• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

F. Improvement Berdasarkan Bobot FMEA-AHP

1. Defect Rantap pada Manhole Cover TA

Gambar 5.1 Tingkat severity masing-masing potential failure Manhole Cover TA

Diketahui dari data diatas ada 1 potential failure yang memiliki nilai tertinggi yaitu 8 pada P7 (kualitas bahan baku logam kurang bagus) yang artinya high severity. kemudian ada 4 potential failure yang memiliki nilai 7 yaitu P1 (cara penuangan ke cetakan tidak sesuai SOP),

0

P3 (kurang perawatan secara berkala), P8 (pasir cetak lembab) dan P9 (kurang terlatih saat menuangkan logam) yang artinya high severity. Ada 2 potential failure yang memiliki nilai sedang yaitu P2 (suhu penuangan terlalu tinggi) dan P10 (operator kurang teliti kepadatan pasir cetak) mendapatkan penilaian 6 yang artinya moderate severity. Selanjutnya ada 2 potential failure yang memiliki nilai 5 yaitu P4 (peforma mesin tidak optimal) dan P6 (fasilitas untuk operator kurang memadai) yang memiliki arti moderate severity. Terakhir untuk P5 (area kurang tertata rapi) yang memiliki nilai terendah 5 artinya moderate severity.

Dari 1 potential failure dengan nilai severity tertinggi ini sangat mempengaruhi dan berkaitan akan terjadinya kecacatan pada Manhole Cover TA. Dengan kualitas bahan baku logam kurang bagus kuantitas defect yang terinput di Quality Control. Perbandingan tingkat occurrence pada tiap-tiap potential failure dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Tingkat occurance masing-masing potential failure Manhole Cover TA

Berdasarkan Gambar 5.2 ada 4 occurance yang memiliki nilai tertinggi 8 yaitu P3 (penggunaan mesin secara continue tanpa memperhatikan perawatan mesin), P7 (jenis logam yang dimasukkan kedalam mesin terlalu banyak), P8 (penempatan yang salah pada pasir cetak) dan P9 (tidak ada pelatihan terhadap operator) yang artinya kegagalan yang sangaat mungkin terjadi. Kemudian ada 2 occurance memiliki nilai 7 yaitu P1 (operator terlalu lambat saat penuangan ke dalam cetakan) dan P10 (operator terburu-buru dalam membuat cetakan pasir cetak). Selanjutnya occurance yang memiliki nilai 6 yaitu P4 (umur mesin yang sudah tua) yang artinya kegagalan agak mungkin terjadi.

Terakhir ada 3 occurance terendah memiliki nilai 5 pada P2 (operator tidak memperhatikan kondisi suhu penungan cairan logam), P5 (kurangnya kesadaran operator dalam menjaga kerapian pada area proses pengecoran) dan P6 (fasilitas yang diberikan perusahaan kurang memadai) yang artinya kegagalan agak mungkin terjadi.

Tingginya angka occurance untuk P1 dikarenakan kurangnya kepedulian akan perawatan mesin, jenis logam yang dimasukkan kedalam mesin terlalu banyak, penempatan yang salah pada pasir cetak dan tidak ada pelatihan untuk operator. Sedangkan untuk potential failure lainnya dikarenakan kurangnya penekanan dari kepala kelompok terhadap operator akan pentingnya mengikuti petunjuk kerja apapun kondisinya dan tidak hanya mementingkan kuantitas tapi kualitas saja.

Perbandingan tingkat detection pada masing-masing mode kegagalan dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Tingkat detection masing-masing potential failure Manhole Cover TA

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan bahwa tingkat detectability tertinggi terdapat di P9 (memberikan pelatihan kepada operator mengenai proses pengecoran) memiliki nilai 8 yang artinya yang menunjukan bahwa metode deteksi yang diterapkan sekarang kurang efektif, karena penyebab masih berulang lagi perlu adanya tindakan tegas dari supervisor proses pengecoran memberikan pelatihan kepada operator.

Selanjutnya ada P4 (penggantian unit mesin) memiliki nilai 7 yang artinya menunjukkan bahwa metode deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang lagi, karena mesin pada peleburan logam cor sudah terlalu tua. Kemudian ada 5 detection yang memiliki nilai 6 yaitu

0

P2 (membuat standarisasi saat kondisi suhu penuangan cairan logam), P6 (menyediakan fasilitas penunjang kepada operator), P7 (membuat standarisasi pengadaan bahan baku jenis logam), P8 (menyediakan tempat penyimpanan untuk bahan baku pasir cetak) dan P10 (memberikan teguran kepada operator terkait standart operasional perusahaan) yang menunjukkan bahwa metode deteksi masih memungkinkan kadang-kadang termasuk moderate. Pada detection P3 (menyusun jadwal perawatan mesin) memiliki nilai 5 yang menunjukkan bahwa metode deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi hampir sama dengan P2, P6, P7, P8 dan P10 namun nilainya lebih rendah dan masih termasuk moderate. Selanjutnya detection dengan nilai 4 yaitu P1 (memberikan teguran kepada operator terkait standart operasional agar hasil produksi memenuhi spesifikasi dan mengurangi produk cacat) yang menunjukkan bahwa metode deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi hamper sama dengan P3 namun nilainya lebih rendah dan masih termasuk moderate.

