• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI PSO TINGKAT LANJUT UNTUK PENCARIAN SATU SUMBER

4.7 Evaluasi Performa dari Algoritma Modifikasi dan Kombi- Kombi-nasinyaKombi-nasinya

4.7.4 Analisa dan Hasil

Hasil eksperimen dengan melaksanakan skenario pengujian yang telah dijelaskan dapat dilihat di bawah ini. Laporan pengujian yang dijelaskan berikutnya menggunakan tata layout yang disederhanakan untuk analisa sehingga tidak mengikuti tata layout sesuai skenario pengujian. Laporan analisa terbagi dalam dua kategori: laporan analisa ter-hadap eksperimen 1 & 2, analisa terter-hadap eksperimen 3.

4.7.4.1 Hasil Analisa Eksperimen I & II Pengamatan Visual

Pengamatan visual untuk mengetahui apakah robot dapat menemukan sumber asap pertama kali dilakukan dengan menggunakan model distribusi gaussian, baru kemudian pengamatan kembali dilakukan terhadap model distribusi adveksi-difusi. Pengamatan terhadap model gaussian memberikan hasil seperti gambar 4.31.

Berdasarkan pengamatan yang mensimulasikan lingkungan dinamis dengan ske-nario pengujian yang telah ditetapkan. Metode PSO standar tidak dapat menemukan sumber asap ketika arah angin mempengaruhi pergerakan asap sehingga membuat robot terperangkap di lokal maksimum(gambar 4.31.a).

Pada metode DR PSO(gambar 4.31.b), fungsi pendeteksi perubahan(change) diper-gunakan untuk memonitor informasi global terbaik (global best) pg. Jika pg tidak berubah selama 20 iterasi, terdapat kemungkinan titik global terbaik terdapat pada lokasi lain dan variabel pg diset ke 0. Sehingga robot kembali melakukan pencarian dengan menyebar sebanyak 10 langkah untuk menghindari lokal maksimum.

Pada metode PSO bermuatan(charge PSO, gambar 4.31.c), robot tidak hanya dapat menemukan solusi namun dapat menemukan solusi terbaik dengan waktu pencarian yang lebih cepat.

Hasil pengamatan pencarian sumber asap dengan model adveksi-difusi dapat dili-hat pada gambar 4.32. Namun pada kasus ini, selain menggunakan skenario uji yang telah dijelaskan terdapat parameter konfigurasi tambahan yaitu bentuk asap. Pengujian dilakukan dengan tingkat variasi bentuk asap rendah kemudian diuji kembali dengan tingkat variasi bentuk asap besar. Mengingat pengujian dengan tingkat variasi bentuk asap besar dapat mencerminkan juga hasil pengamatan dengan pengujian yang menggu-nakan tingkat variasi bentuk asap kecil, maka hanya hasil pengamatan terhadap tingkat variasi bentuk asap besar yang dilaporkan pada gambar 4.32.

Gambar 4.32: Visualisasi pencarian model adveksi-difusi

Berdasarkan pengamatan pada gambar 4.32 pola pencarian robot memiliki karak-teristik yang sama dengan yang disajikan pada gambar 4.31 dimana sumber asap tidak dapat ditemukan dengan algoritma PSO standar, dan robot dapat menemukan sumber asap pada algoritma DR PSO dan PSO bermuatan.

Analisa Plot Data

Perbandingan rata-rata iterasi/waktu yang dilakukan terhadap algoritma PSO yang diperbandingkan dapat direpresentasikan pada gambar 4.33. Metode PSO standar tidak

dapat menemukan solusi optimal hingga iterasi terakhir. Metode DR PSO dapat me-nemukan solusi optimum, namun sifat dari algoritma ini yang harus menunggu hingga batas kritis mengakibatkan kelemahan. Swarm robot dengan metode PSO bermuatan dapat menemukan solusi optimum tanpa perlu melakukan adaptasi pada lingkungan dinamis.

Gambar 4.33: Rata-rata waktu pencarian titik optimum diulang 25 kali(gaussian)

Gambar 4.34: Rata-rata waktu pencarian titik optimum diulang 25 kali(adveksi-difusi)

Pengujian dengan model asap adveksi-difusi secara umum tetap memberikan ke-simpulan yang konsisten dengan pengujian dengan model asap gaussian, namun relatif membutuhkan waktu pencarian yang lebih lama akibat pengaruh bentuk dan distribusi asap yang bervariatif seperti dapat dilihat pada gambar 4.34.

