• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Tahap Penelitian Utama

1. Formulasi cookies jagung

2.2 Analisis fisik cookies jagung

Selain diuji karakteristik kimianya, cookies jagung pun diuji karakteristik fisiknya. Karakteristik fisik cookies yang diuji yaitu rendemen cookies, derajat pengembangan, densitas kamba, warna, aktivitas air, dan kerenyahan serta

kekerasan. Rekapitulasi data karakteristik fisik cookies jagung dapat dilihat pada Tabel 34. Data analisis cookies jagung dapat dilihat pada Lampiran 16.

Tabel 34 Hasil analisis fisik cookies jagung

Analisis fisik Nilai

Rendemen (%) 88.98 Derajat pengembangan (%) 159.42 Warna (chromameter) L 68.82 a 10.96 b 48.13 ºHue 77.20 Kerenyahan (gf) 2239.39 Kekerasan (gf) 3054.05 Densitas kamba (g/ml) 1.20 Aktivitas air 0.41 a. Rendemen cookies

Pengujian rendemen dilakukan dengan membandingkan berat produk cookies jagung yang dihasilkan dengan berat adonan awal. Data menunjukkan bahwa nilai rendemen cookies jagung sebesar 88.98% dari berat adonan awal. Menurunnya berat produk bila dibandingkan dengan adonan awal disebabkan adanya sebagian adonan yang tidak tercetak sehingga adonan tersebut tidak ikut dipanggang. Selain itu, penguapan air saat pemanggangan menyebabkan penurunan bobot cookies jagung.

b. Derajat pengembangan produk

Nilai pengembangan produk diperoleh dengan membandingkan ketebalan dan lebar produk cookies jagung dengan ketebalan dan lebar adonan awalnya dengan menggunakan jangka sorong. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata derajat pengembangan produk cookies jagung sebesar 159.42%. Pengembangan

pengembangan cookies jagung yaitu proporsi lemak dan gula dan penambahan pengembang soda kue.

Pengembangan cookies jagung pun disebabkan oleh proporsi penambahan gula dan lemak tinggi dalam formula. Proporsi penambahan lemak dan gula dalam formula cookiescukup mempengaruhi ikatan pengembangan gluten. Cookiesyang dibuat dengan metode wire-cutdengan kandungan lemak dan gula tinggi memiliki viskositas yang rendah. Viskositas yang rendah tersebut menyebabkan cookies melebar dengan cepat (Fustier et al. 2009). Pengembangan terjadi akibat larutnya gula-gula selama pemanggangan sehingga menyebabkan cookiesmelebar.

Bahan pengembang dalam pembuatan cookies jagung ini adalah soda kue. Hasil tersebut menandakan bahwa pengembang yang digunakan dalam pembuatan cookies memiliki kualitas yang cukup baik dalam menghasilkan gas selama pengembangan. Nilai pengembangan yang cukup besar pun menandakan kemampuan protein dalam jagung cukup baik dalam membentuk matriks dengan pati jagung yang dapat menahan keluarnya gas yang dihasilkan oleh bahan pengembang (Pratiwi 2008).

Gas CO2 yang diproduksi oleh bahan pengembang dan evaporasi air cookies mengalami pengembangan lebar dan tinggi cookies di awal pemanggangan. Cookies terlihat gagal mengembang (mengempis) di akhir pemanggangan karena struktur gluten dalam tepung yang terkandung dalam cookies lebih mendukung pembentukan film 2 dimensi yang menyebabkan pengempisan dibandingkan pembentukan ikatan film 3 dimensi (Hadinezhad dan Butler 2009). Penampakan cookies jagung sebelum dan sesudah pemanggangan dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25 Penampakan cookiesjagung sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) pemanggangan

Jika dibandingkan dengan derajat pengembangan cookies reference (172.03%), maka pengembangan cookies jagung masih lebih rendah (159.42%). Hal tersebut disebabkan oleh kandungan gluten (pada terigu) yang lebih besar dibandingkan kandungan gluten tepung jagung. Kandungan gluten <1% sedangkan gluten terigu sekitar 10% (Suarni dan Patong 2002; Suarni dan Zakir 2002). Jaringan gluten memiliki kemampuan untuk mengembang bila berikatan dengan air. Hal tersebut menyebabkan pengembangan cookies reference lebih besar dibandingkan dengan cookies jagung. Derajat pengembangan berpengaruh terhadap tekstur produk. Produk yang lebih mengembang akan memiliki tekstur yang lebih renyah.

c. Warna

Warna merupakan salah satu atribut penting yang mempengaruhi penilaian konsumen. Pengujian warna cookies jagung dimaksudkan untuk melihat warna produk secara objektif karena pengujian warna secara subjektif dapat menghasilkan data yang sangat beragam. Pengujian warna cookies jagung dilakukan dengan menggunakan instrumen chromameter dengan metode Hunter. Hasil pengukuran warna cookies jagung adalah L sebesar 68.82, a sebesar +10.96, dan b sebesar +48.13.

