat memiliki masalah TL dan pasangan cukup terbuka. Misalnya TL sedang mengalami masalah pekerjaan, TL akan membicarakan dengan pasangan dan pasangan akan membantu dan merespon dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi TL. Begitu juga dalam kondisi sebaliknya TL selalu mendukung apabila pasangan yang mengalami masalah.

“Iya, abang selalu cerita masalah dari yang kecil sampai yang besar. Yang lebih sering abang ceritakan itu masalah di luar, kek masalah di pekerjaan. Bukan masalah rumah tangga. Jadi abang selalu curhat sama istri kalau ada masalah, malah masalah bawa truk sering abang bilangin ama istri, biasa lah kalau bawa Truk ni yang jadi masalah sering di tilang polisi, pasti saya cerita sama istri. Ya taulah kalau bawa truk ni suka di mintai uang ama itu petugas-petugas. Istri sangat mendukung sekali kalau saya ada masalah, selalu ngasih masukan yang kadang-kadang saya befikir juga, ini istri saya yang bek-bek kok bisa ya ngomong kayak gini..” (R1, W2, 1-35)

“Iya, biasanya istri tu masalahnya sama anak-anak yang mulai bandel, atau juga rindu sama keluarganya di Sosa.jadi saya menberi saran, supaya lebih sabar namanya anak-anak masih kecil wajar mulai nakal, terus kalau masalah rindu pada keluarga, saya coba ngasih nasehat aja kalau ada duit dan waktu kita pulang nengok namboru.”

(R1, W2, 46-63)

TL mengaku cukup puas dengan cara pemecahan masalah yang ia hadapi bersama pasangan. Karena adanya pola yang saling melengkapi saat masalah terjadi.

“Gimana ya dek, lumayan puas lah abang dek. Karena menurut abang ada keseimbangan dalam rumah tangga abang kalau lagi ada masalah, istri abang yang ngalah terus abang berusaha untuk nyari pemecahan

masalah agar masalah cepat selesai. Puas lah itu abang rasa dek.” (R1, W4, 430- 449)

d. Financial management

Walaupun TL tinggal bersama dengan kedua orangtuanya. Kehidupan rumah tangga TL sepenuhnya ditopang oleh TL dan untuk urusan keuangan biasanya diatur oleh pasangan.

“Masalah keuangan itu abang serahkan sama istri, jadi terserah istri aja mau beli apa, itu istri lah yang ngatur, yang penting bagi saya, saya udah ngasih uang bulanan setiap bulannya, bahkan kalau ada pemasukan lebih juga saya kasih sama istri. Kalau saya yang pegang nanti bisa susah, saya jarang di rumah, kalau istri perlu uang nah saya lagi kerja kan susah.” (R1, W2, 69-88)

Pengaturan keuangan sepenuhnya dipegang oleh istri. Karena sang ibu yang meminta agar pasangan yang mengatur keuangan di dalam rumah tangga, sebab TL sudah beristri dan harus memberikan kewajiban kepada istri untuk mengelola rumah tangga. Akhirnya TL memberikan wewenang sepenuhnya kepada istri untuk mengatur keuangan.

“Gimana ya, awalnya sih bukan kemauan abang, tapi umak abang bilang, kan kau dah punya istri biarkan istrimu yang ngatur keuangan, kau cari kerja aja. Ya udahlah abang pikir cocok juga kan dah punya istri. Mana mungkin uang yang abang kasih sama istri di macam-macamin kek beli emas gitu, pasti untuk keperluan anak-anak juga. Lagipula istri pun sebetulnya gak percaya kalau abang yang megang uang. Katanya supir ni boros kalau udah pegang uang gak ingat diri gak ingat pulang. Jadilah istri yang megang uang dan mengatur segala keuangan, sampe abang pun

bejatah ni dek kalau urusan uang.” (R1, W4, 467-499)

Untuk pengaturan keuangan dalam rumah tangga menurut TL istri termasuk orang yang hemat, jarang mengeluhkan jumlah uang belanja yang TL berikan. Pasangan juga sangat terbuka terhadap jumlah dan rincian pengeluaran dalam rumah tangga.

