• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.8 Kesimpulan

4.3.4 ANALISA STUDI KASUS

Setelah melakukan pengumpulan dan analisa data kuisioner, maka penulis melakukan tahap analisa studi kasus pada proyek pembangunan Green Building. Proyek yang dijadikan objek studi kasus pada penelitian ini adalah

No Variabel Indikator Nilai

1 X1

Tersedianya instalasi beserta tempat sampah untuk memilah sampah

rumah tangga anorganik

28,67742

2 X2

GP mendampingi team desain sampai dengan proses sertifikasi yang terintegrasi dalam optimasi

desain dan proses konstruksi

33,29032

3 X3

Menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan

limbah padat

36,35484

4 X4

Foto dan denah instalasi pengomposan limbah organik atau

diserahkan ke pihak ketiga

26,22581

5 X5 Membayar comissioning yang dilakukan oleh pihak ketiga 26,70968

proyek gedung perkantoran milik PT Jasa Marga yang berlokasi di pintu tol utama TMII Jakarta Timur, dengan kontraktor pelaksananya adalah PT. PP (Persero), Tbk. Sesuai dengan visi misi perusahaan kontraktor yang berkomitmen sebagai Green Contractor, maka pembangunan gedung ini akan berlandaskan prinsip ramah lingkungan, serta dalam operasionalnya nantipun juga harus tetap menghemat energi yang dihasilkan. Hal ini didukung pula oleh pemilik gedung yang setuju untuk berkomitmen melaksanakan prinsip green dalam bangunannya. Berikut adalah data umum dari proyek tersebut.

 Nama proyek : Pembangunan Kantor Pusat Jasa Marga Gerbang Tol TMII Utama

 Pemberi tugas : PT. Jasa Marga (Persero), Tbk

Lingkup pekerjaan : Struktur, Mechanical, electrical dan Arsitektur

 Konsultan Prencana : PT. Bita Enarcon Engineering

 Biaya Kontrak : Rp 38.859.884.343,-

 Luas lahan : 8,741 m2

 Zoning : Office building

 KDB : -

 KLB : -

 Gross Building Area : 4879,3 m2

 NLA : 3412 m2

 Sirkulasi ( Non AC) : 1467 m2

 Finishing Gedung : GRC Panel, Alumunium composit

 Façade Gedung : Clear glass

 Sistem AC : Split unit - inverter

Gambar 4.5 Masa Kontruksi Proyek 4.3.4.2 Penerapan Konsep Green Building

Pembangunan gedung kantor ini ditargetkan memperoleh 65 poin sistem rating GREENSHIP untuk mendapatkan predikat gold. Desain awal (pada saat tender) merupakan desain gedung konvensional yang selanjutnya diubah menjadi desain Green Building. Meskipun desain awalnya adalah konvensional tetapi telah memiliki baseline poin Green Building yaitu sebesar 22 poin.

Tabel 4.20 Target Pencapaian Rating

NO ITEM Baseline Target

ELIGIBILITY

Tabel 4.20 (sambungan)

NO ITEM Baseline Target

2 EEC Energy Efficiency &

Conservation 2 15

3 WAC Water Conservation 4 15 4 MRC Material Resources & Cycle 4 4 5 IHC Indoor Health & Comfort 6 9 6 BEM Building Environmental

Management 1 11

TOTAL 22 65

Sumber: Data Proyek

Aspek Building Environmental Management (BEM) memiliki target sebanyak 11 poin darii sebelumnya telah memiliki 1 poin baseline. Target poin BEM berasal dari subaspek Prasyarat(Basic Waste Facility), BEM-1 (GP as a Member of Design Team), BEM-2 (Pollution of Construction Activity), BEM-3 (Advance Waste Management), BEM-4 (Proper Comissioning), BEM-5 (Submission Green Building Implementation Data for Database), BEM-6 (Fit-Out Agreement), dan BEM-7 (Occupant Survey). Berikut ini adalah pembahasan mengenai perubahan biaya akibat perubahan desain menjadi Green Building dilihat dari target poin yang berasal dari aspek BEM.

a. Basic Waste Facility (Prasyarat)

Sub kriteria ini merupakan suatu pre-requisite atau syarat keharusan yang harus dimiliki setiap gedung dalam menyediakan fasilitas untuk pemilahan sampah domestik dan rencana kerja pemilahan sampah berdasarkan jenis sampah yaitu sampah organik dan sampah non-organik, terutama kriteria wajib dari aspek BEM untuk mendapatkan point rating greenship. Strategi untuk mencapai target pada proyek ini adalah dengan menyediakan tempat sampah yang memilah sampah berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik) ketika bangunan akan digunakan. Untuk penerapan aspek ini belum dapat ditinjau karena proyek masih dalam tahap konstruksi,

tetapi pihak kontraktor sudah sepakat untuk merencanakan tempat sampah yang terpilah berdasarkan jenisnya di bangunan ketika sudah jadi, yaitu berwarna merah untuk sampah B3, berwarna kuning untuk sampah organik, dan berwarna hijau untuk sampah anorganik.