Dari hasil pengamatan untuk mengukur performa, metode PSO bermuatan lebih unggul, untuk mengetahui lebih jelas keunggulan dari metode ini selanjutnya dilakukan analisa rata-rata waktu pencarian dimana gangguan noise dimasukkan sebagai

parame-ter khusus untuk PSO bermuatan. Pada gambar 4.35, variabel error dilambangkan de-ngan τ yang merupakan threshold sensitifitas sensor dalam mencium asap. Peningkatan nilai dari noise akan menurunkan performa pencarian robot.

Gambar 4.35: Rata-rata waktu pencarian PSO bermuatan dengan gangguan noise diulang 25 kali(gaussian)

Tabel 4.5: Rata-rata waktu pencarian PSO bermuatan, diulang 25 kali(gaussian)

Ambang Kesalahan Sensor (ppm) 0 0.2 1

Kesalahan Posisi (cm)

0 246 ± 100 344 ± 98 574 ± 148

50 320 ± 73 353 ± 88 578 ± 82

100 ∞ ∞ ∞

Agar hasil pengukuran lebih representatif, selain mempertimbangkan nilai perlu memasukkan parameter posisi error. Tabel 4.5,4.6 menunjukkan pengaruh variabel t ,

xerror, yerror terhadap waktu pencarian, masing-masing untuk model gaussian dan model

adveksi-difusi. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan metode PSO bermuatan mem-berikan performa yang cukup memuaskan. Meskipun ketika posisi error bernilai besar, semua robot gagal menemukan sumber asap, dilambangkan dengan infinity.

Gambar 4.36: Rata-rata waktu pencarian PSO bermuatan dengan penambahan jumlah robot, diulang 25 kali(gaussian)

Tabel 4.6: Rata-rata waktu pencarian PSO bermuatan, diulang 25 kali(adveksi-difusi)

Ambang Kesalahan Sensor (ppm) 0 0.2 1

Kesalahan Posisi (cm)

0 500 ± 208 550 ± 161 550 ± 167

50 816 ± 196 941 ± 94 ∞

100 ∞ ∞ ∞

Untuk mengetahui skalabilitas dari algoritma PSO bermuatan, eksperimen kembali dilakukan dengan menambahkan jumlat robot pencari. Hasil dari eksperimen dapat dilihat pada gambar 4.36 yang menyimpulkan penambahan jumlah robot membantu mempercepat pencarian sumber asap.

Matriks Performa Indeks

Pada langkah sebelumnya jumlah robot, variabel error merupakan faktor yang pen-ting dalam mempengaruhi performa pencarian. Agar analisa dapat dilakukan lebih men-dalam lagi, plotting akan dilakukan terhadap matriks performa indeks yang mencer-minkan pengaruh parameter utama. Matriks ini diplot dengan paramameter jumlah robot: 6, 10, 14, 18, dan 22. Menggunakan konvergensi asap sebesar 200 ppm, dan maksimal iterasi sejumlah 3600. Sementara parameter yang mempengaruhi filamen asap mengambil parameter standar yang diusulkan pada 3.12. Hasil plot matriks per-forma indeks dapat dilihat pada gambar 4.37 yang memberikan hasil PSO bermuatan lebih efektif dari DR PSO pada lingkungan dinamis.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 4.38: Komparasi performa sesuai per jumlah robot, 25 kali pengujian, Bar error menunjukkan standar deviasi, sekecil-kecil nilai menunjukkan performa yang lebih baik.

Pengukuran dengan metode statistik juga merupakan suatu langkah penting untuk mendapatkan bukti empiris yang representatif. Pengukuran dengan metode statistik dilakukan dengan menghitung rata-rata waktu iterasi yang dihitung berdasarkan confi-dence interval(CI). CI didefinisikan dengan:

CI = ¯t± σ (4.23) σ = s 1 n− 1Σ n i=1(ti− ¯t)2 (4.24)

menggunakan CI tersaji pada gambar 4.38.

Kesimpulan dari hasil analisa juga menunjukkan selain meningkatkan performa pencarian, penambahan robot juga membuat pencarian lebih stabil terutama pada metode PSO bermuatan. Hasil yang lebih stabil terkait dengan domain masalah yaitu luas area yang bervariasi dan juga nilai standar deviasi. Dari analisa juga menyimpulkan bahwa penggunaan 10 robot atau lebih dapat memberikan hasil yang relatif memuaskan.