“Iya percaya. Istri saya selalu bilang kemana uang pengeluaran piginya, jadi saya percaya aja lah toh ada buktinya, kan istri selalu bilang. Jadi ya percaya lah”

(R1, W2, 89-97)

“Pokoknya terbuka lah, apa aja yang dibeli selalu bilang sama saya.” (R1, W2, 98-105)

Pengaturan keuangan yang dipegang oleh istri tidak membuat TL merasa keberatan. Karena kesibukan TL sebagai supir membuat TL tidak memungkinkan untuk mengatur keuangan.

“Gak keberatan sama sekali ya, karena kalau abang yang ngatur uang susah juga nanti. Abang bukannya sering di rumah lebih banyak di jalan. Besar-besar di jalan gitu. Udah bagus kali lah itu istri yang ngatur keuangan, biar dia belajar juga menjalankan kewajibannya sebagai istri. Si kakak lah dek yang ngatur semuanya. Pokoknya abang serahkan lah sama istri. Walaupun abang dapat uang bejatah gak apa-apa lah daripada anak-anak gak makan gara-gara abang yang pegang uang.” (R1, W4, 500-526)

Menurut TL, kondisi keuangan tidak pernah menjadi masalah dalam rumah tangga sebab pasangan mengerti dan tidak memaksakan keinginan untuk memiliki sesuatu yang tidak sanggup diberikan oleh TL seperti meminta barang-barang mewah yang tidak bisa TL belikan.

“Gak pernah ada dek keinginan si kakak yang aneh-aneh. Biasa aja kalau istri abang ni, gak pernah lah minta sesuatu yang gak bisa abang penuhi. Dia ngerti kondisi abang lah dek, gak pernah maksa minta yang

gak sanggup abang beli.” (R1, W4, 553-565)

“Gak pernah ada masalah dalam hal keuangan kalo di rumah tangga abang. Karena abang selalu memberikan sama istri uang tiap abang punya uang. Jadi istri lah itu yang ngaturdek. Gak pernah pula abang

dengar istri ngeluh uang habis.” (R1, W4, 566-579)

TL merasa sangat puas dengan pengaturan keuangan yang dibuat oleh pasangan karena pasangan selalu mengutamakan keterbukaan dalam mengelola keuangan rumah tangga.

“Oohhh.. puas sekali dek. Karena kan ada keterbukaan, kemana aja uang belanja habis selalu dibilang sama abang. Jadi abang ngerasa cocok kali lah sama aturan istri. Gak tau lah abang entah ada yang gak beres. Tapi yang abang tengok selalu beres-beres aja. Palingan abang yang biasanya suka ngamuk-ngamuk sendiri kalau lagi gak ada uang. Pening lah kepala abang mikiran ngasih makan apa anak istri. Kalau udah gitu itulah abang bentak-bentak lah istri kalau lagi ngomong.”

(R1, W4, 527-552)

e. Leisure activity

Menurut TL, pekerjaan yang ia jalani membuat TL dan keluarga menjadi jarang bertemu serta berkumpul bersama pasangan dan anak-anaknya.

“Ya jarang bertemu, kerjaan abang kan supir jadi jarang pulang. Jarang lah ya, abang kan lebih banyak waktu untuk kerja daripada kumpul

dengan keluarga.“ (R1, W2, 106-119)

Ketika ada waktu luang biasanya dihabiskan TL dengan mengajak pasangan dan anak untuk jalan-jalan walaupun hanya jalan-jalan sore atau juga bercanda-canda di halaman rumah.

“Biasanya kalau sedang tidak kerja saya tuh ngumpul sama istri dan anak

di teras sambil ngobrol-ngobrol, kadang-kadang saya ajak jalan-jalan

juga.”