Nilai L menujukkan tingkat kecerahan sampel uji (Taylor et al. 2008). Semakin nilai mendekati mendekati angka 100 maka sampel uji memiliki warna yang sangat cerah (putih). Cookies jagung memiliki nilai L yang tidak terlalu tinggi, 68.82, sehingga warna tidak terlalu putih.

Nilai a menunjukkan derajat kemerahan atau kehijauan (Taylor et al. 2008). Nilai a sebesar +10.96 yang bernilai positif menandakan bahwa cookies jagung cenderung berwarna merah daripada hijau. Nilai hasil pengujian yang cukup jauh dengan angka 100 menunjukkan bahwa warna merah cookies jagung yang dimiliki tidak pekat. Nilai b menunjukkan kecenderungan sampel uji berwarna kuning. Nilai b cookies jagung cukup mendekati nilai 70. Hal ini menandakan bahwa cookies jagung memiliki warna kuning yang cukup pekat.

produk pangan. ºHue cookies jagung tergolong ke dalam kisaran warna 54-90. Berdasarkan kisaran warna ºHue ini, maka cookies jagung tergolong berwarna yellow-red (kuning-merah). Hasil tersebut menunjukkan bahwa cookies jagung masih memiliki karakteristik warna kuning seperti bahan baku pembuatannya yaitu tepung jagung yang juga berwarna kuning. Hal tersebut pun memperlihatkan bahwa penambahan bubuk kayu manis pada formulasi tidak mengubah warna produk cookiesyang dihasilkan.

d. Kerenyahan dan kekerasan cookies jagung

Cookiesmemiliki ciri utama yaitu tekstur yang renyah. Kerenyahan bakery sangat menentukan penerimaan konsumen (Martin et al. 2006). Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat oleh matriks karbohidrat yang mempengaruhi pergerakan relatif dari daerah kristalin dan amorf. Struktur amorf atau partially amorf dalam bahan pangan terbentuk karena proses, termasuk proses pemanggangan (Adawiyah 2002). Selama proses pemanggangan, kerenyahan meningkat dengan menciptakan struktur berlubang pada akhir pemanggangan. Struktur cookies dipengaruhi oleh proses pembuatan dan komposisi (Martin et al. 2006).

Pengukuran hasil kerenyahan cookies jagung produk terpilih menunjukkan nilai sebesar 2239.39 gf dan kekerasan sebesar 3054.05 gf. Di lain pihak, cookies referencememiliki kerenyahan sebesar 1525.69 gf dan kekerasan sebesar 1968.14 gf. Jika dibandingkan, cookies jagung memiliki kerenyahan dan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies reference. Hal ini disebabkan substitusi tepung jagung yang besar mengurangi kerenyahan dan meningkatkan kekerasan cookies jagung. Substitusi tepung jagung yang tinggi mengurangi proporsi terigu yang banyak mengandung gluten.

Kerenyahan cookies jagung merupakan kriteria mutu penting pada cookies. Salah satu faktor yang mempengaruhi kerenyahan adalah rasio amilosa dengan amilopektin. Rasio amilosa terhadap amilopektin yang tinggi dapat meningkatkan kerenyahan produk. Rasio amilosa terhadap amilopektin cookies jagung cenderung rendah dan hal ini menyebabkan cookies jagung tidak lebih renyah.

Kerenyahan juga dipengaruhi oleh kadar lemak dan kandungan air. Cookies jagung mengandung kadar lemak yang tinggi yaitu 19.76 %. Lemak yang tinggi tersebut akan teradsorpsi ke permukaan granula pati dan akibatnya akan menurunkan viskositas dan pengembangan pati. Mekanisme penghambatannya yaitu lemak akan membentuk suatu lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus menghambat penetrasi air ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi yang makin rendah sehingga peningkatan jumlah lemak akan meningkatkan kerenyahan cookies.

Nilai kekerasan cookiesjagung lebih besar dobandingkan dengan cookies reference. Data tersebut menandakan bahwa cookiesjagung memiliki sifat yang lebih keras dibandingkan dengan cookies reference. Kekerasan cookiessebagian disebabkan oleh pengembangan jaringan gluten untuk membentuk struktur cookies. Gluten harus berikatan dengan molekul air untuk mendukung pengembangan jaringan gluten, tetapi gula menghambat ikatan tersebut dengan menarik molekul air. Setelah cookies mengalami pendinginan sehabis pemanggangan, gula akan mengalami kristalisasi yang turut berperan terhadap kekerasan cookies (Taylor et al. 2008). Cookies dengan karakteristik keras menjadi ciri khas cookies wire cut akibat perbandingan gula dan lemak terhadap kandungan air yang tinggi (Fustier et al.2009).