Gambar 4.6. Tempat sampah Organik, Anorganik, dan B3 Sumber : Data Proyek

Tujuan akhir dari penerapan aspek ini adalah pemilahan sampah di tempat pengumpulan akhir sampah proyek (TPS) sehingga sampah sudah terpilah ketika diangkut oleh truk sampah menuju TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Di proyek ini akan disediakan lokasi untuk tempat pembuangan sampah akhir di lokasi bangunan berbentuk bak sampah, yang letaknya di pojok lokasi bangunan. Nantinya sampah di bak sampah ini akan diangkut oleh truk dinas kebersihan kota. Alur dan Instruksi kerja pengendalian limbah padat terdapat pada lampiran 4. Sesuai keterangan pihak kontraktor, biaya untuk penerapan aspek ini sudah include kedalam kontrak dan tidak ditampilkan ke dalam BQ karena biayanya sangat kecil. Penerapannya dalam proyek tidak memberikan poin, karena hanya berupa prasyarat.

Gambar 4.7. Alur pembuangan sampah Sumber : Data Proyek

b. Greenship Professional (GP) as a Member of Design Team (BEM-1)

Strategi untuk mencapai target ini adalah melibatkan Greenship Professional yang tersertifikasi dalam masa perencanaan, konstruksi & sertifikasi. Proyek ini menggunakan seorang GP yang tersertifikasi sejak tahap perencanaan sampai sertifikasi yang berasal dari kontraktor PT. PP (Persero), Tbk. GP diberi surat pernyataan penunjukan GP oleh owner, namun karena proyek ini baru berjalan 20% maka belum dibuat surat penunjukan GP oleh owner. Untuk contoh surat penunjukan GP terdapat pada lampiran 5. Posisi GP dalam struktur organisasi kontraktor akan dijelaskan pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.8. Struktur GP dalam Organisasi Kontraktor Sumber : Data Proyek

Tugas GP di proyek ini adalah mengarahkan desain suatu Green Building sejak tahap awal sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang memenuhi rating, serta berkoordinasi dengan owner. Ketika GP merencanakan pengaplikasian aspek-aspek Green Building pada suatu bangunan, maka GP harus membuat draft exercise sebagai tahap awal perhitungan sebelum aspek-aspek tersebut akan diaplikasikan. GP harus aktif dalam memberi masukan proyek, serta mengcut ketika terjadi kesalahan perencanaan aspek Green Building. Untuk contoh daftar absensi GP dapat

dilihat di lampiran 6. Sesuai penjelasan dari pihak kontraktor, dimana PT. PP (Persero), Tbk. adalah kontraktor yang berkomitmen tinggi terhadap green building, maka dalam hal ini membebaskan biaya GP dalam semua proyeknya. Dengan kata lain, biaya GP dalam proyek sudah include ke dalam kontrak. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 1 poin dari total 1 poin.

c. Pollution of Construction Activity (BEM-2)

Strategi untuk mencapai poin dalam aspek ini adalah kontraktor diwajibkan mempunyai Rencana Manajemen Sampah konstruksi, baik untuk limbah padat dan cair yang disyaratkan dalam dokumen tender. Untuk limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga. Untuk limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota. Flowchart untuk penanganan limbah padat/cair hasil kegiatan proyek dapat dilihat pada lampiran 7.

Gambar 4.9. Area Pemilahan dan Pencatatan Limbah Padat Sumber : Data Proyek

Dalam proyek Jasa Marga, penanganan limbah padat dengan membuat fasilitas untuk pemilahan sudah diterapkan seperti pada gambar 4-4, namun jenis tempat sampah yang dibedakan di proyek adalah tempat sampah kaleng dan plastik, tempat sampah kertas, tempat sampah rumah tangga, dan tempat sampah padat B3. Menurut Manager SHE, hal ini dilakukan untuk mempermudah karyawan serta tukang yang bekerja agar tidak kebingungan

ketika ingin membuang sampah, dan hal ini baru diterapkan di proyek ini saja. Penggunaan tempat sampah ini sudah efektif karena para tukang mengerti, namun sosialisasinya saja yang belum maksimal.

