• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

132

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Merujuk tujuan umum dilakukannya penelitian ini, pada Bab IV hasil dan pembahasan menyajikan hasil penelitian yang terbagi tiga sub kajian terintegrasi yaitu (1) Analisis Ekonomi Usahatani Ubi Jalar;(2) Analisis Faktor – Faktor Produksi Usahatani Ubi Jalar; dan (3) Faktor – Faktor yanPengembangan Usahatani Ubi Jalar. Isi sub kajian merupakan pendalaman topik disertasi sesuai dengan lingkup tujuan penelitian. Konsekuensi atas luaran disertasi berbasis jurnal, maka ke tiga kajian disusun manuskrip untuk publikasi jurnal international.

Sistematika Bab IV dibagi menjadi dua sub bab yaitu sub bab A berisi hasil penelitian masing – masing kajian dan sub bab B berisi pembahasan umum.

A. Hasil Penelitian

1. Menganalisis Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan a. Pendahuluan

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga persediaan pangan masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha untuk mencukupi berbagai kebutuhanya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tentram serta sejahtera dalam lahir batin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas, aman dan merata, oleh karena itu kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang sehat, aktif dan produktif. Pangan disimbolkan dengan beras merupakan inti permasalahannya sehingga sepertinya manusia itu di dorong untuk hanya makan nasi padahal masih banyak sumber pangan lain sebagai pengganti beras seperti singkong, ubi jalar, sagu, jagung, suweg, gembili, kentang, ganyong dan masih banyak bahan alternatif lainnya yang nilai gizinya tidak kalah, bahkan memiliki kelebihan dibandingkan beras. Harga beras

(2)

133

yang semakin mahal belakangan ini perlu dicarikan solusi dengan memanfaatkan pangan lokal. Ubi jalar sangat potensial dikembangkan melalui program diversifikasi konsumsi pangan guna mengurangi ketergantungan pada beras dan tepung terigu (A. Habib et al, 2017).

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia itu sendiri. Pembangunan ketahanan pangan yang dirumuskan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang – Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Oleh karena ketahanan pangan, menjadi salah satu isu paling strategis dalam konteks pembangunan nasional, khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia (M. S.

El Yasin et al, 2019).

Tanaman ubi jalar merupakan komoditas pangan penting di Indonesia. Tanaman ini diusahakan petani mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Sentra produksi ubi jalar di Indonesia yang termasuk lima daerah yang terluas adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Irian Jaya. Daerah sentra produksi ubi jalar pada mulanya terpusat di Pulau Jawa, yaitu di Provinsi Jawa Barat terutama Kabupaten Bogor, Garut, Bandung, Kuningan, Serang, Sukabumi, Purwakarta terus menyebar ke wilayah jawa Tengah yaitu Magelang, semarang, Batang, Wonosobo, Blora, Karanganyar, Banjarnegara. Di Provinsi Jawa Timur mulai dari Sampang, Magetan, Malang dan Bangkalan (D. Juanda et al, 2000).

Salah satu jenis tanaman pangan yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh petani di seluruh wilayah nusantara adalah tanaman ubi jalar. Potensi nilai ekonomi dan sosial ubi jalar merupakan bahan pangan masa depan yang berdaya guna sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubi jalar merupakan salah satu

(3)

134

sumber pangan utama karbohidrat non beras yag bergizi tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang dalam pengembangan program diversifikasi pangan. Produksi ubi jalar mempunyai potensi untuk ditingkatkan. Umbinya dapat diproses menjadi aneka ragam produk yang mampu mendorong pengembangan agroindustri dalam diversifikasi pangan (R.W. Asmarantaka et al, 2017).

Ubi jalar merupakan salah satu jenis pangan yang berpotensi untuk dijadikan pangan alternatif selain beras. Menurut (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013), Ubi jalar dan aneka umbi merupakan komoditi sumber karbohidrat yang penting di Indonesia setelah padi, jagung dan ubi kayu. Ubi jalar dan aneka umbi selain berperan untuk memenuhi kebutuhan pokok karbohidrat juga dapat dijadikan sebagai sumber utama substitusi beras atau sebagai tanaman diversifikasi pangan. Ubi jalar mempunyai kelebihan dibandingkan dengan aneka umbi lainnya, selain mengandung betakaroten dan antosianin yang dapat mencegah kanker juga kaya akan vitamin A dan C yang sangat baik untuk kesehatan. Di samping itu komoditi tersebut merupakan tanaman dengan daya adaptasi yang luas, mudah disimpan dan mempunyai rasa enak. Hal ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru dalam bidang pengolahan hasil yang dapat meningkatkan pendapatan petani beserta keluarganya (A. Leovita et al, 2015).

Ubi jalar sebagai komoditi sumber karbohidrat perlu dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat agar tidak tergantung pada beras. Ubi jalar selain mengandung vitamin A,C dan mineral, ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena merupakan sumber kalori yang tinggi dan kandungan gizi tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Ubi jalar mempunyai potensi dan peluang besar dikembangkan untuk program penganekaragaman konsumsi pangan berasis lokal, sumber karbohidrat, zat gizi beragam, resiko kegagalan kecil, biaya produksi

(4)

135

rendah, hasil olahan beragam dan sebagai penyedia pangan serta bahan baku industri dan ternak (B Sarwono, 2008).

Berdasarkan potensi sumberdaya lahan pertanian di Kabupaten Lamongan maka pengembangan pertanian pangan unggulan diarahkan untuk komoditas tanaman :padi, jagug, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan shorgum ( Renstra 2016 – 2021). Salah satu tanaman pangan unggulan yang dikembangkan di Kabupaten Lamongan yaitu komoditi ubi jalar. Di Kabupaten Lamongan hanya ada 2 Kecamatan yang mengusahakan usahatani ubi jalar yaitu Kecamatan Kalitengah dan Kecamatan Kedungpring merupakan daerah sentra produsen ubi jalar yang besar di Kabupaten Lamongan dengan produksi ubi jalar sebanyak 2.460 ton dan 2.316 ton dengan produktivitas 21,97 ton/Ha. Produksi ubi jalar berpengaruh pada pendapatan usahatani.

Penerimaan petani dipengaruhi oleh hasil produksi. Petani akan menambah hasil produksi bila setiap tambahan produksi tersebut akan menaikkan jumlah penerimaan yang akan diperoleh. Penerimaan (revenue) adalah penerimaan dari hasil penjualan outputnya (Budiono, 2002). Sedangkan menurut (Soekartawi, 2003), penerimaan adalah banyaknya produksi total dikalikan harga atau biaya produksi (banyaknya input dikalikan harga). Penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan (Suratiyah, 2006).

Penerimaan petani pada dasarnya dibedakan menjadi 2 jenis : Penerimaan kotor yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani komoditi ubi jalar. Penghitungan penerimaan kotor ini diperoleh dari perkalian hasil produksi dengan harga jualnya.

Dalam notasi dapat ditulis sebagai berikut:TR = P.Q, dimana:TR = Penerimaan kotor, P = Harga produksi, Q = Jumlah produksi.

Penerimaan bersih yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi usahatani komoditi ubi jalar setelah dikurangi biaya total

(5)

136

yang dikeluarkan dalam bentuk notasi dapat dituliskan sebagai berikut : π = TR-TC dimana :π = Besarnya penerimaan,TR = Penerimaan kotor, TC= Biaya total yang dikeluarkan. Nilai B/C Ratio adalah jumlah penerimaan bersih dibagi total pengeluaran dan apabila hasilnya > 1 maka usahatani ubi jalar dinyatakan layak dan menurut (Harmono et al, 2005)., menyatakan bahwa B/Cratio merupakan singkatan dari benefiet cost ratio, yaitu ukuran perbandingan antara hasil penjualan dan biaya operasional untuk melihat ukuran kelayakan usaha, jika nilainya lebih dari 1, berarti usaha dikatakan layak.

Pendapatan adalah hasil dari usahatani, yaitu hasil kotor (bruto) dengan produksi yang dinilai dengan uang, kemudian dikurangi dengan biaya produksi dan pemasaran sehingga diperoleh pendapatan bersih usahatani (Mubyarto, 1994). Sedangkan menurut (Mosher, 1985)., pendapatan di bidang pertanian adalah produksi yang akan dinyatakan dalam bentuk uang setelah dikurangi dengan biaya selama kegiatan usahatani. Produksi dinyatakan dalam bentuk fisik (output) yang dihasilkan melalui proses biologis dari hewan ataupun tumbuhan.

