• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 44-55)

Fungsi Produksi Stochastic frontier usahatani ubi jalar dianalisis menggunakan metode MLE dengan frontier 4.1. Frontier 4.1, digunakan untuk memberikan perkiraan kemungkinan maksimum dari berbagai produksi stochastic frontier dan fungsi biaya. Selama beberapa dekade definisi teoritis dari fungsi produksi mengungkapkan jumlah maksimum output dapat diperoleh dari input yang diberikan dengan menggunakan teknologi tetap (Aigner at all., 1977). Frontier stochastic digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi ekonomi dan penentunya dalam produksi ubi jalar (Gbigbi et al, 2011). Penelitian dengan menggunakan fungsi produksi frontier stochastic untuk mengukur efisiensi teknis dari usahatani ubi jalar dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dilakukan oleh (H. Khotimah et al, 2010)., (F. Ratih et al,2012)., (A. Leovita, 2018)., (R.W.

Asmarantika et al, 2017). Juga oleh (Ohajianya et al, 2014)., (I.M.

Ahmad et al ,2014), melakukan penelitian efisiensi teknis produksi ubi jalar dengan menggunakan analisis fungsi produksi frontier stochastic. Penelitian dengan Fungsi produksi frontier stokastik, menilai efisiensi teknis produsen ubi jalar (Ipomoea batatas, L.,) di wilayah selatan Ethiopia juga dilakukan oleh (A. Jote et al, 2018).

Hasil pendugaan model produksi stochastic frontier dijadikan dasar untuk mengukur effisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi dengan menurunkan fungsi biaya ganda. Hasil pendugaaan model produksi frontier ubi jalar di Kabupaten Lamongan sebagai berikut:

LnY = 9,838 + 0,870LnX1- 0,005LnX2 - 0,024LnX3 + 0,068LnX4 + 0,053LnX5 + 0,014LnX6 + 0,021LnX7 - 0,009 D1………. (6) Tabel 13, menunjukkkan hasil pendugaaan model produksi Cob-Douglas Stochastic Frontier usahatani ubi jalar menggunakan

176

metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) di Kabupaten Lamongan. Variabel yang berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99% dan 90% terhadap produksi frontier ubi jalar adalah luas lahan, pupuk urea, pupuk ponska, pupuk SP36, dan pupuk ZA. Sedangkan jumlah bibit, tenaga kerja dan varitas ubi jalar putih (Varitas Sukuh) sebagai variabel dummy tidak signifikan. Nilai gamma merupakan kontribusi efisiensi teknis di dalam efek residua total. Nilai gamma sebesar 0,93 dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 1%, artinya bahwa 93 % variasi produksi ubi jalar diantara petani disebabkan oleh efisiensi teknis, sementara 7 % variasi produksi ubi jalar dantara petani disebabkan efek-efek stochastic. di luar model, seperti pengaruh cuaca atau iklim, serangan hama penyakit dan bencana alam. Hasil penelitian (A. Leovita, 2018)., nilai gamma sebesar 0,98 artinya bahwa sebesar 98% dari variasi hasil diantara petani karena disebabkan oleh efisiensi teknis sementara sisanya 2% karena efek-efek stochastic di luar model. Juga hasil penelitian (R.W.

Asmarantaka et al, 2017)., menyatakan bahwa nilai gamma merupakan kontribusi efisiensi teknis di dalam efek residua total, nilai gamma sebesar 0,5729 artinya 57,29% variasi produksi ubi jalar diantara petani disebabkan oleh efisiensi teknis, sementara 42,71% variasi produksi ubi jalar dantara petani disebabkan efek-efek stochastic. Model ini dapat dikatakan cukup baik karena nilai gamma yang lebih besar dari 0,50.