4.7.4.2 Eksperimen yang melibatkan utilisasi angin

Gambar 4.39: Visualisasi penghalang pada lingkungan

Analisa untuk melihat keunggulan PSO bermuatan yang telah memperhitungkan utili-sasi angin(WU) dilakukan dengan menggunakan metode statistik untuk mendapatkan bukti empiris mengenai kemampuan sesungguhnya dari kombinasi metode PSO bermu-atan dan WU varian dengan percobaan dilaksanakan berulang kali, selanjutnya kom-binasi algoritma PSO bermuatan dengan varian WU disebut dengan WU I-45, WU I-90, atau WU II. Efisiensi dari algoritma varian WU dapat direpresentasikan dengan

total iterasi yang dibutuhkan sampai mencapai sumber asap. Performa indeks ini di-hitung berdasarkan dan confidence analysis(CA) yang sebelumnya didi-hitung menggu-nakan rata-rata statistik(standar deviasi). Seperti yang telah ditulis pada skenario peng-ujian 3, eksperimen ini hanya berfokus untuk melihat keunggulan algoritma kombinasi PSO bermuatan dan utilisasi angin(WU) dengan algoritma PSO bermuatan. Selanjut-nya WU terbagi kembali menjadi dua jenis WU dengan area terlarang(WU I) dan WU yang menggunakan parameter(WU II). Tampilan visual dari simulator dengan objek penghalang tampak seperti pada gambar berikut.

Gambar 4.40: Visualisasi robot beserta penghalang dengan model asap adveksi-difusi

Matriks Performa Indeks

Gambar 4.41: Rata-rata waktu konvergensi PSO bermuatan dan WU I-45 dengan lingkungan berpeng-halang diplot dengan matriks performa indeks.

Plot matriks performa indeks diambil dari data rata-rata percobaan yang dilakukan sebanyak 25 kali dengan parameter Nobstacles dan Nrobot yang telah dijelaskan pada

skenario eksperimen 3. Matriks performa indeks untuk mengukur performa robot berdasarkan kecepatan dalam menemukan sumber asap antara algoritma PSO bermu-atan dan WU I dengan |θterlarang| ≥ 45oselanjutnya disebut WU I-45.

Gambar 4.42: Rata-rata waktu konvergensi PSO bermuatan dan WU I-90 dengan lingkungan berpeng-halang diplot dengan matriks performa indeks.

Gambar 4.43: Rata-rata waktu konvergensi PSO bermuatan dan WU II dengan lingkungan berpengha-lang diplot dengan matriks performa indeks.

perbedaan ketinggian plot kurva antara metode PSO bermuatan dengan WU I-45 tidak begitu besar, sehingga pada kasus ini performa antara kedua algoritma memiliki per-forma yang mirip. Namun pada lingkungan dengan penghalang yang cukup kompleks (5 dan 10 penghalang), WU I-45 memiliki performa yang lebih unggul dari metode PSO bermuatan. Hasil ini konsisten terlepas dari jumlah robot yang dipergunakan.

Dari gambar 4.42 terdapat garis interseksi yang dapat merepresentasikan bahwa pada daerah sebelum garis interseksi ini(jumlah penghalang 0, 2, 5) metode WU I-90 memberikan performa yang lebih superior ketimbang metode PSO bermuatan, dan daerah setelah garis interseksi ini(jumlah penghalang ≤ 5) menyimpulkan performa metode PSO bermuatan justru lebih superior ketimbang metode PSO bermuatan. Hasil ini juga konsisten terlepas dari jumlah robot yang dipergunakan. Dengan mengamati tingkat kecuraman dan batas garis interseksi performa, terlihat bahwa metode WU I-45 masih lebih unggul dari WU I-90 dari segi performa. Untuk memberikan bukti yang lebih kuat, |θterlarang| kembali diatur dengan sudut ≤ 30 & 60 dan memberikan kesimpulan yang sama WU I-45 merupakan paramater |θterlarang| yang optimal untuk algoritma PSO dengan WU I, namun hasilnya tidak dicantumkan di sini.

