• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCARIAN SUMBER ASAP DALAM MULTIDISIPLIN Pencarian sumber asap dengan memanfaatkan agen-agen artifisial bukanlah suatu

3.1 Pemodelan Gas

3.1.3 Pemodelan Gas Untuk OSL

Setelah melihat dan memahami sejumlah pemodelan gas baik pemodelan sederhana maupun pemodelan rumit dan kompleks hasil modifikasi sejumlah peneliti, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menerapkan pemodelan tersebut dalam pencarian sumber asap. Pemodelan baik dalam dunia simulasi dan dunia nyata perlu disesuaikan dengan pemodelan asap yang dipilih agar pencarian dapat didekatkan sedekat mungkin dengan ekspektasi yang diharapkan. Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai pemodelan yang dilakukan sejumlah peneliti, kita harus memahami apa saja faktor penting yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan pemodelan. Faktor-faktor pemodelan yang dite-rapkan dalam simulasi sedikit berbeda dengan pemodelan yang ditedite-rapkan dalam dunia nyata.

Dalam simulasi, terdapat dua faktor yang harus diperhatikan. Pertama adalah model dari asap yang dibuat dalam pencarian harus bersifat transparan. Sesuai dengan sifat dari gas yaitu difusi. Gas dalam simulasi haruslah dimulai dari tidak transparan yang bergerak sedikit demi sedikit menjadi transparan hingga akhirnya gas tersebut berdifusi secara sempurna dengan lingkungan dan menghilang dari simulasi (transparansi sudah mencapai 100%). Kedua adalah model asap yang dibuat memiliki kemampuan untuk tidak berkolisi dengan objek manapun. Meski dalam kenyataannya, jika ruang diiso-lasi secara baik maka udara tidak akan keluar. Akan tetapi umumnya simudiiso-lasi tidak dipakai untuk menjembatani hal detail seperti itu. Simulasi umumnya menggambarkan lingkungan dengan sebuah ruang persegi atau persegi panjang terbuka bukan ruang ter-tutup.

Berbeda sedikit dengan pemodelan dalam simulasi, pemodelan dalam ruang uji coba dunia nyata hanya memerlukan penyesuaian pembentukan kepulan-kepulan asap serta model distribusi asap sesuai dengan pemodelan yang dipilih. Seperti jika memanfaatkan pemodelan Farrel dengan konsep filamennya [32], maka kepulan-kepulan asap harus dibuat terarah dan tidak terlalu menyebar. Berbeda dengan pemodelan Farrel, pemo-delan Gaussian lebih menekankan proses difusi dibanding adveksinya sehingga asap yang ada harus dibuat lebih menyebar.

Aditya Nugraha dalam skripsinya mencoba memodelkan asap dengan meman-faatkan metode yang ditawarkan Farrel, et al [26]. Aditya mencoba memodelkan asap dalam simulasi 2 dimensi untuk melakukan pencarian sumber asap dengan menggu-nakan metode Particle Swarm Optimization. Aditya meyakini bahwa model ini meru-pakan metode yang efisien, memiliki perubahan yang berbasis waktu, dan dapat

di-gunakan dalam berbagai skala. Model ini juga mampu menggambarkan sifat difusi dan advektif dari pergerakan asap serta mampu menangani perhitungan arah dan ke-cepatan angin beserta asap yang dikeluarkan oleh sumbernya. Arah angin dan kon-sentrasi asap dari setiap titik lokasi pencarian bisa diketahui sesuai dengan perubahan-nya setiap waktu. Sebagai tambahan, model ini merupakan faktor yang sangat penting dalam pencarian sumber asap karena memberikan pergerakan asap yang berliku-liku sehingga lingkungan yang dihasilkan menjadi sangat dinamis dan realistis.