177

Tabel 13. Hasil Fungsi Faktor Produksi Frontier Stochastic Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan

Hasil analisis model produksi stochastic frontier menunjukkan variabel luas lahan berpengaruh nyata atau signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 99%. Nilai kooefisien luas lahan bernilai positip sebesar 0,870, menunjukkan setiap penambahan luas lahan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,854 %. Jika dibandingkan dengan variabel lainnya, variabel lahan merupakan variabel yang responsive karena memiliki nilai koefisiensi yang paling besar.

Luas lahan yang diusahakan petani untuk usahatani ubi jalar sangat berpengaruh pada produksi, sehingga petani dituntut untuk mengusahakan usahataninya dengan penggunaan input produksi yang optimal. Luas lahan berpengaruh nyata terhadap hasil

178

produksi ubi jalar dikarenakan lahan sebagai tempat tumbuh tanaman atau sarana untuk membudidayakan ubi jalar.

Penggunaan lahan berbanding lurus dengan produksi yang diperoleh artinya semakin luas lahan yang digunakan maka produksi yang diperoleh akan semakin besar. Ekstensifikasi pertanian diperlukan dalam rangka meningkatkan produksi pangan, khususnya ubi jalar sebagai diversifikasi makanan pokok orang Indonesia. Ekstensifikasi (perluasan lahan) dapat dilakukan dengan pembukaan areal baru pertanaman ubi jalar. Namun peningkatan luas lahan harus diikuti oleh penggunaan input-input produksi lainnya per hektar dalam rasio yang konstan. Rata-rata luas lahan yang di usahakan petani di daerah penelitian yaitu seluas 0,21 hektar. Luas lahan tersebut tergolong kecil, hal ini menunjukkan bahwa petani ubi jalar di daerah penelitian merupakan petani berskala kecil. Luas lahan petani merupakan pemberian orang tua, sehingga petani untuk meningkatkan produksi ubi jalar melakukan penanaman ubi jalar dipematang dan di lahan pekarangan yang masih kosong. Sejalan dengan hasil penelitian (A. Yusuf et al, 2015), menyatakan produksi pertanian nasional sebagian besar dihasilkan oleh petani berskala kecil sebesar (95%) dari total produksi pertanian. Menurut (Ningsih et al, 2012)., komoditas pangan non be,ras seperti ubi dan jagung perlu kembali ditanam di pekarangan, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi gagal panen, maka komoditas pangan non beras tersebut dapat dijadikan penunjang kebutuhan pokok di tingkat keluarga. Revitalisasi pekarangan dapat dijadikan gerakan penganekaragaman tanaman pangan. Hasil penelitian ini ditunjang oleh penelitian (R.D. Sari et al, 2015)., (B. Simanjutak et al, 2019)., (H. Khotimah et al, 2010), (F. Ratih et al, 2012), (R.W. Sari et al, 2015) (R.W. Asmarantaka et al (2017), (F. Ratih , 2012), (M. Andriani, et al, 2015), (Adekanye et al, 2015), (H. Badar et al, 2007 ), (P. D.Arimbawa et

179

al, 2016), (Mmasa et all, 2012). dan (0hajianya et al, 2014), menyatakan luas lahan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99% dan mempunyai pengaruh positip terhadap peningkatan produksi ubi jalar.

Variabel pupuk urea berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 99%. Nilai kooefisien pupuk urea bernilai positip sebesar 0,067, artinya setiap penambahan satu persen pupuk urea akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,067 %. Rata-rata penggunaan pupuk urea di daerah penelitian adalah 183 kg per hektar sesuai dengan anjuran.

Dan masih bisa ditambahkan lagi sampai pada batas maksimal ukuran yang dianjurkan untuk meningkatkan produksi. Tujuan pemupukan untuk menambah zat hara didalam tanah yang dibutuhkan tanaman terutama unsur N,P dan K. Pertumbuhan dan perkembangan ubi jalar membutuhkan unsur hara N,P dan K, ketiga unsur tersebut, ubi jalar lebih banyak membutuhkan unsur hara K dari pada unsur hara N atau P (D. Juanda et al, 2000).