Ditambahkan oleh (Hendriksen, 1993)., bahwa konsep dasar pendapatan adalah merupakan proses arus, yaitu penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama jarak waktu tertentu. Pendapatan petani dari usahataninya dapat diperhitungkan total penerimaan yang berasal dari nilai penjualan hasil dikurangi dengan total nilai pengeluaran yang terdiri dari: pengeluaran untuk input, misalnya bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja luar keluarga, pajak dan bunga kredit (Prayitno et al, 1997).

Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor- faktor produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan yang diperoleh atas biaya – biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya

(6)

137

total merupakan pendapatan setelah dikurangi biaya tunai dan biaya diperhitungkan (Soekartawi, 2003).

Menurut (Soekartawi, 2003), menyatakan bahwa pendapatan dibagi menjadi dua bagian: pendapatan kotor, yaitu pendapatan yang diterima dari seluruh hasil penjualan barang dan produksi; dan pendapatan bersih, yaitu selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran atau biaya produksi. Selanjutnya, (Soedarsono, 1995)., menyatakan pendapatan yang diterima petani dari suatu hasil produksi adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Analisis R/C ratio digunakan uuntuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan untuk biaya usahatani. R=revenue (penerimaan); C=cost (biaya total). Jika niai R/C>1, berarti usahatani layak dilakukan, sebaliknya jila nilai R/C<1, berarti usahatani tersebut tidak layak untuk dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usahatani ubi jalar secara ekonomi apakah menguntungkan dan layak diusahakan..

b. Metode Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Lamongan dengan purpose methode. Jumlah responden dilakukan secara sensus sebanyak 348 petani di Kabupaten Lamongan yaitu semua petani yang mengusahakan usahatani ubi jalar pada musim tanam 2019. Penelitian ini menggunakan data primer, melalui wawancara langsung dengan petani dengan menggunakan kuisioner dan data sekunder yang didapatkan dari Instansi UPT Penyuluh Pertanian Kecamatan Kedungpring dan Kecamatan Kalitengah. Penelitian dilakukan pada bulan september sampai november 2019.

(7)

138

Metode analisis data dengan menghitung besarnya R/C ratio dan B/C Ratio. Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) (Soekartawi, 2003).

R /C = PQ.Q/ (TFC + TVC) Dimana :

R = Penerimaan C = Biaya

PQ = Harga Output Q = Output

TFC = Biaya Tetap (Fixed Cost) TVC = Biaya Variabel

Kriteria R/C ratio, yaitu :

R/C rasio > 1, maka usaha tersebut sfesien dan mengutungkan R/C rasio = 1, maka usahatani tersebut tidak untung tidak rugi R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau merugikan

Sedangkan untuk menghitung Benefit Cost Ratio ( B/C Ratio ) adalah jumlah penerimaan bersih dibagi total pengeluaran dan apabila hasilnya > 1 maka usahatani ubi jalar dinyatakan layak untuk diusahakan (Harmono et al, 2005).

c. Hasil dan Pembahasan

1. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden merupakan hal penting yang berhubungan langsung dengan kegiatan usahatani ubi jalar.

Karakteristik petani responden merupakan faktor sosial meliputi umur petani, pendidikan petani, pengalaman berusahatani ubi jalar, jumlah anggota keluarga dan budaya menanam ubi jalar (Tabel 8).

(8)

139

Tabel 1. Karakteristik Petani Responden di Kabupaten Lamongan MasaTanam 2019

1. Umur petani responden Frekuensi Persentasi < 21

21 – 30

0 0

0 0

31 – 40 21 6,04

41 – 50 60 17,24

>50 267 76,72

Total 348 100

2. Pendidikan petani responden

Tidak Tamat / Tamat SD 248 71,26 Tidak Tamat / Tamat SMP 53 15,23 Tidak Tamat / Tamat SMA 42 12,07

D3 – Sarjana 5 1,44

Total 348 100

3. Pengalaman Usahatani

< 5 tahun 0 0

5 - 10 tahun 17 4,89

11 - 20 tahun 93 26,72

21 - 30 tahun 102 29,31

>30 tahun 136 39,08

Total 348 100

4. Jumlah Anggota Keluarga

1 – 3 136 39,08

4 – 6 212 60,92

> 7 0 0

Total 348 100

5. Budaya Menanam Ubi Jalar

Menaman ubi jalar 348 100

Tidak menanam ubi jalar 0 0

Total 348 100

6. Budaya konsumsi ubi jalar

Mengkonsumsi ubi jalar 63 18,10 Tidak mengkonsumsi ubi

jalar

285 81,90

Total 348 100

Data Primer Diolah, 2020.

Umur petani merupakan faktor yang erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam kegiatan usahatani. Umur petani responden diatas 50 tahun sebesar 76,72% dan rata – rata umur responden 56

(9)

140

tahun. Rata – rata umur petani responden yaitu 56 tahun, hal ini disebabkan karena di daerah penelitian para pemuda tidak mau bekerja di sektor pertanian, tetapi lebih suka bekerja di sektor non pertanian seperti bekerja sebagai tukang, buruh bamgunan, buruh pabrik, pedagang, guru dan ASN. Rata- rata umur petani responden 56 tahun tergolong usia produktif secara fisik mampu mengelola usahataninya untuk menghasilkan produksi. Petani yang lebih tua usianya mempunyai kemampuan usahatani yang lebih baik karena lebih berpengalaman tetapi lebih konservatif dibanding dengan petani muda tetapi progresif pada inovasi baru. Petani usia produktif diharapkan dapat menerima dan mengadopsi adanya inovasi baru yang berkaitan dengan budidaya ubi jalar yang terkait menegement atau pengelolaan usahatani ubi jalar (Soekartawi, 2003). Hasil penelitian faktor sosial yang berpengaruh terhadap usahatani ubi jalar meliputi umur petani 52 tahun, jenis kelamin laki – laki, pengalaman berusahatani 23 th, tidak berpendidikan formal, rata – rata lahan 1,05 Ha (Matthew. O et al, , 2016). Usia dan jenis kelamin, ukuran rumatangga, kondisi iklim mikro dan akses penyuluh pertanian faktor yang berpengaruh terhadap usahatani ubi jalar (B. Zawedde et al, , 2014).

Tingkat pendidikan petani responden masih tergolong rendah yaitu tamat/tidak tamat SD sebanyak sebesar 71,26%, dikarenakan petani responden banyak yang mengenyam pendidikan secara non formal di pondok pesantren yang merupakan ciri masyarakata lamongan yang di kenal dengan masyarakat religius.

Tingkat pendidikan petani berpengaruh dalam berusahatani, erat kaitannya dengan peran petani sebagai pengelola dan tenaga kerja.

Pengetahuan yang dimliki petani dapat membantu mencapai keberhasilan usahatani dan berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam menyerap ilmu baru maupun inovasi baru. Tingkat pendidikan petani sangat penting untuk merubah sikap, perilaku dan pola pikir serta sangat berkaitan dengan penggunaan teknologi dan adopsi inovasi

(10)

141

pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani semakin mudah untuk memahami dan menerima inovasi –inovasi baru. Hasil penelitian yang berkaitan dengan tingkat pendidikan antara lain status pendidikan, ukuran pertanian dan pengalaman bertani berpengaruh terhadap produksi (A. Yusuf et al, , 2015). Tingkat pendidikan, bervariasi sebesar 68%, jenis kelamin petani responden sebesar 69%, menikah 83% merupakan faktor sosial yang berpengaruh terhadap usahatani ubi jalar (EN .Amengor et al, 2016). Tingkat pendidikan, luas lahan, harga bervariasi signifikan terhadap statistik pada p<0,01 (A. Wall S.R et al, , 2007). Tingkat pendidikan, akses informasi dan pelatihan penggunaan pupuk berpengaruh terhadap usahatani ubi jalar (Jepkemboi C, et al, 2016).

Pengalaman berusahatani ubi jalar turut berpengaruh terhadap keberhasilan berusahatani. Pengetahuan dan ketrampilan berusahatani petani responden diperoleh dari pengalaman dan pengamatannya, baik pengalaman yang diperoleh dari turun temurun serta dari lingkungan sekitarnya maupun dari penyuluhan – penyuluhan yang pernah diikuti.