(R1, W2, 120-127)

“Untuk kegiatan biasanya saya yang tentukan ya, walapun cuma kegiatan kecil-kecilan ya sekadar jalan-jalan sore sama anak dan istri.”

(R1, W2, 128-134)

Menurut TL, ia jarang memberikan kesempatan kepada pasangan untuk menentukan pilihan aktivitas yang dilakukan. Hal ini disebabkan waktu yang ditentukan pasangan tidak pernah sesuai dengan waktu yang dimiliki oleh TL.

“Pernah dek. Tapi biasanya gak abang kabulin permintaan istri soalnya gak pernah sesuai sama waktu yang abang miliki. Tau lah yang menyupir ni dek jarang-jarang ada waktu untuk istirahat, sekali pulang di situlah istirahat. Nah kadang si kakak di situ pula ngajak jalan-jalan, ya „gak bisa‟ abang bilang. Makanya kalau mau pigi jadi abang yang nentuin

karena abang yang bisa mastikan waktu abang ada atau gak. Bisa pigi jalan-jalan atau gak.”

(R1, W4, 580-604)

Pasangan terkadang marah apabila TL tidak memenuhi keinginan pasangan untuk melakukan aktivitas bersama. Tapi TL selalu mencoba memberikan pengertian kepada pasangan mengenai waktu yang ia miliki.

“Mungkin keberatan dek. Karena kalau udah ditolak atau gak dikabulin ajakannya suka buncut (merajuk). Kalau dah gitu marah lah itu. Tapi mau gimana lagi. Ya gini lah aku, inilah waktuku, gitu aja abang bilang. Kalau mau jalan-jalan di waktu yang telah abang buat, OK. tapi kalau gak mau ikut ya biar abang aja lah sama anak-anak.”

(R1, W4, 605-622)

f. Sexual relationship

Hubungan seksual dalam rumah tangga TL lancar, walaupun pasangan kurang terbuka saat membicarakan masalah hubungan seksual.

“gak, emang kurang terbuka. Gak mau bilang maunya apa. Pasangan kurang terbuka kalau masalah hubungan seksual.”

(R1, W3, 12-18)

Sikap pasangan yang kurang terbuka mengenai komunikasi dalam masalah hubungan seksual membuat TL merasa kurang puas. TL berharap pasangan lebih terbuka dalam membicarakan masalah seksual, supaya TL mengetahui apa yang pasangan inginkan.

“Masalah keterbukaan tentang itu menurut abang sangat tidak puas. Abang pinginnya istri terbuka sama apa yang dia mau, jadi abang bisa ngerti juga. Ni gak pernah mau ngomong kalau udah masalah itu. Bek-bek nya hilang seperti ditelan bumi. Kalau udah gak mau jangan ditanya lagi

(R1, W4, 652-668)

Dalam melakukan hubungan seksual dengan pasangan menurut TL tergantung pada kesepakatan antara TL dengan pasangan. Kalau pasangan sedang tidak ingin melakukan hubungan seksual sedangkan TL merasakan itu suatu kebutuhan maka TL akan sedikit memaksa pasangan, sedangkan disaat pasangan dalam kondisi yang tidak fit TL tidak akan memaksa. Masalah perselingkuhan tidak pernah terjadi dalam rumah tangga TL dengan pasangan.

“Selingkuh, gak pernah dan mudah-mudahan jangan pernah terjadi.” (R1, W2, 128-132)

“Gak juga hahaha. Abang kadang-kadang marah kalau istri gak mau, kan abang jarang pulang dek, masa‟ disaat abang pulang, Pengin berduaan sama istri, istri malah nolak. Marahlah abang, abang bilang kalau gini bagus gak usah pulang. Kalau udah digitukan istri nurut juga. Tapi terkadang kalau abang lagi pengin terus ngelihat istri capek kali, dengan terpaksa lah dek nurut aja kalau istri gak mau. Walaupun dalam hati kesal

juga.”

Dokumen terkait