Pemberian pupuk yang efektif dapat meningkatkan produksi secara nyata. Unsur K sangat membantu pembentukan umbi. Semakin banyak unsur K yang diserap tanaman, akan lebih memacu fotosentesis, yang akhirnya mendorong penyimpanan karbohidrat pada umbi dan semakin memperbesar pembentukan umbi. Unsur P berperan memproduksi akar lambung, tempat penyimpanan makanan cadangan. Sedangkan unsur N berperan penting menunjang pertumbuhan vegetataif dan pertumbuhan awal tanaman (B. Sarwana, 2006). Ukuran penggunaan pupuk urea per hektar 100-200 kg (Balitkabi, 2014), 150-175 kg (Diperta Kuningan, 2014) dan 80-200 kg, (B. Sarwana, 2006). Penggunaan pupuk urea tidak dianjurkan melebihi ukuran yang sudah ditentukan, karena penggunaan pupuk urea yang berlebihan secara kontinyu dapat menyebabkan lahan menjadi jenuh, tidak

180

meningkatkan produksi bahkan menurunkan karena berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The Law of Deminishing Returns). Menurut (Sutejo et al, 1990) penggunaan pupuk urea yang berlebihan dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman sehingga dapat menurunkan produksi. Pemberian pupuk urea berlebih, dapat merusak kesuburan tanah, dapt membuat tanah menjadi masam. Tanah yang masam dapat mengakibatkan penyerapan unsur hara tertentu menjadi terhambat.

Penggunaan pupuk urea berlebih dapat mengancam kelangsungan hidup mikroorganisme dalam tanah dan menjadikan tanaman menjadi sukulen sehingga tanaman menjadi rentan terserang hama dan penyakit. Pupuk urea mengandung 46% unsur nitrogen artinya dalam 100 kg pupuk urea terdapat 46 kg nitrogen. Persentase penggunaan pupuk nitrogen yang diserap tanaman meningkat dari 31,1% menjadi 38,7% dan nitrogen use efficiency (NUE) meningkat dari 33,5% menjadi 44,8% dengan penerapan Humic acid urea fertilizer (HA-N) secara signifikan meningkatkan hasil umbi ubi jalar (Chen et al, 2017). Pupuk urea memiliki kandungan nitrogen (N) yang tinggi yaitu 46%, ini menyebabkan pupuk urea bersifat sangat higroskopis. Pupuk urea sangat mudah larut dalam air, bereaksi cepat dan mudah menguap dalam bentuk amonia.

Apabila pupuk urea diberikan ke dalam tanah maka pupuk tersebut mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida yang mudah menguap. Selain itu pupuk urea mudah tercuci oleh air dan mudah terbakar sinar-matahari padahal akar tanaman belum menyerapnya (Lingga, 1994).

Variabel pupuk ponska berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 99%. Nilai kooefisien pupuk ponska bernilai positip sebesar 0,054, artinya setiap penambahan satu persen pupuk ponska akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,054 %. Rata-rata penggunaan pupuk

181

ponska di daerah penelitian yaitu sebesar 349,15 kg per hektar sudah sangat berlebih sehingga penambahan satu persen hanya meningkatkan produksi sebesar 0,054% maka penggunaan pupuk ponska sebaiknya tidak perlu ditambah lagi. Ukuran penggunaan pupuk ponska per hektar 100 kg (Balitkabi, 2014), 50-100 kg (Diperta Kuningan, 2014), dan 90 kg (B. Sarwana, 2006).