Pengalaman berusahatani ubi jalar petani responden diatas 30 tahun sebanyak sebesar 39,08 %, menunjukkan bahwa petani responden di daerah penelitian merupakan petani yang turun temurun. Semakin banyak pengalaman semakin rasional dalam menerima kegagalan dan semakin banyak pengalaman semakin mudah memecahkan masalah yang dihadapi. Pengalaman petani dalam mengusahakan usahataninya juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan usahatani. Petani semakin berpengalaman dalam berusahatani ubi jalar, semakin terampil dan teliti dalam memilih teknologi yang digunakan. Hasil penelitian yang berkaitan dengan pengalaman berusahatani antara lain pengalaman berusahatani salah satu faktor penentu berhasil tidaknya suatu usaha yang mempunyai hubungan erat dengan umur, tingkat pendidikan petani, semakin lama peatani menekuni dibaidang pekerjaannya akan semakin mahir (R.D. Sari, , 2015).Sejalan dengan

(11)

142

hasil penelitian (D.O.Ohajianya et al, 2014)., menyatakan pengalaman bertani, tingkat pendidikan, ukuran rumah tangga dan akses kredit adalah faktor yang berpengaruh terhadap usahatani ubi jalar .

Jumlah anggota keluarga mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan, petani dalam berfikir dan bersikap serta membantu kegiatan usahatani ubi jalar. Jumlah anggota keluarga petani responden sebesar 4 – 6 orang sebesar 61 % dengan rata - rata 4 orang, menunjukkan bahwa adat istiadat di daerah penelitian masih dipegang teguh, bahwa responden didaerah penelitian hidup bersama dengan salah satu dari anaknya, biasanya anak yang paling kecil,dan anak yang lainnya hidup terpisah. Keluarga yang aktif sebanyak 2 orang adalah ayah, menantu atau anak laki – laki. Hasil penelitian (Y.Z.W. Purba et al, , 2020)., menyatakan , banyaknya anggota keluarga, harga ubi jalar, umur petani, tingkat pendapatan, dan pendidikan mempengaruhi konsumsi tanaman pangan umbi-umbian (Y.Z.W. Purba et al, , 2020). Sejalan dengan hasil penelitian, (B. Simanjutak et al,, 2019)., menyatakan jumlah anggota keluarga petani antara 1-4 orang, rata-rata jumlah anggota keluarga 4 orang, jumlah anggota terbesar antara 3-4 orang sebesar (53,26%) dan jumlah anggota keluraga terendah antara 1-2 orang sebesar (46,74%).

Semakin besar jumlah keluarga yang dimilik petani semakin besar kebutuhan akan keluarganya dan ketersediaan tenaga kerja dari dalam keluarga.

Budaya menanam ubi jalar sudah dilakukan secara turun temurun dan menjadikan kebiasaaan petani responden untuk menanam ubi jalar setiap musim tanam dua kali setiap tahun. Semua petani sebesar 100 % menyatakan bahwa menanam ubi jalar sudah merupakan budaya dan kebiasaan turun temurun. Budaya mengkonsumsi ubi jalar sebagai makanan sampingan sebagian besar dilakukan petani responden beserta keluarga yang dsajikan pada pagi hari dan sore hari sebesar 18 % dan tidak sebagai budaya sebesar 82 %. Budaya dapat mempengaruhi

(12)

143

penerimaan dan konsumsi rumah tangga dengan anak –anak (M. H.

Elise F. et al, , 2018).

2. Karakteristik Usahatani Ubi Jalar

Karakteristik usahatani ubi jalar meliputi luas lahan, status kepemilikan lahan, keanggotaan dalam kelompok tani, modal usahatani, varietas dan pekerjaan lainnya (Tabel 9).

(13)

144

Tabel 2. Karakteristik Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan Masa Tanam 2019

1. Luas Lahan Frekuensi Persentasi 0,01 - 0.10 47 13,50 0,11 - 0.20 139 39,94 0,21 – 0.30 151 43,40 0,30 - 0.40 6 1,72 0,41 –0.50 5 1,44

Total 348 100

2. Kepemilikan Lahan

Milik Sendiri 348 100

Sewa 0 0

Total 348 100

3. Keanggotaan Kelompok Tani

348 100 Ikut Kelompok Tani 0 0 Tidak Ikut Kelompok

Tani

348 100

Total 348 100

4. Modal Usaha Tani

Modal Sendiri 293 84,20 Pinjam bank 0 0 Pinjam

keluarga/kerabat

55 15,80

Total 348 100

5. Varitas Ubi Jalar Ungu (Varietas Antin 2)

106 30,46 Merah (Varietas

Sawentar)

31 8,91 Putih (Varietas

Sukuh)

191 54,88 Kuning (Varietas

Papua Solossa)

20 5,75

Total 348 100

6. Pekerjaan Lain

Tambak 68 19,54

Ternak 180 51,72

Pedagang keliling ubi jalar

17 4,89 Pedagang lain 14 4,02

Buruh 64 19,83

Total 348 100

Data primer diolah, 2020.

(14)

145

Petani responden di Kabupaten Lamongan merupakan petani kecil dengan luas lahan yang dimiliki 0,21 – 0,30 Ha sebesar 43 %. Dengan rata-rata luas lahan 0,21 Ha, dan berdasarkan kepemilikan lahan merupakan lahan milik sendiri bagi petani responden sebesar 100%, hal menunjukkan bahwa sempitnya lahan dan kepemilikan lahan yang dimiliki petani responden karena merupakan pemberian dari orang tua.

Berdasarkan kepemilikan lahan merupakan lahan milik sendiri bagi petani responden sebesar 100%, hal ini menunujkkan bahwa lahan yang dimiliki merupakan pemberian orang tua.

Keikutsertaan petani responden dalam kelompok tani sebesar 100%. Kelompok tani adalah wadah bagi petani untuk bertukar informasi sesama petani mengenai kegiatan usahatani ubi jalar.

Kelompok tani dibentuk berdasarkan kesamaan dalam kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai, bersifat kekeluargaan dan saling mengenal antar petani sehingga petani merasa lebih nyaman dan senasib. Hal ini menimbulkan keinginan petani untuk berpartisipasi pada setiap kegiatan yang ada di kelompok tani. Kelompok tani sebagai wadah pembelajaran bagi petani untuk saling berinteraksi, bertukar informasi antar anggotanya, membuat rencana dan memecahkan masalah dalam kegiatan usahatani. Sejalan dengan pendapat (H. Sukesi, 2009)., menyatakan bahwa pengembangan penganekaragaman pangan berbasis umbi-umbian dalam implementasinya harus didukung penuh oleh seluruh pemangku kepentingan yaitu petani/kelompok tani, pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Modal yang digunakan petani responden untuk membiayai kegiatan usahataninya menggunakan modal sendiri sebesar 84%, hal ini menunjukkan petani responden dalam melakukan kegiatan usahataninya modal yang digunakan dari modal sendiri yang didapat dari hasil panen sebelumnya. Apabila tidak mempunyai modal, responden lebih baik pinjam kerabat atau tetangga dari pada pinjam ke bank. Modal, diversifikasi produksi, sumberdaya pertanian akses kredit berpengaruh

(15)

146

terhadapsahatani ubi jalar (F. I. Olagunju et al, 2007). Sejalan dengan akses kredit, pendidikan, akses ke penyuluh, dan keanggotaan koperasi berpengaruh terhadap usahatani ubi jalar. Akses kredit, pengalaman bertani, tingkat pendidikan dan ukuran rumah tangga adalah faktor yang berpengaruh terhadap usahatani ubi jalar (Gbigbi et al, , 2011).

Petani responden sebesar 55% menanam varietas ubi jalar berwarna putih, karena umurnya lebih pendek, produktivitas tinggi, tahan terhadap penyakit dan pemasaran lebih mudah siap dibeli oleh pedagang besar yang dikirim ke pabrik untuk pembuatan pasta dengan harga sebesar Rp 2000,-.

Selain sebagai petani, pekerjaan lain yang dilakukan petani responden yaitu sebagai peternak sebesar 51,72%, hal ini menunjukkan bahwa responden selain sebagai petani juga sebagai peternak kambing untuk menambah pendapatan keluarga, sesuai denga karakter masyarakat di daerah penelitian yang pekerja keras dan pantang menyerah.

2. Kegiatan Budidaya Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan a. Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan)

Petani ubi jalar di temapt penelitian paling banyak menanam ubi jalar putih (Varietas Sukuh) sebesar 54,88%, dan ungu, sebanyak sebesar 30,46% untuk sebesar 8,91% dan sebesar 5,57%. Alasan petani menanam ubi jalar putih karena umbinya besar, tahan terhadap penyakit dan petani sudah bekerjasama untuk memenuhi permintaan pabrik sebagai bahan baku pembuatan pasta. Alasan petani menanam ubi jalar ungu karena permintaan tinggi harga jual stabil dan sebagai bahan pembuat home industri kripik, sedikit petani menanam ubi jalar kuning dan merah untuk dikonsumsi sendiri dan di jual keliling.

Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar di lokasi penelitian berasal dari hasil produksi ubi jalar sebelumnya, hasil

(16)

147

produksi petani lain atau hasil pembibitan sendiri. Produksi ubi jalar dari bibit hasil pembibitan (dari umbi ditanam yang kemudian diperbanyak dengan stek batang dan stek pucuk) lebih baik dibandingkan hasil produksi ubi jalar dari penanaman bibit stek batang dari tanaman produksi sebelumnya. Petani di lokasi penelitian menggunakan stek pucuk dan stek batang baik untuk petani yang melakukan pembibitan sendiri maupun mengambil dari tanaman produksi sebelumnya. Biasanya petani memotong batang dengan panjang 3-5 ruas batang. Perbanyakan tanaman dengan stek batang dan stek pucuk secara terus menerus mempunyai kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, setelah 3-5 generasi perbanyakan harus diperbarui dengan cara menanam atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan dari generasi F0 kembali (D. Juanda et al, , 2000).

Tata cara penyiapan bahan tanaman (pembibitan) ubi jalar dari tanaman produksi di lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

menentukan tanaman ubi jalar yang sudah terbukti hasilnya baik, biasanya diambil setelah pemanenan, keadaan pertumbuhannya sehat dan normal; kemudian batang tanaman dipotong untuk dijadikan stek batang atau stek pucuk sepanjang 3-4 ruas sekitar 25 cm batang dengan menggunakan pisau yang tajam, biasanya kegiatan pembibitan ini dilakukan di pagi hari. Ikatan bibit dengan rata-rata 100 stek per ikatan, kemudian disimpan ditempat yang teduh selama 1-7 hari sampai bibit dapat ditanam ke lahan.

Proses pembibitan sendiri untuk tanaman ubi jalar adalah sebagai berikut: memilih ubi yang umurnya cukup tua, keadaan ubi sehat, tidak cacat, ukuran umbi besar. Ubi ditanam di tempat untuk penunasan hingga tunasnya muncul, kemudian dipindah ke lahan pembibitan. Pengambilan stek batang dilakukan pada tanaman yang telah berumur 2-3 bulan. Setelah itu dilakukan perbanyakan bibit dengan cara memotong batang (stek batang atau stek pucuk). Batang

(17)

148

ubi jalar yang yang akan di stek dipilih dari tanaman yang sehat dan pertumbuhannya baik, dengan ukuran sepanjang sekitar 25 cm.

b. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Guludan

Pengolahan tanah bertujuan untuk membersihkan gulma, memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pengolahan tanah dilakukan secara manual karena luas lahan, modal dan ketrampilan petani. Adapun cara pengolahan lahan pembuatan; 1) membersihkan gulma, kerikil disekitar lahan; 2) Mencangkul tanah sedalam 20 – 30 cm sambil dibalik – balikkan kemudian dikering anginkan selama 1-2 minggu; 3) Mengolah tanah untuk kedua kalinya sambil membuat guludan dengan ukuran dasar 60 cm, tinggi 30-40 cm dan jarak antara guludan 75-100 cm kemudian meratakan permukaan guludan hingga lahan siap ditanami (B. Sarwono , 2006).

Pembuatan guludan disesuaikan dengan keadaan tanah. Di lokasi penelitian rata-rata ukuran guludan 50-60 cm untuk lebar bawah, tinggi guludan 40 cm dan jarak antar guludan adalah 60-75cm.

Panjang guludan disesuaikan dengan keadaan lahan yaitu sekitar 2,5 - 4 meter. Arah guludan mengikuti lahan tanam, biasanya memanjang utara ke selatan sesuai dengan anjuran.

c. Penanaman

Penanaman bibit ubi jalar di lahan biasanya dilakukan pada saat pagi hari dan selesai tengah hari. Hal ini bertujuan agar tanaman tidak layu dan dapat hidup dengan baik di lahan. Proses penanaman ubi jalar di lokasi penelitian diawali dengan pembuatan larikan dangkal dengan arah memanjang disepanjang puncak guludan dengan cangkul sedalam 7-10 cm. Kemudian membuat lubang- lubang dengan tugal untuk penanaman dengan jarak antar lubang sekitar 20-30 cm. Membuat larikan untuk pupuk dasar di kanan dan kiri lubang tanam, jaraknya sekitar 7-10 cm dari lubang tanam.

(18)

149

Sebelum dilakukan penanaman, tanah diberi pupuk terlebih dahulu yaitu pupuk urea + pupuk ponska. Teknik penanaman ubi jalar di lokasi penelitian dilakukan dengan memposisikan stek tegak lurus atau miring terhadap tanah. Tanaman yang ditanam berdiri akan menghasilkan umbi yang tidak terlalu banyak, berbentuk bulat dan ukuran umbinya besar, sedangkan tanaman yang ditanam miring akan menghasilkan umbi yang agak memanjang, ukurannya tidak terlalu besar tetapi jumlah umbinya banyak. Populasi tanaman sekitar 33.000-50.000 stek/ha (Balitkabi,2014). Jumlah stek ubi jalar yang ditanam di daerah penelitian untuk rata-rata luas lahan 0,21 ha sebanyak 6.487 stek atau 64,87 kg, untuk luas lahan per hektar sebanyak 32.435 stek/ha atau 324,35 kg, dimana 1 kg berisi 100 stek dengan harga per stek Rp 20,-.

d. Penyulaman

Selama 7-10 hari setelah tanam, pertanaman ubi jalar harus diamati secara kontinyu, terutama bibit yang mati atau tumbuh abnormal. Bibit yang mati harus segera disulam. Cara menyulam adalah dengan mencahut bibit yang mati, kemudian diganti dengan bibit yang baru dengan menanam sepertiga bagian pangkal stek ditimbun tanah. Penyulaman sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari pada saat matahari tidak terlau terik dan suhu udara tidak terlalu panas. Bibit stek yang telah dipersiapkan untuk penyulaman sebelumnya dipersiapkan atau ditanam ditempat yang teduh (Rahmat Rukmana, 1997). Pada lokasi penelitian penyulaman sangat jarang dilakukan terutama pada usahatani dengan luas lahan kurang dari 0,5 ha. Hal ini dikarenakan potensi tumbuh ubi jalar tinggi dan hanya sedikit tanaman yang tidak tumbuh.

(19)

150

e. Pengairan

Meskipun tanaman ubi jalar tahan terhadap kekeringan, pada fase awal pertumbuhan memerlukan ketersediaan air tanah yang memadai. Pengairan tanaman ubi jalar harus rutin dilakukan dengan selang waktu 7 hari sekali sampai tanamn berumur 2 bulan, kemudian frekwensi pemberian air dikurangi atau dihentikan pada fase pertumbuhan umbi, yaitu 2-3 minggu menjelang panen. Cara pengairan adalah dengan cara dibenamkan sampai guludan cukup basah, kemudian airnya dialirkan ke saluran pembuangan. Pengairan untuk lahan kering (tegalan) dapat dilakukan dengan cara digembur atau dengan cara springkle irrigation yaitu pengairan menggunakan semprotan bertekanan tinggi (Dede Juanda et al, 2000). Pengairan berikutnya masih diperlukan secara kontinu sampai panen. Pengairan dilakukan sekitar 7-15 hari sekali di lahan yang beririgasi, sedangkan di lahan tadah hujan pengairan dilakukan 15-30 hari sekali.

Pengairan yang dilakukan di derah penelitian sebanyak 1-10 kali selama satu kali musim tanam 2019.

f. Pendangiran, Penyiangan dan Pemupukan

Pembongkaran sementara (pendangiran) bertujuan untuk menggemburkan tanah dan memberi ruang masuknya cahaya matahari ke dalam tanah. Pendangiran dilakukan pada umur tanaman 20-25 hari. Pendangiran dilakukan dengan cara membuka atau membalik batang tanaman yang merambat (diletakan diatas guludan) kemudian mengikis kedua sisi guludan menggunakan cangkul sampai terlihat bakal umbi di akar tanaman, kemudian di diamkan selama 10-15 hari dengan tujuan menjemur akar. Pembalikan batang tanaman ini berfungsi untuk mencegah munculnya umbi di akar tanaman yang merambat. Munculnya umbi di akar tanaman yang merambat dapat mengurangi produksi ubi jalar, karena jika umbi yang muncul banyak maka tanaman akan membagi zat makanan

(20)

151

yang diperolehnya ke semua umbi yang ada sehingga hasil umbi yang akan diproduksi nantinya kecil-kecil walaupun jumlahnya banyak.