Kelemahan dari algoritma WU I yaitu memerlukan tuning parameter pada ling-kungan dinamis. Langkah ini dinilai kurang elegan, WU II menggunakan parameter kontrol(χθ) yang mempengaruhi kecepatan robot. Matriks performa indeks WU II pada gambar 4.46 memiliki kemiripan dengan matriks performa indeks WU I-45 dari segi tingkat kecuraman dan batas interseksi performa. Namun dengan tidak diperlukannya tuning parameter, WU II memerlukan frekuensi pengulangan yang lebih banyak.

Plot Grafik CI

Plot grafik confidence analysis(CI) merupakan derivasi lebih lanjut dari matriks per-forma indeks. Plot grafik CI diharapkan dapat memberikan bukti yang lebih kuat me-ngenai performa algoritma PSO bermuatan vs varian PSO + WU.

Berdasarkan pengamatan pada gambar 4.44, secara umum perbedaan kecuraman plot kurva tampak lebih signifikan pada robot yang diterapkan dengan N=6. Ketika jum-lah robot perjum-lahan ditambah perbedaan kecuramaan semakin tipis yang menyebabkan performa algoritma PSO bermuatan mendekati performa algoritma kombinasi PSO de-ngan WU I-45 terlepas dari jumlah penghalang yang diletakkan. Dede-ngan mengamati lebih cermat, terlihat pada jumlah penghalang ≥ 2 algoritma PSO bermuatan sedikit lebih cepat, namun jika jumlah penghalang ditingkatkan secara berkala algoritma kom-binasi PSO dan WU I-45 lebih unggul. Dari kedua karakteristik ini dapat disimpulkan dua hal:

• Pertumbuhan fungsi performa WU I-45 jika jumlah penghalang ditingkatkan akan lebih superior dari pertumbuhan fungsi performa PSO bermuatan.

menemukan sumber asap pada algoritma PSO bermuatan mendekati algoritma WU I-45.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 4.44: Perbandingan performa PSO bermuatan dengan WU I-45, diulang sebanyak 25 kali. Bar errormenunjukkan standar deviasi dan ketinggian lebih rendah menunjukkan performa yang lebih baik

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 4.45: Perbandingan performa PSO bermuatan dengan WU I-90, diulang sebanyak 25 kali. Bar errormenunjukkan standar deviasi dan ketinggian lebih rendah menunjukkan performa yang lebih baik.

Berdasarkan pengamatan terhadap gambar 5.33, agak sulit untuk menyimpulkan performa WU I-90 lebih baik dari PSO bermuatan. Meskipun demikian plot grafik CI

pada gambar 5.33 memberikan hasil yang konsisten dengan informasi yang tampil pada matriks performa indeks pada gambar 4.42 yang menyimpulkan baik ketika jumlah penghalang dan jumlah robot ditambah secara perlahan algoritma PSO bermuatan lebih unggul dari segi performa.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 4.46: Perbandingan performa PSO bermuatan dengan WU II, diulang sebanyak 25 kali. Bar errormenunjukkan standar deviasi dan ketinggian lebih rendah menunjukkan performa yang lebih baik.

Gambar 4.47: Rata-rata waktu menuju konvergensi WU I-45 & WU II dengan lima penghalang.

Berdasarkan pengamatan visual terhadap gambar 4.46 dapat disimpulkan bahwa performa algoritma WU II memberikan hasil yang konsisten dengan algoritma WU I-45. Untuk mengetahui lebih mendetail perbedaan spesifik dari WU I-45 dengan WU II

selanjutnya akan disajikan plot grafik performa CI dengan jumlah penghalang 5 dan 10 disajikan pada gambar 4.47 dan 4.48.

Gambar 4.48: Rata-rata waktu menuju konvergensi WU I-90 & WU II dengan lima penghalang.

Agar hasil analisa dapat lebih representatif lagi, maka analisa dengan mempertim-bangkan faktor error: error posisi GPS, dan sensitifitas sensor odor juga perlu di-lakukan. Tabel 4.7 menunjukkan rata-rata waktu pencarian untuk menguji adaptibilitas algoritma WU II terhadap faktor error dengan jumlah robot yang ter-deploy berjumlah empat belas robot dengan dua penghalang. Dari tabel 4 dapat disimpulkan menambah errorposisi akan menurunkan performa robot dalam menemukan sumber asap.