Nilai kekerasan cookies pun dapat diakibatkan oleh proses retrogradasi pati. Retrogradasi merupakan proses terbentuknya ikatan antara amilosa yang telah terdispersi kedalam air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses retrogradasi pati semakin mungkin terjadi dan semakin keras produk tersebut.

e. Densitas kamba

Densitas adalah parameter kualitas yang penting bagi biskuit khususnya dalam pendugaan kerenyahan. Densitas menggambarkan rasio berat terhadap volume dan mengikuti kebalikan fenomena volume yang terjadi. Densitas kamba yang kecil menunjukkan bahwa dalam jumlah yang sama, produk akan lebih cepat memberikan rasa kenyang dibandingkan dengan produk yang mempunyai nilai

Densitas kamba cookies jagung dan cookies reference berturut-turut sebesar 1.20 g/ml dan 0.86 g/ml. Cookies jagung yang terbuat dari kombinasi tepung jagung dan terigu memiliki densitas kamba yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies referenceyang terbuat dari 1 jenis tepung saja yaitu terigu. Hal ini sesuai dengan literatur. Sebagian besar produk cookies tipe wire-cut dan rotary yang terbuat dari kombinasi tepung menghasilkan densitas yang tinggi dibandingkan dengan tepung standar. Hal ini disebabkan oleh interaksi yang sederhana terjadi pada formula yang mengandung terigu lemah, serta lemak dan gula yang tinggi (Futsier et al. 2009).

f. Aktivitas air (aw) menggunakan awmeter

Aktivitas air menggambarkan jumlah air bebas yang dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Aktivitas air dapat dinyatakan sebagai RH kesetimbangan dibagi dengan 100. Semakin tinggi nilai aw suatu bahan pangan, maka semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik dalam bahan pangan tersebut.

Nilai aw cookies jagung adalah 0.41. Hasil pengukuran aw menunjukkan bahwa nilai aw cookies jagung masih tergolong rendah yaitu masih dibawah aw 0.65 yang merupakan aw kritis untuk produk pangan. Pangan kering memiliki aw kesetimbangan kurang dari 0.6 (Bell dan Labuza 2000). Hal ini menandakan bahwa jumlah air bebas yang digunakan dalam cookies jagung untuk pertumbuhan mikroba pun rendah. Kombinasi nilai aw dan kadar air yang rendah membuat cookies jagung ini dapat dikatakan cukup aman dari kerusakan mikrobiologis.

3 Penentuan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis 3.1 Karakteristik awal cookies

a. Atribut dan kerusakan cookies

Mutu adalah hal-hal tertentu yang membedakan produk satu dengan yang lainnya, terutama yang berhubungan dengan daya terima dan kepuasan konsumen (Hariyadi 2006). Secara umum, atribut yang dimiliki oleh produk pangan adalah rasa, aroma, tekstur, dan warna.

Analisis tentang karakteristik produk dapat digunakan untuk mengetahui atribut utama yang berkaitan dengan penerimaan konsumen. Gambar 26 menunjukkan atribut kerusukan produk cookies berdasarkan hasil kuisioner yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil kuisioner tersebut, atribut kerenyahan (tekstur) merupakan atribut kerusakan utama produk cookies jagung. Secara berurutan, dari atribut yang dianggap paling penting ke atribut yang dianggap tidak penting dalam menentukan kerusakan cookies adalah kerenyahan, rasa, aroma, dan warna. Pembagian kuisioner dilakukan terhadap 30 orang panelis. Panelis diminta untuk memilih salah satu atribut yang paling menentukan kerusakan produk cookies secara umum. Berikut disajikan hasil survei parameter kritis kerusakan produk biskuit.

Gambar 26 Hasil kuisioner parameter kritis kerusakan produk cookies

Gambar 26 menunjukkan bahwa atribut yang paling menentukan kerusakan produk cookiesadalah atribut kerenyahan (tekstur). Sebesar 67% dari 30 orang panelis memilih atribut kerenyahan sebagai parameter kerusakan produk cookies, sedangkan 20% memilih atribut rasa, 7% atribut aroma, dan 6% atribut memilih atribut warna.

Kriteria yang digunakan untuk produk biskuit (seperti cookies), snack, kerupuk, emping, dan sejenisnya adalah tidak melempem dan masih renyah

(Kusnandar et al. 2006). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kerusakan produk cookies disebabkan oleh hilangnya kerenyahan yang disebabkan oleh naiknya kadar air produk cookies. Hal ini sangat sesuai dengan hasil kuisioner yang menyatakan bahwa atribut kerenyahan merupakan parameter penyebab kerusakan produk cookies. Dengan demikian, pendugaan umur simpan cookies jagung dilakukan dengan pendekatan kadar air kritis.

b. Kadar air awal cookies jagung

Setelah diketahui parameter penyebab kerusakan produk cookiesdari hasil kuisioner, selanjutnya dilakukan analisis kadar air awal dengan metode oven. Kadar awal awal cookies adalah sebesar 0.0426 (g H2O/g solid). Nilai kadar air produk sangat sesuai dengan standar untuk cookies yang berlaku di Indonesia (SII-0177-78) yaitu maksimal 5%. Nilai kadar cookies ini bergantung pada komposisi bahan pembuatnya, formulasi, dan keadaan awal bahan penyusun cookiestersebut (Fitria 2007).

c. Tekstur (kerenyahan) awal cookies jagung

Karakteristik awal yang juga diperlukan untuk mengetahui umur simpan cookies jagung dengan pendekatan kadar air kritis adalah kerenyahan. Karakteristik kerenyahan diuji dengan texture analyzer dan nilainya sebesar 2233.11 gf. Nilai ini diperlukan dalan tahap kadar air kritis.