Pemupukan pertama yaitu antara pupuk urea dan ponska diberikan satu minggu setelah tanam. Pemupukan ke dua dilakukan bersamaan dengan kegiatan pendangiran saat tanaman berusia 2 bulan, yang bertujuan untuk pemberian pupuk terakhir (urea dan SP- 36), penggunaan pupuk urea dan SP-36 di kecamatan Kalitengah sedangkan penggunaan pupuk urea dan pupuk ZA dilakukan di Kecamatan Kedungpring.

Penyiangan dilakukan bersamaan saat proses pendangiran.

Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan tumbuhan liar (gulma) yang tumbuh pada lahan pertanaman. Gulma merupakan pesaing tanaman ubi jalar dalam memperoleh air, unsur hara, dan sinar matahari. Pembalikan batang akan dilakukan kembali setelah tanaman berumur 4 bulan. Pembalikan batang tersebut dilakukan dengan mengangkat akar dari ruas-ruas batang yang bersentuhan dengan tanah. Selain itu pembalikan batang saat umur tanaman 4 bulan akan mempermudah petani saat kegiatan pemanenan.

g. Pengendalian Hama dan Penyakit

Aktifitas pengendalian hama dan penyakit pada tanaman ubi jalar di lokasi penelitian disesuaikan dengan kondisi hama yang menyerang lahan pertanian. Pengendalian dengan, menggunakan pestisida di lokasi penelitian hanya dilakukan jika tanaman yang diserang hama dan penyakit lebih dari 10 persen. Jika tidak, hanya dilakukan pengendalian secara fisik dan mekanis, yaitu dengan memotong atau memangkas/mencabut tanaman yang sakit kemudian mengumpulkan dan memusnahkannya.

Hama yang sering menyerang tanaman ubi jalar antara lain kutu daun, ulat daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang yaitu

(21)

152

kudis atau boleng (Cylas formicarius) Upaya pencegahan serangan hama dan penyakit juga dilakukan secara teknis pada beberapa petani responden dengan mengatur waktu tanam yang tepat, menggunakan varitas tahan terhadap penyakit, menggunakan stek dari tanaman yang sehat, pengairan yang cukup, pembumbunan, panen tepat waktu dan rotasi tanaman. Untuk mengurangi umbi jalar terkena penyakit pada saat pembuatan guludan diberi Larvin, untuk memberantas penyakit kutu daun, ulat daun dengan gandasil D dan untuk memperbesar umbi digunakan PGPR.

h. Panen

Panen dilakukan setelah umbi sudah tua dan berukuran besar, panen dapat dilakukan serempak maupun bertahap, secara fisik ubi jalar siap dipanen apabila daun dan batang mulai menguning, yaitu saat tanaman berumur 3-4 bulan. Petani responden di lokasi penelitian rata-rata memanen ubi jalar saat umur tanaman 4 bulan.

Pengambilan keputusan untuk memanen ubi jalar berdasarkan kebutuhan petani, harga jual dan orientasi usahatani. Petani vang membutuhkan dana secara mendadak dan jika tanaman ubi jalarnya sudah berumur 4 bulan bahkan ada yang sampai 5 bulan, memilih untuk memanennya (biasanya ditebaskan). Faktor lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan waktu panen adalah harga jual. Hal ini dikarenakan petani berorientasi pada pendapatan yang tinggi, sehingga mereka menunggu waktu ketika harga jual ubi jalar tinggi. Semakin lama ubi jalar dipanen maka akan menambah biaya untuk pemeliharaan, akan tetapi hasilnya akan meningkat karena ukuran umbi sudah mencapai optimal.

Sistem panen ubi jalar di lokasi penelitian di jual ke pedagang besar. Kegiatan panen meliputi pemotongan daun dan tanaman (mbabati), penggalian ubi jalar dengan cangkul, pengumpulan ubi jalar, pengepakan (karung/kranjang besar), pengangkutan hasil

(22)

153

panen ke tepi jalan dan penimbangan. Diagram alir aktivitas budidaya ubi jalar bisa dilihat pada gambar 9.

Gambar 1. Diagram Alir Aktivitas Budidaya Ubi Jalar Aktivitas Usahatani

Pembibitan

Pengolahan tanah dan Pembuatan guludan

Penanaman dan Pengairan

Pemupukan 1, Penyulaman dan Pengairan

Pendangiran dan Penyiangan

Pengendalian hama dan penyakit

Pendangiran , Penyiangan dan Pemupukan II

Pembalikan batang dan Pengairan

Pengairan

Pemanenan

2 bulan sebelum tanam

7 – 10 hari sebelum tanam

1 hari

7 hari setelah tanam

20 – 25 hari setelah tanam

Kondisional, 2 – 3 bulan setelah tanam

2 bulan setelah tanam

3 bulan setelah tanam

Kontinyu 7-10 hari 1 kali

4 - 5 bulan setelah tanam Waktu

(23)

154

4. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan

Pendapatan merupakan hasil yang diharapkan dari selisih kegiatan usahatani karena dan keluarganya. Besarnya pendapatan dari hasil usahatani tergantung dari biaya produksi yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Besarnya pendapatan juga dipengaruhi oleh pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan petani harga jual yang berlaku pada saat penjualan.

Pendapatan diperoleh dari penerimaan (pendapatan kotor) dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan dalam satu kali produksi.

Penerimaan adalah jumlah produksi dikalikan harga ubi jalar.

Komponen total biaya usahatani yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah biaya pembelian bibit, pupuk urea, pupuk ponska, pupuk Sp-36 atau pupuk ZA, pestisida dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya diperhitungkan yaitu penyusutan, pajak bumi bangunan, dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya total diperoleh dari penjumlahan total biaya tunai dengan total biaya diperhitungkan. Dan pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari hasil pengurangan penerimaan dengan total biaya tunai. Pendapatan atas total usahatani dari hasil pengurangan penerimaan dengan total biaya usahatani dapat dilihat pada Tabel 10.

(24)

155

Tabel 3. Rata-Rata Penerimaan, Pendapatan dan Penggunaan Biaya Produksi Per Rata-Rata Luas Lahan Petani Responden per 0,21 Ha dan Per Ha Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan Masa Tanam 2019.

No Uraian

Per Luas Lahan (0,21 Ha) Per Ha Jumlah Harga

(Rp)

Jumlah

(Rp) Jumlah Harga (Rp)

Jumlah (Rp) 1. Penerimaan 4.807Kg 2.287 10.993.609 4.807 Kg 2.287 54.968.045 2. Biaya Tunai

a. Bibit 6.487 stek 20 129.740 32.435

stek 20 648.700

b. Pupuk Urea 36,60Kg 2.000 73.200 183 Kg 2.000 366.000 c. Pupuk Ponska 69,83Kg 2.600 181.558 349,15 Kg 2.600 907.790 d. Pupuk SP 36 14,38Kg 2.200 31.636 71,90 Kg 2.200 158.180 e. Pupuk ZA 23,12Kg 1.800 41.616 115,60

Kg 1.800 208.080

f. Pestisida 2,69Liter 116.390 313.089 13,45

Liter 116.390 1.565.446 g. Tenaga Kerja

LK (HKP) 24Orang 125.000 3.000.000 120

Orang 125.000 15.000.000 Jumlah Total Biaya

Tunai 3.770.839

18.854.196

3. Biaya diperhitungkan a. Penyusutan

1. Pacul (10% /

tahun) 9 Biji 50.000 15.000 45 Biji 50.000 75.000

2. Disesel (10%

/ tahun) 1 Biji 5.000.000 166.666 1 Biji 5.000.000 166.666

b. PBB - - 23.353 - - 116.765

c. Tenaga Kerja

DK Orang 15 125.000 1.875.000 75 Orang 125.000 9.375.000 Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 2.080.000

9.733.431

Jumlah Total Biaya Usaha Tani 5.850.839

28.587.627

4. a. Pendapatan atas total biaya tunai 7.222.770

36.113.849

b. Pendapatan atas total biaya usahatani 6.142.770

30.713.850

Data Primer, diolah tahun 2020.

Tabel 10. Rata- rata produksi ubi jalar yang ditanam pada musim tanam 2019 di lokasi penelitian sebesar 4.807 kg pada rata – rata luas lahan 0,21 Ha dan sebesar 24.035 kg pada rata-rata luas lahan per hektar (Ha).

Rata – rata penerimaan petani responden pada rata- rata luas lahan 0,21 Ha sebesar Rp10.993.609,- dan per hektar sebesar Rp 54.968.045,- (Tabel 10).