Kegunaan pupuk phonska antara lain meningkatkan produksi dan kualitas panen, memacu pertumbuhan akar dan sistem perakaran yang baik, menambah kandungan protein, memperbesar ukuran umbi, dan memperlancar proses pembentukan gula dan pati (Petrokimia Gresik, 2012). Penggunaan pupuk kalium diatas 160 kg/ha dianjurkan untuk usahatani ubi jalar karena memberikan hasil yang optimal (Uwah et al, 2013). Semakin meningkat penggunaan pupuk phonska (dibawah batas penggunaan maksimum), maka tanaman yang dihasilkan akan mengalami pembentukan umbi yang lebih besar sehingga hasil produksi ubi jalar dapat meningkat. Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang mana pupuk tersebut memiliki kandungan unsur hara yang lebih lengkap dibandingkan pupuk urea dan pupuk SP-36.

Karateristik pupuk phonska adalah memiliki kandungan unsur hara berimbang, tidak terlalu higroskopis sehingga tidak cepat menggumpal. Pupuk yang kandungan ansur haranya higroskopi seperti pupuk urea (kandungan N tinggi), tidak dapat disimpan lama dan mudah menggumpal. Pupuk yang sudah menggumpal tidak dapat digunakan (unsur haranya sudah hilang) sehingga tidak dapat meningkatkan produksi (Lingga, 1994). Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur hara nitrogen (N: 15%), fosfat (P2O5: 15%), kalium (K2O: 15%) dan sulfur (S).

Variabel pupuk SP-36 berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 99%. Nilai kooefisien pupuk SP-36 bernilai positip sebesar 0,015, artinya setiap

182

penambahan satu persen pupuk SP-36 akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,015 %. Rata-rata penggunaan pupuk SP-36 di daerah penelitian yaitu sebesar 71,90 kg per hektar sedangkan anjurannya adalah 100 kg per hektar, sehingga penggunaan pupuk SP-36 perlu ditingkatkan sampai mencapai maksimal dengan hasil produksi ubi jalar yang optimal. Ukuran penggunaan pupuk SP-36 per hektar,100 kg (Balitkabi, 2014), 50-175 kg, (Diperta Kuningan, 2014), dan 100 kg (B. Sarwana, 2006). Menurut Petrokimia Gresik (2012) kandungan unsur hara dalam pupuk SP-36 adalah fosfor dalam bentuk tinggi yaitu sebesar 36% (kadar P2O5 larut asam sitrat minimal 34% dan kadar P2O5 larut dalam air minimal 30%). Unsur hara fosfor yang terkandung dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air sehingga mudah mengalami pelindian (pelarutan hara secara cepat). Akibatnya sebagian besar unsur hara fosfor akan segera difiksasi oleh unsur Al dan Fe yang ada dalam tanah, dan fosfor menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Penggunaan pupuk SP-36 yang berlebihan tidak dapat meningkatkan produksi ubi jalar tetapi dapat mengubah tanah menjadi bersifat masam dan dapat menurunkan produktivitas ubi jalar (Rosmakam et al, 2011). Menurut (Lingga, 1994) unsur hara yang banyak diserap oleh tanaman ubi jalar adalah unsur hara nitrogen (N) dan kalium (K), sedangkan untuk fosfor (P) hanya sedikit yang diserap. Maka pemberian unsur hara P yang berlebih untuk tanaman ubi jalar tidak akan meningkatkan produksi ubi jalar, melainkan membuat usahatani ubi jalar menjadi tidak efisien baik secara teknis maupun alokatif. Ketersediaan nitrogen, fosfor, dan potasium adalah faktor yang paling menentukan untuk pertumbuhan dan hasil produksi maksimum ubi jalar, sehingga perlu diperhatikan tempat tumbuh, jenis dan dosis pupuk pada saat pemupukan (Ningrum et al, 2018). Departemen Tanaman dan Ilmu Tanah, Kwame Nkrumah University of Science and Technology

183

Ghana, melakukan evaluasi penggunaan tanah pertanian dan tingkat penerapan pupuk fosfor yang berbeda pada varietas ubi jalar (Dumbuya et al, 2016).