(a) Distribusi Asap Tipis Stabil (b) Distribusi Asap Tebal Stabil (c) Distribusi Asap Tebal Tidak Stabil

Gambar 3.11: Pemodelan Asap Berbasis Filamen

Gambar 3.11 menunjukan berbagai contoh distribusi asap pada berbagai macam angin pada area seluas 10 m x 10 m. Gambar 3.11a merupakan contoh kondisi distribusi asap tipis pada angin stabil, Gambar 3.11b merupakan kondisi distribusi asap tebal yang juga masih stabil, sementara Gambar 3.11c merupakan kondisi distribusi asap tebal pada angin yang tidak stabil. Pada kondisi seperti pada Gambar 3.11c keadaan ling-kungan berubah dengan sangat drastis, sehingga cukup menyulitkan dalam melakukan pencarian asap. Model distribusi asap ini diharapkan dapat cukup menggambarkan kon-disi nyata di lapangan.

Gambar 3.12: Visualisasi Pemodelan Gaussian

Wisnu Jatmiko dalam disertasinya mencoba menerapkan pemodelan Gaussian dalam lokalisasi sumber asap [34]. Dari hasil penelitian Wisnu, dapat terlihat bahwa

pemodelan Gaussian mudah untuk diimplementasikan dalam simulasi akan tetapi men-jadi sangat sulit jika ingin diterapkan dalam dunia nyata. Hasil implementasi pemodelan Gaussian yang dilakukan oleh Wisnu J, dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Terlihat pada Gambar 3.12 bahwa pemodelan yang dilakukan oleh Wisnu me-manfaatkan lingkungan 2 dimensi dengan agen pencari digambarkan sebagai partikel-partikel kecil. Tidak hanya itu, baik simulasi yang dibuat Aditya N, maupun Wisnu J, memanfaatkan lingkungan tak berbatas untuk memudahkan proses pengembangan si-mulasi. Metode seperti ini umum dilakukan jika kita memanfaatkan simulasi 2 dimensi. Umumnya dengan memanfaatkan simulasi 2 dimensi banyak hal yang tidak da-pat tercakupi, ini menyebabkan gap antara dunia nyata dengan dunia simulasi menjadi cukup jauh. Salah satu hal yang dapat tergambarkan dalam simulasi 2 dimensi yang berhubungan dengan asap, adalah pergerakan asap terhadap sumbu z. Selain masalah tersebut terdapat sejumlah masalah lainnya meskipun keterhubungannya dengan asap sangatlah kecil.

Masalah-masalah lainnya adalah seperti penggambaran robot dan pemanfaatan me-dia untuk berpindah posisi. Pada pemodelan 2D, robot hanya dimodelkan dengan lingkaran. Mungkin robot akan tetap bertabrakan apabila bersinggungan dengan robot lain, tetapi proses pemantulan robot tidak mempedulikan mana bagian depan dan mana bagian belakang. Robot hanya akan berpantulan sebagaimana layaknya bola billiar. Sementara itu, untuk berpindah posisi, robot memerlukan alat untuk berpindah seperti roda atau kaki. Hal ini tidak dapat tergambarkan dalam simulasi 2 dimensi, sehingga robot dapat bergerak bebas tanpa adanya batasan tertentu dalam proses pergerakan.

Gambar 3.13: Visualisasi Pemodelan Asap 3 Dimensi

Oleh sebab hal tersebut beberapa peneliti mencoba mengembangkan simulasi 3 dimensi untuk mengurangi gap antara dunia simulasi dengan dunia nyata. Wulung Pambuko dalam tesisnya mencoba menggambarkan kepulan asap dengan menggunakan setengah bola yang terus membesar seiring menjauhnya kepulan asap tersebut dari

sum-bernya [35]. Tidak hanya itu, Wulung P, juga memanfaatkan proses transparansi untuk membuat kepulan asap menjadi lebih nyata.