Gambar 4.10. Tempat Sampah di Proyek Sumber : Data Proyek

Proyek Jasa Marga ini menggunakan jasa PT. PP (Persero), Tbk sebagai kontraktor, dimana PT. PP (Persero), Tbk adalah kontraktor bersertifikat ISO 14001 dan sudah memiliki standar yang baik dalam penanganan limbah konstruksi sehingga tidak membutuhkan biaya tambahan. Pemilihan material yang digunakan ramah lingkungan, serta diantaranya adalah material daur ulang. Nantinya sisa material seperti waste besi beton dan Alumunium Composite Panel(ACP) akan digunakan kembali misalnya untuk pagar pembatas, tempat sampah, tempat duduk, dll.

Gambar 4.11. Penggunaan kembali waste besi beton Sumber : Data Proyek

Waste besi beton yang lain, serta sisa-sisa kayu dari aktivitas konstruksi akan dibeli oleh pengepul dan diangkut oleh truk. Satuan untuk waste besi beton dan kayu yang akan dibeli oleh pengepul adalah ritase atau per satu truk. Setiap sampah dan limbah yang keluar dari proyek harus dicatat dan dimonitor dengan baik. Surat pernyataan kerjasama pengolahan limbah dengan pihak ketiga belum dibuat untuk proyek ini, untuk contoh surat pernyataan tersebut dapat dilihat di lampiran 8. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 2 poin dari total 2 poin, dimana 1 poin dari aspek ini yaitu Manajemen Limbah Padat sudah menjadi baseline.

Gambar 4.12. Form monitoring pengeluaran sampah proyek Sumber : Data Proyek

Untuk penanganan limbah cair selama konstruksi, tidak memerlukan penanganan dan biaya khusus karena limbah cair yang dihasilkan di proyek ini sangat sedikit.

Flowchart pengendalian air dari aktivitas konstruksi ke saluran kota dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.13. Flowchart pengendalian limbah cair konstruksi Sumber : Data Proyek

d. Advance Waste Management (BEM-3)

Aspek ini memiliki 2 point jika diaplikasikan secara penuh, namun proyek Jasa Marga tidak berencana untuk membuat fasilitas pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan. Oleh karena itu, strategi yang digunakan untuk mencapai target ini adalah memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga (Ikatan Pemulung Indonesia) di luar sistem jaringan persampahan kota sehingga bisa mengambil 1 point dari penerapan aspek ini.

Gambar 4.14. Logo Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Sumber : Data Proyek

Pembuatan surat pernyataan aspek ini tidak membutuhkan biaya. Surat pernyataan kerjasama belum dibuat karena proyek ini belum teregistrasi sebagai Green Building, untuk contohnya dapat dilihat di lampiran 9. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 1 poin dari total 2 poin.

Gambar 4.15. Contoh Limbah Anorganik Sumber : Data Proyek

e. Proper Comissioning (BEM-4)

Strategi untuk mencapai target poin dalam aspek ini adalah melakukan testing comissioning sesuai dengan guideline ASHRAE 0-2005. Tujuan dari Proper Comissioning sendiri adalah untuk mengetahui unjuk kerja dari peralatan tersebut dan mengecek apakah data-data dari material tersebut sama dengan seperti yang tertera di spesifikasi teknis dari peralatan tersebut. Item yang akan dikomisioning setelah bangunan selesai adalah sistem tata udara, power equipment, dan kuat penerangan (lux) dan prosesnya harus terdokumentasi dengan baik. Proper Comissioning ini nantinya akan dilakukan oleh tim yang kompeten dari supplier, PT. PP (Persero), Tbk, dan pihak GBCI. Tim tersebut merupakan tim yang telah mendapat persetujuan dari Owner sebagai pelaksana kegiatan Proper Comissioning.