Tabel 4.7: Rata-rata waktu konvergensi WU II yang telah mempertimbangkan faktor error, pengujian diulang 25 kali

Ambang Kesalahan Sensor (ppm) 0 0.2 1

Kesalahan Posisi (cm)

0 664 ± 1790 794 ± 297 894 ± 199

50 984 ± 511 1071 ± 814 1100 ± 714

100 1150 ± 514 1210 ± 712 1325 ± 613

4.8 Refleksi

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut untuk menilai seberapa jauh Anda sudah mengerti pembahasan dalam bab ini.

1. Langkah-langkah dan kemampuan kognitif apa sajakah yang diperlukan untuk membuat robot dapat mencari secara efisien pada bangunan dengan banyak ru-angan dan memiliki banyak perabot? Jelaskan dan gambarkan konsep yang Anda usulkan!

2. Apakah yang akan terjadi apabila nilai critical limit pada PSO DR bernilai terlalu kecil atau terlalu besar? Berikan contohnya!

3. Algoritma PSO DR terdiri dari dua fase, yaitu fase PSO dan fase Kritis. Bab 4.4 pada 108 menjelaskan alur dari kedua fase tersebut. Tugas Anda adalah mem-buktikan bahwa alur pada Gambar 4.14 akan memberikan hasil yang sama seperti gabungan alur pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12!

(a) Alur Algoritma Partikel Bermuatan dengan Fungsi Aktivasi

(b) Skenario 1 (c) Skenario 2 Gambar 4.49: Algoritma PSO Bermuatan dengan Fungsi Aktivasi

4. Teknik PSO Bermuatan mengusulkan penggunaan partikel-partikel dengan mu-atan listrik sehingga antara partikel-partikel tersebut terdapat gaya tolak menolak. Apabila teknik ini dimodifikasi mengikuti konsep pada Gambar 4.49a, masalah

apa sajakah yang dapat muncul? Bagimanakah prilaku partikel hasil modifikasi ini jika digunakan pada skenario pada Gambar 4.49b dan Gambar 4.49b? Jelaskan jawaban Anda!

5. Cobalah Anda analisa sifat partikel bermuatan dan usulkan dua cara lain untuk mengatasi pemasalahan yang dapat muncul akibat gaya tolak (lihat Gambar 4.17 di halaman 116)! Jelaskan juga efek buruk dari cara yang Anda usulkan!

6. Apakah mungkin gaya tolak menolak tidak memiliki pengaruh apapun terhadap partikel bermuatan yang berada sangat dekat dengan partikel bermuatan lainnya? Jelaskan jawaban Anda! (bantuan: analisa Persamaan 4.4 pada halaman 118) 7. Buktikan secara matematis bahwa hasil perhitungan gaya tolak Persamaan 4.6

pada halaman 118 untuk kasus pertama akan lebih bernilai lebih besar daripada gaya tolak untuk kasus kedua!

8. Masih berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya, apakah mungkin gaya tolak yang dihasilkan pada kedua kasus tersebut sama? Jangan lupa untuk menjelaskan jawaban Anda!

9. Teknik utilisasi angin memiliki dua implementasi, yaitu dengan menggunakan area terlarang dan pemanfaatan parameter pengontrol θ0. Apakah yang akan ter-jadi apabila kedua implementasi tersebut digunakan secara bersamaan? Berikan pemodelan beserta contoh prilaku partikel yang menggunakannya pada saat pen-carian!

10. Persamaan 4.12 menyatakan bahwa hasil perhitungan utilisasi angin akan menen-tukan kecepatan partikel pada iterasi berikutnya. Jelaskan mengapa perhitungan utilisasi tersebut dilakukan untuk iterasi ke (t + 1)!

11. Masih berhubungan juga dengan pertanyaan sebelumnya, apakah mungkin bagi partikel untuk melakukan perhitungan utilisasi tersebut selama partikel bergerak? Jangan lupa untuk menjelaskan jawaban Anda dari sisi konseptual dan teknis. 12. Kejadian seperti apa sajakah yang dapat muncul apabila algoritma PSO

bermu-atan dan utilisasi angin menggunakan daerah terlarang digabungkan dalam penca-rian? Jelaskan dari sisi positif dan negatif akibat penggabungan kedua modifikasi tersebut!

MODIFIKASI PSO TINGKAT LANJUT UNTUK PENCARIAN