Transparansi asap dimulai dari nilai 0% atau tidak transparan sama sekali ketika ko-ordinatnya sama dengan koordinat sumber asap, dimana artinya asap baru saja muncul. Seiring dengan semakin waktu berjalan asap akan semakin transparan, sampai pada akhirnya tidak kelihatan atau nilai transparansi 100%. Penggambaran asap yang di-lakukan oleh Wulung P, dapat dilihat pada Gambar 3.13

Dalam pembuatan simulasi ini, Wulung P, memanfaatkan Open Dynamics En-gine untuk melakukan proses kalkulasi fisika seperti gaya gesek, momentum, massa, dan gaya normal. Hal ini ditujukan agar simulasi dapat menjadi lebih dekat dengan keadaaan sesungguhnya di dunia nyata. Wulung P, juga mencoba untuk menggam-barkan proses penutupan sumber asap ketika sumber telah diketemukan. Penggambaran ini dilakukan dengan mengubah warna sumber asap serta menghentikan proses kalku-lasi dan penggambaran kepulan-kepulan asap dari sumber tersebut. Proses penutupan sumber asap ini dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Pemodelan yang dilakukan oleh Wulung P, dilanjutkan oleh Andreas F, untuk meningkatkan ketangguhan dari algoritma pencarian sumber asap yang mereka lakukan [33]. Sayangnya tidak banyak perubahan terhadap pemodelan asap maupun gas. Metode serta penampakan yang terlihat tidak mengalami perubahan sama sekali.

(a) Sumber Asap Terbuka (b) Sumber Asap Tertutup Gambar 3.14: Penutupan Sumber Asap Dalam Simulasi

Ferdian J, mencoba untuk memodelkan pencarian sumber asap yang telah dikem-bangkan Wisnu J, Wulung P, dan Andreas F, ke dalam implementasi dunia nyata [18]. Oleh karena implementasi para peneliti sebelumnya menerapkan filament-based atmo-spheric dispersion model, maka Ferdian J. mencoba untuk memodifikasi lingkungan uji coba sedemikian sehingga asap yang dihasilkan dapat semirip mungkin dengan yang terlihat dan digunakan dalam simulasi. Pemodelan asap berbasis filamen tersebut di-lakukan dengan memberikan tekanan udara yang cukup kuat menuju sumber asap se-hingga asap akan bergerak lurus dengan dari sumber. Untuk menghasilkan pola penye-baran seperti pada Gambar 3.11, maka asap harus ditembakkan melalui pipa

berdiame-ter kecil dengan tekanan yang cukup kuat. Rancangan yang dibuat oleh Ferdian J, dapat dilihat pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15: Rancangan Lapangan Ferdian Jovan

Hampir mirip dengan metode yang digunakan oleh Ferdian J, Hayes et al mencoba untuk menyebarkan sumber asap dengan menembakkan sumber asap dari salah satu ruang pencarian [9]. Kepulan asap diciptakan oleh sebuah panci berukuran 23 cm2dan ditembakkan oleh lima buah kipas berdiameter 30 cm, dan ini diperluas secara diagonal dari satu sudut ke sudut seberang dalam wilayah pencarian.

Berbeda dengan F. Jovan yang mencoba menggambarkan pergerakan asap dengan model filamen dengan memberikan dorongan udara terhadap sumber asap, Jose Maria Blanco Calvo, et al dalam percobaannya mencoba untuk memodelkan pergerakan asap dengan menarik udara beserta sumber asap dalam terowongan ujicobanya dengan menggunakan empat buah kipas [36]. Sumber asap ditempatkan pada pintu masuk ke dalam terowongan dan di ujung terowongan ditempatkan empat buah kipas. Dengan begitu, gaya tarik negatif yang diciptakan oleh kipas-kipas tersebut membuat kepulan-kepulan asap bergerak dari pintu masuk terowongan menuju pintu keluar yang melalui kipas tersebut. Sementara itu agen pencari ditempatkan dipintu masuk terowongan pen-carian dan akan melakukan penpen-carian dalam ruang 12 m2.

Meski dalam jurnalnya, Jose tidak menyebutkan secara khusus metode pemodelan asap yang dibuat, akan tetapi terlihat bahwa pemodelan asap yang dihasilkan akan serupa dengan pemodelan asap berbasis filamen. Pemodelan ini mirip dengan pemo-delan yang dilakukan oleh F. Jovan, hanya saja cara yang dilakukan sedikit berbeda.