Harga ubi jalar di tempat sebesar 37% antara Rp 2.200.- – Rp 2.400,-, di jual ke tengkulak dan 53 % deng dijual pada pedagang besar untuk dikirim

(25)

156

ke pabrik pembuat pasta dengan harga yang sudah ditetapkan, untuk musim tanam tahun 2019 sebesar Rp 2000,-.

Pengeluaran biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan, biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani selama kegiatan usahatani ubi jalar berlangsung. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani namun tidak dalam bentuk tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya pembelian bibit, pupuk urea, pupuk ponska, pupuk SP36 atau pupuk ZA, pestisida dan tenaga kerja luar keluarga. Rata – rata total biaya tunai yang dikeluarkan petani responden sebesar Rp 3.770.839,- pada rata –rata luas lahan 0,21 Ha dan Rp 18.854.196,- luas lahan per hektar (Ha). Biaya diperhitungkan meliputi penyusutan peralatan, pajak tanah (PBB) dan tenaga kerja dalam keluarga.

Rata-rata total biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani responden sebesar Rp 2.080.000,- pada rata - rata luas lahan 0,21 Ha dan Rp 9.733.431,- luas lahan per hektar (Ha). Rata – rata jumlah total biaya usahatani meliputi rata – rata jumlah total biaya tunai dan rata-rata jumlah total biaya diperhitungkan sebesar Rp 5.850.839,- pada rata – rata luas lahan 0,21 Ha dan Rp 28.587.627,- luas lahan per hektar.

Rata-rata pendapatan atas total biaya tunai adalah selisih antara rata- rata penerimaan petani responden sebesar Rp 10.993.609,- dengan rata – rata pengeluaran jumlah total biaya tunai sebesar Rp 3.770.839,- adalah Rp 7.222.770,- pada rata – rata luas lahan 0,21 Ha dan Rp 54.968.045,- dengan Rp 18.854.196,- adalah Rp 36.113.849,- luas lahan per hektar. Rata –rata pendapatan atas total biaya usahatani adalah selisih antara rata – rata penerimaan petani responden Rp 10.993.609,- dengan rata –rata pengeluaran jumlah total biaya usahatani sebesar Rp 5.850.839,- adalah Rp 6.142.770,- pada rata – rata luas lahan 0,21 Ha dan Rp 54.968.045,- dengan Rp 28.587.627.- adalah Rp 30.713.850,-. Usahatani ubi jalar umumnya menguntungkan, dengan keuntungan finansial 144%, ada korelasi positif antara biaya tenaga kerja, luas lahan, akses ke pembeli, dan biaya input

(26)

157

lainnya dengan pendapatan petani. Ada korelasi negatif antara lama pengalaman petani dengan pendapatan petani (M.T.B Lirag, , 2019).

2. Efisiensi Biaya Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan

Dalam melakukan usahatani ubi jalar tujuannya untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi. Pendapatan dapat diperoleh dari pengurangan antara besarnya penerimaan yang diterima oleh petani dengan semua biaya produksi yang dikeluarkan. Apabila penerimaan yang diperolch petani lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan, maka pendapatan yang akan diperoleh akan lebih besar dan begitu pula sebaliknya. Tingkat pendapatan yang diterima oleh petani dapat dilihat dari efisiensi biaya. Penggunaan biaya dalam usahatani ubi jalar meliputi biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan dari setiap peralatan yang digunakan kemudian digolongkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Penggunaan biaya produksi mempengaruhi pendapatan, semakin kecil biaya produksi yang dikeluarkan maka pendapatan yang diterima akan semakin besar. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh setiap petani dalam melakukan usahatani ubi jalar berbeda-beda tergantung dari luas lahan yang diusahakan, kualitas dan kuantitas bibit yang digunakan, penggunaan tenaga kerja, penggunaan pupuk serta penggunaan obat-obatan yang digunakan dalam usahatani ubi jalar. Penggunaan biaya-biaya tersebut harus dihitung agar alokasinya tidak berlebihan atau terlalu sedikit. Perhitungan biaya-biaya tersebut digunakan untuk mengetahui penggunaan biaya dalam usahatani ubi jalar tersebut sudah efisien atau belum. Biaya yang efisien akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi setiap petani.

Tingkat efisiensi penggunaan biaya pada suatu usahatani ubi jalar dapat dihitung dengan menggunakan analisis R/C ratio dan B/C Ratio. R/C ratio merupakan analisis yang membandingkan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan selama satu musim tanam usahatani ubi jalar selama 4 bulan. Efisiensi yang tinggi mampu diperoleh dengan cara

(27)

158

meningkatkan produksi serta menekan biaya produksi yang dikeluarkan.

Nilai R/C ratio > 1 menunjukkan bahwa penggunaan biaya usahatani ubi jalar tersebut adalah efisien dan apabila nilai R/C ratio < 1 maka penggunaan biaya usahatani ubi jalar tersebut tidak efisien. Apabila nilai R/C ratio = 1 maka penggunaan biaya usahatani ubi jalar berada pada titik impas. Sedangkan untuk menghitung Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) adalah jumlah penerimaan bersih ( pendapatan) dibagi total pengeluaran dan apabila hasilnya > 1 maka usahatani ubi jalar dinyatakan layak untuk diusahakan (Harmono et al, 2005). Hasil analisis data mengenai efisiensi penggunaan biaya usahatani ubi jalar di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 4. Rata-Rata Total Produksi, Harga Jual, Biaya Tetap, Biaya Variabel, Penerim Total Penerimaan, Total Biaya,Pendapatan dan Efisiensi Biaya Uasahatani Ubi jalar di Kabupaten Lamongan per 0,21 Ha dan per Ha Masa Tanam Tahun 2019.

No Keterangan Jumlah

0,21 Ha 1 Ha

1 Produksi (Kg) 4.807 24.035

2 Harga Jual (Rp) 2.287,- 2.287,-

3 Biaya Variabel (Rp) 3.770.839,- 18.854.196,- 4 Biaya Tetap (Rp) 2.080.000,- 9.733.431,- 5 Toatal Biaya (Rp) 5.850.839,- 28.587.627,- 6 Penerimaan (Rp) 10.993.609,- 54.968.291,- 7 Pendapatan Total Biaya Tunai

(Rp)

7.222.770,- 36.113.849,- 8 Pendapatan Total Biaya

Usahatani (Rp)

6.142.770,- 30.713.850,-

9 R/C Total biaya tunai 2,92 2,92

10 R/C Total biaya usahatani 1,88 1,92

11 B/C Total biaya tunai 1,91 1,91

12 B/C Total biaya usahatani 1,05 1,07

Data Primer Diolah Tahun 2020

Rata-rata total produksi ubi jalar dalam satu musim tanam dihasilkan produksi sebesar 4.807 kg per 0,21 hektar dan 24.035 kg per hektare (Ha). Luas lahan yang ditanami ubi jalar musim tanam 2019 di lokasi penelitian sebesar 72,75 hektar dengan produksi sebesar 1.672.716 kg dan produktivitas sebesar 22,99 kg, dengan

(28)

159

rata-rata harga jual ubi jalar Rp 2.287,-. Rata-rata penggunaan biaya tetap dan biaya variabel adalah sebesar Rp 2.080.000,-, dan Rp 3.770.839,- per 0,21 hektar dan biaya tetap Rp 9.733.431,- dan biaya variabel Rp 8.854.196,- per hektar (Ha), sehingga rata-rata total penggunaan biaya pada usahatani ubi jalar adalah sebesar Rp 5.850.839,- per 0,21 hektar dan Rp 28.587.627,- per hektar (Ha).

Rata-rata total penerimaan yang diperoleh petani ubi jalar sebesar Rp 10.993.609,-, per 0,21 hektar dan Rp 54.968.045,- per hektar (Ha), dengan tingkat harga jual rata-rata adalah sebesar Rp 2.287,- /kg Rata-rata pendapatan total biaya tunai yang diperoleh adalah sebesar Rp Rp 7.222.770,- per 0,21 hektar dan Rp 36.113.849,- per hektar (Ha), dalam satu musim tanam kurang lebih 3-4 bulan.