Variabel pupuk ZA berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 99%. Nilai kooefisien pupuk ZA bernilai positip sebesar 0,022, artinya setiap penambahan satu persen pupuk ZA akan meningkatkan produksi ubi jalar sebesar 0,022 %. Rata-rata penggunaan pupuk ZA di daerah penelitian yaitu sebesar 116 kg per hektar melebihi anjuran sebesar 50 - 110 kg. Ukuran pengunaan pupuk ZA per hektar 50-110 kg (Disperta Kuningan, 2014). Pupuk ZA mengandung 20,8% unsur nitrogen artinya dalam 100 kg pupuk ZA terdapat 20,8 kg nitrogen.

Nitrogen merupakan nutrisi utama yang mempengaruhi berbagai perkembangan produksi sel, fotosintesis dan sintesis asam amino untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil panen ubi jalar (Wang et al., 2020). Penggunaaa nitrogen pada tanaman ubi jalar walaupun memberikan efek negative tetapi menghasilkan effisiensi yang tinggi karena produksi biomassa diatas tanah juga lebih tinggi (Hartemink et al, 2000). Hasil penelitian (Eman Paturohman, 2015) bahwa emupukan 45-90 kg N per hektar, meningkatkan hasil antara 16-41%.

Variabel jumlah bibit tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 90%, dengan nilai koefisien jumlah bibit sebesar -0,005. Hal ini menunujukkan bahwa pengurangan atau penambahan jumlah bibit tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi ubi jalar. Rata-rata penggunaan jumlah bibit di daerah penelitian sebesar 64,87 kg (1 kg berisi 100 stek), atau 6.487 stek dengan luas lahan 0,21 hektar dan 324,35 kg atau 32.435 stek per ha dengan jarak tanam 70 cm x 25 cm. Perhitungan kebutuhan jumlah bibit sangat tergantung pada jarak tanam. Jumlah bibit yang yang ditanam pada luas lahan

184

tertentu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: M=L/d1xd2 dimana: M=Jumlah bibit yang diperlukan, L=Luas tanah yang ditanami, d1=jarak tanam antar barisan dan d2=Jarak tanam dalam barisan. Jarak tanam yang rapat akan membutuhkan jumlah bibit yang banyak dibandingkan dengan jatrak tanam yang lebar. Jarak tanam 75 cm dan 30 cm, maka kebutuhan bibit sebanyak 35.555 stek/hektar, jika menggunakan jarak tanam 70 cm x 25 cm maka kebutuhan bibit sebanyak 32.000 stek/hektar (D. Juanda et al, 2000). Populasi tanaman sekitar 33.000-50.000 stek/ha dengan jarak tanam 70 cm x 30 cm (Balitkabi,2014). Menurut (Rahmat Rukmana,1997), bila menggunakan jarak tanam 75 cm x 30 cm, maka kebutuhan bibit stek sebanyak 35.555 stek per hektar, sedangkan jika jarak tanam 75 cm x 25 cm kebutuhan bibit sebanyak 32.000 stek per hektar. Jumlah bibit yang digunakan petani responden sudah sesuai anjuran sebanyak 32.435 stek dengan jarak tanam 70 cm x 25 cm. Untuk meningkatkan produksi ubi jalar masih bisa dilakukan penambahan penggunaan jumlah bibit, harus dipilih bibit ubi jalar varietas unggul atau klon unggul, yang tahan terhadap hama penyakit boleng (Cylas formicarius) dan kudis (Sphacelona batatas), tanaman yang akan diambil steknya sehat, nornal, ukuran panjang stek 20 cm – 25 cm, ruas-ruasnya rapat dan buku-bukunya tidak berakar, sebelum ditanam disimpan ditemapat teduh selam 1-7 hari, 1 ikat berisi 100 stek. Penggunaan bibit ubi jalar yang unggul, bermutu dan tahan terhadap penyakit membawa pengaruh besar terhadap peningkatan produksi dan pendapatan ( Budiono, 2008). Varietas Sari direkomendasikan untuk ditanam di lahan kering selama hujan, bisa menghasilkan produksi ubi jalar 44,76 ton per hektar di desa Jatikerto Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang (E. Widaryanto et al, 2017).