Kemudian terakhir memiliki nilai 3 yaitu P5 (menyusun jadwal kebersihan lantai produksi dan membuat kebijakan mengenai kebersihan area proses pengecoran) yang menunjukkan Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat rendah.

Setelah mengetahui nilai pada masing-masing faktor dan mode kegagalan, maka dapat dilakukan perhitungan nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian antara severity, occurrence,

dan detection. Tahap selanjutnya adalah melakukan proses pemeringkatan terhadap nilai RPN tersebut. Hasil pemeringkatan RPN defect rantap pada Manhole Cover TA mode kegagalan yang sudah ditampilkan pada Tabel 4.22.

D. Analisis Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP)

Berdasarkan hasil pengolahan data AHP maka dapat di analisis dari Tabel 4.21 nilai indeks random diperoleh untuk n = 3, dengan nilai RI sebesar 0.58. Maka nilai Rasio Konsistensi = 0.005/0.58 = 0.0086. Karena nilai rasio konsistensi adalah 0.0086 dan nilai tersebut kurang dari 0.1 maka perbandingan yang dilakukan bersifat konsisten dan dapat dibenarkan.

E. Analisis FMEA-AHP

Pada metode FMEA konvensional, nilai bobot kriteria diasumsikan sama, namun dalam kenyataannya nilai RPN yang sama akan menghasilkan dampak yang berbeda.

Dari Tabel 4.22, terlihat bahwa perhitungan RPN defect rantap pada Manhole Cover TA terdapat perbedaan sebesar 60% antara metode FMEA dan metode FMEA-AHP. Letak perbedaan ada di potential failure nomer 1, 2, 4, 7, 9 dan 10. Potential Failure yang memiliki nilai RPN paling tinggi adalah nomer 9 dan paling rendah adalah nomer 5.

Pada Tabel 4.23, defect kropos pada Flange Spigot terdapat perbedaan juga tetapi memiliki lebih rendah sebesar 25% antara metode FMEA dan metode FMEA-AHP. Letak perbedaan ada di potential failure nomer 1 dan 3.

Potential Failure yang memiliki nilai RPN paling tinggi adalah nomer 6 dan paling rendah adalah nomer 4.

Pada Tabel 4.24 defect rantap pada Giboult Joint 110 tidak ada perbedaan pada metode FMEA dan metode FMEA-AHP. Potential Failure yang memiliki nilai RPN paling tinggi adalah nomer 5 dan paling rendah adalah nomer 3.

F. Improvement Berdasarkan Bobot FMEA-AHP

Setelah melakukan pengolahan data yang sudah dipaparkan di bab sebelumnya, peneliti akan memberikan usulan perbaikan ini dalam rangka upaya untuk meminimalkan jumlah defect rantap pada Manhole Cover TA, defect kropos pada Flange Spigot dan defect rantap pada Giboult Joint 110.

Peneliti akan memberikan usulan berdasarkan ranking tertinggi RPN FMEA-AHP. Berikut adalah beberapa usulan perbaikan yang dapat digunakan untuk mengurangi temuan defect rantap pada Manhole Cover TA, defect kropos pada Flange Spigot dan defect rantap pada Giboult Joint 110.

1. Defect Rantap pada Manhole Cover TA

Dengan berbagai pertimbangan dari pengolahan data di dapatkan hasil ranking FMEA-AHP tertinggi meliputi defect rantap pada Manhole Cover TA karena kualitas bahan baku logam kurang bagus (7.78), kurang terlatihnya operator saat menuangkan logam cair (7.37), pasir cetak lembab (7.15), kurang perawatan secara berkala (7.04) dan Cara penuangan ke cetakan tidak sesuai SOP (6.67).

Usulan perbaikan yang bisa diambil adalah sebelum pemesanan bahan baku logam sebaiknya dilakukan pengecekan oleh pihak perusahaan. Operator bagian penuangan logam cair sebaiknya yang sudah terlatih. Operator sebaiknya mengetahui takaran campuran bahan baku pembuatan pasir cetak dan cuaca yang kurang mendukung. Membuat penjadwalan perawatan mesin agar mesin diperbaiki ketika mesin sedang rusak saja. Quality Control harus memberitahukan operator jika operator dalam cara menuangkan logam cair ke cetakan yang benar.

Dokumen terkait