Sedangkan rata-rata pendapatan total biaya usahatani yang diperoleh adalah sebesar Rp Rp 6.142.770,- ,per 0,21 hektar dan Rp 30.713.850,- per hektar (Ha), dalam satu musim tanam kurang lebih 3-4 bulan. Total penerimaan diperoleh dari rata-rata harga ubi jalar per kg dikalikan dengan rata-rata produksi dalam satu kali musim tanam kurang lebih 3-4 bulan.. Tingkat harga dan produksi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terhadap pendapatan yang akan diperoleh petani dalam berusahatani ubi jalar. Total biaya merupakan jumlah dari total biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap dalam usahatani ubi jalar di Kabupaten Lamongan meliputi biaya pajak tanah (PBB) dan biaya penyusutan peralatan-peralatan yang digunakan dalam usahatani ubi jalar yaitu biaya penyusutan cangkul dan diesel. Sedangkan biaya variabel dalam usahatani ubi jalar meliputi biaya pembelian bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan dan biaya tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Pendapatan yang didapat dihasilkan dari pengurangan antara total penerimaan dengan total biaya.

Penggunaan biaya pada usahatani ubi jalar di Kabupaten Lamongan adalah efisien. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil nilai

(29)

160

R/C ratio dan B/C ratio. R/C ratio total biaya tunai sebesar 2,92 ( luas lahan 0,21 Ha dan 1 Ha) dan R/C ratio total biaya usahatani sebesar 1,88 (0,21 Ha), sebesar 1,92 ( luas 1Ha). Nilai R/C ratio total biaya tunia dan R/C ratio total biaya usahatan mempunyai nilai lebih dari 1, artinya penggunaan biaya yang digunakan oleh petani ubi jalar sudah dialokasikan dengan baik. Nilai R/C ratio sebesar 2,92 dan 1,88 berarti setiap penggunaan biaya sebesar Rp 100 maka dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 292,-,dan Rp 188,-. Hal ini berarti keuntungan yang mampu diperoleh petani setiap mengeluarkan biaya sebesar Rp 100 adalah sebesar Rp 292,-, dan Rp 188,-. Sedangkan hasil analisis B/C ratio atas rata–rata total biaya tunai sebesar 1,91 (luas lahan 0,21 Ha dan 1 Ha) dan B/C ratio rata-rata biaya usahatani sebesar 1,05 (luas lahan 0,21 Ha) dan sebesar 1,07 ( luas lahan 1Ha). Hasil analisis B/C ratio atas rata – rata total biaya tunai dan atas total biaya usahatani mempunyai nilai lebih dari 1, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani ubi jalar menguntungkan dan layak diusahakan. Sejalan dengan hasil penelitian (S. Masyitoh et al, , 2017)., (A. Leovita et al, 2018)., (M. S. El Yasin et al, , 2019).,(H. Hapsari et al, 2019)., (H. Khotimah et al, , 2010)., (F. Ratih et al, , 2012)., (T. Santoso, , 2012)., (M. Amandasari et al, 2014).,

d. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang analisis usahatani ubi jalar di Kabupaten Lamongan dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

Usahatani ubi jalar menguntungkan dan layak diusahakan dengan nilai R/C ratio sebesar 2,92 dan Nilai B/C ratio sebesar 1,91. Nilai R/C ratio dan B/C ratio lebih dari 1 menunjukkan bahwa kegiatan usahatani ubi jalar menguntungkan dan layak diusahakan.

(30)

161

2. Analisis Faktor – Faktor Produksi Yang Berpengaruh Terhadap Usahatani Ubi Jalar di Kabupaten Lamongan

a. Pendahuluan

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor yaitu tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Salah satu subsektor yang memiliki pearanan penting dalam pembangunan pertanian adalah subsektor tanaman pangan.

Beberapa peran strategis subsektor tanaman pangan diantaranya dalam hal pertumbuhan dan pengembangan ketahanan pangan, PDB (Produk Domistik Bruto), kesempatan kerja serta sumber pendapatan perekonomian regional dan nasional. Peranan tanaman pangan dalam hal mewujudkan ketahanan pangan erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi dan keamanan nasional. Bahan pangan yang tidak tersedia dengan cukup dan harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara luas dari segi ekonomi maupun sosial (M. Andriani at al, 2015).

Sasaran pembangunan pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. Pengembangan ketahanan pangan dilakukan antara lain berdasarkan pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan potensi lokal. Salah satu sumber pangan yang strategis adalah tanaman pangan dan palawija. Tanaman pangan dan palawija sebagai sumber karbohidrat dalam pemenuhan gizi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tanaman padi dan palawija harus dijaga ketersediaannya dan terjangkau oleh masyarakat.

Tanaman pangan mempunyai peran strategis dalam pembangunan pertanian. Peran strategis tanaman pangan diantaranya pertumbuhan dan pengembangan ketahanan pangan, membuka kesempatan kerja dan sumber pendapatan perekonomian regional dan nasional. Tanaman pangan yang berpotensi sebagai sumber pangan antara lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacangan, kedelai dan lain-lain (M.

Andriani at al, 2015). Pria dan wanita yang terlibat dalam pertanian,

(31)

162

tetapi pria memiliki peran yang dominan dalam budidaya pertanian sebagai produsen tanaman pangan pokok misalnya: singkong, sorgum, sweet potato, jagung, dan padi (David, 2015).

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan akan pangan semakin meningkat. Alternatif untuk mengatasi masalah pertumbuhan pertumbuhan konsumsi adalah program diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bukan berarti menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat dengan banyak jenis pangan yang dikonsumsi. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar dalam ketahanan pangan di Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, mengartikan ketahanan pangan sebagai usaha untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu gizi yang layak, aman dikonsumsi merata serta terjangkau oleh setiap individu, Sesuai dengan undang-Undang No 22 Tahun 1999 pembangunan subsector tanaman pangan harus dapat memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis lainnya serta aparatur pertanian dengan memanfaatkan keunggulan agroekosistem masing-masing daerah kabupaten atau kota (M. Andriani at al, 2015).

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.,), merupakan tanaman yang biasanya ditanam sebagai tanaman pangan pokok tahunan yang mengandung karbohidrat dan dapat tumbuh pada iklim tropis dan sub- tropis (Uwah et all., 2013). Di negara-negara berkembang, ubi jalar adalah tanaman pangan paling penting kelima di dunia, setelah beras (Oryza sativa L.,), gandum (Triticum aestivum L.,), kentang (Solanum rootosum L.,), jagung (Zea mays L.,) dan singkong (Manihot esculenta Crantz) (Ochieng et al., 2017). Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memberikan sumbangan terhadap PDB yang cukup signifikan dan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Disamping itu komoditi ubi jalar telah memberikan sumbangan terhadap devisa negara melalui eksport dalam bentuk

(32)

163

tepung. Ubi jalar menjadi salah satu dari dua puluh jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar menjadi salah satu tanaman pangan alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ubi jalar merupakan (1) sumber karbohidrat keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu; (2) memiliki produktivitas tinggi dibandingkan dengan padi dan ubi kayu; (3) memiliki potensi diversifikasi produk yang cukup beragam; (4) memiliki potensi permintaan pasar local, regional dan eksport terus meningkat; (5) serta memiliki kandungan gizi yang cukup beragam dan tidak dimiliki oleh tanamn pangan lainnya (M.

Andriani at al, 2015).

Diversifikasi pangan dapat dilakukan melalui (1) pengembangan konsumsi pangan karbohidrat yang beragam; (2) pengembangan dan peningkatan daya tarik pangan karbohidrat non beras dan (3) pengembangan produk dan mutu produk pangan karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan memungkinkan untuk dikembangkan (A.

Leovita, 2018).

Usahatani ubi jalar di Kabupaten Lamongan masih mempunyai potensi untuk dikembangkan baik jangka pendek maupun jangka panjang agar produksi dan produktivitas semakin meningkat (Rencana strategis Kabupaten Lamonagan tahun 2016 - 2021). Tingkat produktivitas ubi jalar tergantung pada jumlah produksi dan penggunaan faktor – faktor produksi, oleh karena itu petani dituntut bekerja secara effisien dalam mengelola usahataninya agar produksi optimal. Produktivitas mengacu pada kemampuan petani untuk menempatkan sumber daya mereka dalam penggunaan faktor produksi, sehingga akan meningkatkan produksi (Olagunju, 2007). Faktor-faktor produksi sangat berperan dalam ekonomi, secara sederhana faktor produksi merupakan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, merupakan teori mendasar dalam ekonomi teknologi (McKenzie, 2004). Faktor-faktor produksi seperti

(33)

164

kualitas pupuk, harga tanaman rendah,, irigasi dan transportasi mempunyai peran dalam meningkatkan produksi (M. B. Akram et al, 2004). Peningkatan produktivitas melalui efisiensi tehnis menjadi penting untuk diperhatikan. Peningkatan produksi ubi jalar melalui jalur ekstensifikasi tampaknya semakin sulit karena terbatasnya penyediaan lahan pertanian produktif. Upaya peningkatan produksi ubi jalar melalui efisiensi tehnis menjadi pilihan yang tepat. Hasil penelitian (F. Ratih, 2013) dan Hasil penelitian (A. Leovita, 2015), menyatakan bahwa efisiensi teknis usahatani ubi jalar masih dapat ditingkatkan karena tingkat efisiensi teknis masih berada pada kisaran 50-90%, dimana efisiensi teknis masing-masing sebesar 0,85 dan kisaran antara 0,47 hingga 0,95, oleh karena itu peningkatan produktivitas melalui efisiensi alokatif dan ekonomi menjadi sangat penting.