Sejalan dengan hasil penelitian (Matthew dan Fatimoh ,2008), (Adekanye et al ,2015), (Ohajianya et al, 2014), (M. Andriani, et

185

al, 2015) dan (R.D. Sari et al, 2015), bahwa faktor produksi jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar.

Variabel tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 90 persen, dengan nilai koofisien sebesar -0,024, yang artinya pengurangan atau penambahan tenaga kerja tidak berpengaruh pada peningkatan produksi ubi jalar. Rata-rata penggunaan tenaga kerja (HKP) per 0,21 Ha sebanyak 39 orang dan 195 orang per hektar dengan 8 jam kerja per hari. Penggunaan tenaga kerja di lokasi penelitian, sudah efisien secara teknis tetapi tidak efisien secara ekonomis dan alokatif, sehingga perlu dikurangi. Penambahan tenaga kerja hanya diperuntukkan untuk tenaga kerja dalam keluarga untuk meningkatkan produksi ubi jalar dalam hal aktifitas pemeliharaan tanaman untuk pengendalian hama dan penyakit dan dilakukan pengurangan tenaga kerja luar keluarga untuk mencapai efisiensi secara teknis dan alokatif. Kebutuhan tenaga kerja tersebut digunakan untuk melakukan persemaian, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan meliputi; penyiangan, pemupukan, pengairan, pengugaran (membalik), pemberian pestisida dan pemanenan. Kebutuhan akan tenaga kerja yang paling banyak dalam tahapan pengolahan lahan, penanaman, dan pemanenan.

Menurut (Dahlin et al, 2019), bahwa terdapat tiga hubungan apabila hasil tinggi dengan permintaan tenaga kerja yang tinggi membutuhkan sebagian besar investasi mesin untuk mengurangi input tenaga kerja, hasil rendah dengan permintaan tenaga kerja yang rendah membutuhkan manajemen tanaman yang lebih baik, sedangkan hasil yang rendah dengan permintaan tenaga kerja yang tinggi membutuhkan kombinasi manajemen tanaman yang lebih baik dan investasi untuk mengurangi tenaga kerja. Sejalan hasil penelitian (Gbigbi, 2011), (H. Badar et al, 2007), (M. Andriani, et al, 2015) dan (Defri, 2011), (Adekanye et al ,2015), (Ohajianya et

186

al, 2014), dan (Ntakyo et al., 2013). bahwa penggunaan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar pada tingkat kepercayaan 90 % dengan koefisien regresi bertanda negatif.

Variabel dummy varitas ubi jalar putih (Varietas Sukuh) tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi ubi jalar pada taraf kepercayaan 90%, dengan nilai koefisien variabel dummy varitas ubi jalar putih (Varietas Sukuh) sebesar -0,009, yang artinya pengurangan atau penambahan varitas ubi jalar putih (Varietas Sukuh) tidak berpengaruh pada peningkatan produksi ubi jalar.

Variabel dummy berupa jenis varietas bibit adalah sebesar -0,009 lebih kecil dari nilai α 0,05. Artinya tidak ada perbedaan antara hasil produksi dengan penggunaan varietas sukuh maupun varietas lainnya. Produksi yang tinggi biasanya dipengaruhi kondisi lahan yang baik, kecukupan tanaman akan unsur hara yang dibutuhkan, serta pemeliharaan tanaman ubi jalar yang baik. Sehingga walaupun ubi jalar dengan varietas yang unggul, tetapi jika kondisi lahan tanam, kurang unsur hara dan cara pemeliharaan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan varietas unggul tersebut, maka tanaman ubi jalar varietas unggul tidak akan tumbuh dan berproduksi secara optimal.

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 44-55)