Gambar 4.16. Tim Proper Comissioning Sumber : Olahan Sendiri

Adapun alat-alat serta prosedur pelaksanaan Testing dan Komisioning harus melalui tahapan sebagai berikut :

Gambar 4.17. Alat Comissioning Sumber : Olahan Sendiri

Gambar 4.18. Prosedur pelaksanaan Testing dan Komisioning Sumber : Data Proyek

Proses Testing dan Komisioning di proyek Jasa Marga akan dilaksanakan setelah fisik bangunan selesai dibangun, dan item-item yang akan dikomisioning masih dalam tahap perencanaan, sehingga biaya untuk komisioning belum bisa dihitung, hanya berupa estimasi dari pakar. Karena proyek ini tidak menggunakan chiller, maka biaya komisioning akan berkurang dibandingkan dengan proyek Green Building terdahulu, misalnya Dahana atau Kementerian PU. Menurut pakar, estimasi biaya Proper Comissioning yang akan diajukan ke owner adalah sebesar Rp 200.000.000,00 dan satuannya adalah lumpsum. Contoh form komisioning dapat dilihat di lampiran 10. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 3 poin dari total 3 poin.

f. Submission Green Building Implementation Data for Database (BEM-5)

Strategi untuk mencapai target poin dari aspek ini adalah menyerahkan data implementasi Green Building sesuai dengan form dari GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating kategori dan memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan menyerahkan data implementasi Green Building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan setelah tanggal sertifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi Indonesia yang akan ditentukan kemudian. Aspek ini akan diaplikasikan dalam proyek Jasa Marga, format bentuk surat pernyataannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.19. Surat Pernyataan Penyerahan Data Implementasi Green Building

Sumber : Data Proyek

Pada kenyatannya, pembuatan surat pernyataan aspek ini tidak membutuhkan biaya. Contoh surat pernyataan dari proyek terdahulu dapat dilihat pada lampiran 11. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 2 poin dari total 2 poin.

g. Fit-Out Agreement (BEM-6)

Aspek ini tidak diterapkan pada proyek Jasa Marga.

h. Occupant Survey (BEM-7)

Strategi untuk mencapai target poin aspek ini adalah memberi pernyataan bahwa pemilik gedung akan mengadakan survei suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi. Apabila

hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidaknyamanannya, maka pemilik gedung harus setuju untuk melakukan perbaikan selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei. Dalam proyek ini, pihak Jasa Marga setuju untuk mengadakan survey suhu dan kelembaban setelah okupansi masuk, namun surat pernyataan belum dapat dibuat karena proyek baru berjalan 20% dan belum teregistrasi sebagai Green Building. Pada kenyatannya, pembuatan surat pernyataan aspek ini tidak membutuhkan biaya. Untuk contoh surat pernyataan dapat dilihat pada lampiran 12. Penerapan aspek ini dalam proyek memberikan 2 poin dari total 2 poin.

4.3.4.3 Kesimpulan

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan secara terstruktur dan terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap 1 berupa validasi kepada pakar semua variabel yang berpengaruh terhadap peningkatan biaya, lalu dilanjutkan tahap 2 yang berupa penyebaran kuisioner kepada responden untuk mengetahui dan tingkat pemahaman terhadap isi kuisoner tersebut, serta tahap 3 berupa penyebaran kuisioner pada para responden di proyek gedung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari penerapan indikator yang ada dalam kuisioner terhadap perubahan biaya konstruksi. Selanjutnya hasil dari pengumpulan data tahap 3 tersebut diolah dengan SPSS dan metode AHP, kemudian hasilnya kembali dibawa kepada pakar untuk diberikan pendapatnya. Hasil variabel yang didapat dibawa ke proyek kantor pusat Jasa Marga sebagai objek studi kasus.

Tabel 4.21 Deviasi Biaya BEM

No Aspek Non-Green

Building

Green

Building Deviasi

1 Prasyarat (Basic Waste Facility)

2 BEM - 1: GP as a member of design team 0 0 0

3 BEM - 2 : Pollution of Construction Activity 0 0 0

4 BEM - 3 : Advance Waste Management 0 0 0

5 BEM - 4 : Proper Comissioning 0 200.000.000 200.000.000 6 BEM - 5 : Submission GB Implementation for

Database 0 0 0

7 BEM - 6 : Fit Out Guide (tidak diterapkan)

8 BEM - 7 : Occupant Survey 0 0 0

BAB 5

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai temuan dan bahasan mengenai analisa data, sehingga tujuan penelitian dapat terjawab. Pada Sub bab 5.2 akan membahas mengenai temuan penelitian, Sub bab 5.3 pembahasan dan pada Sub bab 5.4 adalah pengujian hipotesa.

Dokumen terkait