Biaya produksi digunakan untuk menentukan biaya per unit produksi sebagai syarat perdagangan pertanian untuk mengetahui pendapatan riil petani, sebagai dasar bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan harga, kibajakan peraturan perdagangan, kebijakan hibah produksi, kebijakan subsidi dan kebijakan penentuan tarif (Sarfraz Hassan, 2005). Produksi ubi jalar di sebagian besar daerah dipengaruhi oleh biaya pupuk yang tinggi, kesuburan tanah yang buruk, penggunaan varietas lokal, hama dan penyakit, masalah tempat penyimpanan ubi jalar, masalah pemrosesan dan fragmentasi tanah yang tidak mendorong mekanisasi (Ume et al., 2016). Masalah faktor-faktor produksi yang berpengaruh pada efisiensi produksi adalah masalah kombinasi optimal faktor produksi (Kreneva et al.,2015). Efisiensi penggunaan input dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan atau pendapatan usahatani yang dilakukan oleh petani. Upaya ini dapat dicapai jika setiap nilai produk marginal dari input produksi yang digunakan setara dengan harga input, artinya petani harus mampu mengkombinasikan dan

(34)

165

mengalokasikan penggunaan faktor-faktor produksi secara tepat untuk menghindari dari inefisiensi penggunaan faktor produksi (B.

Simanjuntak at al, 2019). Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap faktor-faktor produksi usahatani ubi jalar meliputi: luas lahan, jumlah bibit, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk ponska, pupuk SP-36, pupuk ZA dan varietas ubi jalar putih (Varietas Sukuh) sebagai variable dummy terhadap produksi ubi jalar (Ipomae batata L.,) dan effisiensi teknis, effsiensi alokatif dan effisiensi ekonomi.

b. Metode Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan secara purposive methode di Kabupaten Lamongan sebagai salah satu sentra produksi ubi jalar di Jawa Timur, yang terdapat di Kecamatan Kalitengah dan Kecamatan Kedungpring.

Data primer didapatkan dari petani responden dengan menggunakan kuisioner. Penemtuan jumlah responden dengan metode sensus sebanyak 348 petani di Kabupaten Lamongan yang terdapat di Kecamatan Kalitengah sebanyak 165 petani tersebar di 4 desa sentra ubi jalar yaitu di Desa Sugihwaras, Desa Canditunggal, Desa Kuluran, Desa Kediren dan Kecamatan Kedungpring sebanyak 183 petani responden tersebar di 2 desa yaitu Desa Kradenanrejo dan Desa Gunungrejo, pada musim tanam 2019. Sedangkan data sekunder didapatkan dari UPT penyuluh Pertanian Kecamatan Kalitengah dan Kecamatan Kedungpring. Penelitian dilakukan dari bulan September hingga November 2019.

Tahapan pelaksanaan penelitian diawali dengan kegiatan survey ke lahan petani ubi jalar. Selanjutnya dilakukan Forum Group Discussion dengan Unit Pelayanan Teknis Penyuluh Pertanian, ketua kelompok tani, perangkat desa, tokoh masyarakat di Kecamatan Kalitengah dan di Kecamatan Kedungpring. Tahap akhir penelitian

(35)

166

yaitu melakukan pengumpulan data dan tabulasi data, setelah itu dilakukan analisis dan interpretasi data untuk mengetahui pola fungsi produksi dan efisiensi usahatani ubi jalar.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi frontier stochastic untuk menghitung effisiensi teknis, effisiensi ekonomis dan effisiensi alokatif. Analisis fungsi produksi frontier stochastic untuk mengukur effisiensi teknis usahatani ubi jalar dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) frontier 4.1. Fungsi produksi frontier stochastic adalah fungsi produksi maksimum yang dapat diperoleh dari beberapa kombinasi faktor produksi pada tingkat teknologi tertentu. Dengan demikian fungsi produksi frontier stochastic menggambarkan hubungan fisik antara faktor-faktor produksi dan output yang posisinya terletak pada isoquant (Triyono et al., 2020). Model produksi frontier stochastic digunakan untuk mengukur efisiensi teknis, dan inefisiensi sumber daya dengan menentukan hubungan antara tingkat output dan input menggunakan pendekatan dua istilah kesalahan yaitu kesalahan normal tradisional dengan rata-rata nol dan varians konstan (Matthew O. at al, 2008). Efisiensi tehnik adalah perbandingan antara nilai output dan input yang diamati secara optimal dari unit produksi, dalam bentuk ratio untuk output potensial maksimum (Hashmi et al., 2016).

Efisiensi teknis dalam pertanian adalah istilah yang mengacu pada kapasitas pertanian untuk menghasilkan jumlah maksimum output dari tingkat input yang diberikan, atau untuk menghasilkan tingkat output yang diberikan dari jumlah minimum input untuk teknologi yang diberikan (Adeyonu et al., 2019). Efisiensi teknis pertanian diukur menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas frontier stochastic dengan menggunakan data penampang dan menemukan varians efek pertanian menjadi komponen yang sangat signifikan untuk menyelidiki apakah ada perbedaan yang signifikan dalam efisiensi teknis rata-rata petani paruh waktu dan penuh waktu (Ohajianya et al, 2014). Fungsi

(36)

167

produksi Cobb – Douglas merupakan model regresi non-linier berganda, agar model tersebut dapat dianalisis maka harus ditransformasikan ke dalam persamaan linier yaitu dengan logaritma natural (Ln). Fungsi biaya produksi frontier stochastic diestimasi menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE).

Fungsi biaya produksi frontier stochastic diasumsikan oleh Cobb- Douglas yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural (ln) sebagai berikut : (Sudrajat et al., 2017).

Y = βo + β1 X1 + . . . + βk Xk (vi + ui) ………(1)

Dimana:

Y = Produksi usaha tani ubi jalar dalam logaritma natural (Ln) X1 = Faktor produksi yang dinormalkan dalam logaritma natural

(Ln) Βo = Konstanta

β1-k = Parameter yang diestimasi

vi = Eror yang disebabkan oleh faktor yang tidak dapat dikuasi petani

ui = Eror yang disebabkan oleh faktor yang dapat dikuasai petani

Dalam fungsi produksi usahatani ubi jalar, faktor- faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi yaitu luas lahan, jumlah bibit, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk SP36, pupuk ZA dan varitas bibit putih (Varietas Sukuh) sebagai variable dummy. Fungsi produksi frontier stochastic untuk produksi ubi jalar dalam penelitian ini, dengan memasukkan faktor produksi kedalam persamaan frontier, maka persamaan fungsi produksi frontier stochastic usahatani ubi jalar dapat dirumuskan sebagai berikut (Ahmad et al., 2014) :

LnY = βo + β1lnX1+ β2lnX2 + β3lnX3 ++ β4lnX4 + + β5lnX5 + + β6lnX6

+ β7lnX7 + d1D1 + vi – u ……… ………(2)

Referensi

Dokumen terkait

Keamanan pangan termasuk keamanan pangan asal ternak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsep ketahanan pangan karena sebanyak apapun pangan yang tersedia,

Eksportir yang telah mendapat persetujuan eksporsesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib menyampaikan realisasi pelaksanaanekspor pasir laut kepada Gubernur

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis SWOT diawali dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap faktor lingkungan strategis,

mendeskripsikan prinsip-prinsip dasar peta dan pemetaan; (2) mempraktikkan keterampilan dasar peta dan pemetaan; dan (3) menganalisis lokasi industri dan

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari

Sedang Suprihanto mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan

Dari sisi konten yang mengandung unsur nasionalisme, beberapa tayangan berupa berita, talkshow , tayangan wisata dan olah raga menunjukkan kualitas yang lebih baik dibandingkan

Ketentuan tentang penyelenggaraan pemerintah daerah diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang sebagaimana diamatkan Pasal 18 ayat (7) UUD 1945, yang berbunyi &#34;susunan dan tata